Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI PADA BAYI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan

Dosen Pengampu :

Arfin Nurma Halida M.A

Disusun oleh :
Kelompok 5
1. Maulidyna Tri P.K (12308193097)
2. Nina Fauziah (12308193127)
3. Anisah Triyuiasari (12308193129)
4. Halwin Muhtadin (12308193131)

SEMESTER 2
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM 2C
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2020

‫أ‬
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas
matakuliah "Psikologi Perkembangan" dalam bentuk makalah, Sholawat serta salam
semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, SAW.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan
dan pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul "Perkembangan
Sosioemosi Pada Bayi" ini, masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini,
kami berharap dari makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi kami maupun pembaca. Amin.

WassalamualaikumWr.Wb

Tulungagung, 17 Maret 2020

Penyusun

‫ب‬
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................1

C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................. 2

A. Perkembangan Emosi dan Kepribadian pada Bayi……...............…2

B. Orientasi dan Pemahaman Sosial………….................................... ..4

1. Orientasi Sosial / Pemahaman Sosial………………….…. ……4

2. Kelekatan dan Perkembangannya………………………….……6

3. Perbedaan Indivisu dalam Kelekatan…………………....………7

4. Interprestasi terhadap Perbedaan Kelekatan……………….....…7

C. Konteks Sosial...................................................................................8

BAB III : PENUTUP .....................................................................................11

A. Kesimpulan.......................................................................................11

B. Saran .............................................................................................. ..11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 12

‫ج‬
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan sosioemosional pada bayi merupakan bagian dari
perkembangan manusia sejak dilahirkannya dari perut sang ibu sampai meninggal.
Hal ini merupakan luapan perasaan seorang bayi pada keadaan lingkungan sekitarnya,
baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Adapun yang beranggapan bahwa
sosioemosional dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada diri sendiri dalam
ranah afektif yang mana selalu berkaitan dengan kondisi atau perilaku individu.
Sedangkan perkembangan sosioemosi ini adalah kemampuan si anak untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan bagaimana cara menyikapi si anak
dalam suatu hal yang terjadi di lingkungannya.
Maka dari itu, sebagai orang tua yang mendidik anak sejak lahirnya hingga
dewasa sangat penting untuk mempelajari bagaimana proses perkembangan
sosioemosi pada bayi sehingga kita bisa mengetahui beberapa aspek tentang
prkembangan emosi pada bayi sekaligus faktor penyebabnya. Dengan mempelajari
hal ini, maka orang tua akan lebih mudah dalam menentukan pendekatan ataupun
metode yang digunakan dimana ketika membentuk tingkah laku atau kepribadian si
anak.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan emosi dan kepribadian pada bayi?
2. Apa saja orientasi dan pemahaman sosial pada bayi?
3. Apa saja konteks sosial pada masa bayi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui perkembangan emosi dan kepribadian pada bayi
2. Untuk mengetahui orientasi san pemahaman pada bayi
3. Untuk mengetahui konteks sosial pada bayi

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Emosi dan Kepribadian
Emosi adalah warna dan musik kehidupan, dan tali yang menyatukan orang-orang.
Definisi emosi sebagai perasaan atau efek yang terjadi ketika seseorang berada dalam
suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi yang penting baginya.

Para psikolog telah megklarifikasi emosi melalui berbagai cara, namun hampir semua
klarifikasi itu membedakan emosi sebagai positif dan negatif. Emosi positif dapat
mecakup antusiasme, kegembiraan, dan cinta. Emosi negatif dapat mencakup kecemasan,
kemarahan, rasa bersalah dan kesedihan.

