Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN ISLAM


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kepribadian Islam

Dosen Pengampu:

Ahmad Fauzan, M.Pd.I

Disusun oleh kelompok 11:

1. Nabila Lutfiana Nur Suroya (12308193117


12308193117)
2. Nina Fauziah (12308193127
12308193127)
3. Bella Septa Amanda (12308193128
12308193128)
4. Nurmydra Savesetri Nepputri (12308193135)

SEMESTER 4
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM 4C
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI
RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
JUNI 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami haturkan kepada Allah SWT karena
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya tugas makalah kami denganJudul
“Pengembangan Kepribadian Islam” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Sholawat salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
kita nantikan syafa’at beliau di hari akhir nanti.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada:

1. Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Prof. Dr.H. Maftukhin,


M.Ag. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menempuh
pendidikan di kampus ini.
2. Dekan FUAD Dr. H. Ahmad Rizqon Hamami Lc,M.A., yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menempuh pendidikan di
kampus ini.
3. Kajur Psikologi Islam Hj. Uswah Wardana, M.Si. yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk menempuh pendidikan di kampus ini.
4. Dosen Pengampu mata kuliah Psikologi Kepribadian Islam, Bapak Ahmad
Fauzan, M. Pd. I.
5. Seluruh Civitas Akademika UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
6. Semua teman-teman yang membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami berupaya membuat makalah ini sesempurna mungkin, namun kami juga
menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, 22 Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Kepribadian Islam ............................................ 4


B. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Pendekatan Konten .............. 7
C. Pengembangan Kepribadian dengan Pendekatan Rentang Kehidupan ...... 13

BAB III: PENUTUP

Kesimpulan ......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, pada
prinsipnya semua manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk
yang firti, suci, bersih, sehat serta atribut-atribut positif lainnya. Jika
terdapat penyelewengan dan gangguan kepribadian di kemudian hari
sesungguhnya itu hanyalah kondisi trep kondisi sekunder, akibat kelalaian
dan pengaruh negatif lingkungannya. Dari kerangka ini maka seluruh teori
kepribadian Islam harus beranjak dari asumsi manusia sehat termasuk
dalam perumusan pengertian bab ini.
Penggunaan istilah "pengembangan" pada awalnya dibedakan
dengan istilah "penyembuhan" atau "terapi" sebab istilah pengembangan
digunakan untuk individu yang sehat, sedang istilah penyembuhan atau
terapi digunakan untuk individu yang sakit. Namun, akhir-akhir ini,
keduanya digunakan untuk arti yang sama, karena keduanya memiliki
tujuan yang sama, yaitu ingin memaksimalkan daya-daya Insani agar
mampu realisasi dan aktualisasi diri yang baik menurut Carl Gustav Jung,
psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan
suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk
orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak untuk memiliki
kesehatan psikis. Atas dasar itu, bangunan psikoterapi selain digunakan
untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif
(pencegahan), dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa
yang sehat).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan kepribadian Islam?
2. Bagaimana proses pengembangan kepribadian Islam menurut
pendekatan konten?

1
3. Bagaimana cara mengembangkan kepribadian Islam menurut rentang
kehidupan?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi pengembangan kepribadian Islam.
2. Memahami proses pengembangan kepribadian Islam menurut
pendekatan konten.
3. Mengetahui cara mengembangkan kepribadian Islam menurut
rentang kehidupan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengembangan Kepribadian Islam


