Anda di halaman 1dari 29

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan pertolongan-Nya kami sebagai penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang perkembangan
intelek,sosial,dan bahasa.

Dalam penyusunan makalah ini kami cukup mendapat tantangan dan


hambatan, akan tetapi dengan bantuan berbagai pihak dan usaha kami, kami dapat
mengatasi hal yang cukup sulit itu. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk serta penyampaian materinya. Untuk itu penyusun mengharap saran dan kritik
yang membangun demi kebaikan makalah ini.

Jember,1 Oktober 2019

Penyusun
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Individu adalah manusia yang berkedudukan sebagai pribadi yang utuh, pilah,
tunggal, dan khas. Ia sebagai subjek yang merupakan suatu kesatuan psiko-fisik
dengan berbagai kemampuannya untuk berhubungan dengan lingkungan, dengan
sesame, dan dengan Tuhan yang menciptakannya.

Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan dan
karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan
merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut
faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Sifat individual adalah sifat yang
berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual
sesorang. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain.

Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh banyak faktor,


antara lain keturunan, sosial ekonomi, sosial kulturasi, kesehatan, dan latar belakang
kehidupan keluarga. Pertumbuhan fisik lebih lanjut berlangsung sejak bayi lahir, dan
masing-masing organ mencapai tingkat kematangan dan mampu menjalankan
fungsinya denga baik. Kematangan pertumbuhan fisik yang ditandai oleh
berfungsinya masing-masing organ, berpengaruh terhadap perkembangan non-fisik,
seperti berpikir, bahasa, sosial, emosi, dan pengenalan tahap terhadap nilai,norma,
dan moral.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud pengertian intelek?

2. Bagaimana hubungan intelek dan tingkah laku?

3. Apakah yang dimaksud perkembangan sosial?

4. Bagaimana perbedaan individual dalam perkembangan sosial?

5. Apakah yang dimaksud pengertian perkembangan bahasa?

6. Bagaimana upaya pengembangan kemampuan bahasa remaja dan implikasinya


dalam penyelenggaraan pendidikan?

7. Apakah yang dimaksud bakat?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian intelek

2. Mengetahui hubungan intelek dan tingkah laku

3. Mengetahui pengertian perkembangan sosial

4. Mengetahui perbedaan individual dalam perkembangan sosial

5. Mengetahui pengertian perkembangan bahasa

6. Mengetahui upaya pengembangan kemampuan bahasa remaja dan implikasinya


dalam penyelenggaraan pendidikan

7. Mengatahui pengertian bakat.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Intelek

1.1 Pengertian Intelek dan Intelegensi

Menurut English dan English dalam bukunya “A Compherehensive Dictionary


of Psychological and Psychoanalitical Terms”, istilah intellect berarti antara lain :

1. Kekuatan mental di mana manusia dapat berpikir.


2. Suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk
aktivitas yang berkenaan dengan berpikir (misalnya
menghubungkan, menimbang, dan memahami).
3. Kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir
(Intelligence = ibtellect)

Menurut kamus Webster New Word Dictionary of the American


Language,istilah intellect berarti : Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau
mengerti; Kecakapan untuk mengamati hubungan- hubungan, perbedaan-perbedaan,
dan sebagainya. Bisa disimpulkan bahwa kecakapan berbeda dari kemampuan dan
perasaan.

Rumusan tentang intelegensi, seperti yang dikemukakan oleh Singgih


Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja(1991):

1. Intelegensi adalah suatu kumpulan kemauan seseorang yang


memungkinkan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan serta
masalah- masalah yang muncul
2. Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku yang tampil
dalam kelancaran tingkah laku.
3. Intelegensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan
bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola
baru dan mempergunakannya secara efektif.

Wechler (1958) merumuskan bahwa intelegensi sebagai“keseluruhan


kemampuan individu dala berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan
mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif” Rumusan-rumusan tersebut
mengungkapkan makna Intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan
intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan berti ndak.
Salah satu alat intelegensi yang terkenal adalah tes yang dikembangkan oleh Alferd
Binet (1857-1911) seorang ahli ilmu jiwa (psychology) Perancis, merintis
mengembangkan tes intelegensi yang agak umum. Tes Binet ini disempurnakan oleh
Theodore Simon, sehingga tes tersebut dikenal dengan sebutan “Tes Binet Simon”.
Hasil tes intelegensi dinyatakan dalam angka, yang menggambarkan antara umur
kemampuan mental atau kecerdasan(Mental Age disingkat MA) dan umur
kalender(Chronological Age disingkat CA). William Stern (1871-1938), ahli ilmu
jiwa berkebangsaan Jerman mengajukan pengukuran tingkat intelegensi dalam bentuk
perbandingan dengan sebutan Intelligence Quotient yang disingkat IQ yang berarti
perbandingan kecerdasan.