1. Pengaruh Biologis dan Lingkungan

Emosi dipengaruhi oleh dasar biologis maupun pengalaman seseorang. Pentingnya


peranan biologi bagi emosi juga terlihat pada perubahan kapasitas emosi seorang bayi.
Selanjutnya relasi sosial menjadi tempat bagi perkembangan berbagai emosi ketika
seorang balita mendengar orang tuaya bertengkar, mereka seringkali sedih ddan segan
bermain. Keluarga yang berfungsi dengan baik mampu membuat anggota-anggota
keluarganya tertawa dan perkembangan suasana hati yang ringan yang dapat meredakan
konflik. Evolusi biologis telah mempengaruhi manusia dengan sifat emosional, namun
kelekatan dalam relasi dengan orang lain memberikan variasi pengalaman emosional.

2. Emosi Awal

Ahli terkemuka di bidang perkembangan emosional bayi. Michael Lewis


membedakan antara emosi primer dan emosi sadar-diri. Emosi primer adalah emosi
yang dimiliki oelh manusia dan binatang-binatang emosi ini diekspresikan dalam enam
bulan pertama kehidupan bayi manusia. Emosi primer mancakup terkejut, tertarik,
gembira, marah, sedih, takut, dan jijik. Emosi sadar-diri memerlukan kewaspadaan diri
yang melihatkan kesadaran da rasa “keakuan”. Emosi sadar diri mecakup cemburu,
empati, malu, bangga, menyesal, dan rasa bersalah.

Peneliti lain menyataan bahwa emosi ini diperlihatkan lebih awal. Sebuah studi riset
yang meneliti bayi usia 6 bulan yang melihat ibunya memberikan atensi pada sebuah
boneka bayi yang irip aslinya. Ketika seorang ibu memusatkan atensi pada boneka,
bayinya cenderung mmperlihatkan emosi negatif, misalnya marah atau sedih, yang
mugkin mengindikasikan rasa cemburu.1

1
Campos, 2009
Stern, 2010; thompson

5
3. Eskpresi Emosi dan Relasi Sosial

Ekspresi emosi memiliki peran dalam relasi bayi yang pertama. Kemampuan bayi
untuk mengkomusnikasikan emosi memungkinkan interaksi yang terkoordiasi dengan
pengasuhnya dan merupakan awal suatu ikatan emosional di antara mereka. Tangisan
dan seyuman adalah dua ekspresi yang diperlihatkan bayi ketika berinteraksi dengan
orang tua. Inilah bentuk bentuk pertama dari komunikasi emosi bayi2

Tangisan pertama bayi baru lahir membuktikan adanya udara dalam paru-paru bayi.
Tangisan juga dapat memberikan informasi mengenai kesehatan sistem saraf sentral
dari bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir cenderung berespons dengan cara
menangis dan memperlihatkan ekspresi wajah yang negatif ketika mreka mendengar
bayi lain menangis

Senyum berperan kritis sebagai alat mengembangkan keterampilan sosial baru dan
merupakan sinyal sosial yang penting. Senyuman bayi secara tepat dijelaskan oleh
seorang ahli teori dari inggris, John Bowlby “memungkinkan kita meragukan bahwa
semakin banyak dan indah bayi tersenyum semakin ia disayangi dan diasuh” .

4. Regulasi Emosional dan Coping

Sejak awal masa bayi, bayi-bayi mengisap jempolnya untuk menenangkan diri.
Namun, awalnya para bayi terutama tergantung pada pengasuhuntuk membantu mereka
menenangkan emosi-emosinya, seperti keika pengasuhnya membuai-buai bayi agar
tertidur, menyayikan ninabobo, secara lembut mengusapnya, dan sebagainya. Secara
neurobiologis, tindakan pengasuh akan mempengaruh tingkat hormon stres.

5. Mendeskripsikan dan Mengklarifikasikan Tempramen

Para peneliti telah mendeskripsikan dan mengklarifikasikan tempramen individu


dalam berbagai cara.

