Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

“Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab


atas kepemimpinannya.” Mungkin kata-kata tersebut yang paling cocok dan pas
bagi setiap orang muslim di seantero jagad raya ini. Kenapa tidak, manusia
diturunkan di bumi ini adalah sebagai khalifah yang memakmurkan dan
menyemarakkan dunia. Mungkin kita juga sepakat bahwa pada setiap individu
manusia muslim adalah seorang pemimpin. Yakni memimpin dirinya sendiri dan
bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Berbicara tentang “kepemimpinan”, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa


semangat bagi setiap muslim yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita
menoleh jauh ke belakang tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan
menemukan banyak pelajaran yang luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia
modern sekarang, khususnya dalam hal “kepemimpinan”. Bagaimana bentuk
kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Dan bagaimana cara
pemilihan seorang pemimpin pada saat itu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Apa Pengertian Kepemimpinan?
2. Bagaimana Dasar dan Landasan Kepemimpinan?
3. Apa saja Syarat-syarat Kepemimpinan menurut Islam?
4. Apa saja Hak dan Kewajiban Pemimpin?
5. Apa Pengertian Imamah, Khalifah dan Sultan?

1
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari

permasalahan dalam makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui Pengertian Kepemimpinan


2. Untuk mengetahui Dasar dan Landasan Kepemimpinan
3. Untuk mengetahui Syarat-syarat Kepemimpinan menurut Islam
4. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban Pemimpin
5. Untuk mengetahui Pengertian Imamah, Khalifah dan Sultan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan Menurut Islam

Kepemimpinan adalah kegiatan manusia dalam kehidupan


bermasyarakat. Kepemimpinan secara etimologis menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata “pimpin”. Dengan diawali
me menjadi “memimpin” maka berarti menuntun, menunjukkan jalan
dan membimbing. Masih pada pengertian memimpin, pengertian lain
adalah mengetuai atau mengepalai, memandu dan melatih dalam arti
mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri. Bertolak
dari kata memimpin berkembang pula perkataan kepemimpinan,
perkataan ini menunjukkan pada semua perihal dalam memimpin,
termasuk juga kegiatannya.

Secara terminologis, kepemimpinan adalah aktivitas untuk


mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku seseorang,
sehingga apa yang menjadi ajakan dan seruan pemimpin dapat
dilaksanakan orang lain guna mencapai tujuan yang menjadi
kesepakatan antara pemimpin dengan rakyatnya.

Kepemimpinan (style of the leader) merupakan cerminan dari


karakter/perilaku pemimpinnya (leader behavior). Perpaduan antara
“leader behavior” dan “leader style” merupakan kunci keberhasilan
pengelolaan daerah atau wilayah dan bahkan Negara. Banyak pakar
manajemen yang mengemukakan pendapatnya tentang Kepemimpinan.
Dalam hal ini dikemukakan George R. Terry sebagai berikut:
“Kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan untuk mempengaruhi orang-
orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan kelompok secara
sukarela.”

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam


kepemimpinan ada keterkaitan antara pemimpin dengan berbagai
kegiatan yang dihasilkan oleh pemimpin tersebut. Pemimpin adalah
seseorang yang dapat mempersatukan orang-orang dan dapat
mengarahkannya sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu.
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh seorang pemimpin,

3
maka ia harus mempunyai kemampuan untuk mengatur lingkungan
kepemimpinannya.

Adapun jika dilihat dari segi ajaran Islam, kepemimpinan berarti


kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan
yang diridhai Allah SWT. Kegiatan ini bermaksud untuk
menumbuhkembangkan kemampuannya sendiri di lingkungan orang-
orang yang dipimpin dalam usahanya mencapai ridha Allah SWT
selama kehidupannya di dunia dan di akhirat.

B. Dasar dan Landasan Kepemimpinan Islam


1. Dasar Kepemimpinan Islam
1) Dasar Tauhid
Dasar tauhid atau dasar menegakkan kalimat tauhid serta
memudahkan penyebaran Islam Kepada seluruh umat manusia.
Dalam al-Qur’an dasar ini dijelaskan dalam berbagai surat dan
ayat, diantaranya
a) QS. Al-Ikhlas ayat 1-4:
Artinya: 1. Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. 2.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. 4.
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”
b) QS. Al-Baqarah ayat 163
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak
ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang
c) QS. An-Nisa’ ayat 59
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatlah Allah dan
taatlah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul
(sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.
2) Dasar Persamaan Derajat Sesama Umat Manusia

Pada prinsip ini bahwa manusia memiliki derajat yang sama


dimata Allah, hanya saja yang membedakan adalah ketaqwaan
kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dalam ajaran QS. Al-
Hujurat:13

4
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungghnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.