Apabila tes tersebut diberikan seorang anak dan ia bisa menjawab dengan
benar, berarti umir kecerdasan dan sama seperti umur kalender, maka IQ yang
didapat anak itu sama dengan 100. Nilai ini menggambarkan kemampuan yang
dimiliki oleh seorang anak yang normal. Pada usia remaja, IQ bisa dihitung melalu
cara memberikan pertanyaan yang mencakup berbagai soal(hitungan, kata-kata, dan
sebagainya. Dan berhitung berapa banyaknya pertanyaan yang bisa dijawab dengan
baik dan benar lalu membandingkannya dengan sebuah daftar(berdasarkan penelitian
yang dipercaya).
Sementara untuk anak-anak cara menghitung IQ ialah dengan meminta anak
agar melakukan pekerjaan tertentu dan menjawab pertanyaan tertentu(misalnya
menyebut nama hari, menghitung sampai 10, dan semacamnya). Jumlah pekerjaan
yang bisa dikerjakan anak kemudian dicocokkan dengan daftar agar bisa mengetahui
umur mental anak(MA).

1.2 Hubungan antara Intelek dengan Tingkah Laku

Bagi remaja, corak perilaku pribadi di hari depan dan tingkah lakunya
sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkebangan
kepribadiannya. Mereka dapat memikirkan tentang diri sendiri. Pemikiran itu
terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri, yang sering
mengarah pada penilaian dan kritik diri. Dengan refleksi diri, hubungan dengan
situasi yang akan datang nyata dalam pikirannya, perihal keadaan diri yang tercermin
sebagai suatu kemungkinan bentuk di kemudian hari. Pikiran remaja seringkali
dipengaruhi oleh ide dan teori yang mengakibatkan sikap kritis dan situasi kepada
orang tau. Setiap pendapat orang tua dibandingan dengan teori yang diikuti.

Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan san kejadian-kejadian


dengan situasi yang semestinya menurut alam pikirnya. Situasi ini (yang diakibatkan
kemampuan abstrak akhirnya menimbulkan perasaan yang tidak puas).Disamping itu
kemampuan pengaruh egosentris yang tertanam pada pikirannya.

1) Cita-cita idealisme yang baik, menitikberatkan pikiran tanpa


menitikberatkan memikirkan akibat yang akan terjadi dan tanpa
memperhitungkan kesulitan praktis.
2) Kemampuan berpikir dengan pendapat dsendiri, brlum disertai dengan
pendapat orang lain dalam penilaiannya.

Egoisentrisme menyebabkan “kekakuan” pada remaja dalam berpikir dan


bertingkah laku. Masalah yang muncul pada remaja sebagian besar berkaitan dengan
perkembangan fisik yang dirasa mencekam dirinya, karena menyangka orang lain
tidak puas dengan penampilannya. Hal ini mengakibatkan seseorang akan memiliki
tigkah laku yang kaku. Egoisentrisme juga membuat remaja justru melebih-lebihkan
diri dalam penilaian diri sendiri.

Mereka merasa dirinya hebat sehingga berani menantap malapetaka dan dan
menceburkan diri dalam aktivitas yang justru berbahaya.

Pada akhirnya pengaruh egoisentrisme pada remaja sudah sedemikian


kecilnya, itu artinya remaja bisa berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat
orang lain.

1.3 Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja

Kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa operasi formal(berpikir
abstrak). Pada masa ini remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang
“mungkin” disamping hal yang nyata(real) (Gleitman, 1986: 475-476). Berikut ada
dua sifat yang dimiliki oleh remaja dalam berpikir operasional formal.

1. Sifat Deduktif Hipotesis

Seorang remaja akan menyelesaikan suatu permasalahan yang diawali dengan


pemikiran teoritik. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir
induktif disamping deduktif, oleh sebab itu dari sifat analisis yang dilakukan,
seseprang dapat membuat suatu strategi penyelesaian.

2. Berpikir operasional juga berpikir kombinatoris

Merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan memiiki hubungan dengan cara
bagaimana melakukan analisis, misal anak diberi limah buah gelas berisi cairan
tertentu. Suatu perpaduan cairan ini membuat cairan tadi berubah warna. Anak
diminta untuk mencari kombinasi lain.
Dengan berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai
tingkah laku problem solving yang benar-benar ilmiah. Berpikir abstrak atau
operational formal ini adalah cara berpikir yang berkaitan dengan hal yang tidak
dilihat serta peristiwa yang tidak langsung dihayati. Cara berpikir terlepas dari tempat
dan waktu, dengan cara hipotesis, deduktif yang sistematis. Tercapai atau tidak
tercapainya cara berpikir ini tergantung juga terhadap tingkat intelegensi dan
kebudayaan sekitar.

1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek

Pandangan pertama yang mengakui bahwa intelegensi merupakan factor bakat,


dinamakan Nativisme, lain halnya dengan pandangan kedua yang menyatakan bahwa
intelegensi dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang dinamakan aliran Empirisme.

Menurut pendapat Andi Mapiare 1882:80), perkembangan intelek dipengaruhi oleh :

1) Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak) seseorang


sehingga ia bisa berpikir reflektif.
2) Banyaknya pengalaman serta latihan-latihan memecahkan suatu
masalah yang membuat seseorang dapat berpikir secara proporsional.
3) Adanya kebebasan berpikir, menyembabkan adanya keberanian
seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal.