- Anak bertempramen mudah (easy child) adalah anak yang pada umumnya
memiliki suasana hati yang positif, cepat membangun rutinitas pada masa bayi, dan
mudah beradaptasi dengan pengalaman-pengalaan baru.
- Anak bertempramen sulit (difficult child) bereaksi secara negatif dan sering
menangis, melibatkan diri dalam al-hal rutin sehari-hari secara tidak teratur, dan
lambat menerima pengalaman-pengalaman baru.
- Anak tempramen lambat (slow-to-warm-up child) memiliki tingkat aktivitas
rendah. Agak negatif, dan memperihatkan suasana hati yang intensitasnya rendah.

6. Landasan Biologis dan Pengalaman

Pengaruh Biologis Para ahli mengaitkan karakteristik fisiologis terhadap sejumlah


tempramen yang berbeda-beda. Secara khusus, tempramen inhibisi dikaitkan dengan

2
Dondi, simion & caltra 1999

6
suat pola fisiologis yang unik yang meliputi tinggi dan stabilitasnya kecepatan detak
jntung, tingginya tingkat hormon kortisol, dan tingginya aktivitas lobus fontal di bagian
kanan otak. Pola ini mungkin berkaitan dengan impulsivitas amigdala, sebuah stuktur
otak yan berperan penting dalam mengatur rasa takut dan sifat inhibisi.

Gender, Budaya, dan Temperamen. Gender dapat menjadi sebua faktor penting yang
membentuk konsteks dan mempengaruhi hasil akhir tempramen. Orang tua dapat
bereaksi secara berbeda terhadap tempramen seorang bayi, tergantung pada bayi
tersebut laki-laki atau perempuan. Sebagai contoh dalam suatu studi, ibu lebih responsif
terhadap tangisan anak perempuan yang lekas marah dibandingkan terhadap tangisan
anak laki-laki yang juga lkas marah.

7. Perkembangan Penghayatan Diri

Menurut ahli terkemua Ross Thompson, studi mengenai diri pada bayi merupakan
hal yang sulit dilakukan karena bayi belum dapat mengatakan kepada kita bagaimana
mereka mengalami dirinya sendiri. Bayi tidak dapat mengekspresikan pandangan
mereka mengenai dirinya dalam bahasa vrbal. Salah satu stategi cerdik yang dilakukan
oleh psikolog untuk menentukan apakah seorang bayi mampu mengenali dirinya sendiri
secara visual adalah meggunakan cermin sebagai alat bantu. Namun tidak semua bayi
di berbagai budaya terbiasa dengan cermin.

Kemandirian. Erik Erikson mengedepankan bahwa kemandirian merupakan isu


yang penting pada tahun kedua kehidupan. Erikson menggambarkan tahap kedua
perkembangan sebagai tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi
dibangun seiring dengan berkembangnya kemampuan mental dan motorik.

8. Perkembangan Diri Di Masa Bayi

Bayi merasa bangga dengan semua prestasi ini dan ingin melakukan segala
sesuatunya sendiri, seperti menyiram toilet, membuka bungks paket, atau memutuskan
apa yang hendak dimakannya Penting bagi orang tua untuk mengenali motivasi balita
dala melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan mereka. Namum,
ketika pengasuh tidak sabar dan melakukan hal-hal yang sebetulnya dapat dilakukan
oleh balita itu sendiri maka yang berkembang adalah rasa malu dan ragu-ragu. Setiap
orang tua membuat anaknya menjadi terburu-buru dari waktu ke waktu. Menurut
Erikson berpendapat bahwa tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki
implikasi penting bagi perkembangan individu di masa depan.

B. Orientasi dan Pemahaman Sosial

1. Orientasi sosial/Pemahaman sosial

a. Orientasi sosial

7
Sejak awal bayi perkembangannya, bayi terkagum-kagum dengan dunia sosial.
Bayi muda memandang manusai penuh perhatuan pada wajah-wajah dan mengenali
suara-suara manusia, terutama suara pengasuhnya (Ramsay-Rennels & Longlois,
2007). Di masa selanjutnya, bayi lebih pandai untuk menerjemahkan arti ekspresi
wajah.