Islam tidak pernah mengistimewakan ataupun


mendiskriminasikan individu atau golongan. Semua sama dan
tidak ada yang berbeda. Islam juga melindungi hak-hak
kemanusiaan siapapun dia, muslim atau non muslim, selama mau
hidup bersama dan taat terhadap pemimpin dan menjaga kesatuan
dan persatuan.

2. Dasar Persatuan Islamiyyah (Ukhuwah Islamiyah)

Prinsip ini untuk menggalang dan mengukuhkan semangat


persatuan dan kesatuan umat Isam. Hal ini didasarkan pada ajaran
Islam dalam al-Qur’an Surat Ali Imranayat 103:

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanyakepada tali (agama)


Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.”

3. Dasar Musyawarah Untuk Mufakat atau Kedaulatan Rakyat

Islam selalu menganjurkan ada kesepakatan dari orang-


orang terkait dalam memutuskan suatu perkarayang berhubungan
dengan kemanusiaan baik dalam kehidupan keluarga, lebih-lebih
kehidupan berkelompok untuk menciptakan lingkungan yang
damai dan tentram dalam suatu masyarakat tersebut.

Dalam QS. Ali mran ayat 159 Allah menegaskan tentang


pentingnya bermusyawarah dalam memutuskan suatu perkara:

Artinya: dan bermusyaaralah dengan mereka dalam urusan itu.


Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

5
Dan dalam QS. Al-Syura ayat 38:

Artinya: Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat


antara mereka: dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka.

Assyuro atau musyawarah diartikan sebagai meminta


pendapat kepada orang yang berkompeten dalam urusannya, atau
meminta pendapat umat atau orang-orang yang diwakilinya dalam
urusan-urusan umum yang berhubungan dengannya.

Dengan pengertian demikian maka umat Islam


menjadikan musyawarah sebagai dasar pijakan dalam mengambil
keputusan dan menetapkan kaidah-kaidahnya. Dengan
musyawarah juga umat islam dapat memilih dan mencalonkan
kandidat yang memiliki sikap keadilan dan dianggap memiliki
kompetensi dalam kepemimpinan untuk mengurus kepentingan
mereka.

4. Dasar Keadilan dan Kesejahteraan Bagi Seluruh Umat

Atas dasar prinsip ini pemimpin harus menegakkan


persamaan hak segenap warganya; maksudnya seorang pemimpin
memiliki kewajiban menjaga hak-hak rakyat dan harus dapat
mereleasasikan keadilan diantara mereka secara keseluruhan
tanpa terkecuali.

Prinsip ini didasari firman Allah swt. Pada Surat an-Nahl ayat 90:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan


berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.

Kelima prinsip atau dasar tersebut harus senantiasa


dijadikan landasan dalam menetapkan setiap kebijakan
pemimpin sehingga tujuan kepemimpinan dalam Islam akan dapat
terwujud dengan sebaik-baiknya

6
2. Landasan Kepemimpinan Islam
1) Surat Al-Baqarah ayat 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi”.
2) Surat An-Nisa’ ayat 59
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
3) Surat an-Nur ayat 55
Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa.
4) Surat Shad ayat 26
Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi.
5) Surat An-Nahl ayat 89
Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitlah pada
tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan
Kami datangkanlah kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri
6) Hadits Nabi saw. Riwayat Imam Bukhari :
Artinya: Tidak boleh taat terhadap kemaksiatan, sesungguhnya
ketaatan itu hanya kepada kebajikan.

7
C. Syarat-syarat kepemimpinan dalam islam
Khalifah sebagai kepala negara dalam sistem negara Islam tidak
identik dengan presiden dalam sistem negara sekuler. Perbedaan itu
banyak antara lain kriteruia pencalonan khalifah. Adapun kriterianya calon
khalifah diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tidak mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah. Sikap ini bisa
dilihat dari cara kampanye yang dilakukannya, baik langsung atau
tidak. Calon yang mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah, menurut
Ibnu Taimiyyah gugur haknya untuk dipilih. Dan menurut Maudadi
haram untuk dipilih. Kesimpulan ini bersumber dari HR. Bukhari dan
Muslim tentang seseorang yang meminta jabatan kepada Nabi
Muhammad SAW.
2. Muslim yang beraqidah murni dan bebas dari syirik.
3. Taat beribadah
4. Berakhlak mulia dan hidup sederhana.
5. Istiqomah dalam pendirian
6. Mempunyai pengorbanan yang penuh untuk kepentingan Islam
7. Mempunyai ilmu yang luas, khususnya tentang syari'at Islam
Selanjutnya berdasarkan ketentuan syar'i dan praktek
ketatanegaraan zaman khulafa al-Rasyidin, maka calon khalifah itu harus
di pilih oleh rakyat atau wakil-wakil dari rakyat, hal ini sama halnya
dengan yang diungkapkan Al-Farabi.

