Anda di halaman 1dari 29

HIMPUNAN

1.) Pengertian Himpunan

Himpunan adalah kumpulan benda atau objek yang dapat didefinisikan


dengan jelas. Benda atau objek dalam himpunan disebut elemen atau
anggota himpunan. Dari defi nisi tersebut, dapat diketahui objek yang
termasuk anggota himpunan atau bukan.
Contoh himpunan:
• Himpunan warna lampu lalu lintas, anggota himpunannya adalah merah,
kuning, dan hijau.
• Himpunan bilangan prima kurang dari 10, anggota himpunannya adalah
2, 3, 5, dan 7.
Contoh bukan himpunan:
• Kumpulan baju-baju bagus.
• Kumpulan makanan enak.

2..)Jenis-Jenis Himpunan
1. Himpunan Bagian (Subset).
Himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan B dituli
s A ⊂ B ”, jika setiap anggota A merupakan anggota dari B.
Syarat :
A ⊂ B, dibaca : A himpunan bagian dari B
A ⊂ B, dibaca : A bukan himpunan bagian dari B
B ⊂ A dibaca : B bukan himpunan bagian dari A
B ⊂ A dibaca : B bukan himpunan bagian dari A
Contoh :
Misal A = { 1,2,3,4,5 } dan B = { 2,4} maka B ⊂ A
Sebab setiap elemen dalam B merupakan elemen dalam A, tetapi tida
k sebaliknya.
Penjelasan : Dari definisi diatas himpunan bagian harus mempunyai unsur
himpunan A juga merupakan unsur himpunan B.artinya kedua himpunan
itu harus saling berkaitan.
2. Himpunan Kosong (Nullset)
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai unsur anggota
yang sama sama sekali.

Syarat :
Himpunan kosong = A atau { } Himpunan kosong adalah tunggal

Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari setiap himpunan


Perhatikan : himpunan kosong tidak boleh di nyatakan dengan { 0 }.

Sebab : { 0 } ≠ { }

Penjelasan : dari definisi diatas himpunan kosong adalah himpunan yang


tidak mempunyai satupun anggota, dan biasanya himpunan kosong
dinotasikan dengan huruf yunani ø (phi).
3. Himpunan Semesta
Himpunan semesta biasanya dilambangkan dengan “U” atau “S”
(Universum) yang berarti himpunan yang memuat semua anggota yang
dibicarakan atau kata lainya himpunan dari objek yang sedang dibicarakan.

4. Himpunan Sama (Equal)


Bila setiap anggota himpunan A juga merupakan anggota himpunan B,
begitu pula sebaliknya.dinotasikan dengan A=B

Syarat : Dua buah himpunan anggotanya harus sama.


Contoh :
A ={ c,d,e} B={ c,d,e } Maka A = B

Penjelasan : Himpunan equal atau himpunan sama,memiliki dua buah


himpunan yang anggotanya sama misalkan anggota himpunan A {c,d,e}
maka himpunan B pun akan memiliki anggota yaitu { c,d,e }.
5. Himpunan Lepas
Himpunan lepas adalah suatu himpunan yang anggota-anggotanya tidak
ada yang sama.

Contoh C = {1, 3, 5, 7} dan D = {2, 4, 6} Maka himpunan C dan


himpunan D saling lepas.

Catatan : Dua himpunan yang tidak kosong dikatakan saling lepas jika
kedua himpunan itu tidak mempunyai satu pun anggota yang sama
6. Himpunan Komplemen (Complement set)
Himpunan komplemen dapat di nyatakan dengan notasi AC . Himpunan
komplemen jika di misalkan S = {1,2,3,4,5,6,7} dan A = {3,4,5} maka A ⊂ U.
Himpunan {1,2,6,7} juga merupakan komplemen, jadi
AC = {1,2,6,7}. Dengan notasi pembentuk himpunan ditulis :
AC = {x│x Є U, x Є A}
7. Himpunan Ekuivalen (Equal Set)
Himpunan ekuivalen adalah himpunan yang anggotanya sama banyak
dengan himpunan lain.
Hukum dan Pembuktian Himpunan dalam
Logika Matematika
Sabtu, 14 Mei 2016

Hukum dan Pembuktian Himpunan dalam Logika Matematika - Hukum pada himpunan
adalah sifat-sifat (properties) himpunan. Dua konsep yang berbeda dapat saling dipertukarkan
namun tetap memberikan jawaban yang benar. Prinsip ini merupakan prinsip dualitas.
Melalui artikel ini diharapkan mampu memahami dan dapat membuktikan pernyataan
himpunan.
Hukum dan Pembuktian Himpunan

image source: www.basicknowledge101.com

baca juga: Pemodelan Data dalam rekayasa perangkat lunak

1. Hukum pada himpunan.


Hukum pada himpunan adalah sifat-sifat (properties) himpunan. Hukum himpunan sering disebut
sebagai hukum aljabar himpunan. Berikut adalah hukum aljabar pada himpunan.

Hukum null / dominasi:

Baca Juga

 Definisi Pada Teori Himpunan dan Prinsip Inklusi - Ekslusi


 Pengertian Himpunan dan Macam-Macam Operasi Himpunan
Hukum identitas :  Hukum dan Pembuktian Himpunan dalam Logika Matematika
A=A A=
AU = A AU = U

Hukum komplemen: Hukum idempoten:


A=U AA = A
A= AA = A

Hukum involusi:
Hukum penyerapan (absorpsi):
=A A (A B) = A
A (A B) = A

Hukum komutatif: Hukum asosiatif:


AB=BA A (B C) = (A B) C
AB=BA A (B C) = (A B) C

Hukum distributif: Hukum De Morgan:


A (B C) = (A B) (A C) =
A (B C) = (A B) (A C) =

Hukum 0/1
=U

1. Prinsip dualitas.
Prinsip Dualitas dikatakan berlaku pada saat dua konsep yang berbeda dapat saling dipertukarkan
namun tetap memberikan jawaban yang benar.

Contoh: Di Amerika kemudi mobil di kiri depan, Inggris (juga Indonesia) kemudi mobil di kanan
depan.