IQ adalah nilai yang hanya dapat ditentukan secara kira-kira karena selalu dapat
terjadi perubahan-perubahan berdasarkan factor-faktor individual dan situasional.
Dari hasil penelitian yang bermacam-macam dapat dikemukakan bahwa intelegensi
itu sama sekali tidak sekonstan yang diduga semula.

Ditemukan pula bahwa perubahan-perubahan intra-individual dalam nilai IQ lebih


merupakan hal yang umum daripada perkecualian.
1. Peranan Pengalaman dari Sekolah terhadap Intelegensi

Seseorang yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menununjukkan


kemajuan yang berbeda, dalam rata-rata IQ mereka lebih besar daripada yang tidak
mengalami prasekolah . Perbedaan kemajuan nilai rata-rata IQ bagi mereka yang baru
satu tahun saja belajar (bersekolah pada prasekolah) adalah sebesar 5,4 skala IQ per
siswa. Perubahan ini menjadi lebih tinggi jika mereka lebih lama bersekolah pada
prasekolah.Siswa-siswa yag selama dua tahun atau tiga tahun belajar di prasekolah,
menunjukkan perkembangan intelegensinya masing-masing sebesar 10,5 skala IQ.
Bisa disimpulkan bahwa pengalaman yang diperoleh di sekolah berperan dalam
peningkatan IQ anak.

2. Pengaruh Lingkungan terhadap Perkembangan Intelegensi

Dalam kasus tidak terdapat hubungan genetic, tetapi hasilnya menyatakan bahwa
kesamaan IQ adalah karena kesamaan pengalaman belajar dari lingkungan yang
sama. Variasi dalam stimulus merpakan komponen penting dari lingkungan dan
belajar bagi perkembangan intelegensi anak. Apabila pengalaman awal masa kanak-
kanak banyak diidi dengan variasi dalam melihat, mendengar, dan meraba, maka
perkembangan berikutnya akan ditunjang oleh kemauan yang selalu menginginkan
variasi dalam melihat, mendengar, dan meraba. Kapasitas ini menjadi kunci bagi
perkembangan kognitif anak.

1.5 Perbedaan Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek

Manusia adalah makhluk yang berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga
tentang intelegensinya. Menurut David Wechler (1958), Intelegensi merupakan “
Keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta
mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.

Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasannya manusia dapat dikategorikan menjadi 6


kelompok, yaitu:
1) Dibawah 70, anak mengalami kelainan mental
2) 71-85, anak di bawah normal (bodoh)
3) 86-115, anak yang normal
4) 116-130, anak diatas normal (pandai)
5) 131-145, anak yang superior (cerdas)
6) 145 kea atas, anak genius (istimewa)

Wechler dan Bellevue (Sarlito,1991:78) menyatakan bahwa semua orang di


dunia diukur intelegensinya maka akan terdapat orang-orang yang sangat cerdas yang
sama banyaknya dengan orang-orang yang sangat rendah tingkat berpikirnya
(terbelakang), orang-orang yang superior sama banyaknya dengan orang-orang yang
tergolong perbatasan (borderline). Sedangkan yang terbanyak ialah seseorang yang
tergolong berinteligensi rata-rata atau normal.

Menurut Piaget, intelegensi mempunyai beberapa sifat:

1) Intelegensi ialah interaksi aktif dengan lingkungan.


2) Intelegensi mencakup struktur organisasi perbuatan serta pikiran,
dan interaksi yang berkaitan antara individu dengan
lingkungannya.
3) Perkembangan dalam struktur tersebut mengalami perubahan
kualitatif
4) Penyesuaian diri lebih mudah seiring dengan bertambahnya usia
karena proses keseimbangan yang semakin luas
5) Perubahan kualitatif timbul pada masa yang mengikuti suatu
rangkaian tertentu.

Sebagai kesimpulan, Intelegensi bersifat individual yang artinya antara satu dan
lainnya tidak sama persis kualitas IQnya.
1.6 Usaha-Usaha Dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja Dalam
Proses Pembelajaran

Menurut Piaget, pada umumnya sebagian besar anak di usia remaja mampu

memahami konsep konsep yang bersifat abstrak dalam batas batas tertentu.
Sedangkan menurut Bruner, pada usia ini siswa sudah mulai belajar menggunakan
bentuk bentuk berupa symbol dengan menggunakan mtode yang lebih canggih.
Dalam hal ini, guru dapat melakukan pendekatan secara discovery approach atau
menggunakan pendekatan keterampilan untuk membantu peserta didiknya. Selain itu,
guru juga diharapkan agar memberikan penekanan pada penguasaan konsep konsep
dan abstraksi abstraksi.