Pengembangan kepribadian Islam adalah " usaha sadar yang dilakukan
oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya, agar ia mampu realisasi
dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup di dunia
maupun di akhirat." Definisi tersebut mengandung arti bahwa dengan metode
pengembangan kepribadian Islam ini diharapkan dapat menjadi terapi bagi mereka
yang sakit dan menjadi daya yang mengembangkan bagi mereka yang sehat titik
bagi mereka yang memiliki topologi kepribadian ammarah dapat beranjak menuju
ke kepribadian lawwamah; dari kepribadian lawwamah dapat menuju
muthmainnah; dan dari kepribadian muthmainnah taraf minimal dapat menuju
pada taraf maksimal atau dari pendekatan kuantitas menuju pada pendekatan
kualitas.
Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua pendekatan:
pertama, pendekatan konten (materi), yaitu serangkaian metode dan materi dalam
pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh individu, dari
jenjang yang terendah menuju yang paling tinggi, untuk penyembuhan atau
peningkatan kepribadiannya. Pola ini sifatnya umum, tanpa mengenal rentan usia.
Asumsi pendekatan ini adalah bahwa untuk istibaq al-khayarat (berlomba-lomba
dalam kebaikan), individu dapat menggunakan metode dan materi apa saja untuk
mencapai kualitas tertingginya, tanpa ada sekat-sekat usia; kedua, pendekatan
rentan kehidupan, yaitu serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tuga-tugas
perkembangan menurut rentan usia. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa dalam
setiap rentang kehidupan individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
diperankan menurut jenjang usia. Peran pada masa kanak-kanak tidak akan sama
dengan peran orang dewasa. Tanpa memerankan tugas-tugas perkembangan
dengan baik, maka perkembangan individu itu dinilai abnormal. Maksud tugas-
tugas perkembangan pada pendekatan kedua ini mengacu pada paradigma
bagaimana seharusnya bukan apa adanya. Sebagai contoh, tugas-tugas

3
perkembangan masa puber bukan "mencari hubungan baru dengan teman sebaya,
baik pria maupun wanita" sebagaimana yang di teori kan dalam Psikologi
Perkembangan Barat, tetapi lebih mengarah pada tugas-tugas sebagai seorang
mukallaf (yang terkena beban agama), karena masa puber ini adalah masa pertama
dikenai hukum taklifi.

B. Pengembangan Kepribadian Islam Menurut Pendekatan Konten

Kiat-kiat pengembangan kepribadian Islam menurut pendekatan konten


dapat ditempuh melalui tiga tahap. Pertama tahapan permulaan (Al Bidayah).
Pada tahapan ini fitrah manusia merasa rindu kepadaku Khaliknya. Ia sadar
bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir(Al hijab) yang menghalangi
interaksi dan komunikasinya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut.
Perilaku maksiat dosa dan segala gangguan pada kepribadian merupakan tabir
yang harus disingkat dengan cara menutup, menghapus dan menghilangkannya.
Karena itulah tahapan ini disebut juga tahapan takhalli, yang berarti
mengosongkan diri dari segala sifat-sifat yang kotor, maksiat, dan tercela
mazmumah.

Kedua, tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadah).


Pada tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan
maksiat, untuk kemudian ia berusaha secara sungguh-sungguh dengan cara
mengisi diri dengan perilaku yang mulia, baik yang dimunculkan dari kepribadian
mukmin, muslim maupun muhsin tahapan ini disebut juga tahapan tahalli, yaitu
upaya mengisi dan menghiasi diri dengan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah).

Tahapan kedua ini harus ditopang oleh tujuh pendidikan dan oleh batin
(riyadath an-nafs) sebagai berikut:

1. Musyarakah, yaitu menetapkan syarat-syarat atau kontrak pada jiwa agar


ia dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menjauhi larangan. Syarat-
syarat yang diterapkan pada tahapan ini memiliki kriteria sebagai berikut
dapat mengembangkan potensi diri agar mampu realisasi dan aktualisasi
diri dengan baik, aktivitas yang diisyaratkan memiliki dampak psikologis
yang sakinah, aktivitas yang dilakukan realistic dan dapat dipenuhi