Peraturan:
(a) di Amerika Serikat,

 mobil harus berjalan di bagian kanan jalan,

 pada jalan yang berlajur banyak, lajur kiri untuk mendahului,

 bila lampu merah menyala, mobil belok kanan boleh langsung

(b) di Inggris,

 mobil harus berjalan di bagian kiri jalan,

 pada jalur yang berlajur banyak, lajur kanan untuk mendahului,

 bila lampu merah menyala, mobil belok kiri boleh langsung

Prinsip dualitas:
Konsep kiri dan kanan dapat dipertukarkan pada kedua negara tersebut sehingga peraturan yang
berlaku di Amerika Serikat menjadi berlaku pula di Inggris
(Prinsip Dualitas pada Himpunan). Misalkan S adalah suatu kesamaan (identity) yang melibatkan
himpunan dan operasi-operasi seperti , dan komplemen. Jika S* diperoleh dari S dengan mengganti .

 ®,

 ®,

 ® U,

 U®,

sedangkan komplemen dibiarkan seperti semula, maka kesamaan S* juga benar dan disebut dual dari
kesamaan S.
Hukum identitas: Dualnya:
A=A AU =A

Hukum null / dominasi:Dualnya:


A= AU=U

Hukum komplemen: Dualnya:


A=U A=

Hukum idempoten: Dualnya:


AA=A AA=A

Hukum penyerapan: Dualnya:


A (A B) = A A (A B) = A

Hukum komutatif: Dualnya:


AB=BA AB=BA

Hukum asosiatif: Dualnya:


A (B C) = (A B) C A (B C) = (A B) C

Hukum distributif: Dualnya:


A (B C)=(A B) (A C) A (B C) = (A B) (A C)

Hukum De Morgan: Dualnya:


= =

Hukum 0/1 Dualnya:


=U =Æ

1. Pembuktian Pernyataan Himpunan.

 Pernyataan himpunan adalah argumen yang menggunakan notasi himpunan.

 Pernyataan dapat berupa:

1. Kesamaan (identity)
Contoh : Buktikan “AÇ (BÈC) = (AÇB) È (AÇC)”

1. Implikasi

Contoh: Buktikanbahwa “Jika A Ç B = Ædan A Í (B È C) maka selalu berlaku bahwa A Í C”.

1. Pembuktian dengan menggunakan diagram Venn


Misalkan A, B, dan C adalah himpunan.
BuktikanAÇ (BÈC) = (AÇB) È (AÇC) dengan diagram Venn.
Bukti:
AÇ (BÈC) (AÇB) È (AÇC)
Kedua digaram Venn memberikan area arsiran yang sama.
Terbukti bahwa AÇ (BÈC) = (AÇB) È (AÇC).

 Diagram Venn hanya dapat digunakan jika himpunan yang digambarkan tidak banyak
jumlahnya.

 Metode ini mengilustrasikan ketimbang membuktikan fakta. Diagram Venn tidak dianggap
sebagai metode yang valid untuk pembuktian secara formal.
1. Pembuktian dengan menggunakan table keanggotaan
Misalkan A, B, dan C adalah himpunan.
Buktikan bahwa A Ç (BÈC) = (AÇB) È (AÇC).
Bukti:

ABCBÈCAÇ (BÈC)AÇBAÇC(AÇB) È (AÇC)

000 0 0 0 0 0

001 1 0 0 0 0

010 1 0 0 0 0

011 1 0 0 0 0

100 0 0 0 0 0

101 1 1 0 1 1

110 1 1 1 0 1

111 1 1 1 1 1
Karena kolom AÇ (BÈC) dan kolom (AÇB) È (AÇC) sama, makaA Ç (BÈC) = (AÇB) È (AÇC).

1. Pembuktian dengan menggunakan aljabar himpunan.


Misalkan A dan B himpunan. Buktikan bahwa (AÇB) È (AÇ ) = A
Bukti:
(AÇB) È (AÇ ) = AÇ (BÈ ) (Hukum distributif)
= AÇU (Hukum komplemen)
=A (Hukum identitas)
Misalkan A dan B himpunan. Buktikan bahwa AÈ (B – A) = AÈB
Bukti:
AÈ (B – A) =AÈ (BÇ ) (Definisi operasi selisih)
= (AÈB) Ç (AÈ ) (Hukum distributif)
= (AÈB) ÇU (Hukum komplemen)
= AÈB (Hukum identitas)
Buktikan bahwa untuk sembarang himpunan A dan B, bahwa
(i) AÈ ( ÇB) = AÈB dan
(ii) AÇ ( ÈB) = AÇB
Bukti:
(i) AÈ ( ÇB) = ( AÈ ) Ç (AÇB) (Hukum distributif)
= UÇ (AÇB) (Hukum komplemen)
= AÈB (Hukum identitas)
(ii) adalah dual dari (i)
AÇ ( ÈB) = (AÇ ) È (AÇB) (Hukum distributif)
= ÆÈ (AÇB) (Hukum komplemen)
= AÇB (Hukum identitas)

1. Pembuktian dengan menggunakan definisi

 Metode ini digunakan untuk membuktikan pernyataan himpunan yang tidak berbentuk
kesamaan, tetapi pernyataan yang berbentuk implikasi. Biasanya di dalam implikasi tersebut
terdapat notasi himpunan bagian (Í atau Ì).

Contoh. Misalkan A dan B himpunan. Jika AÇB = Æ dan AÍ (BÈC) maka buktikan bahwa AÍC.
Bukti:
 Dari definisi himpunan bagian, PÍQ jika dan hanya jika setiap xÎ P juga xÎQ. Misalkan xÎA.
Karena A Í (BÈC), maka dari definisi himpunan bagian, x juga Î (BÈ C).
Dari definisi operasi gabungan (È), xÎ (BÈC) berarti xÎB atau xÎC.

 Karena xÎA dan AÇB = Æ, maka xÏB


Dari (i) dan (ii), xÎC harus benar. Karena"x ÎA juga berlaku xÎ C, maka dapat disimpulkan AÍ C .