Dalam hal ini, kita tidak bisa menggap bahwa pemikiran seorang anak berusia

remaja itu sama dengan apa yang kita pikirkan. Karena usia remaja dalam hal ini
masih dalam proses penyempurnaan berpikir dan penalaran. Kita hendaknya tetap
waspada terhadap bagaimana para siswa menginterpretasi ide ide yang mereka miliki
di dalam suatu kelas, dengan memberikan kesempatan mereka untuk berpendapat
dalam kegiatan diskusi secara baik dan memberikan tugas tugas berupa penulisan
makalah. Selain itu, sebagai seorang pendidik kita juga harus memperhatikan adanya
suatu kecenderungan kecenderungan yang dimiliki oleh remaja untuk melibatkan diri
dalam hal yang tidak terkendali. Dalam hal ini, diperlukan adanya suatu penanganan
yaitu dengan membantu siswa untuk menyadari bahwa mereka telah melupakan dan
melampaui suatu pertimbangan pertimbangan tertentu.

Pada usia ini, para remaja biasanya sudah mencapai efisiensi intelektual yang
maksimal, namun karena minimnya pengalaman yang dimiliki maka hal ini akan
membatasi pengetahuan mereka dan kecakapannya untuk bisa memanfaatkan segala
sesuatu yang diketahui. karena banyak hal yang diambil dari pengalaman maka para
siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam menerima dan memahami adanya
konsep konsep yang abstrak. Oleh Karena itu,pada tingkatan ini diperlukan metode
diskusi dan informasi untuk menentukan sejauh mana pemahaman pengertian
siswa.apabila terdapat perbedaan perbedaan interpretasi tentang konsep yang abstrak,
maka sebagai seorang guru hendaknya menjelaskan konsep konsep tersebut dengan
sabar,simpatik,dan dengan hati terbuka.

Selain itu, sebagai seorang guru kita juga harus bisa untuk memberikan tugas
tugas yang menantang imajinasi siswa dengan berbagai macam cara. Seperti
misalnya, guru dapat menyajikan teka teki silang yang menarik dan menantang rasa
keingintahuan siswa untuk mencoba mengerjakannya dibandingkan dengan latihan
latihan yang terkesan membosankan. Selain memperhatikan kemampuan berpikir
imajinasi siswa, guru juga harus bisa untuk memperhatikan kebudayaan remaja atau
“teen-age-culture” dimana popularitas social remaja mendapat penghargaan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan studi akademisnya. Maka, untuk membangkitkan
kembali minat remaja terhadap pendidikan intelektual maka diperlukan berbagai cara
diantaranya ; membangkitkan minat dengan menggunakan berbagai alat audio visual
pada siswa yang mungkin suka menonton. Selain itu juga diadakan sebuah tontonan,
permainan,dan bentuk rekreasi yang mungkin bisa menarik minat siswa. Untuk itu,
dikembangkanlah adanya sebuah pendekatan yang membrikan kesempatan kepada
siswanya untuk memilih dan menentukan sendiri . pendekatan semacam ini kemudian
dikenal dengan pendekatan keterampilan proses atau metode penemuan dan inkuiri.

1.7 Perkembangan Intelegensi

Dalam diri manusia tentu terdapat sebuah kemampuan yang yang dapat
mempengaruhi kognitif seseorang atau yang biasa disebut dengan inteligensi.
Intelegensi dalam diri manusia sangat berkaitan erat dengan bakatdan kerativitas yang
dimiliki oleh seseorang. Anak yang berbakat merupakan anak yang cerdas dan
memiliki intelegensi yang tinggi. Kreativitas juga telah menjadi dimensi baru untuk
mengidentifikasi keberbakatan yang dimiliki oleh peserta didik.
Banyak ahli yang sepakat bahwa bahwa intelegensi berhubungan dengan
prestasi. Oleh karena itu, variasi dalam pencapaian prestasi dapat diramaikan dengan
berbagai variasi yang terdapat dalam intelegensi. Intelegensi itu sendiri merupakan
factor total artinya berbagai macaam upaya jiwa sangat erat bersangkutan di
dalamnya baik itu berupa ingatan,fantasi,perasaan,perhatian,minat dan sebagainya
yang akan berpengaruh terhadap intelegensi seseorang. Kita hanya dapat mengetahui
intelegensi seseorang dari tingkah laku atau perbuatan yang tampak. Dalam
kemampuan intelegensi, factor pendidikan juga sangat berperan penting di dalamnya
selain adanya kemampuan yang dibawa sejak lahir.

1.8 Teori Struktur Urgensi

Teori struktur intelegensi terdiri dari :

1. Teori uni factor :

Pada tahun 1911, Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori yang berkaitan
dengan intelegensi yang kemudian disebut dengan uni factor theory. Menurut teori
ini, intelegensi merupakan sebuah kapasitas atau kemampuan umum. Sehingga hal ini
juga berpengaruh terhadap cara kerja intelegensi yang bersifat umum. Reaksi seorang
individu dalam menyesuaikan diri dengan dengan lingkungan nya dan dapat
memecahkan suatu masalah juga bersifat umum. Adanya kapasitas umum muncul
karena diakibatkan oleh pertumbuhan fisiologis ataupun sebagai akibat belajar.