4
berdasarkan kemampuan dan sarana yang ada, aktivitas yang dilakukan
bersifat kontinyu dan manfaat aktivitas itu berdimensi diri sendiri yaitu
sosial agama sehingga tidak terpisahkan kepentingannya.
2. Titik muraqabah, yaitu mawas diri dan penuh waspada dengan segenap
kekuatan jiwa dan pikiran dari perilaku maksiat, agar ia selalu dekat
kepada Allah untuk mencapai kualitas muraqabah Rasulullah Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam titik memberi resep "Engkau beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Jika ternyata engkau tidak
melihatnya sesungguhnya dia sesungguhnya. Dia melihatmu. (HR Al
Bukhari dan dan Muslim). Muraqabah tidak sebatas pada ibadah mahdhah,
seperti salat dan puasa tetapi seluruh perilaku hari sehari-hari seperti
Bagaimana tata cara makan, tidur, masuk WC, mandi, dll.
3. Muhasabah ya itu intropeksi ya itu intropeksi membuat perhitungan atau
melihat kembali tingkah laku yang diperbuat. Apakah sesuai dengan apa
yang diisyaratkan sebelumnya atau tidak. Dalam Muhasabah, individu
merenung dan memasuki hasrat hati yang paling dalam, sehingga ia
mampu menilai dengan jernih apa yang telah diperbuat. Umar Ibnu al-
khattab berkata "Hisablah dirimu sebelum engkau dihisab dan ditimbang
lah dirimu sebelum engkau ditimbang" Firman Allah Swt.:hendaklah
setiap individu memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok
(akhirat). (QS Al-Hasyar:18)
4. Mu aqabah, yaitu menghubungi menghukum diri karena dalam perniagaan
Rabbani selalu mengalami kerugian. Dalam aktivitasnya perilaku buruk
individu lebih dominan daripada yang baik untuk kepentingan ini individu
dapat membuat komitmen misalnya, saya Happy melihat televisi 1 jam
maka saya harus menghukum diri dengan mengaji minimal 1 jam dengan
kualitas Happy yang sama titik boleh jadi ia telah mengaji 1 jam tetapi
hatinya tidak merasa nyaman ma kamu Agamanya belum sempurna
menghukum diri di sini tidak berarti membuat kerusakan pada fisik seperti
bunuh diri dan lain sebagainya tetapi menghukum diri di sini adalah
membunuh hasrat hawa nafsu dan jiwa syaitoniah yang ada dalam diri
sendiri.

5
5. Mujahadah yaitu berusaha menjadi baik dengan sungguh-sungguh
sehingga tidak ada waktu tempat dan keadaan untuk main-main apalagi
melakukan perilaku yang buruk. Segala tindakan yang di actual kan harus
sesuai dengan apa yang ada dalam jiwa terdalamnya sehingga tindakan itu
dikerjakan penuh kesungguhan mujahadah dapat melalui pola negatif yaitu
bersungguh-sungguh dan memerangi hawa nafsu, pola positif yaitu
bersungguh-sungguh dalam melakukan kewajiban dengan demikian dapat
meminjam teori dari Alphard tahapan mujahadah ini melalui wilayah
perluasan diri yaitu extension of the shelf artinya hidup tidak hanya terikat
secara sempit pada sekumpulan aktivitas-aktivitas yang erat hubungannya
dengan kebutuhan-kebutuhan dan kewajiban pokok tetapi juga pada
aktivitas.
6. Muatabah yaitu menyesali dan mencela diri atas perbuatan dosanya
dengan cara berjanji untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi dan
melakukan perilaku positif untuk menutup perilaku negatif agar tidak zina
maka ia harus nikah contohnya agar tidak marah maka ia harus bersabar
dan lain sebagainya.
7. Tujuh mukasyafah yaitu membuka penghalang hijab atau tabir agar
tersingkap ayat-ayat dan rahasia-rahasia Allah.Mukasyafah juga diartikan
jaringan dua jiwa yang jatuh cinta dan penuh kasih sayang sehingga
masing-masing rahasia diketahui satu sama lain. Menurut Ibnu qayyim
secara hierarki hijab yang menghalangi ketersingkapan ini ada sepuluh
macam yaitu meniadakan asma dan sifat Allah syirik, bid’ah perkataan,
bid’ah ilmiah atau jalan (thariqah), dosa besar batin seperti sombong
dengki dan ria’, dosa besar lahir seperti membunuh, dosa-dosa kecil
berlebihan dalam hal mubah, lupa tafakkur dan ijtihad dengan tujuan yang
menyimpang.

