Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Intelektual Remaja

1.1 Pengertian Intelektual

Istilah intelek berasal dari bahasa Inggris, intellect yang menurut Chaplin
(1981) diartikan sebagai :

1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan


kemampuan mempertimbangkan;
2. Kemampuan mental atau itelegensi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian intelek tidak


berbeda dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti kemampuan untuk
melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Piaget membangi empat tahapan
perkembangan intelektual/kognitif, yaitu (1) tahap sensori motoris, (2) tahap
praoperasional, (3) tahap operasional konkret dan (4) tahap operasional formal. Setiap
tahapan memiliki karakteristik tersendiri sebagai perwujudan kemampuan intelek
individu sesuai dengan tahap perkembangannya.

Adapun karakteristik setiap tahapan perkembangan intelek tersebut adalah


sebagai berikut :

1. Karakteristik Tahap Sensori-Motoris


Tahap sensori-motoris ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut:
a. Segala tindakannya masih bersifat naluriah.
b. Aktivitas pengalaman didasarkan terutama pada pengalaman indra.
c. Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapi belum mampu
untuk mengategorikan pengalaman.
d. Individu mulai belajar menangani objek-objek konkret melalui skemaskema
sensori-motorisnya.
2. Karakteristik Tahap Praoperasional
Tahap praoperasional ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut :
a. Individu telah mengkombinasikan dan mentrasformasikan berbagai informasi
b. Individu telah mampu mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide
c. Individu telah mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa
konkret, meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat
d. Cara berpikir individu bersifat egosentris ditandai oleh tingkah laku
3. Karakteristik Tahap Operasional Konkret
Tahap operasional konkret ditandai dengan karakteristik menonjol bahwa segala
sesuatu dipahami sebagaimana yang tampak saja atau sebagaimana kenyataan
yang mereka alami. Jadi, cara berpikir individu belum menangkap yang abstrak
meskipun cara berpikirnya sudah tampak sistematis dan logis. Dalam memahami
konsep, individu sangat terikat kepada proses mengalami sendiri. Artinya, mudah
memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati atau melakukan
sesuatu yang berkaitan dengan konsep tersebut.
4. Karakteristik Tahap Operasional Formal
Tahap operasional formal ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut:
a. Individu dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi.
b. Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak.
c. Individu mulai mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat
hipotesis.
d. Individu bahkan mulai mampu membuat perkiraan (forecasting) di masa depan.
e. Individu mulai mampu untuk mengintrospeksi diri sendiri sehingga kesadaran
diri sendiri tercapai.
f. Individu mulai mampu membayangkan peranan-peranan yang akan diperankan
sebagai orang dewasa.
g. Individu mulai mampu untuk menyadari diri mempertahankan kepentingan
masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut.
1.2 Perkembangan Intelektual Fase Remaja
Berbagai penelitian selama dua puluh tahun terakhir dengan menggunakan
berbagai pandangan teori juga menemukan gambaran yang konsisten dengan teori
Piaget yang menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode dimana
seseorang mulai berfikir secara abstrak dan logis. Berbagai penelitian
menunjukkan adanya perbedaan yang konsisten antara kemampuan kognitif anak-
anak dan remaja.
Dibandingkan anak-anak, remaja memiliki kemampuan lebih baik dalam
berfikir hipotetis dan logis. Remaja juga lebih mampu memikirkan beberapa hal
sekaligus bukan hanya satu, dalam satu saat dan konsep-konsep abstrak, remaja
juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya sendiri, serta dapat memikirkan hal-
hal yang tidak nyata, sebagaimana hal-hal yang nyata untuk menyusun hipotesa
atau dugaan. Menurut Piaget, pemikiran operasional formal berlangsung antara
usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan
logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa
remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya
penyesuaian diri biologis.
Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan
lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan
tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru
karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.
Secara lebih nyata pemikiran operasional formal bersifat lebih abstrak,
idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak
misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih
idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri,
orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti
ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara
sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam perkembangan
kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan
pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara
fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
2. Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi,
membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
3. Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit
dengan yang abstrak.
4. Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis.
5. Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk
mencapainya psikologi remaja.
6. Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi.
7. Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas,
dan identitas (jati diri).