2. Teori Two factor :

Seorang ahli matematika bernama Charles Spearman, mengemukakan sebuah


teori tentang intelegensi yang kemudian dikenal dengan teori Two kinds of factors
theory. Menurut spearman, teori intelegensi dikembangkan berdasarkan pada suatu
factor mental umum yang diberi kode G serta factor factor spesifik yang kemudian
diberi kode S menentukan tindakan tindakan mental untuk mengatasi permasalahan.
Orang yang mempunyai intelegensi G memiliki kapasitas yang luas untuk
mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan. Luasnya factor g ditentukan pada
gagasan, bahwa fungsi otak tergantung kepada ada dan tidaknya struktur atau koneksi
yang tepat bagi situasi atau masalah tertentu yang khusus. Sedangkan untuk factor S,
mencerminkan kerja khusus dari otak, bukan karena struktur khusus otak factor S
lebih bergantung kepada organisasi neurologis yang berhubungan dengan
kemampuan kemampuan khusus.

3. Teori multi factor :

Teori multi factor ini dikembangkan oleh E.L Thorndike yangberhubungan


dengan konsep general ability atau factor G. menurut teori ini, inteligensi terdiri dari
bentuk hubungan hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan hubungan
inilah yang nantinya akan mengarahkan pada tingkah laku individu. Manusia
diperkirakan memiliki 13 milyar urat syaraf sehingga memungkinkan adanya suatu
hubungan neural yang banyak sekali. Jadi intelegensi menurut teori ini, adalah jumlah
koneksi actual dan potensial di dalam sistem syaraf.

4. Teori Primary mental ability :

Dikembangkan oleh L.I. Thurstone yang mejelaskan tentang intelegensi secara


abstrak. Menurut teori ini intelegensi merupakan suatu penjelasan independen yang
menjadikan fungsi fungsi pikiran yang berbeda atau berdiri sendiri. Para ahli lain
menyoroti teori ini sebagai teori yang mengandung kelemahan karena menganggap
adanya pemisahan fungsi atau kemampuan pada mental individu.

5. Teori Sampling :

Untuk menyempurnakan tentang teori intelegensi, Godfrey R Thomson


mengemukakan sebuah teori yang kemudian disebut dengan teori sampling. Dalam
hal ini, dunia berisikan dengan berbagai bidang pengalaman yang terkuasai oleh
pikiran manusia tetapi tidak semuanya.masing masing bidang hanya dikuasai
sebagian saja. Hal ini mencerminkan adanya kemampuan mental manusia. Intelegensi
berupa berbagai kemampuan yang overlapping.intelegensi beroperasi dengan terbatas
pada setiap sample dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata.

2. Perkembangan Sosial

2.1 Perngertian Perkembangan Hubungan Sosial

Dari beberapa teori yang ada, telah mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan yang dialami oleh manusia dimulai sejak lahir hingga sampai pada
masa dewasa yang harus melewati beberapa tahapan dan jenjang yang cukup panjang.
Kehidupan anak anak yang sudah mulai mengenal lingkungan nya merupakan bentuk
interaksi awal / dasar yang dialami oleh manusia.pada fase ini, factor intelektual dan
emosional mengambil peranan yang cukup penting dimana proses ini dapat
menempatkan anak anak sebagai seorang insan yang sudah aktif untuk melakukan
soialisasi.

Dalam kehidupannya, manusia akan mengalami pertumbuhan dan


perkembangan di suatu lingkungan. Lingkungan itu sendiri dapat dibedakan menjadi
lingkungan lingkungan fisik dan lingkungan social. Lingkungan fisik manusia
merupakan lingkungan yang terdiri dari lapisan tanah, air, udara,tanaman dan hewan
yang ada di sekitar kita. Sedangkan lingkungan social adalah lingkungan yang
mampu memberikan banyak pengaruh terhadap kehidupan manusia , terutama
kehidupan sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk social tentu akan selalu
bersosialisasi dengan manusia yang lain karena pada dasarnya bersosialisai
merupakan sebuah proses untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan
kehidupan sosial, dan bagaimana seharusnya agar seseorang bisa menmpatkan dirinya
untuk hidup bersama dengan manusia yang lain. Menurut piaget, manusia
mengalami interaksi social pertama kali dimulai ketika masih bayi dengan melakukan
interaksi yang sangat sederhana dan terbatas misalnya dengan ibunya. Perilaku social
anak tersebut hampir keseluruhan berpusat pada dirinya sendiri. Sedangkan
menginjak tahun kedua, anak sudah mulai belajar kosakata seperti “tidak” dan sudah
mulai belajar menolak sesuatu seperti “tidak mau ini”. Dalam hal ini, rupanya anak
telah bereaksi dengan lingkungan nya secara aktif dan sudah bisa untuk membedakan
dirinya dengan orang lain,perilaku emosionalnya pun juga semakin berkembang dan
lebih berperan dalam dirinya.