Bermain secara bertatapan muka (face to face) sering kali mulai menjadi ciri
interaksi pengasuh bayi ketika bayi berusia 2 hingga 3 bulan. Interaksi bermain secara
bertatapan muka yang berfokus mungkin mencakup vokalisasi, sentuhan, dan bahasa
tubuh (Leppanen dkk). Aktifitas bermain seperti ini menjadi salah satu motivasi para
Ibu untuk membentuk kondisi emosi positif bagi bayinya (Thompson, 2009, b).3

Bayi berespons secara berbeda di usia 2 hingga 3 bulan terhadap orang


dibandingkan terhadap objek diam seperti boneka, salah satunya karena sifat positif dari
interksi antara bayi dan pengasuh tersebut (Lengerstee, 1997). Di usia ini, kebanyakan
bayi berekspetasi bahwa orang bereaksi secara positif ketika ia melakukan perilaku
tertentu, seperti tersenyum atau membuat vokalisasi. Sejak usia 2 hingga 3 bulan pun
bayi menunjukkan lebih banyak pengisolasian diri, emosi negative, dan perilaku tertuju
diri sendiri ketika pengasuhnya berdiam diri dan tidak responsif (Adamson & Frick).
Pada usia 7 tahun frekuensi bertatapan muka dan aktifitas bermain akan menurun
karena bayi akan berpindah tempat sendiri (Thompson, 2006).

Bayi juga mempelajari dunia sosial melalui konteks alih-alih melalui ativitas
bermain bertatapan muka dengan pengasuhnya (Stern, 2010; Tronick, 2010). Bayi sejak
usai 6 bulan sudah menunjukkan minat terhadap bayi lain, interaksi sebaya meningkat
jauh di paruh kedua dan tahun kedua.

b. Lokomosi

Bayi mengembangkan kemampuan merangkak, berjalan, dan berlari, mereka


mampu mengeksplorasi dan memperluas dunia sosialnya. Keterampilan-keterampilan
lokomotorik yang baru dikembangkan dan diraih secara mandiri ini memungkinkan
bayi untuk secara mandiri lebih sering memulai interaksi-interaksi sosial (Laible &
Thompson, 2007).

3
John W. Santrock, Perkembangan Masa Hidup Edisi ke 13 jilid 1, (PT Gelora Aksara Pratama 201), hal 217.

8
Usaha bayi dan balita demi kemandirian juga mungkin dipacu oleh perkembangan
keterampilan lokomotorik (Campos, 2009). Selanjutnya, implikasi lokomosi terhadap
motivasi juga penting (Thompson, 2008). Bayi yang bergerak sesuai arah dan tujuan,
penghargaan dari usaha seperti ini akan mendorong usaha lebih lanjut untuk
bereksplorasi dan mengembangkan keterampilan.

c. Intensi dan perilaku berarahan tujuan

Atensi bersama terjadi ketika pengasuh dan bayi berfokus pada objek atau
peristiwa yang sama. Mengindikasikan bahwa atensi bersama mulai terjadi pada usia 7
hingga 8 bulan, namun disekitar usia 10 hingga 11 tahun atensi bersama semakin kuat
dan bayi mulai mengikuti arah pandangan pengasuhnya. Pada usia 1 tahun bayi mulai
mengarahkan atensi pengasuhnya pada objek-objek yang menarik bagi sang bayi
(Hermawan dkk, 2006).

d. Referensi sosial

Referensi sosial (social referencing) adalah istilah untuk tindakan “membaca”


tanda-tanda emosi oranglain demi membantu menentukan menginterprestasikan situasi-
situasi yang ambigu agar menjadi jelas, seperti ketika mereka berjumpa dengan orang
asing dan perlu mengetahui apakah seharusnya merasa takut atau tidak terhadap orang
itu (Thompson, 2006). Bayi mengembangkan refensi sosial yang 4leboh baik pada usia
2 tahun. Pada usia ini mereka akan cenderung mengecek Ibunya sebelum bertindak,
mereka melihat wajah Ibunya apakah senang, marah, atau takut.