Sekian artikel Modul Makalah tentang Hukum dan Pembuktian Himpunan dalam Logika
Matematika. Semoga bermanf

© Hukum dan Pembuktian Himpunan dalam Logika Matematika - Modul Makalah


Daftar Pustaka: https://modulmakalah.blogspot.co.id/2016/05/hukum-dan-pembuktian-
himpunan-dalam.html

Syarat : Bilangan cardinal dinyatakan dengan notasi n (A) A≈B, dikatakan


sederajat atau ekivalen, jika himpunan A ekivalen dengan himpunan B,

Contoh :
A = { w,x,y,z }→n (A) = 4

B = { r,s,t,u } →n (B) = 4

Maka n (A) =n (B) →A≈B

Penjelasan : himpunan ekivalen mempunyai bilangan cardinal dari


himpunan tersebut, bila himpunan A beranggotakan 4 karakter maka
himpunan B pun beranggotakan 4.
1. Cara Penulisan Himpunan
Ada empat cara untuk menyatakan suatu himpunan

1. Dengan menyebutkan semua anggotanya (roster) yang diletakkan di dalam


sepasang tanda kurung kurawal, dan di antara setiap anggotanya dipisahkan
dengan tanda koma. Cara ini disebut juga cara Tabulasi.
Contoh: A = {a, i, u, e, o}
B = {Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu}

2. menyebutkan syarat anggota-anggotanya, cara ini disebut juga


cara Deskripsi.
Contoh: ambil bilangan asli kurang dari 5

A = bilangan asli kurang dari 5

3. Notasi Pembentuk Himpunan : dengan menuliskan ciri-ciri umum atau sifat-


sifat umum (role) dari anggotanya.
Contoh Soal :

Nyatakan dengan notasi himpunan dengan menuliskan tiap-tiap


anggotanya dan sifat-sifatnya himpunan berikut ini :

A adalah himpunan bilangan asli antara 1 dan 6

Penyelesaian :

A adalah himpunan bilangan asli antara 1 dan 6

Dengan menulis tiap-tiap anggotanya A = {2, 3, 4, 5}

Dengan menulis sifat-sifatnya A = {x | 1 < x < Asli}Î6, x

4. Himpunan juga dapat di sajikan secara grafis (Diagram Venn)


Penyajian himpunan dengan diagram Venn ditemukan oleh seorang ahli
matematika Inggris bernama John Venn tahun 1881. Himpunan semesta
digambarkan dengan segiempat dan himpunan lainnya dengan lingkaran di
dalam segiempat tersebut.

1. Operasi Pada Himpunan


2. Gabungan
Gabungan (union) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang setiap
anggotanya merupakan anggota himpunan A atau himpunan
B. Dinotasikan A B Notasi : A B = {x | x Є A atau x Є B}
2. Irisan
Irisan (intersection) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang
setiap anggotanya merupakan anggota dari himpunan A dan anggota
himpunan B.
Notasi : A B = {x | x Є A dan x Є B}

3. Komplemen
Komplemen himpunan A terhadap himpunan semesta S adalah himpunan
yang anggotanya merupakan anggota S yang bukan anggota A.
Dinotasikan Ac
Notasi : Ac = {x | x Є S dan x Є A} atau
4. Selisih
Selisih himpunan A dan B adalah himpunan yang anggotanya merupakan
anggota himpunan A dan bukan anggota himpunan B. Selisih himpunan A
dan B adalah komplemen himpunan B terhadap himpunan A. Dinotasikan
A-B

Notasi : A – B = {x | x Є A dan x Є B}

5. Hasil Kali Kartesius ( cartesion Product )


Hasil kali kartesius himpunan A dan B, dinotasikan A x B, adalah himpunan
yang anggotanya semua pasangan terurut (a,b) dimana a anggota A dan b
anggota B

Secara matematis dituliskan : A x B = {(a,b)| a Є A dan b Є B}

1. Hukum Aljabar Himpunan


Hukum-hukum pada himpunan dinamakan Hukum –hukum aljabar
himpunan. cukup banyak hukum yang terdapat pada aljabar himpunan ,
tetapi disini hanya dijabarkan 11 saja. Beberapa hukum tersebut mirip
dengan hukum aljabar pada sistem bilangan riil seperti a (b+c) = ab + ac ,
yaitu hukum distributif.

1. Hukum identitas: 2. Hukum null/dominasi:


A=A A=
AU=A AU=U

3. Hukum komplemen: 4. Hukum idempoten:


A =U AA=A
A = AA=A

6. Hukum penyerapan (absorpsi):


5. Hukum involusi: A (A B) = A
=A A (A B) = A

7. Hukum komutatif: 8. Hukum asosiatif:


AB=BA A (B C) = (A B) C
AB=BA A (B C) = (A B) C

10. Hukum De Morgan:


=

9. Hukum distributif:
=
A (B C) = (A B) (A C)
A (B C) = (A B) (A C)

11. Hukum 0/1


=U

Terlihat bahwa hukum- hukum yang berlaku pada himpunan merupakan


analogi hukum –hukum logika , dengan operator menggantikan L (dan) ,
sedangkan operator menggantikan V ( atau ).

1. Prinsip inklusi dan eksklusi


Beberapa banyak anggota di dalam gabungan dua himpunan A dan B.
penggabungan dua buah himpunan menghasilkan himpunan baru yang
elemen-elemennya berasal dari himpunan A dan himpunan B. himpunan A
dan himpunan B mungkin saja memiliki elemen yang sama. Banyaknya
elemen bersama antara A dan B adalah |A | . setiap unsure yang sama itu
telah dihitung dua kali , sekali pada |A| dan sekali pada |B|, meskipun ia
seharusnya dianggap sebagai satu buah elemen di dalam |A | . karena itu
, jumlah elemen hasil penggabungan seharusnya adalah jumlah elemen di
masing-masing himpunan dikurangi jumlah elemen di dalam irisannya,
atau |A| + B | -|A |

Prinsip ini dikenal dengan nama prinsip inklusi –eksklusi . sejumlah lemma
dan teorema yang berkaitan dengan prinsip ini dituliskan sebagai berikut:

2. a)Lemma 2.1. misalkan A dan B adalah himpunan berhingga yang saling


lepas (disjoint) , maka |A| + B |
3. b)Teorema 2.3 misalkan A dan B adalah himpunan berhingga
maka berhingga dan|A| + B | -|A |
4. c)Dengan cara yang sama , kita dapat menghitung jumlah elemen hasil
operasi beda setangkup |A| + B | -2 |A |.
Contoh :
Berapa banyaknya bilangan bulat antara 1 dan 100 yang habis dibagi 3
atau 5

Penyelelsaian :

Misalkan : A = himpunan bilangan bulat yang habis dibagi 3

B = himpunan bilangan bulat yang habis dibagi 5

A himpunan bilangan bulat yang habis dibagi 3 dan 5 (yaitu himpunan


bilangan bulat yang habis dibagi oleh KPK dari 3 dan 5 yaitu 15 ).