Pada umur umur berikutnya, dimana anak sudah mulai bersekolah maka mereka
akan belajar untuk mengembangkan interaksi social dengan belajar menerima
pandangan orang lain, sudah meahami akan tanggung jawab yang diberikan.
Sedangkan menginjak masa remaja, interaksi dan pengenalan atau pergaulan yang
dilakukan dengan teman sebaya terutama lawan jenis menjadi semakin penting.
Hingga pada akhirnya pergaulan dengan sesama manusia menjadi kebutuhan yang
sangat penting. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan social
merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan antara satu dengan
yang lainnya. Hubungan social dimulai dengan tingkatan yang sederhana dan
berakhir dengan didadasari oleh kebutuhan yang sederhana. Sehingga hubungan
social juga mempunyai arti bahwa hubungan antarmanusia terjadi sehubungan dengan
meningkatnya kebutuhan hidup manusia.

2.2 Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja

Remaja merupakan suatu tingkat perkembangan yang dialami oleh seorang


anak dimana pada tahap ini, anak telah mencapai jenjang mendekati dewasa. Karena
mendekati jenjang dewasa, maka kebutuhan nya pun juga semakin kompleks,
interaksi sosialnya pun juga sudah mulai luas. Dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan nya, maka remaja sudah mulai untuk memperhatikan dan mengenal
adanya suatu norma pergaulan yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya
di dalam lingkungan keluarganya. Remaja juga sudah mulai memahami adanya
norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok dewasa, kelompok anak anak,
dan kelompok orang tua. Adanya pergaulan dengan remaja yang lawan jenis
merupakan yang paling penting dan cukup sulit, karena disamping harus
memperhatikan norma pergaulan antar sesama remaja,maka remaja pun juga harus
memikirkan adanya kebutuhan di masa depan dalam menetukan pilihan memilih
teman hidup.

Adanya kehidupan social pada remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi


intelektual dan emosional. Erik Erickson (dalam lefton ,1982:281) menyatakan bahwa
anak sudah mulai mengalami krisis identitas. Pada hal ini, konsep diri seorang anak
tidak hanya dibentuk dari bagaimana seorang anak percaya tentang keberadaan
dirinya sendiri, melainkan juga bagaimana orang lain mempercayai keberadaan
dirinya. Pergaulan remaja sering diwujudkan kedalam bentuk kelompok , baik
kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam menentukan pilihan kelompok yang
akan di ikutinya, didasarkan atas berbagai pertimbangan seperti moralnya, social
ekonominya, adanya minat dan kesamaan bakat,serta adanya sebuah kemampuan.
Masalah yang sulit dihadapi oleh remaja pada umumnya berkaitan dengan
penyesuaian diri. Di dalam kelompok besar, akan terjadi sebuah persaingan yang
berat dan masing masing individu akan bersaing untuk menampilkan sesuatu yang
dianggap menonjol. Oleh sebab itu, sering terjadi perpecahan kelompok yang
disebabkan adanya perbedaan kepentingan pribadi setiap orang yang menonjol.

Namun selain adanya perpecahan, ternyata hal ini juga bisa memberikan nilai
positif terhadap suatu kelompok karena setiap anggota tentunya akan belajar untuk
beorganisasi, memilih pemimpin dan mematuhi aturan kelompok. Penyesuaian diri di
dalam kelompok kecil tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Hal ini karena
di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosional mempunyai
pengaruh yang cukup kuat. Saling mengerti kekurangan masing masing dan upaya
untuk menahan sikap agar tidak menonjolkan diri terhadap pasangan nya sehingga
sangat diperlukan adanya tindakan intelektual yang dapat menyeimbangkan
pengendalian emosional.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial.

Perkembangan sosial manusia, pasti dipengaruhi oleh beberapa akor diantaranya:

1. Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang membrikan pengaruh terhadap


perkembangan sosial terhadap beberapa aspek. Didalam keluarga berlaku norma-
norma kehidupan keluarga dan pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku
kehidupan budaya anak. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam meempatkan
diri terhadap lingkungan yag lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Dari
pihak anak itu sendiri perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang
telah ditanamkan oleh keluarganya.

2. Kematangan

Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu


mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan emosional dan intelektual.

3. Status sosial ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan


sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya
yang utuh dalam keluarga anak itu “dia itu anak siapa ya”.

4. Pendidikan

Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan


memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakt dan kehidupan mereka di
masa yang akan datang. Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma
norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa
(nasional) dan norma kehidupan antar bangsa guna untuk membentuk perilaku
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

5. Kapasitas mental: Emosi dan Inteligensi

Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan


belajar, memecahkan masalah, dan bebahasa. Perkembangan emosi berpengaruh
sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dn pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan anak.