Ketersingkapan ayat-ayat Allah dapat melalui kajian kawniyyah yaitu


sunah-sunah Allah terhadap jagat raya ini, yang didalamnya termasuk manusia.
Dengan memperhatikan Bumi Langit, gunung, unta laba-laba serta organ tubuh
manusia maka ia memperoleh rahasia kawanyyah rabbaniyah. Quranniyah yaitu
firman Allah tentang hukum-hukum moral spiritual yang membimbing perilaku

6
manusia agar ia menjadi makhluk yang baik dan benar, dan mengantarkan
kebahagiaan hidup didunia ibadah hidup didunia dan akhirat.

Dengan memperhatikan aqidah Islamiyah, hukum-hukum ibadah dan


muamalah serta hukum-hukum moral maka ia akan memperoleh rahasia
quraniyyah rabbaniyyah. Mukasyafah terbagi atas 3 macam yaitu futuh ibarat-
ibarat atau simbol-simbol lahiriyyah, halawah yaitu peningkatan rasa manis atau
perilaku tertentu yang bersifat batiniah, dan mukasyafah yaitu penyingkapan
rahasia rahasia ilahi.

C. Pengembangan Kepribadian dengan Pendekatan Rentang Kehidupan

Fase perkembangan manusia dalam al-Qur’an terdapat tiga fase besar,


yaitu sebelum kehidupan dunia, kehidupan dunia (yang memiliki delapan fase),
dan kehidupan setelah mati (di akhirat). Pada bagian ini akan dijelaskan usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kepribadian pada fase
kehidupan di dunia.

1) Fase pra-konsepsi, yaitu masa perkembangan manusia sebelum masa


pembuahan sperma dan ovum.
a. Mencari pasangan hidup yang baik.
b. Segera menikah secara sah setelah cukup umur dan telah disepakati
oleh berbagai pihak. Hamil sebelum menikah akan mengakibatkan
efek psikologis negatif pada perkembangan kehidupan anak, terutama
perkembangan kehidupan keagamaannya.
c. Membangun keluarga yang sakinah (damai dan sejahtera) diatas
prinsip cinta kasih (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) dengan
landasan iman dan takwa. Perhatikan firman allah Swt. QS AL-Rum
ayat 21.
d. Senantiasa berdoa kepada Allah Swt. Agar diberi keturunan yang baik
(durriyah thayyibah).
2) Fase pra-natal, yaitu fase perkembangan manusia yang dimulai dari
pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Secara fisik fase ini
terdiri dari empat fase, yaitu: fase nutfah (zigot) yang dimulai sejak
pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan, fase alaqah (embrio)

7
selama 40 hari, fase mudghgah (janin) selama 40 hari, dan fase peniupan
ruh ke dalam janin setelah genap empat bulan, kemudian ditentukan
hukum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berkaitan
dengan perilaku seperti (sifat, karakter, dan bakat), kekayaan batas usia
dan bahagia celakanya. Sabda Nabi Saw: “Sesungguhnya salah satu
diantara kalian diciptakan dalam perut ibunya selama empat puluh hari
dalam bentuk nuthfah, lalu empat puluh hari lagi menjadi alaqah, dan
empat puluh hari menjadi mudhghah. Kemudian allah menyuruh malaikat
untuk menulis empat perkara, yaitu amal, rijki, ajal, dan celaka-
bahagianya, kemudian roh ditiupkan kedalamnya” (HR Al-Bukhari dari
‘Abd Allah).

