Dosen Pengampu:
SEMESTER 4
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM 4C
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI
RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
JUNI 2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami haturkan kepada Allah SWT karena
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya tugas makalah kami denganJudul
“Pengembangan Kepribadian Islam” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
kita nantikan syafa’at beliau di hari akhir nanti.
Kami berupaya membuat makalah ini sesempurna mungkin, namun kami juga
menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
Kesimpulan ......................................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, pada
prinsipnya semua manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk
yang firti, suci, bersih, sehat serta atribut-atribut positif lainnya. Jika
terdapat penyelewengan dan gangguan kepribadian di kemudian hari
sesungguhnya itu hanyalah kondisi trep kondisi sekunder, akibat kelalaian
dan pengaruh negatif lingkungannya. Dari kerangka ini maka seluruh teori
kepribadian Islam harus beranjak dari asumsi manusia sehat termasuk
dalam perumusan pengertian bab ini.
Penggunaan istilah "pengembangan" pada awalnya dibedakan
dengan istilah "penyembuhan" atau "terapi" sebab istilah pengembangan
digunakan untuk individu yang sehat, sedang istilah penyembuhan atau
terapi digunakan untuk individu yang sakit. Namun, akhir-akhir ini,
keduanya digunakan untuk arti yang sama, karena keduanya memiliki
tujuan yang sama, yaitu ingin memaksimalkan daya-daya Insani agar
mampu realisasi dan aktualisasi diri yang baik menurut Carl Gustav Jung,
psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan
suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk
orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak untuk memiliki
kesehatan psikis. Atas dasar itu, bangunan psikoterapi selain digunakan
untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif
(pencegahan), dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa
yang sehat).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan kepribadian Islam?
2. Bagaimana proses pengembangan kepribadian Islam menurut
pendekatan konten?
1
3. Bagaimana cara mengembangkan kepribadian Islam menurut rentang
kehidupan?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi pengembangan kepribadian Islam.
2. Memahami proses pengembangan kepribadian Islam menurut
pendekatan konten.
3. Mengetahui cara mengembangkan kepribadian Islam menurut
rentang kehidupan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
perkembangan masa puber bukan "mencari hubungan baru dengan teman sebaya,
baik pria maupun wanita" sebagaimana yang di teori kan dalam Psikologi
Perkembangan Barat, tetapi lebih mengarah pada tugas-tugas sebagai seorang
mukallaf (yang terkena beban agama), karena masa puber ini adalah masa pertama
dikenai hukum taklifi.
Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan oleh batin
(riyadath an-nafs) sebagai berikut:
4
berdasarkan kemampuan dan sarana yang ada, aktivitas yang dilakukan
bersifat kontinyu dan manfaat aktivitas itu berdimensi diri sendiri yaitu
sosial agama sehingga tidak terpisahkan kepentingannya.
2. Titik muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap
kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, agar ia selalu dekat
kepada Allah untuk mencapai kualitas muraqabah Rasulullah Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam titik memberi resep "Engkau beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Jika ternyata engkau tidak
melihatnya sesungguhnya dia sesungguhnya. Dia melihatmu. (HR Al
Bukhari dan dan Muslim). Muraqabah tidak sebatas pada ibadah mahdhah,
seperti salat dan puasa tetapi seluruh perilaku hari sehari-hari seperti
Bagaimana tata cara makan, tidur, masuk WC, mandi, dll.
3. Muhasabah ya itu intropeksi ya itu intropeksi membuat perhitungan atau
melihat kembali tingkah laku yang diperbuat. Apakah sesuai dengan apa
yang diisyaratkan sebelumnya atau tidak. Dalam Muhasabah, individu
merenung dan memasuki hasrat hati yang paling dalam, sehingga ia
mampu menilai dengan jernih apa yang telah diperbuat. Umar Ibnu al-
khattab berkata "Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab dan ditimbang
lah dirimu sebelum engkau ditimbang" Firman Allah Swt.:hendaklah
setiap individu memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok
(akhirat). (QS Al-Hasyar:18)
4. Mu aqabah, yaitu menghubungi menghukum diri karena dalam perniagaan
Rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam aktivitasnya perilaku buruk
individu lebih dominan daripada yang baik untuk kepentingan ini individu
dapat membuat komitmen misalnya, saya Happy melihat televisi 1 jam
maka saya harus menghukum diri dengan mengaji minimal 1 jam dengan
kualitas Happy yang sama titik boleh jadi ia telah mengaji 1 jam tetapi
hatinya tidak merasa nyaman ma kamu Agamanya belum sempurna
menghukum diri di sini tidak berarti membuat kerusakan pada fisik seperti
bunuh diri dan lain sebagainya tetapi menghukum diri di sini adalah
membunuh hasrat hawa nafsu dan jiwa syaitoniah yang ada dalam diri
sendiri.