2. Kelekatan dan perkembangannya

Kelekatan (attachment) adalah ikatan emosional yang kuat antara dua orang. Menurut
Freud, bayi menjadi semakin dekat dengan orang atau benda yang memberikan kepuasan
oral. Bagi kebanyakan bayi, kepuasan seperti ini tentu saja didapat dari Ibu yang paling
sering memberi makanan kepada bayi. Kenyamanan fisik juga memainkan peranan
penting dalam pandangan Erik Erison (1968) mengenai perkembangan bayi. Menurut
Erikson, satu tahun pertama kehidupan merupakan tahap munculnya kepercayaan versus
ketidakpercayaan.

4
Ibid hal 218-220

9
Kelekatan tidak timbul secara tiba-tiba namun berkembnag melalui serangkaian
tahapan, diawali dengan preferensi umum bayi terhadap manusia hingga kebersamaan
dengan pengasuh utama. Berikut adalah empat thapan itu, yang didasarkan pada konsep
kelekatan menurut Bowlby (Schaffer, 1996):

a. Tahap 1: Bayi baru lahir hingga usia 2 bulan, orang tua, saudara, dan orang tua
memiliki peluang yang sama untuk membangkitkan senyuman atau tangisan dari bayi.

b. Tahap 2: Usia 2 hingga 7 bulan , mengalami kelekatan biasanya terhadap pengasuh


utama dengan belajar membedakan orang yang dikenal atau tidak dikenal.

c. Tahap 3: Usia 7 hingga 24 bulan, bayi mulai aktif berusaha menjalin kontak secara
teratur dengan para pengasuh terutama ayah dan ibu.

d. Tahap 4: Usia 24 bulan dan seterusnya, anak-anak menjadi lebih menyadari perasaan,
tujuan, dan rencana orang lain, serta mulai mempertimbangkan hal-hal ini dalam
menemukan tindakannya sendiri.

3. Perbedaan individual dalam kelekatan

Berdasarkan respons bayi dalam Situasi Asing, para peneliti mendiskripsikan bayi
memiliki kelekatan aman atau kelekatan tidak aman (dalam tiga jenis kelekatan tidak
aman) terhadap pengasuh:

a. Bayi dengan kelekatan aman (securely attached habies) memanfaatkan pengasuh


sebagai basis aman untuk mengeksplorasi lingkungannya.

b. Bayi dengan kelekatan tidak aman dan menghindar (insecure avoidant babies)
memperlihatan kelekatan tidak aman melalui tindakan menghindar dari pengasuh.

c. Bayi dengan kelekatan tidak aman dan menolak (insecure resistant babies) sering kali
melekat pada pengsuhnya kemudian menolaknya.

d. Bayi dengan kelekatan tidak aman dan tidak teeratur (insecure disorganized babies)
memiliki karakteistik tidak teratur dan disorientasi.

4. Interprestasi terhadap perbedaan kelekatan

Apakah perbedaan individual dalam hal kelekatan perlu diperhitungkan? Ainsworth


yakin bahwa kelekatan yang aman dalam satu tahun pertama kehidupan memberikan basis

10
yang penting bagi perkembangan psikologis di kehidupan selanjutnya. Bayi dengan
kelekatan aman dapat menjauh secara bebas dari ibunya namun masih tetap secara rutin
memeriksa keberadaan ibunya.

Bayi dengan kelekatan aman berespons positif ketika digendong oleh orang lain, dan
ketika diletakkan kembali ia dapat menjauh secara bebas untuk bermain. Sebaliknya,
seorang bayi dengan kelekatan tidak aman akan menghindari atau bersikap ambivalen
terhadap ibunya, takut terhadap orang asing, dan bingung pada perpisahan kecil.