Untuk lebih terperinci tentang pemilihan Khalifah, maka kita lihat


susunan sebagai berikut :

1. Pemilihan Khalifah harus dilakukan oleh wakil-wakil rakyat, yang


berkumpul dalam satu wadah yang disebut majelils Syura'.
2. Calon Khalifah dapat diajukan oleh seorang tokoh masyarakat atau
oleh segolongan masyarakat. Jumlah calon bisa seorang atau lebih,
asalkan ia sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
3. Pemilihan Khalifah harus dilaksanakan secara bebas, jujur, terbuka
dan tanpa tekanan dari siapapun.
4. Calon Khalifah terpilih dengan suara terbanyak, harus dibai'at
didepan umum dengan mengambil tempat yang paling mungkin dapat
menampung orang banyak, dan sebaiknya dimasjid.
5. Dalam upacara bai'at ini, apabila masih adaa wakil rakyat yang masih
merasa keberatan akan calon Khalifah terpilih, boleh menyatakan
pendapatnya bahwa ia tidak turut membai'at. Selanjutnya Khalifah
sebagai pemimpin eksekutif boleh memilih pembantunya untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiiban yang telah dibebankannya.
Sebab tugas dan kewajiban seorang Khalifah sedemikian luas,

8
sehingga mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ada
pembantunya. Karenanya memilih para pembantu Khalifah, syari'at
Islam telah menentukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
yaitu:
6. Mempunyai keahlian dan kecakapan dalam jabatan yang akan
dipegangnya.
7. Jujur dan amanah didalam menjalankan tugas – tugasnya

Sedangkan mengenai wewenang dan kewajiban Khalifah, al-


Mawardi dan Ibnu Taimiyyah merinci sebagai berikut:

1. Menjaga kepentingan agama


2. Melaksanakan keadilan
3. Menjaga keselamatan negara dan kesejahteraan hidup rakyat
4. Menjalankan hukum sebagaimana telah ditentukan Allah SWT dan
Rasul-Nya
5. Menghormati hak-hak rakyat
6. Menjalankan jihad terhadap musuh-musuh agama dan negara
7. Membagikan harta rampasan perang dengan saksama
8. Melakukan kebajikan dengan bersedekah
9. Menjalankan Administrasi keuangan dengan baik
10. Memberi perhatian kepada masalah - masalah pemerintah yang
berhubungan dengan kebajikan agama dan umum

D. Hak dan Kewajiban Pemimpin


Al-Mawardi menyebutkan ada dua hak imam, yaitu hak untuk
ditaati dan hak untuk dibantu, akan tetapi apabila kita pelajari sejarah
ternyata ada hak lain bagi imam, yaitu hak untuk mendapat imbalan dari
harta Baitul Mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya secara patut,
sesuai dengan kedudukannya sebagai imam, hak yang lain ini pada masa
Abu Bakar, diceritakan bahwa 6bulan setelah diangkat jadi khalifah, Abu
Bakar masih pergi kepasar untuk berdaagang dan dari hasil dagangannya
itulah beliau memberi nafkah keluarganya. Kemudian para sahabat
bermusyawarah, karena tidak mugkin seseorang khalifah dengan tugas
yang banyak dan berat masih harus berdagang untuk memenuhi nafkah
keluarganya. Maka akhirnya diberi gaji 6.000 dirham setahun dan menurut
riwayat lain digaji 2.000 sampai 2.500 dirham.