2.4 Pengaruh Perkembangan Sosial Terhadap Tingkah Laku

Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal dirinya


dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, dan dengan refleksi diri,
hubungan dengan situasi lingkungan sring tidak sepenuhnya diterima, karena
lingkungan tidak sejalan dengan konsep dirinya

Pikiran remaja sering dipenguhi oleh ide-ide dari teori-teori yang


menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk orang tuanya.
Disamping itu pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja

1. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan


pikiran sendiri tannpa memikirkan akibatnya.
2. Kemampuan berpikir dengan pndapat sendiri, belum
disertai pndapat orang lain dalam penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam
menghadapi pendapat orang lain, maka sifat ego semakin berkurang. Pada akhir masa
remaja pengaruh egosentrisitas sudah sedemikian kecil, sehingga remaja sudah dapat
berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangan orang
lain.

2.5 Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Sosial

Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh stiap orang baik
secara individual maupun kelompok. Menurut teori komprehensif tentang
perkembangan sosial yang dikembangkan oleh Erickson maka didalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan
satu dengan yang lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia hidup dalam
kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal
yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat, kemampuan, dn latar
belakang kehidupan budayanya maka bekembang kelompok kelompok sosial yang
beranekaragam.

2.6 Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasisinya Dalam


Penyelenggaraan Pendidikan

Remaja dalam mencari jati diri memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai
dirinya atau sebaliknya. Ia belum memahami benar tentang norma norma sosial yang
berlaku didalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan
sosial yang tidak serasi, karena ia sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi
kelompok atau masyarakat. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan
untuk memberikan rangsangan kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat dan
dapat diterima khalayak.
3. Perkembangan Bahasa

3.1 Pengertian Perkembangan Bahasa

Bahasa mempunyai fungsi alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang


dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai
berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan
perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang (bayi-anak)
dimulai denga meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa satu
suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya melakukan
sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan tingkat
perilaku sosial.

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti


faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Bayi tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat
sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dn berkembang serta mulai mampu memahami
lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana
menuju ke bahasa yang kompleks. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan.
Jadi perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat
berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun
menggunakan tanda tanda dan isyarat.

3.2 Karakteristik perkembangan bahasa remaja

Anak remaja telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian
bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan, lingkunga remaja mencakup
lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulan teman sebaya dan
lingkungan sekolah.
Sebagaimana diketahui, di lembaga pendidikan diberikan rangsangan yang
terarah sesuai dengan kaidah kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan
memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu pengaetahuan semata, tetapi juga
secara berencana merekayasa perkembangan system budaya, termasuk perilaku
berbahasa.

Pengaruh lingkungan yang beebeda antara keluarga, masyarakat, dan sekolah


dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara orang yang satu
dengan yang lain. Masyarakt terdidik yang pada umumnya memiliki status sosial
lebih baik, akan menggunakan istilah-istilah lebih efektif dn umumnya anak-anak
remajanya juga berbahasa secara lebih baik.

3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu,


perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa factor. Faktor-faktor itu adalah :

1. Umur Anak

Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,


bertambah

pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang


sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut
mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja
otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa remaja
perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbhasa telah mencapai
tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual anak
akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
2. Kondisi Lingkungan

Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup
besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan
berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di
daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil dan di kelompok
sosial yang lain.

3. Kecerdasan Anak

Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-
tanda, memerlukan kemampuan motoric yang baik. Kemampuan motoric sesorang
berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berpikir. Ketpatan
meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun
kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan pihak
lain, amat dipengaruhi oleh kerja piker atau kecerdasan seseorang anak.

4. Status Sosial Ekonomi Keluarga

Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang
baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya. Rangsangan
untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi
berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal in akan lebih tampak
perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik
dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berperngaruh pula terhadap
perkembangan bahasa.

5. Kondisi Fisik

Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat yang
terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu,tuli,gagap, atau organ
suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja
akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa.

3.4 Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir

Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling berpengaruh satu


sama lain. Bahwa kemampuan berpikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa
dan sebaliknya, kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.
Seseorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam
menyusun kalimat yang baik,logis,dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya
berkomunikasi.

Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. Seseorang


menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan
gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan
gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak, ketidaktepatan menangkap arti
bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekaburan persepsi yang diperolehnya.
Akibat lebih lanjut adalah bahwa hasil proses berpikir menjadi tidak tepat benar.
Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini diakibatkan kekurangmampuan dalam
bahasa.

Dari hasil pengamatan para psikolog, bisa disimpulkan bahwa anak yang
terbiasa hidup dicaci maki dan diumpat, kelak kalau sudah besar sulit bekerja sama
dengan orang lain dan sulit baginya untuk menghargai prestasi orang lain. Orang
yang kemampuan berpikirnya rendah akan kesulitan dalam menyusun kata-kata logis
dan sistematis. Hal itu disebabkan karena tidak ada korelasi kerja yang seimbang
antara kemampuan berpikir dan kemampuan berbahasa.
3.5 Perbedaan individual dalam Kemampuan dan Perkembangan Bahasa

Menurut Chomsky (Woolflok, dkk., 1984: 70) anak dilahirkan ke dunia telah
memiliki kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti dalam bidang yang lain, faktor
lingkungan akan mengambil peranan yang cukup menonjol, dalam mempengaruhi
perkembangan bahasa anak tersebut. Mereka belajar makna kata dan bahasa sesuai
dengan apa yang mereka dengar, lihat, dan mereka hayati dalam hidupnya sehari-hari.
Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbeda-beda.