Berdasarkan hadis diatas, fase pra-natal secara psikis ditandai peletakan


hukum-hukum perkembangan, yang terkait dengan empat unsur, yaitu:

a. Amal dengan hukum-hukum perwatakan yang membentuk sikap


perilaku manusia.
b. Rizqi, yang terkait hukum-hukum mencari penghidupan (ekonomi),
atau kemampuan dasar dalam memperoleh ekonomi.
c. Ajal, yang terkait dengan hukum-hukum kematian.
d. Bahagia dan celakanya, terkait dengan hukum-hukum masuk surga
atau neraka.

Upaya –upaya pengembangan kepribadiannya yang diperankan oleh orang


tua yaitu:

1. Memelihara lingkungan psikologis yang sakinah, rahmah dan


mawaddah, agar secara psikologis janin dapat berkembang secara
normal.
2. Senantiasa meningkatkan ibadah dan meninggalkan maksiat terutama
bagi ibu, agar janjinya mendapat nur hidayah dari Allah Swt dan
berdoa kepada Allah Swt, terutama sebelum empat bulan dalam
kandungan, sebab masa-masa itu hukum-hukum perkembangan akan
ditetapkan. Hal itu dicontohkan dengan doa Nabi Zakariyah:

8
“Yatuhaku, berilah aku dari sisi engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya engkau maha pendengar doa”. ( Qs Ali Imran: 38).
3) Fase neo-natus, dimulai kelahiran kira-kira minggu keempat. Upaya
pengembangan kepribadian pada fase ini yang dilakukan oleh orang tua
adalah:
a. Membacakan azan ditelinga kanan dan membacakan iqamah ditelinga
kiri ketika anak baru dilahirkan (HR Al-Turmudzi). Hal itu dilakukan,
selain mengingatkan bayi akan berjanjian di alam pra-kehidupan
dunia, juga agar suara pertama kali yang didengar dan direkam dalam
memorinya tidak lain hanyalah kalimat-kalimat yang indah(tayyibah),
yang memuat pengagungan dan mengesakan Allah, kerasulan
Muhammad, serta ajakan shalat agar menjadi orang yang beruntung.
b. Memotong akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan sekor
kambing untuk bayi perempuan. Pemotongan ini, selain menunjukkan
rasa syukur kepada Allah, juga sebagai lambang atau simbol
pengorbanan dan keperdulian sang orang tua terhadap kelahiran
bayinya, agar anaknya nanti menjadi anak shalih dan menuruti
keinginan baik orangtuanya.
c. Memberi nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis
mengingatkan atau berhubungan dengan perilaku yang baik.
d. Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat.
e. Memberi ASI sampai usia dua tahun. ASI selain memiliki komposisi
gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, juga menambah keakraban,
kehangatan, dan kasih sayang sang ibu dengan bayinya.
4) Fase kanak-kanak (al-thifl), yaitu fase yang dimulai usia sebulan sampai
usia sekitar tujuh tahun. Dalam kamus lisan arab, kata thifl memiliki
makna yang sama dengan shabi, yaitu mulai masa neo-natus sampai pada
masa polusi (mimpi basah). Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada
fase ini adalah:
a. Menumbuhkan potensi-potensi indra dan psikologis, seperti
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah
bagaimana mampu merangsang pertumbuhan berbagai potensi