Karakteristik perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating


(Syamsu Yusuf, 2004 : 195 - 196) sebagai berikut:
Kemampuan intelektual remaja telah sampai pada fase operasi formal sebagaimana
konsep Piaget. Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada
kesadaran sendiri di sini dan sekarang (here and now), cara berpikir remaja berkaiatan
erat dengan dunia kemungkinan (world of possibilities).
1. Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara
ilmiah.
2. Mampu memikirkan masa depan dan membuat perencanaan dan mengeksplorasi
berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
3. Mampu menyadari aktivitas kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses
kognitif tersebut efisien atau tidak efisien.
4. Cakrawala berpikirnya semakin luas.

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelektual

Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi atau kemampuan


berpikir remaja, ada yang berpandangan bahwa suatu kekeliruan jika IQ dianggap
bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh
faktor-faktor lingkungan. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek, antara
lain bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu
berpikir refleksif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah,
dan adanya perbedaan berpikir yang menimbulkan keberanian seseorang dalam
menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, serta menunjang keberanian anak
memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar. Mengenai
konstan tidaknya intelegensi dalam waktu akhir-akhir ini masih merupakan diskusi
yang terbuka. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa intelegensi itu sama
sekali tidak sekonstan yang diduga sebelumnya. Penelitian longitudinal selama 40
tahun dalam Institut Fels menunjukkan adanya pertambahan rata-rata IQ sebanyak 28
butir antara usia 5 dan 17 tahun yang berarti kira-kira sama dengan usia pendidikan di
sekolah atau dipekerjaan. Menurut hasil penelitian Piaget, ada 4 faktor yang
mempengaruhi tingkat perkembangan intelektual (mental) anak, yaitu:

1. Kematangan (Maturation).
Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan proses
perubahan fisiologis dan anatomis akan mempengaruhi perkembangan kognitif.
Faktor kedewasaan atau kematangan ini berpengaruh pada perkembangan
intelektual tapi belum cukup menerangkan perkembangan intelektual.
2. Pengalaman Fisik (Physical Experience)
Pengalaman fisik terjadi karena anak berinteraksi dengan lingkungannya.
Tindakan fisik ini memungkinkan anak dapat mengembangkan aktivitas dan gaya
otak sehingga mampu mentransfernya dalam bentuk gagasan atau ide. Dari
pengalaman fisik yang diperoleh anak dapat dikembangkan menjadi matematika
logika. Dari kegiatan meraba, memegang, melihat, berkembang menjadi kegiatan
berbicara, membaca dan menghitung.
3. Pengalaman Sosial (Social Experience)
Pengalaman sosial diperoleh anak melalui interaksi sosial dalam bentuk pertukaran
pendapat dengan orang lain, percakapan dengan teman, perintah yang diberikan,
membaca, atau bentuk lainnya. Dengan cara berinteraksi dengan orang lain,
lambat laun sifat egosentris berkurang. Ia sadar bahwa gejala dapat didekati atau
dimengerti dengan berbagai cara. Melalui kegiatan diskusi anak akan dapat
memperoleh pengalaman mental. Dengan pengalaman mental inilah
memungkinkan otak bekerja dan mengembangkan cara-cara baru untuk
memecahkan persoalan. Di samping itu pengalaman sosial dijadikan landasan
untuk mengembangkan konsep-konsep mental seperti kerendahan hati, kejujuran,
etika, moral, dan sebagainya.
4. Keseimbangan (Equilibration)
Keseimbangan merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat fungsi kognitif
yang semakin tinggi. Keseimbangan dapat dicapai melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi menyangkut pemasukan informasi dari luar (lingkungan)
dan menggabungkannya dalam bagan konsep yang sudah ada padaotak anak.
Akomodasi menyangkut modifikasi bagan konsep untuk menerima bahan dan
informasi baru.

2. Perkembangan Bahasa Remaja

2.1 Pengertian Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti


faktor intelek/kognisi sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat
komunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan
tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi disini artinya sebagai
upaya seseorang untuk memahami dan dipahami orang lain.

Proses penguasaan bahasa seorang anak dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Proses terjadi secara ambang sadar seperti pada pemerolehan bahasa pertama,
2. Komunikasi terjadi secara alamiah,
3. Kaidah bahasa dikuasai melalui kegiatan berbahasa,
4. Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak mungkin di hindari,
5. Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata bahasa,
6. Tidak diperkuat oleh pengajaran,uraian tentang tata bahasa, dan tidak ada koreksi,
tidak ada tujuan, dan yang lebih hebat lagi tidak ada yang gagal,
7. Proses diatur oleh strategi univerasal yang disebut language acquisition device
(LAD).