5. Gaya pengasuhan dan kelekatan5

Bayi dengan kelekatan aman memiliki pengasuh yang sensitive terhadap isyarat-
isyarat yang mereka berikan dan secara konsisten hadir untuk memberikan respons
terhadap kebutuhan mereka (Bigelow dkk 2010). Para pengasuh ini sering kali
membiarkan bayi-bayinya berperan aktif dalam menentukan awal dan kecepatan interaksi
di tahun pertama kehidupan.

Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini menemukan bahwa sesnsitivitas maternal
dalam pengasuhan berkaitan dengan kekuatan aman pada bayi di dua budaya yang
berbeda: Amerika Serikat dan Kolombia (Carbonell dkk., 2002). Meski sensitivitas
maternal berkaitan positif dengan pengembangan kelekatan aman di masa bayi, penting
untuk mengingat bahwa kaitannya tidak begitu kuat (Campos, 2009).

Bayi dengan kelekatan tidak aman yaitu para pengasuh dari bayi yang menghindar
cenderung tidak hadir atau menolak ketika bayi itu membutuhkan mereka (Bakermans-
Kraneburg dkk., 2007). Mereka sering kali tidak berespons terhadap isyarat-isyarat bayi
dan hanya menjalin sedikit kontak. Ketika mereka berinteraksi dengan bayi-bayinya
mereka sering marah dan tidak tenang. Secara umum mereka cenderung tidak begitu dekat
dan kurang memperlihatkan simpati ketika berinteraksi dengan bayinya.

C. Konteks Sosial

Keluarga dapat dianggap sebagai suatu konstelasi berisi berbagai subsistem suatu
kesatuan kompleks yang tersusun atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan
berinteraksi didefinisikan menurut generasi, gender dan peran. Setiap anggota keluarga
berpartisipasi dalam beberapa subsistem (Parke dkk. 2008). Ayah dan anak adalah sebuah

5
Ibid hal 221-223

11
subsistem, ibu dan ayah juga adalah sebuah subsistem, ibu-ayah-anak adalah sebuah
subsistem lainnya, demikian seterusnya.6
Jay Belsky (1981) menyatakan bahwa relasi perkawinan, pengasuhan, serta
perilaku dan perkembangan bayi dapat memiliki dampak langsung ataupun tidak
langsung terhadap satu sama lain. Contoh dari dampak langsung adalah perilaku orang
tua terhadap anak, dampak tidak langsung adalah bagaimana relasi di antara pasangan
dapat mempengaruhi cara orang tua bertindak terhadap anak (schact, Cummings, &
davies, 2009).

1. Transisi Menjadi Orang Tua


Para individu menjadi orang tua karena hamil, melakukan adopsi, atau menjadi
orang tua angkat, mereka menghadapi ketidakseimbangan dan harus beradaptasi terhadap
perubahan itu. Orang tua ingin mengembangkan kelekatan yang kuat dengan bayinya,
namun mereka masih ingin mempertahankan kelekatan yang kuat dengan pasangan dan
kawan-kawannya dan bahkan meneruskan kariernya. Dalam sebuah penyelidikan
longitudinal terhadap para pasangan di antara akhir kehamilan hingga bayi mereka usia
3½ tahun, bahwa pasangan lebih menikmati relasi perkawinan positif sebelum bayi lahir
dibanding sesudahnya (Cowan & Cowan, 2000; Cowan dan kawan-kawan, 2005).7