Ø Yang ditanyakan adalah

Terlebih dahulu kita harus menghitung

|A| = [100/3] = 33 | B | = [100/5]= 20 |A | = [100/15] = 6

Untuk mendapatkan |A| + B | – |A | = 33 + 20 – 6 = 47

Jadi ada 47 buah bilangan yang habis dibagi 3 atau 5 .

Prinsip inklusi- eksklusi dapat dirampatkan untuk operasi lebih dari dua
buah himpunan. untuk tiga buah himpunan A, B, dan C berlaku teorema
berikut:

Teorema 2.4 Misalkan A , B , dan C adalah himpunan yang berhingga


maka berhingga dan

Sedangkan untuk empat buah himpunan maka

|A ∪ B ∪ C ∪ D| = |A| + |B| + |C| + |D| – |A ∩ B| – |A ∩ C| – |A ∩ D| –


|B ∩C| – |B ∩ D| – |C ∩ D| + |A ∩ B ∩ C| + |A ∩ B ∩ D| + |A ∩ C ∩ D| +
|B ∩ C∩ D |– |A ∩ B ∩ C ∩ D|
Contoh :

Sebanyak 1232 orang mahasiswa mengambil kuliah bahasa inggris , 879


orang mengambil kuliah bahasa perancis , dan 114 mengambil kuliah
bahasa jerman. Sebanyak 103 orang mengambil kuliah bahasa inggris dan
perancis, 23 orang mengambil kuliah bahasa inggris dan jerman , dan 14
orang mengambil kuliah bahasa perancis dan bahasa jerman. Jika 2092
orang mengambil paling sedikit satu buah kuliah bahsa inggris, bahasa
jerman ., dan perancis, berapa banyak mahasiswa yang mengambil kuliah
ketiga buah bahasa tersebut?

Penyelesaian :

Misalkan :

I = himpunan mahasiswa yang mengambil kuliah bahasa inggris.


P =himpunan mahasiswa yang mengambil kuliah bahasa perancis.
J = himpunan mahasiswa yang mengambil kuliah bahasa jerman.
Maka ,

|I | = 1232 |P | = 879 |J| = 114 | I P | = 103


| I J | = 23 | P J | = 14 dan |I ∪ P ∪ J| = 2092
Penyulihan nilai- nilai diatas pada persamaan

|I ∪ P ∪ J| = |I | + |P | + |J| – | I P | – | I J | – | P J | + |I P J|
2092 = 1232 + 879 + 114 – 103 – 23 -14 + |I P J|
Sehingga |I P J| = 7
Jadi ada 7 orang mahasiswa yang mengambil ketiga buah kuliah bahasa
inggris , perancis dan jerman

2. Pembuktian Proporsi Himpunan


Proposisi himpunan adalah pernyataan yang menggunakan notasi
himpunan. Pernyataan dapat berupa kesamaan (set identity),
misalnya A (B C) = (A B) (A C) adalah kesamaan himpunan atau dapat
berupa implikasi seperti “ jika A B = dan (B C), maka selalu berlaku
bahwa A Terdapat beberapa metode untuk membuktikan kebenaran
proposisi himpunan. Untuk suatu proposisi himpunan . untuk suatu
proposisi himpunan kita dapat membuktikannya dengan beberapa metode
yang menghasilkan kesimpulan yang sama. Di bawah ini dikemukakan
beberapa metode pembuktian proposisi perihal himpunan.
1. Dengan diagram venn
Buatlah diagram venn untuk bagian ruas kiri kesamaan dan diagram venn
untuk ruas kanan kesamaan. Jika diagram venn keduanya sama beraarti
kesamaan tersebut benar. Kelebihan metode ini yaitu pembuktian dapat
dilakukan dengan cepat sedangkan kekurangannya hanya dapat
digunakan jika himpunan yang digambarkan tidak banyak jumlahnya.
Metode ini lebih mengilustrasikan dibandingkan membuktikan fakta. Dan
banyak matematikawan tidak menganggap sebagai pembuktian valid untuk
pembuktian secara formal. Oleh karena itu pembuktian dengan diagram
venn kurang dapat diterima.

1. Pembuktian dengan tabel keanggotaan


Kesamaan himpunan dapat dibuktikan dengan menggunakan tabel
keanggotaan. Kita menggunakan angka 1 untuk menyatakan bahwa suatu
elemen adalah anggota himpunan , dan 0 untuk menyatakan bukan
himpunan. (nilai ini dapat dianalogikan dengan true dan false).

Contoh : Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. buktikan bahwa A (B C) =


(A B) (A C) tabel keanggotaan untuk kesamaan tersebut adalah seperti
dibawah ini. Karena kolom A (B C) dan kolom (A B) (A C) sama maka
kesamaan tersebut benar.

A B C BC A (BC) AB AC (AB) (AC)

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 1 1 0 0 0 0

0 1 0 1 0 0 0 0

0 1 1 1 0 0 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0

1 0 1 1 1 0 1 1

1 1 0 1 1 1 0 1

1 1 1 1 1 1 1 1

1. Pembuktian dengan aljabar himpunan


Aljabar himpunan mengacu pada hukum- hukum aljabar himpunan,
termasuk di dalamnya teorema-teorema ( yang ada buktinya ), definisi
suatu operasi himpunan dan penerapan prinsip dualitas.

Contoh :
Misalkan A dan B himpunan . buktikan bahwa A (B – A) = A Penyelesaian
:

A (B – A) = A (B Ac) definisi operasi selisih


= (A B) (A A )
c
hukum distributif
= (A B) hukum komplemen

=AB hukum identitas

1. Pembuktian dengan menggunakan definisi


Metode ini digunakan untuk membuktikan proposisi himpunan yang tidak
berbentuk kesamaan , tetapi proposisi yang berbentuk implikasi. Biasanya
di dalam implikasi tersebut terdapat notasi himpunan bagian ( ).

Langkah-langkah untuk membuktikan bahwa X Y adalah sebagai berikut:

 Ambil sembarang x X
 Dengan langkah-langkah yang benar tunjukkan bahwa x Y
Oleh karena itu x diambil sembarang dalam X , maka berarti bahwa setiap
anggota X merupakan anggota Y atau X Y. Pembuktian yang melibatkan
kesamaan himpunan (X = Y) haruslah melalui 2 arah sesuai dengan
definisinya , yaitu X Y dan Y X.