9
Bagaimanapun perbedaan-perbedaan mendapat didalam jumlah
yang diberikan kepada Abu Bakar 1 hal adalah pasti bahwa kaum
muslimin pada waktu itu telah meletakkan satu prisip penggajian
(memberi gaji) kepada khalifah. Hak-hak imam ini erat sekali kaitannya
dengan kewajiban rakyat. Hak untuk ditaati dan dibantu misalnya adalah
kewajiban rakyat untuk mentaati dan membantu.
Selain itu Dhafir Al-Qasimy menyebutkan lagi hak imam dalam
melaksanakan tugas negara.
1. Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy). Hal ini terang adanya, sebab
imam telah melakukan pekerjaan demi kemaslahatan umum, sehingga
tak ada waktu lagi baginya memikirkan kepentingan pribadinya. Hal
ini jelas sekali dilihat dari ukuran sekarang, meskipun lain halnya
dibandingkan dimasa-masa awal dahulunya, Khalifah Abu Bakar ra,
atas desakan beberapa Sahabat juga mendapatkan penghasilan dari
jabatan Khalifahnya.
2. Hak mengeluarkan peraturan (Haq Al-Tasyiri). Seorang imam
mengeluarkan peraturan yang mengikat keluarganya, sepanjang
peraturan itu tidak terdapat pada Al-Qur’an dan mengikuti Al-Sunnah.
Dalam mengeluarkan peraturan-peraturan imam mestilah mengetahui
kaedah-kaedah dan pedoman-pedoman yang terdapat dalam Nash.
Yang terpenting diantaranya ialah musyawarah (Al-Syura) yakni
bahwa dalam mengeluarkan suatu peraturan, imam tidak boleh
bertindak sewenang-wenang, ia harus mempertimbangkan fikiran dari
para ahli dalam masalah yang bersangkutan. Selain itu peraturan
tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan nash syara’ atau dengan
ruh-tasyri’ dalam al-qur’an dan sunnah.
3. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan
tentram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat bepergian
dengan aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwanya atau hartanya.
4. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar
hukum dan memelihara hak-hak hamba dari kebinasaan dan
kerusakan.
5. Menjaga wilayah batasan dengan kekuatan yang cukup, agar musuh
tidak berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau non
muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan muslim (mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang islam setelah melakukan dakwah
dengan baik tapi mereka tidak mau masuk islam dan tidak pula
menjadi kafir dzimmi.
7. Memungut Fay dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ke tentuan
syara’ atas dasar nash atau ijtihad tanpa ragu-ragu.
8. Menetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang
berhak menerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta
membayarkannya pada waktunya.

10
9. Menggunakan orang-orang yang dapat dipercaya dan jujur di dalam
menyelesaikan tugas-tugas serta menyerahkan pengurusan kekayaan
Negara kepada mereka. Agar pekerjaan dapat dilaksanakan oleh
orang-orang yang ahli, dan harta Negara di urus oleh orang yang jujur.
10. Melaksanakan tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina umat
dan menjaga agama. Yusuf Musa menambahkan kewajiban lain, yaitu:
Menyebarluaskan ilmu dan pengetahuan, karena kemajuan umat
sangat tergantung kepada ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
keduniawian. Apabila kita kaitkan kewajiban ini dengan maqasyid
syari’ah, maka kewajiban iman tidak lepas dari hal-hal:
a. Yang dhaururi yang meliputi hifdh al-din, hifdh al-nafs, hifdh al-
nasl/irdl, dan hifdh al-mal serta hifdh al-ummah, dalam arti yang
seluas-seluasnya, seperti di dalam hifdh al-mal termasuk di dalam
mengusahakan kecukupan sandang, pangan dan papan, di samping
menjaga agar jangan terjadi gangguan terhadap kekayaan.
b. Hal-hal yang bersifat haji, yang mengarah kepada kemudahan-
kemudahan di dalam melaksanakan tugas.
c. Hal-hal yang taksini, yang mengarah kepada terpeliharanya rasa
keindahan dan seni dalam batas-batas ajaran Islam. Adapun poin
penting penting di ketahui oleh Ulil Amri harus menjaga dan
melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan Hak Asasi Manusia,
seperti hak milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan
baik dan benar, hak mendapat penghasilan yang layak melalui kas
al-halal, hak beragama, dan lain-lainnya.

E. Imamah. Khalifah dan Shultan

1. Imamah
Pada awalnya, imamah adalah suatu istilah yang netral untuk
menyebut sebuah negara. Dalam literatur-literatur klasik, istilah imamah
dan khalifah disandingkan secara bersamaan untuk menunjuk pada
pengertian yang sama, yakni negara dalam sejarah Islam.

Imamah adalah kepemimpinan menyeluruh yang berkaitan dengan


urusan keagamaan dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah
SAW.

Kata-kata imamah di dalam Al-Qur’an, baik dalam bentuk mufrad maupun


dalam bentuk jamak atau yang di-idhafah-kan tidak kurang dari dua belas
kali disebutkan. Pada umumnya, kata-kata imam menunjukkan kepada
bimbingan untuk kebaikan, meskipun kadang-kadang dipakai untuk
seorang pemimpin suatu kaum dalam arti yang tidak baik, seperti: QS. At-
Taubah: 12, dan QS. Al-Qashash: 41. Ayat yang menunjukkan imam
sebagai ikatan yang baik disebut di dalam:QS. Al-Baqarah: 124, dan QS.
Al-Hijr:79.