Proses pengusaan bahasa orang dewasa dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Proses ini terjadi pada saat orang dewasa belajar bahasa kedua,
2. Proses terjadi secara sadar dan terjadi internalisasi aturan tata bahasa,
3. Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil pengajaran,
4. Proses penguasaan bahasa secara sadar ini dapat dihindari,
5. Pembelajar memiliki rumusan-rumusan tentang aturan tata bahasa.

2.2 Tipe Perkembangan Bahasa


Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.

1. Egocentric Speech,yaitu anak berbicara kepada diri sendiri (monolog)


2. Socialized Speech, yaitu terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan
temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima
bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya
tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap
ucapaka atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request
(permintaan) dan thereat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answer
(jawaban).
Berbicara monolog (egocentic speech) berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan berpikir anak yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3
tahun; sementara yang “Socialized Speech” mengembangkan kemampuan
penyesuaian sosial (social adjustment).

2.3 Ciri-ciri Perkembangan Bahasa Remaja


Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang ia telah banyak belajar
dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk dari kondisi
lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan
khususnya pergaulan sebaya, dan lingkungan sekolah. Pola bahasa yang dimiliki
adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa itu sendiri.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan
masyarakat dimana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukkan kepribadian
yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam
perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, anak
(remaja) mengutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui, dilembaga
pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-kaidah yang
benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam cakrawala ilmu
pengetahuan semata, tetapi juga berencana merekayasa perkembangan sistem
budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di dalam masyarakat
(teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa anak (remaja) menjadi
lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok itu
kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok
yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes.bahasa prekom terutama
secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah
dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu
dengan yang lain. Hal ini di tunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata
sesuai dengan tingkatan sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan
pendidikan rendah atau buta huruf akan banyak menggunakan bahasa pasar,
bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang
pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah
lebih selektif dan umumnya anak-anak remajnya juga berbahasa lebih baik.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Berbahasa sangat erat kaitannya dengan pergaulan anak, oleh karen itu
perkembangan berbahasa dipengaruhi oleh faktor:

a. Umur anak

Semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin matang pertumbuhan


fisiknya, sementara fisik berpengaruh pada perkembangan bahasa seseorang
karena sempurnanya pertumbuhan organ bicara dan kerja otot untuk melakukan
Gerakan isyarat.

b. Kondisi Lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil cukup besar
dalam berbahasa. Karena pada dasarnya bahasa dipelajari dari lingkungan, yaitu
lingkunga pergaulan dalam kelompok.

c. Kecerdasan Anak

Kemampuan intelektual atau tingkat befikir , ketepatan meniru, memprodduksi


pembendaharaan kata-kata yang di ingat, kemampuan menyusun kalimat
dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan fisik
lain, amat dipengaruhi oleh kinerja pikir atau kecerdasan seorang anak.

d. Status Sosial Ekonomi keluarga

Keluarga yang berdtatus social baik akan mampu menyediakan situasi yang
baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dengan anggota keluarganya. Hal ini
akan terlihat dari perkembangan bahasa anak di lingkungan keluarga terdidik
dan tidak terdidik. Dengan kata lain Pendidikan keluarga berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa anak.

e. Kondisi fisik

Kondisi fisik disini adalah kesehatan fisik anak. Seseorang anak yang cacat
terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi akan mengganggu
perkembangan alam bahasa.

2.5 Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Bahasa

Menurut Chomsky (woolfolk.dkk1984), anak dilahirkan ke dunia telah


memiliki kapasitas berbahasa. Akan tetapi seperti dalam bidang yang lain, faktor
lingkungan akan mengambil peranan yang cukup menonjol mempengaruhi
perkembangan bahasa anak tersebut. Maka belajar makna kata dan bahasa sesuai
dengan apa yang mereka dengar, mereka lihat dan mereka hayati dalam kehidupan
sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk dalam lingkungan yang berbeda-
beda. Anak yang ber-IQ tinggi akan memiliki kemampuan berbahasa yang tinggi.
Sebaran nilai IQ menggambarkan adanya berbedaan individual anak. Dengan
demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga bervariasi sesuai dengan variasi
kemapuan mereka berfikir.

Bahasa berkembang dipengaruhi oleh fator lingkungan, karena kekayaan


lingkungan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebagian
besar dicapai dengan peroses meniru. Dengan demikian remaja yang berasan dari
lingkungan yang berbeda juga akan berbeda-beda pula kemampuan dan
perkembangan bahasanya.

Anda mungkin juga menyukai