1. Pembuktian dengan menggunakan sifat keanggotaan.


Contoh :

Bagaimana membuktikan A∪(B∩C) = (A∪B)∩(A∪C)?

x ∈A ∪ (B ∩ C)

⇔x ∈ A ∨ x ∈ (B ∩ C)

⇔x ∈ A ∨ (x ∈ B ∧ x ∈ C)

⇔(x ∈ A ∨ x ∈ B) ∧ (x ∈ A ∨ x ∈ C)

(hukum distributif untuk logika matematika)

⇔x ∈ (A ∪ B) ∧ x ∈ (A ∪ C)
⇔x ∈ (A ∪ B) ∩ (A ∪ C)

1. Argument dan diagram venn


Banyak statemen verbal dapat dialihkan menjadi statemen himpunan.
Statemen ini dapat digambarkan dengan diagram Venn. Oleh karena itu,
diagram Venn acap kali digunakan untuk menganalisa validitasnya suatu
argumen.

Contoh :
Pandang asumsi SI, S2, S3 berikut :

S1 : Guru adalah orang yang tenteram hidupnya

S2 : Setiap raja merupakan orang kaya

S3 : Tidak ada orang kaya yang juga tenteram hidupnya

Kita hendak menggambarkan asumsi di atas dalam diagram Venn.

Himpunan guru termuat dalam himpunan orang yang tentram hidupnya


(asumsi SI). Himpunan orang tenteram hidupnya akan saling lepas dengan
himpunan orang kaya (asumsi S3). Himpunan raja termuat seluruhnya di
dalam himpunan orang kaya (asumsi S2).

1. Manfaat Mempelajari Hmpunan dalam Kehidupan Sehai Hari


Dengan mempelajari himpunan, diharapkan kemampuan logika akan
semakin terasah dan akan memacu kita agar kita mampu berpikir secara
logis, karena dalam hidup, logika memiliki peran penting karena logika
berkaitan dengan akal pikir. Banyak kegunaan logika antara lain:

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara


rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam
dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan
menggunakan asas-asas sistematis.
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan
berpikir, kekeliruan serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
1. Contoh Penerapan Soal Himpunan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Berikut ini merupakan beberapa contoh kasus teori himpuanan dalam
kehiupan sehari-hari.

Soal:

1. Dalam sebuah kelas terdapat 40 orang siswa, 24 orang gemar musik 30


orang gemar olah raga dan 16 orang gemar keduanya. Tentukan banyaknya
siswa yang gemar musik saja dan yang gemar olahraga saja?
2. Dari survey 100 orang warga terdapat 60 orang gemar membaca 50 orang
gemar menulis, 45 orang gemar melukis, 40 orang gemar melukis dan
menulis, 35 orang gemar membaca dan melukis, 30 orang gemar ketiganya.
Tentukan :
3. a) Orang yang gemar melukis dan menulis saja
4. b) Orang yang gemar membaca dan melukis saja
5. c) Orang yang gemar membaca saja
6. d) Orang yang gemar menulis saja
7. e) Orang yang gemar melukis saja
8. f) Orang yang tidak suka ketiganya
Penyelesaian:

1. Perhatikan dalam soal tersebut terdapat dua himpunan siswa yaitu siswa
yang gemar musik dan siswa yang gemar olahraga. Siswa yang gemar
keduanya sebanyak 16 orang. Dalam konsep himpunan, anggota yang gemar
keduanya merupan anggota irisansehingga dapat dicari siswa yang gemar
musik saja dan siswa yang gemar olahraga saja.
Karena irisan siswa yang gemar keduanya sebanyak 16 orang sehingga
siswa yang hanya gemar Musik dan olah raga saja yaitu :

Musik = 24 – 16 = 8

Olahraga = 30 – 16 = 14
Dengan demikian himpunan semestanya :

S = 8 + 14 +16 = 40 siswa.

2. Dari soal nomor 2, terdapat tiga himpunan yang berbeda yaitu yang gemar
membaca, menulis dan melukis. Untuk menyelesaikan soal tersebut, terlebih
dahulu kita cari irisan ketiganya. Sehingga dapat disimpulkan :
Misal : B = Membaca, N = Menulis, L = Melukis

1. a)Orang yang gemar melukis dan menulis saja: 40 – 30 = 10 orang


2. b)Orang yang gemar membaca dan menulis saja: 35 – 30 = 5 orang
3. c)Orang gemar membaca saja: 60 – 30 – 5 = 25 orang
4. d)Orang yang gemar menulis saja: 50 – 30 – 10 = 10 orang
5. e)Orang yang gemar melukis saja: 45 – 45 = 0, maka orang yang gemar
melukis saja merupakan himpunan kosong
6. f)Orang yang tidak suka ketiganya: 100 – 25 – 30 – 5 – 10 – 10 = 20 oranng

3..(DAN JUGA BERIKUT ADA OPERASI-OPERASI HIMPUNAN

Mengenal Operasi Himpunan

Ada beberapa operasi himpunan yang perlu diketahui, yaitu : irisan ,


gabungan, komplemen, selisih dan beda setangkup.

IRISAN (INTERSECTION)
Irisan antara dua buah himpunan dinotasikan oleh tanda ‘∩ ‘.
Misalkan A dan B adalah himpunan yang tidak saling lepas, maka A ∩ B =
{ x | x ∈ A dan x ∈ B }
Jika dinyatakan dalam bentuk diagram Venn adalah :
irisan (intersection)

Contoh irisan :

Misalkan A = {2, 3, 5, 7, 11} dan B = {3, 6, 9, 12}, maka A ∩ B = {3}


 Misalkan A adalah himpunan mahasiswi TI STT Telkom dan B merupakan
himpunan wanita lanjut usia (50 tahun ke atas), maka A ∩ B = ∅.
Hal ini berarti A dan B adalah saling lepas atau A // B.