11
Imam yang baik adalah imam yang mencintai dan mendoakan
rakyatnya serta dicintai dan didoakan oleh rakyatnya, sedangkan imam
yang buruk adalah imam yang membenci rakyatnya dan dibenci serta
dilaknat oleh rakyatnya. Oleh karena itu, imam itu sesuatu atau orang yang
diikuti oleh sesuatu kaum. Kata imam lebih banyak digunakan untuk orang
yang membawa kepada kebaikan. Disamping itu, kata-kata imam sering
dikaitkan dengan shalat, oleh karena itu di dalam pustakaan Islam sering
dibedakan antara imam yang berkedudukan sebagai kepala negara atau
yang memimpin umat Islam dan imam dalam arti yang mengimami shalat.

Adapun kata-kata imamah ditakrifkan oleh Al-maawardi dengan:


“Imamah adalah suatu kedudukan atau jabatan yang diadakan untuk
mengganti tugas kenabian di dalam memelihara agama dan
mengendalikan dunia.”

Defenisi lain dikemukakan oleh Al-Iji sebagai berikut:

Imamah adalah negara besar yang mengatur urusan-urusan agama dan


dunia. Tetapi, lebih tepat lagi apabila dikaitkan bahwa imamah adalah
pengganti Nabi di dalam menegakkan agama.”

Dari defenisi diatas tampak jelas para ulama mendahulukan


masalah-masalah agama dan memelihara agama dari pada persoalan
duniawi. Hal ini rupanya diperlukan untuk membedakan antara lembaga
imamah dengan lembaga lainnya.

Dikalangan Syi’ah, imamah ialah shahibul hak as-syar’iy, yang di


dalam undang-undang modern dikatakan de jure baik yang langsung
memerintah ataupun tidak.

2. Pengertian Khalifah
Arti primer kata khalifah, yang bentuk pluralnya khulafa’ dan
khalaif yang berasal dari kata khalaf, adalah pengganti, yaitu seseorang
yang menggantikan tempat orang lain dalam beberapa persoalan.

Khalifah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh


teritorial, sehingga kekhalifahan Islam meliputi berbagai suku dan bangsa.
Pada intinya, khalifah merupakan kepemimpinan umum yang mengurusi
agama dan kenegaraan sebagai wakil dari Nabi SAW.

Dalam bahasa Ibnu Khaldun, kekhalifahan adalah kepemimpinan


umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-
hukum syari’at Islam dan memikul da’wah Islam ke seluruh dunia.

12
Yusuf Musa menyitir pendapat Ibnu Khaldun tentang defenisi
khalifah yaitu:
“Al-Khalifah membawa/memimpin masyarakat sesuai dengan kehendak
agama dalam memenuhi kemaslahatan akhiratnya dan dunianya yang
kembali kepada akhirat itu; karena hal ihwal keduniaan kembali
seluruhnya menurut Allah untuk kemaslahatan akhirat. Maka kekhalifahan
itu adalah kekhalifahan dari pemilik syara’ di dalam memelihara agama
dan mengendalikan dunia.”

Khalifah mula-mula menunjukkan kepada yang mempunyai


kekuasaan dalam kenyataan, walaupun tidak berhak, yang pada masa
sekarang disebut de facto.

Adapun sistem pemerintahan yang memalingkan diri dari Allah,


lalu menjadi sistem yang terlepas bebas, memerintah dengan dirinya
sendiri, untuk dirinya sendiri, maka itu bukanlah khilafah, tapi itu adalah
pemberontakan atau kudeta melawan Sang Penguasa yang hakiki.

3. Pengertian Sulthan
Sulthan tidak jarang digunakan untuk gelar seorang penguasa,
bahkan di Indonesia kata sulthan lebih banyak dikenal daripada khalifah,
imam, malik, dan amir. Sudah tentu ucapannya disesuaikan dengan lidah
Indonesia, bukan lagi sulthan tetapi menjadi sulthan.

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap,
dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi
orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama.

Menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka


manusia harus bisa menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dan
di setiap langkah sebagai seorang pemimpin, Allah akan memberikan
peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa yang
akan dilakukan sebagai khalifah Allah di bumi.

B. SARAN

Dalam makalah singkat ini penulis ingin menyarankan kepada rekan


mahasiswa hendaknya kita membuat tugas yang dibebankan oleh dosen
pengasuh kita yang berupa makalah khususnya mata kuliah pendidikan agama
islam, kita membuat sendiri agar kedepannya kita menjadi mahasiswa yang
benar-benar siap pakai di kalangan masyarakat maupun dunian kerja.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://aldy-firdani.blogspot.com/2014/01/makalah-pernikahan-dalam-agama-
islam.html

15

Anda mungkin juga menyukai