2. Sosialisasi Timbal Balik


Sosialisasi timbal-balik (reciprocal socialization) adalah sosialisasi yang bersifat
dua arah. Artinya, anak-anak mensosialisasikan orang tua seperti halnya orang tua
mensosialisasikan anak-anak. Sebagai contoh interaksi dari ibu dengan bayi-bayinya
dapat diumpamakan sebagai sebuah tarian atau dialog yang mengandung serangkaian aksi
di antara pelaku yang terkoordinasi dengan baik.
Ketika para ahli mempelajari sosialisasi timbal balik di masa bayi, mereka
menemukan berapa saling bertatapan atau kontak mata atau memainkan peranan penting
dalam interaksi sosial di masa awal. Dalam suatu penyelidikan ibu dan bayi terlibat dalam
berbagai perilaku satu sama lain.8

6 John W. Santrock, Perkembangan Masa-Hidup (Jakarta: Erlangga,), hal.224.


7
Ibid hal.225
8 Ibid hal.226

12
3. Pola Perkembangan Perilaku Sosial
Pada saat dilahirkan bayi tidak memilih dalam arti tidak memperdulikan siapa yang
mengurus kebutuhan fisiknya. Tetapi ketika usia enam bulan timbul senyum sosial
sebagai reaksi terhadap seseorang dan bukan reaksi terhadap rangsang perabaan yang
dikenakan pada bibiryang menimbulkan reflex senyum.
Pola reaksi pada orang dewasa dan bayi berbeda dengan reaksi sosial kepada bayi-
bayi lain. Selama tahun pertama masa bayi, bayi dalam keadaan seimbang dan membuat
bayi ramah, mudah dirawat dan menyenangkan. Sekitar pertengahan tahun kedua
keseimbangan berubah menjadi ketidak seimbangan sehingga bayi menjadi rewel, dan
sulit dihadapi. Sebelum masa bayi berakhir keseimbangan kembali lagi dan bayi
memperlihatkan perilaku menyenangkan.9

9 Elizhabeth B. Hurlock, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Jakarta:erlangga), hal.88.

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Emosi merupakan perasaan atau efek yang terjadi dimana ketika seseorang
berada dalam suatu kondisi atau sedang terlibat dalam interaksi yang penting
baginya. Menurut para psikolog, emosi dibagi menjadi dua yakni emosi positif dan
negatif. Emosi positif dapat mecakup antusiasme, kegembiraan, dan cinta.
Sedangkan emosi negatif dapat mencakup kecemasan, kemarahan, rasa bersalah dan
kesedihan.
Seperti penjelasan di atas, dalam orientasi sosial mulai usia 2 hingga 3 bulan
bayi sering kali mulai bermain secara bertatapan muka (face to face) . Ketika usia 2
hingga 3 bulan juga menunjukkan lebih banyak pengisolasian diri, emosi negative,
dan melakukan apa saja ketika pengasuhnya berdiam diri dan tidak responsive. Pada
usia 7 tahun frekuensi bertatapan muka dan aktifitas bermain akan menurun karena
bayi akan berpindah tempat sendiri. Atensi (pemusatan perhatian) mulai terjadi pada
usia 7 hingga 8 bulan, namun disekitar usia 10 hingga 11 tahun Atensi bersama
semakin kuat dan bayi mulai mengikuti arah pandangan pengasuhnya. Dalam
konteks sosial ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu transisi menjadi orang tua,
Sosialisasi timbal-balik atau sosialisasi yang bersifat dua arah, dan pola
perkembangan perilaku sosial.

B. SARAN

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, perkembangan sosioemosional pada


masa bayi sangatlah penting dan membutuhkan perhatian dari orang tua. Karena, hal
ini akan sangat berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian serta tingkah
laku dalam anak. Oleh karena itu, diharapkan bagi para mahasiswa terutama bagi
orang tua untuk mempelajari dan memahami terkait teori perkembangan sosioemosi
bayi seperti makalah di atas, sehingga orang tua bisa menyesuaikan dengan metode
mana yang harus disesuaikan dengan anaknya tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

B. Hurlock, Elizabet. Edisi kelima. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.

W. Santrock, John. Edisi ketiga belas. LIFE-Span Development (Perkembangan Masa-


Hidup). Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.

15

Anda mungkin juga menyukai