GABUNGAN (UNION)
Gabungan antara dua buah himpunan dinotasikan oleh tanda ‘∪‘.
Misalkan A dan B adalah himpunan, maka A ∪ B = { x | x ∈ A atau x ∈ B }

Union

Jika dinyatakan dalam bentuk diagram Venn adalah :

Contoh union :

 Jika A = { 2, 3, 5, 7} dan B = { 1, 2, 3, 4, 5 }, maka A ∪ B = { 1, 2, 3, 4, 5,


7}
 A∪∅=A
KOMPLEMEN (COMPLEMENT)
Komplemen dari suatu himpunan merupakan unsur -unsur yang ada pada
himpunan universal (semesta pembicaraan ) kecuali anggota himpunan
tersebut. Misalkan A merupakan himpunan yang berada pada semesta
pembicaraan U, maka komplemen dari himpunan A dinotasikan oleh :
Ā = { x | x ∈ U dan x ∉ A }
Jika dinyatakan dalam bentuk diagram Venn adalah :

Komplemen

Contoh komplemen :

 Misalkan U = { 1, 2, 3, …, 9 },
 jika A = {1, 3, 7, 9}, maka Ā = {2, 4, 5, 6, 8}
 jika A = { x ∈ U | x habis dibagi dua }, maka A= { 1, 3, 5, 7, 9 }
Contoh komplemen :
A = himpunan mahasiswa STT Telkom
B = himpunan mahasiswa yang tinggal di Asrama
C = himpunan mahasiswa angkatan 2004
D = himpunan mahasiswa yang mengambil matematika diskrit
E = himpunan mahasiswa yang membawa motor untuk pergi ke kampus
a. Pernyataan
“Semua mahasiswa STT Telkom angkatan 2004 yang membawa motor untuk pergi
ke kampus” dapat dinyatakan dalam notasi operasi himpunan sebagai berikut :
(A ∩ C) ∩ E
b. Pernyataan
“Semua mahasiswa STT Telkom yang tinggal di asrama dan tidak mengambil
matematika diskrit” dapat dinyatakan dalam notasi operasi himpunan sebagai
berikut :
A∩B∩D
c. Pernyataan
“semua mahasiswa angkatan 2004 yang tidak tinggal di asrama atau tidak
membawa motor untuk pergi ke kampus” dapat dinyatakan dalam notasi operasi
himpunan sebagai berikut :
C ∩ (B ∪ E)
SELISIH (DIFFERENCE)
Selisih antara dua buah himpunan dinotasikan oleh tanda ‘– ‘. Misalkan A
dan B adalah himpunan, maka selisih A dan B dinotasikan oleh A – B = { x
| x ∈ A dan x ∉ B } = A ∩ B

Selisih

Contoh selisih :
Jika A = { 1, 2, 3, …, 10 } dan B = { 2, 3, 5, 7}, maka A – B = { 1, 4, 6, 8, 9 }
dan B – A = ∅
BEDA SETANGKUP (SYMMETRIC DIFFERENCE)
Beda setangkup antara dua buah himpunan dinotasikan oleh tanda ‘⊕‘.
Misalkan A dan B adalah himpunan, maka beda setangkup antara A dan B
dinotasikan oleh :

A ⊕ B = (A ∪ B) – (A ∩ B)
= (A – B) ∪ (B – A)

Jika dinyatakan dalam bentuk diagram Venn adalah :

Symmetric Difference
Contoh beda setangkup :
Jika A = { 2, 3, 5, 7} dan B = { 1, 2, 3, 4, 5 }, maka A ⊕ B = { 1, 4, 7 }
Beda setangkup memenuhi sifat-sifat berikut :

 A ⊕ B = B ⊕ A (hukum komutatif)
 (A ⊕ B ) ⊕ C = A ⊕ (B ⊕ C ) (hukum asosiatif)

PERKALIAN KARTESIAN (CARTESIAN PRODUCT)


Perkalian kartesian antara dua buah himpunan dinotasikan oleh tanda ‘× ‘.
Misalkan A dan B adalah himpunan, maka perkalian kartesian antara A dan
B dinotasikan oleh :

A × B = {(a, b) | a ∈ A dan b ∈ B }
Contoh perkalian kartesian :
Misalkan C = {1, 2, 3}, dan D = { a, b }, maka C × D = { (1, a), (1, b), (2, a),
(2, b), (3, a), (3, b) }
Misalkan A = B = himpunan semua bilangan riil, maka A × B = himpunan
semua titik di bidang datar
Misalkan ada dua himpunan dengan kardinalitas berhingga, maka
kardinalitas himpunan hasil dari suatu perkalian kartesian antara dua
himpunan tersebut adalah perkalian antara kardinalitas masing-masing
himpunan. Dengan demikian, jika A dan B merupakan himpunan
berhingga, maka:
|A × B| = |A| . |B|

Pasangan terurut (a, b) berbeda dengan (b, a), dengan kata lain (a, b) ≠ (b,
a). Dengan argumen ini berarti perkalian kartesian tidak komutatif, yaitu
A×B≠B×A
dimana A atau B bukan himpunan kosong. Jika A = ∅ atau B = ∅, maka
A×B=B×A=∅
Hukum-hukum yang berlaku untuk operasi himpunan adalah sebagai
berikut :
1. Hukum identitas:
 A∪∅=A
 A∩U=A

2. Hukum null/dominasi:
 A∩∅=∅
 A∪U=U

3. Hukum komplemen:
 A∪A=U
 A∩A=∅

4. Hukum idempoten:
 A∪A=A
 A∩A=A

5. Hukum involusi:

6. Hukum penyerapan (absorpsi):

 A ∪ (A ∩ B) = A
 A ∩ (A ∪ B) = A
7. Hukum komutatif:

 A∪B=B∪A
 A∩B=B∩A
8. Hukum asosiatif:

 A ∪ (B ∪ C) = (A ∪ B) ∪ C
 A ∩ (B ∩ C) = (A ∩ B) ∩ C
9. Hukum distributif:

 A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C)
 A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)
10. Hukum De Morgan:

11. Hukum komplemen:


4() PERINSIP DUALITAS
Prinsip Dualitas
Prinsip dualitas mengemukakan bahwa dua konsep yang berbeda dapat
dipertukarkan namun tetap memberikan jawaban yang benar.