5
5. Mujahadah yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh
sehingga tidak ada waktu tempat dan keadaan untuk main-main apalagi
melakukan perilaku yang buruk. Segala tindakan yang di actual kan harus
sesuai dengan apa yang ada dalam jiwa terdalamnya sehingga tindakan itu
dikerjakan penuh kesungguhan mujahadah dapat melalui pola negatif yaitu
bersungguh-sungguh dan memerangi hawa nafsu, pola positif yaitu
bersungguh-sungguh dalam melakukan kewajiban dengan demikian dapat
meminjam teori dari Alphard tahapan mujahadah ini melalui wilayah
perluasan diri yaitu extension of the shelf artinya hidup tidak hanya terikat
secara sempit pada sekumpulan aktivitas-aktivitas yang erat hubungannya
dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban pokok tetapi juga pada
aktivitas.
6. Muatabah yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya
dengan cara berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi dan
melakukan perilaku positif untuk menutup perilaku negatif agar tidak zina
maka ia harus nikah contohnya agar tidak marah maka ia harus bersabar
dan lain sebagainya.
7. Tujuh mukasyafah yaitu membuka penghalang hijab atau tabir agar
tersingkap ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah.Mukasyafah juga diartikan
jaringan dua jiwa yang jatuh cinta dan penuh kasih sayang sehingga
masing-masing rahasia diketahui satu sama lain. Menurut Ibnu qayyim
secara hierarki hijab yang menghalangi ketersingkapan ini ada sepuluh
macam yaitu meniadakan asma dan sifat Allah syirik, bid’ah perkataan,
bid’ah ilmiah atau jalan (thariqah), dosa besar batin seperti sombong
dengki dan ria’, dosa besar lahir seperti membunuh, dosa-dosa kecil
berlebihan dalam hal mubah, lupa tafakkur dan ijtihad dengan tujuan yang
menyimpang.
6
manusia agar ia menjadi makhluk yang baik dan benar, dan mengantarkan
kebahagiaan hidup didunia ibadah hidup didunia dan akhirat.
7
selama 40 hari, fase mudghgah (janin) selama 40 hari, dan fase peniupan
ruh ke dalam janin setelah genap empat bulan, kemudian ditentukan
hukum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan
dengan perilaku seperti (sifat, karakter, dan bakat), kekayaan batas usia
dan bahagia celakanya. Sabda Nabi Saw: “Sesungguhnya salah satu
diantara kalian diciptakan dalam perut ibunya selama empat puluh hari
dalam bentuk nuthfah, lalu empat puluh hari lagi menjadi alaqah, dan
empat puluh hari menjadi mudhghah. Kemudian allah menyuruh malaikat
untuk menulis empat perkara, yaitu amal, rijki, ajal, dan celaka-
bahagianya, kemudian roh ditiupkan kedalamnya” (HR Al-Bukhari dari
‘Abd Allah).
8
“Yatuhaku, berilah aku dari sisi engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya engkau maha pendengar doa”. ( Qs Ali Imran: 38).
3) Fase neo-natus, dimulai kelahiran kira-kira minggu keempat. Upaya
pengembangan kepribadian pada fase ini yang dilakukan oleh orang tua
adalah:
a. Membacakan azan ditelinga kanan dan membacakan iqamah ditelinga
kiri ketika anak baru dilahirkan (HR Al-Turmudzi). Hal itu dilakukan,
selain mengingatkan bayi akan berjanjian di alam pra-kehidupan
dunia, juga agar suara pertama kali yang didengar dan direkam dalam
memorinya tidak lain hanyalah kalimat-kalimat yang indah(tayyibah),
yang memuat pengagungan dan mengesakan Allah, kerasulan
Muhammad, serta ajakan shalat agar menjadi orang yang beruntung.
b. Memotong akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan sekor
kambing untuk bayi perempuan. Pemotongan ini, selain menunjukkan
rasa syukur kepada Allah, juga sebagai lambang atau simbol
pengorbanan dan keperdulian sang orang tua terhadap kelahiran
bayinya, agar anaknya nanti menjadi anak shalih dan menuruti
keinginan baik orangtuanya.
c. Memberi nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis
mengingatkan atau berhubungan dengan perilaku yang baik.
d. Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat.
e. Memberi ASI sampai usia dua tahun. ASI selain memiliki komposisi
gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, juga menambah keakraban,
kehangatan, dan kasih sayang sang ibu dengan bayinya.