9
tersebut, agar anaknya mampu berkembang secara maksimal. Firman
Allah Swt: “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian
dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan ia memberikan
pendengaran, penglihatan, dan hati sanubari agar kamu mau
bersyukur. (Qs An-Nahl: 78).
b. Mempersiapkan diri dengan membiasakan dan melatih hidup yang
baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri
dengan lingkungan dan berperilaku.
c. Pengenalan aspek-aspek doktrinal agama, terutama yang berkaitan
dengan keimanan, melalui metode cerita dan uswah hasanah.
5) Fase tamyiz, yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan yang baik
dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Fase ini dimulai dari usia
sekitar 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Upaya-upaya pengembangan
kepribadian adalah:
a. Mengubah persepsi konkret menuju pada persepsi yang abstrak,
misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat, dan
sebagainya.
b. Pengembangan ajara-ajaran normatif agama melalui institusi sekolah,
baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, efektif, maupun
psikomotorik. Dalam hal ini, Nabi Saw. Bersabda: “Perintahlah anak-
anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia 7 tahun, dan pukulah ia
jika meninggalkannya apabila berusia 10 tahun, dan pisahkan
ranjangnya”. (HR Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim dari Abd Allah
Ibn Amar).
6) Fase baligh, yaitu fase dimana usia anak telah samapai dewasa. Usia ini
telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban
tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.
Menurut al-Taftazani, fase ini dianggap sebagai fase yang mana individu
mampu bertindak menjalankan hukum, baik yang terkait dengan perintah
maupun larangan. Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam
kehidupan manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri dalam
memenuhi perjanjian yang pernah diucapkan di alam pra-kehidupan dunia.

10
Menurut Ikhwan al-Shafa, fase ini disebut dengan fase ‘alam al-ardh al-
tsani (alam pertunjukan kedua), dimana manusia dituntut untuk
mengaktualisasikan perjanjian yang pernah diucapkan dengan fase ‘alam
al-ardh al-awal (alam pertunjukan pertama), yakni di alam arwah.
Aktualisasi itu diverbalkan kembali dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat, sebab tanpa hal ini maka pengakuan ketuhanan di alam pra-
kehidupan dunia tidak diakui.

Fase ini juga ditandai dengan adanya dua hal yaitu:

1. Pemahaman, dicapai dengan adanya pendayagunaan akal, karena


dengan akal seseorang memiliki kesadaran penuh dalam bertindak.
2. Kecakapan (al-ahliyyah), yaitu dipandang cakap melaksanakan hukum,
sehingga perbuatan apa saja yang dilakukan dapat dipertanggung
jawabkan dan memiliki impilkasi hukum. Kecakapan terbagi atas dua
macam, yaitu:
a) Kecakapan melaksanakan (ahliyyah ada’), yaitu kecakpan
bertindak hukum yang telah dianggap sempurna untuk
mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya, baik yang
positif maupun negatif. Kecakapan ini diisyaratkan ‘aqil (berakal),
baligh (sampai umur), dan cerdas dalam memahami perintah tuhan.
b) Kecakapan kewajiban (ahliyyah wujub), yaitu kecakapan untuk
menerima kewajiban-kewajiban hukum dan hak-haknya.

Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah:

1. Memahami segala perintah (al-khitab) Allah Swt, dengan


memperdalam ilmu pengetahuan.
2. Menginternalisasikan keimanan dan pengetahuaannya dalam tingkah
laku nyata.
3. Memiliki kesediaan untuk mempertanggung jawabkan apa yang
diperbuat.
4. Membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi diri
dengan perbuatan baik.

11
5. Menikah jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik
maupun psiskis.
6. Membina keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah dengan landasan
keimanan dan ketakwaan.
7. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi diri
sendiri, keluarga, sosial, dan agama.
7) Fase azm al-‘umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan kebijakan dimana
seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosioanl,
moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Al-Ghazali menyebut fase
ini sebagai fase awliya’ wa anbiya’, yaitu fase dimana perilaku manusia
dituntut seperti perilaku yang diperankan oleh kekasih dan nabi Allah.
Fase ini dimulai usia 40 sampai meninggal dunia.