Contoh : AS => kemudi mobil di kiri depan


Inggris/Indonesia => kemudi mobil di kanan depan

Peraturan: (a) di Amerika Serikat :

– mobil harus berjalan di bagian kanan jalan,


– pada jalan yang berlajur banyak, lajur kiri untuk mendahului,
– bila lampu merah menyala, mobil belok kanan boleh langsung
(b) di Inggris/Indonesia

– mobil harus berjalan di bagian kiri jalan,


– pada jalur yang berlajur banyak, lajur kanan untuk mendahului,
– bila lampu merah menyala, mobil belok kiri boleh langsung
Prinsip dualitas pada kasus diatas adalah: Konsep kiri dan kanan dapat
dipertukarkan pada kedua negara tersebut sehingga peraturan yang berlaku di
Amerika Serikat menjadi berlaku pula di Inggris/Indonesia.

(Prinsip Dualitas pada Himpunan). Misalkan S adalah suatu kesamaan


(identity) yang melibatkan himpunan dan operasi-operasi seperti ∪, ∩, dan
komplemen. JikaS* merupakan kesamaan yang berupa dual dari S maka
dengan mengganti ∪ → ∩, ∩ → ∪, ∅ → U, U → ∅, sedangkan komplemen
dibiarkan seperti semula, maka operasi-operasi tersebut pada kesamaan S*
juga benar dan disebut dual dari kesamaan S.
Didalam hukum – hukum aljabar himpunan kita dapat melihat bahwa beberapa
sifat operasi simpunan merupakan analog satu sama lain. Sebagai contoh, pada
hukum komplemen, A ∪ A’ = ∅ analog dengan
A ∩ A’ = U, begitu juga pada hukum asosiatif, A ∪ ( B ∪ C ) = ( A ∪ B
) ∪ C analog dengan
A ∩ ( B ∩ C ) = ( A ∩ B) ∩ C. Hukum yang kedua diperoleh dari hukum yang
pertama dengan cara mengganti tanda ∪ dengan ∩, ∩ dengan ∪ , ∅ dengan U, U
dengan ∅ dan membiarkan komplemen tetap seperti dinyatakan sebelumnya.
Hukum – hukum dalam prinsip dualitas sama dengan hukum – hukum yang ada
dalam hukum aljabar himpunan diatas, hanya pada prinsip dualitas tidak memiliki
hukum involusi karena komplemen tidak memiliki dual.

Prinsip Inklusi – Eksklusi


Penggabungan dua himpunan menghasilkan himpunan baru yang elemen –
elemennya berasal dari himpunan A dan himpunan B. Himpunan A dan himpunan
B mungkin saja memiliki elemen – elemen yang sama. Banyaknya elemen bersama
antara A dan B adalah | A ∩ B | . Setiap unsur yang sama itu telah dihitung dua
kali, sekali pada |A| dan sekali pada |B|, meskipun ia seharusnya dianggap sebagai
satu buah elemen didalam |A| . Karena itu, jumlah elemen hasil penggabungan
seharusnya adalah jumlah elemen di masing – masing dikurangi dengan jumlah
didalam irisannya atau
| A ∪ B | = |A| + |B| – | A ∩ B |
Prinsip ini dikenal dengan nama prinsip inklusi – eksklusi.

selanjutnya adalah Relasi dan sifat relasi biner

5.()Relasi pada Himpunan


Hubungan antara elemen himpunan dengan elemen himpunan lain dapat
dinyatakan dalam suatu struktur yaitu RELASI. Cara yang paling mudah
menyatakan/menulis hubungan antar elemen dari dua himpunan adalah
dengan himpunan pasangan terurut. Dengan notasi (a, b)ЄR artinya a
dihubungkan dengan b oleh R
Relasi biner R antara dua himpunan yaitu himpunan A dan himpunan B
adalah himpunan bagian dari AXB, dengan notasi RÍ(AXB).

Himp. A disebut daerah asal (domain) dari R, dan himpunan B disebut


daerah hasil (range) dari R.

Contoh

1.Misal A={Amir, Budi , Cecep} adl himp. Mahasiswa , dan B={F221, F251,
F323} adl himp. Kode mata kuliah di jurusan TI . Tentukan himpunan (
AXB) dan ada berapa elemen himpunan (AXB) tersebut.

Jawab

(AXB)= {(Amir, F221), (Amir, F251), (Amir, F323), (Budi, F221), (Budi, 251),
(Budi, F221), (Cecep, F211), (cecep, F251), (cecep, 323)}.

2. Misalkan P={2, 4, 8, 9, 15} dan Q={2, 3, 4}, relasi R: P ® Q yang


didefinisika (a, b)ЄR, jika a habis
dibagi b . Tentukan himpunan relasi R dengan mendaftar kan semua
elemennya.
jawab

R= {(2,2),(4,2), (4,4),(8,2), (8,4), (9,3), (15,3)}

# catatan relasi pada himpunan pada A adalah relasi dari A ke A

 SIFAT RELASI BINER


Beberapa Sifat Relasi
Relasi yang didefinisikan pada sebuah himpunan mempunyai beberapa sifat.
Sifat-sifat tersebut antara lain :

1. Refleksif (reflexive)
Suatu relasi R pada himpunan A dinamakan bersifat refleksif jika (a, a)
∈ R untuk setiap a ∈ A. Dengan kata lain, suatu relasi R pada
himpunan A dikatakan tidak refleksif jika ada a ∈ A sedemikian sehingga
(a, a) ∉ R.
Contoh :
Misalkan A = {1, 2, 3, 4}, dan relasi R adalah relasi ‘≤’ yang didefinisikan
pada himpunan A, maka
R = {(1, 1), (1, 2), (1, 3), (1, 4), (2, 2), (2, 3), (2, 4), (3, 3), (3, 4), (4, 4)}
Terlihat bahwa (1, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 4) merupakan unsur dari R. Dengan
demikian R dinamakan bersifat refleksif.
Contoh :
Misalkan A = {2, 3, 4, 8, 9, 15}.
Jika kita definisikan relasi R pada himpunan A dengan aturan :
(a, b) ∈ R jika a faktor prima dari b
Perhatikan bahwa (4, 4) ∉ R .
Jadi, jelas bahwa R tidak bersifat refleksif.
Sifat refleksif memberi beberapa ciri khas dalam penyajian suatu relasi,
yaitu :