4) Fase kanak-kanak (al-thifl), yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai
usia sekitar tujuh tahun. Dalam kamus lisan arab, kata thifl memiliki
makna yang sama dengan shabi, yaitu mulai masa neo-natus sampai pada
masa polusi (mimpi basah). Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada
fase ini adalah:
a. Menumbuhkan potensi-potensi indra dan psikologis, seperti
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah
bagaimana mampu merangsang pertumbuhan berbagai potensi
9
tersebut, agar anaknya mampu berkembang secara maksimal. Firman
Allah Swt: “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian
dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan ia memberikan
pendengaran, penglihatan, dan hati sanubari agar kamu mau
bersyukur. (Qs An-Nahl: 78).
b. Mempersiapkan diri dengan membiasakan dan melatih hidup yang
baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri
dengan lingkungan dan berperilaku.
c. Pengenalan aspek-aspek doktrinal agama, terutama yang berkaitan
dengan keimanan, melalui metode cerita dan uswah hasanah.
5) Fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik
dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Fase ini dimulai dari usia
sekitar 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Upaya-upaya pengembangan
kepribadian adalah:
a. Mengubah persepsi konkret menuju pada persepsi yang abstrak,
misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat, dan
sebagainya.
b. Pengembangan ajara-ajaran normatif agama melalui institusi sekolah,
baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, efektif, maupun
psikomotorik. Dalam hal ini, Nabi Saw. Bersabda: “Perintahlah anak-
anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia 7 tahun, dan pukulah ia
jika meninggalkannya apabila berusia 10 tahun, dan pisahkan
ranjangnya”. (HR Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim dari Abd Allah
Ibn Amar).
6) Fase baligh, yaitu fase dimana usia anak telah samapai dewasa. Usia ini
telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban
tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.
Menurut al-Taftazani, fase ini dianggap sebagai fase yang mana individu
mampu bertindak menjalankan hukum, baik yang terkait dengan perintah
maupun larangan. Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam
kehidupan manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri dalam
memenuhi perjanjian yang pernah diucapkan di alam pra-kehidupan dunia.
10
Menurut Ikhwan al-Shafa, fase ini disebut dengan fase ‘alam al-ardh al-
tsani (alam pertunjukan kedua), dimana manusia dituntut untuk
mengaktualisasikan perjanjian yang pernah diucapkan dengan fase ‘alam
al-ardh al-awal (alam pertunjukan pertama), yakni di alam arwah.
Aktualisasi itu diverbalkan kembali dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat, sebab tanpa hal ini maka pengakuan ketuhanan di alam pra-
kehidupan dunia tidak diakui.
11
5. Menikah jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik
maupun psiskis.
6. Membina keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah dengan landasan
keimanan dan ketakwaan.
7. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga, sosial, dan agama.
7) Fase azm al-‘umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan kebijakan dimana
seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosioanl,
moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Al-Ghazali menyebut fase
ini sebagai fase awliya’ wa anbiya’, yaitu fase dimana perilaku manusia
dituntut seperti perilaku yang diperankan oleh kekasih dan nabi Allah.
Fase ini dimulai usia 40 sampai meninggal dunia.
8) Fase menjelang kematian, yaitu fase dimana nyawa akan hilang dari jasad
manusia. hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya roh dan jasad manusia,
yang merupakan akhir dari kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang
12
dikarenakan batas kehidupan (ajal) telah tiba, sehingga tanpa sebab apapun
jika ajal ini telah tiba maka manusia mengalami kematian (QS AL-A’raf:
34, Yunus: 49, Al-Nahl: 61), adapula karena organ-organ kehidupan fisik
yang vital terjadi kerusakan atau terputus, seperti karena terkena penyakit,
dibunuh, bunuh diri, dan sebagainya (QS Al-Maidah: 106, Al-Nisa: 29,
Al-An’am: 151, Al-Isra’: 31,33).
Fase ini diawali dengan adanya naza’, yaitu awal pencabutan nyawa oleh
malaikat maut (Malaikat Izrail), sehingga roh berpisah dengan jasad.
Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah:
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
15