Upaya-upaya perkembangan kepribadian fase ini adalah:

1. Transinternalisasi sifat-sifat rasul yang agung, sebab Nabi Muhammad


Saw, diangkat menjadi rasul berusia 40 tahun. Sifat-sifat yang
dimaksud seperti jujur (shidq), dapat dipercaya bila diberi tanggung
jawab (amanah), menyampaikan kebenaran (tabligh), dan memiliki
kecerdasan spiritual (fathanah).
2. Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal salih.
3. Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan (taqarrub) kepada Allah Swt.
Melalui perluasan diri dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah,
seperti shalat malam, puasa sunnah, berzikir atau wirid.
4. Mempersiapkan diri sebaik mungkin sebeb usia-usia seperti ini
mendekati masa-masa kematian.

Pada fase ini, seseorang terkadang tidak mampu mengaktualisasikan


potensinya, bahkan kesadarannya menurun atau bahkan menghilang.
Kondisi ini disebabkan karena menuanya syaraf-syaraf atau organ-organ
tubuh lainnya, sehingga menjadikan kepikunan (al-haram).

8) Fase menjelang kematian, yaitu fase dimana nyawa akan hilang dari jasad
manusia. hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya roh dan jasad manusia,
yang merupakan akhir dari kehidupan dunia. Kematian terjadi ada yang

12
dikarenakan batas kehidupan (ajal) telah tiba, sehingga tanpa sebab apapun
jika ajal ini telah tiba maka manusia mengalami kematian (QS AL-A’raf:
34, Yunus: 49, Al-Nahl: 61), adapula karena organ-organ kehidupan fisik
yang vital terjadi kerusakan atau terputus, seperti karena terkena penyakit,
dibunuh, bunuh diri, dan sebagainya (QS Al-Maidah: 106, Al-Nisa: 29,
Al-An’am: 151, Al-Isra’: 31,33).

Fase ini diawali dengan adanya naza’, yaitu awal pencabutan nyawa oleh
malaikat maut (Malaikat Izrail), sehingga roh berpisah dengan jasad.
Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah:

1. Memberikan wasiat kepada keluarga jika terdapat masalah yang perlu


diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang, mewakafkan
sebagian hartanya untuk keperluan agama, dan sebagainya (perhatikan
QS Al-Nisa’: 11-12).
2. Tidak mengingat apapun kecuali berzikir kepada Allah Swt.
3. Mendengarkan secara seksama talqin yang dibacakan oleh keluarganya
kemudian menirukannya. Talqin secara bahasa berarti pengajaran
secara doktriner, sedangkan menurut istilah adalah pelajaran
mengucapkan lafal la ilaha illa Allah (tiada tuhan selain Allah) yang
diucapkan untuk mengingatkan pada orang yang akan meninggal
dunia, agar matinya dalam keadaan husn al-khatimah (baik akhir
hidupnya). Sabda Nabi Saw: “Berilah pelajaran orang yang akan mati
dengan ucapanla ilaha illa Allah”.
4. Bagi orang yang hidup maka diwajibkannya untuk memandikan,
memberi kain kafan, menshalati, dan mengubur jasad mayat.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pengembangan kepribadian Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan


oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya, agar ia mampu realisasi
dan aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup di dunia
maupun di akhirat. Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua
pendekatan: pertama, pendekatan konten (materi) dan yang kedua, pendekatan
rentan kehidupan. Kiat-kiat pengembangan kepribadian Islam menurut
pendekatan konten dapat ditempuh melalui tiga tahap. Pertama tahapan permulaan
(Al Bidayah). Kedua, tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-
mujahadah). Fase perkembangan manusia dalam al-Qur’an terdapat tiga fase
besar, yaitu sebelum kehidupan dunia, kehidupan dunia (yang memiliki delapan
fase), dan kehidupan setelah mati (di akhirat), dimana hal tersebut merupakan
usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kepribadian pada fase
kehidupan di dunia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mujib, Abdul. 2007. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: RajaGrafindo


Persada.
Mukodi. (2016). Kepribadian Islami Dan Teori Perkembangan
Kognitif Jean Piaget. Jurnal Penelitian Pendidikan, 8(2).

15

Anda mungkin juga menyukai