 Relasi yang bersifat refleksif mempunyai matriks yang unsur diagonal


utamanya semua bernilai 1, atau mii = 1, untuk i = 1, 2, …, n,
 Relasi yang bersifat refleksif jika disajikan dalam bentuk graf berarah
maka pada graf tersebut senantiasa ditemukanloop setiap simpulnya.
2. Transitif (transitive)
Suatu relasi R pada himpunan A dinamakan bersifat transitif jika (a, b)
∈ R dan (b, c) ∈ R, maka (a, c) ∈ R, untuk a, b,c ∈ A.
Contoh :
Misalkan A = { 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}, dan relasi R didefinisikan oleh :
a R b jika dan hanya jikan a membagi b, dimana a, b ∈ A,
Jawab :
Dengan memperhatikan definisi relasi R pada himpunan A, maka :
R = {(2, 2), (2, 4), (2, 6), (2, 8), (3, 3), (3, 6), (3, 9), (4, 4), (4, 8)}
Ketika (2, 4) ∈ R dan (4, 8) ∈ R terlihat bahwa (2, 8) ∈ R.
Dengan demikian R bersifat transitif.
Contoh :
R merupakan relasi pada himpunan bilangan asli N yang didefinisikan oleh :
R : a + b = 5, a, b ∈ A,
Jawab :
Dengan memperhatikan definisi relasi R pada himpunan A, maka :
R = {(1, 4), (4, 1), (2, 3), (3, 2) }
Perhatika bawa (1, 4) ∈ R dan (4, 1) ∈ R , tetapi (1, 1) ∉ R.
Dengan demikian R tidak bersifat transitif.
Sifat transitif memberikan beberapa ciri khas dalam penyajian suatu relasi,
yaitu : sifat transitif pada graf berarah ditunjukkan oleh :

Jika ada busur dari a ke b dan busur dari b ke c, maka juga terdapat busur
berarah dari a ke c.
Pada saat menyajikan suatu relasi transitif dalam bentuk matriks, relasi
transitif tidak mempunyai ciri khusus pada matriks representasinya

3. Simetri (symmetric) dan Anti Simetri (antisymmetric)


Suatu relasi R pada himpunan A dinamakan bersifat simetri jika (a, b) ∈ R,
untuk setiap a, b ∈ A, maka (b, a) ∈ R. Suatu relasi R pada
himpunan A dikatakan tidak simetri jika (a, b) ∈ R sementara itu (b, a) ∉ R.
Suatu relasi R pada himpunan A dikatakan anti simetri jika untuk
setiap a, b ∈ A, (a, b) ∈ R dan (b, a) ∈ R berlaku hanya jika a = b.
Perhatikanlah bahwa istilah simetri dan anti simetri tidaklah berlawanan,
karena suatu relasi dapat memiliki kedua sifat itu sekaligus. Namun, relasi
tidak dapat memiliki kedua sifat tersebut sekaligus jika ia mengandung
beberapa pasangan terurut berbentuk (a, b) yang mana a ≠ b.
Contoh :
Misalkan R merupakan relasi pada sebuah himpunan Riil, yang dinyatakan
oleh:
a R b jika dan hanya jika a – b ∈ Z.
Periksa apakah relasi R bersifat simetri !
Jawab :
Misalkan a R b maka (a – b) ∈ Z, Sementara itu jelas bahwa (b – a) ∈ Z.
Dengan demikian R bersifat simetri.
Contoh :
Tunjukan bahwa relasi ‘≤’ merupakan pada himpunan Z. bersifat anti
simetri
Jawab :
Jelas bahwa jika a ≤ b dan b ≤ a berarti a = b.
Jadi relasi ‘≤’ bersifat anti simetri.
Contoh :
Relasi “habis membagi” pada himpunan bilangan bulat asli N merupakan
contoh relasi yang tidak simetri karena jika a habis membagi b, b tidak habis
membagi a, kecuali jika a = b. Sementara itu, relasi “habis membagi”
merupakan relasi yang anti simetri karena jika a habis
membagi b dan b habis membagi a maka a = b.
Contoh :
Misalkan relasi R = {(1, 1), (2, 2), (3, 3) } maka relasi R merupakan relasi
yang simetri sekaligus relasi yang anti simetri.
Sifat simetri dan anti simetri memberikan beberapa ciri khas dalam
penyajian berbentuk matriks maupun graf, yaitu :

 Relasi yang bersifat simetri mempunyai matriks yang unsur-unsur di


bawah diagonal utama merupakan pencerminan dari elemen-unsurdi atas
diagonal utama, atau mij = mji = 1, untuk i = 1, 2, …, n dan j = 1, 2,
…, n adalah :
Relasi yang bersifat simetri, jika disajikan dalam bentuk graf berarah
mempunyai ciri bahwa jika ada busur dari a ke b, maka juga ada busur
dari b ke a.
 Relasi yang bersifat anti simetri mempunyai matriks yang unsur
mempunyai sifat yaitu jika mij = 1 dengan i ≠ j, maka mji = 0. Dengan kata
lain, matriks dari relasi anti simetri adalah jika salah satu dari mij = 0
atau mji = 0 bila i ≠ j :
sedangkan graf berarah dari relasi yang bersifat anti simetri mempunyai ciri
bahwa tidak akan pernah ada dua busur dalam arah berlawanan antara dua
simpul berbeda.

Misalkan, R merupakan relasi dari himpunan A ke himpunan B. Invers dari


relasi R, dilambangkan dengan R–1, adalah relasi dari himpunan B ke
himpunan A yang didefinisikan oleh :
R–1 = {(b, a) | (a, b) ∈ R }
Contoh :
Misalkan P = {2, 3, 4} dan Q = {2, 4, 8, 9, 15}.
Jika didefinisikan relasi R dari P ke Q yaitu :
(p, q) ∈ R jika dan hanya jika p habis membagi q
maka kita peroleh :

R = {(2, 2), (2, 4), (4, 4), (2, 8), (4, 8), (3, 9), (3, 15)
R–1 merupakan invers dari relasi R, yaitu relasi dari Q ke P yang berbentuk :
(q, p) ∈ R–1 jika q adalah kelipatan dari p
sehingga diperoleh :

R–1 = {(2, 2), (4, 2), (4, 4), (8, 2), (8, 4), (9, 3), (15, 3) }
Jika M adalah matriks yang menyajikan suatu relasi R,
maka matriks yang merepresentasikan relasi R–1, misalkan N, diperoleh
dengan melakukan transpose terhadap matriks M,

Anda mungkin juga menyukai