Berpikir dan berbahasa memiliki korelasi tinggi, anak dengan IQ tinggi akan
berkemampuan bahasa yang tinggi. Nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan
individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga
bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan mereka berpikir.

Bahasa berkembang dipengaruhi faktor lingkungan, karena kekayaan


lingkungan akan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang
sebagian besar dicapai dengan proses meniru. Dengan demikian, remaja yang berasal
dari lingkungan yang berbeda jugaakan berbeda-beda pula kemampuan dan
perkembangan bahasanya.

3.6 Upaya Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja dan Implikasinya dalam


Penyelenggaraan Pendidikan

Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang bervariasi


bahasanya, baik kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus
mengembangkan strategi belajar mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada
potensi dan kemampuan anak.

Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali)


pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh murid-
murid sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan identifikasi tentang
pola dan tingkat kemampuan bahasa murid-muridnya.
Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakkan pengembangan bahasa
murid dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah dipilih
secara tepat dan benar oleh guru. Cerita murid tentang isi pelajaran yang telah
diperkaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya, sehingga para murid
mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajari
dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.

Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara


mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan
lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masing-
masing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan
dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana
perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah dan lain-lain
hendaknya disediakan di sekolah maupun dirumah.

4. Bakat

Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang
masih perlu dikembangkan atau dilatih. Bakat memerlukan latihan dan pendidikan
agar suatu tindakan dapat dilakukan dimasa yang akan datang. Bakat memiliki
keterkaitan dengan prestasi, dengan sesorang memiliki bakat memungkinkan
seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu,asal diperlukan latihan,
pengetahuan, pengalaman,dan dorongan agar bakat tersebut dapat terwujud. Jika
sesorang memiliki bakat tapi tidak pernah dikembangkan, maka bakat tersebut tidak
akan tampak. Faktor yang mewujudkan bakat ini yaitu anak itu sendiri dan
lingkungan anak. Karena kondisi setiap inividu dan lingkungannya tidak sama, maka
terjadi perbedaan bakat setiap orang secara individual. Pemupukan bakat dapat
dilakukan dengan pemberian rangsangan dan motivasi yang tepat serta penciptaan
kondisi lingkungan yang kondusif.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan ini, diharapkan kita dapat mengambil garis besar tentang
perkembangan intelek,sosial,dan bahasa. Intelek adalah kecakapan mental, yang
menggambarkan kemampuan berpikir. Banayak definisi tentang inteligensi namun
makna inteligensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam berpikir dan
bertindak. Kemampuan berpikir berpengaruh terhadap tingkah laku. Seseorang yang
berkemampuan berpikir tinggi akan cekatan dan cepat dalam bertindak,terutama
dalam menghadapi permasalahan. Hal ini akan berakibat pada pembentukan sikap
mandiri. Sebaliknya seseorang yang berkemampuan berpikir kurang akan lebih
bersikap bergantung.perkembangan intelek dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
dari lingkungan maupun pengalaman belajar. Perkembangan sosial adalah
berkembangnya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya
kebutuhan hidup manusia. Perkembangan ini berkaitan dengan proses penyesuaian
diri berpengaruh terhadap tingkah laku, seeperti egois dan keras. Sedangkan bahasa
merupakan pemegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat selain sebagai
alat berkomunikasi. Bakat merupakan hal penting dan harus dikembangkan pada
anak. Jika bakat selalu dikembangkan,dapat menunjang peningkatan prestasi,sangat
percuma apabila bakat tersebut tidak dikembangkan. Sebagai orang tua ataupun guru
harus memposisikan bakat anak sebagai hal yang harus disyukuri dan senantiasa
berusaha memenuhi kebutuhan anak untuk menunjang bakatnya.

3.2 Saran

Mengingat bahwa perkembangan peserta didik merupakan hal yang sangat penting
bagi tercapainya tujuan pendidikan, kami selaku penyusun yang merupakan calon
guru memiliki saran bahwa kita harus mengembangkan aspek sosial,bahasa,dan
intelek karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan. Hal yang dapat dilakukan yaitu
melakukan pendekatan terhadap peserta didik, senantiasa melakukan pendekatan dan
senantiasa mengamati pekembangan tersebut. Apabila terdapat hambatan pada
perkembangan ketiga hal tersebut, kita dapat menyusun treatment yang dapat
dilakukan oleh kita sebagai guru. Treatment tersebut harus disesuaikan dengan
peserta didik yang membutuhkan. Karena kewajiban kita sebagai guru adalah
mengetahui perkembangan peserta didiknya. Dalam hal pengembangan bakat,
pendidik atau guru harusdapat menrima bakat peserta didiknya dengan apa adanya.
Selain iu juga harus mengusahakan suasana dimana anak merasa aman untuk
mengembangkan potensinya.

Anda mungkin juga menyukai