Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

MODEL - MODEL KONSELING

Konseling Behavioral

DOSEN PENGAMPU

ARMITASARI S.Pd M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Clara Cindy Claudia Sitorus (1193351047)

Marlina Sihotang (119)

Kristika Mondang Matondang (119)

KELAS: BK REG D2019

PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat nya kami dapat menyelesaikan tugas ini dalam bentuk makalah. Tugas ini
dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah kami yaitu Bimbingan dan Konseling Karir

Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita
semua khusus nya dalam hal mengenai Bimbingan dan Konseling Karir. Kami juga menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, apabila dalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, kami mohon maaf sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman kami
masih terbatas.

Kami juga sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca guna membangun dan
menyempurnakan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1

Latar belakang..................................................................................................................... 1

Tokoh dan riwayat.................................................................................................................. 1

Tujuan................................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 2

Pengertian bk karir menurut Frank Paston..................................................................... 2

Teori dan Factors................................................................................................................ 2

Aplikasi Teori Trait and Factors dalam Konseling....................................................... 3

Teknik Konseling Teori Trait and Factors .................................................................... 5

Keuntungan dan Kelemahan Teori Trait and Factors .................................................. 7

BAB III PENUTUP................................................................................................................... 9

Kesimpulan.......................................................................................................................... 9

Saran..................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 10
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pendidikan adalah sebuah aset yang penting di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
karena bagaimana pun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan yang bermutu.
Pendidikan yang berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja,
Yusuf&Juntika (2005:5) memaparkan ada tiga bidang pendidikan yang harus menjadi perhatian,
diantaranya : 1). Bidang administrative dan kepemimpinan, 2). Bidang Intruksional dan
kurikuler, 3). Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan Konseling). Terkait dengan masalah
bimbingan dan konseling, terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah teori konseling behavioral, yang akan
coba kami kupas satu persatu sehingga akan tampak sedikit kejelasan, dengan harapan kupasan
materi yang kami sajikan bermanfaat bagi kita semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.

Tokoh dan riwayat konseling

Sejarah konseling behavioral bermula pada Ivan Sechenov (1829-1905), bapak psikologi
Rusia. Struktur hipotetiknya, dikembangkan sekitar 1863, yang memandang fungsi-fungsi otak
sebagai pancaran refleks, yang mempunyai tiga komponen : input sensorik, proses dan “efferent
out flow”.menurut Sechenov, semua tingkah laku terdiri atas respon-respon kepada stimulasi-
stimulasi, dengan interaksi-interaksi dari rangsangan dan hambatan yang beroperasi pada bagian
sentral dari pencaran refleks. Dengan menggunakan model ini, Pavlov (1849-1936) memulai
serangkaian eksperimen klasik dimana respon-respon air liur anjing dirangsang dengan berbagai
stimulasi. Pada eksperimen ini ia mendomonstrasikanist banyak fenomena yang kemudian
diperluas kepada semua tipe belajar. Penerjemah karya pavlov ke dalam bahasa inggris tahun
1927 mendorong pengambil alihan pendekatan behavioristik dalam mempelajari psikologi di
Amerika Serikat juga buku J.B Watson, “psychology from the stand point of a behavioris”
(1919), mempunyai pengaruh penting pada teori dan eksperimen psikologi di Amerika.
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua
arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula
terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan
terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R)
sedapat mungkin.

Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil
kombinasi.Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan
tersendiri mengenai perilaku,

Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai
awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini dihasilkan
berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada prinsip-
prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan pendekatan
behavioral terdiri dari sebagai berikut :

Classical Conditioning

Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan meninggal
di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal adalah
classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan anjing yang
dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara. Dalam penelitiannya tersebut, Pavlov
menyimpulkan bahwa Respon (tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus (rangasangan).

2). Operant Conditioning

Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF. Skinner Pengkondisian operan,
salah satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar,
melibatkan pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya (yang
diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental (instrumental
conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa dimunculkan oleh
organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku tersebut.

Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah mengembangkan
prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh pola-pola tingkah laku
tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif bisa
memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif bisa memperlemah tingkah
laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan instrumental bagi perolehan ganjar.

Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebihan atau ia kekurangan
tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral membantu konseli
untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi
atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain, membantu konseli agar
tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang maladaptif (Gladding, 2004).

Pandangan teori behavioral secara umum terhadap perilaku manusia menyatakan bahwa, antara
lain :

Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh penguatan
(reinforcement).

Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi kecenderungan


kelompok.

Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku dibandingkan


motivasi di dalam diri.

Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari.
Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan
perilaku berubah menjadi positif.
Tujuan

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum konseling individual, selain
itu juga bertujuan agar bisa mengetahui dan memahami isi materi yang ada di dalam konseling
behavioral seperti konsep dasar pendekatan konseling behavioral, asumsi perilaku bermasalah
konseling behavioral, tujuan konseling behavioral, peran konseling behavioral, dan juga teknik-
teknik di dalam konseling behavioral.

BAB II

PEMBAHASAN

Konsep dasar pendekatan konseling behavioral

Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini.
Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang
menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak.

Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913
dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi atas psikoanalisis yang
berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku
yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Terapi perilaku ini lebih
mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan berfokus pada perilaku saat ini daripada masa
lampau. Belakangan kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka,
seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai
pengaruh lingkungan ( Rakhmat, 1994:21).

Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak memiliki bakat
apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan di
sekitarnya. Tingkah laku ., pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang
diperolehnya.

Istilah behavioral conseling pertama sekali dikemukakan oleh Krumboltz.Ciri-ciri utama


behavioral conseling ini adalah
Proses pendidikan :Konseling membantu klien mempelajari tingkah laku baru untuk memecahkan
masalahnya.

Teknik rakit secara individual: Dalam proses konseling, menentukan tujuan konseling, proses
asesmen,dan teknik-teknik dibangun oleh klien dengan bantuan konselor.

Metodologi ilmiah: Konseling behavioral dilandasi oleh metode ilmiah dalam melakukan assesmen dan
evaluasi konseling.

Pendekatan behavioral didasari oleh pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia
yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam konseling. Pandangan ini melihat individu
sebagai produk dari kondisioning sosial, sedikitsekali melihat potensi individu sebagai prosedur
lingkungan. Pada awal pendekatan ini hanya mempercayai hal yang dapat diamati dan diukur
sebagaisesuatu yang sah dalam pengukuran kepribadian (radical behaviorism), dan dikembangkan lebih
lanjut yang mulai menerima fenomena yang abstrak seperti id, ego, super ego dan ilusi. Pendekatan ini
memandang perilaku yang malajustru sebagai hasil belajar dari lingkungan secara keliru.

Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat diartikan sebagai
tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.Modifikasi perilaku memiliki kelebihan dalam
menangani masalah-masalah yang di alami oleh individu, yaitu :

Langkah-langkah dalam memodifikasi perilaku dapat direncanakan terlebih dahulu.

Perincian pelaksanaan dapat diubah selama treatmen disesuaikan dengan kebutuhan konseling.

Bila berdasarkan evaluasi sebuah teknik gagal memberikan perubahan pada klien, teknik tersebut dapat
diganti dengan teknik lain.

Teknik-teknik konseling dapat dijelaskan dan diatur secara rasional sertadapat diprediksi dan dievaluasi
secara objektif.

Waktu yang dibutuhkan lebih singkat

Dalam memahami tingkah laku, terdapat beberapa model tingkah laku yang dipengaruhi
oleh teori-teori psikologi. Model-model tersebut antara lain:

Model psikodinamika yaitu tingkah laku manusia ditentukan kehidupandinamika intra-psikis individu (id,
ego, superego).

Model biofisik yaitu tingkah laku ditentukan oleh organisasi neurologi,belajar perseptual motor,
kesiapan fisiologis, integrasi dan perkembangansensori.

Model lingkungan yaitu tingkah laku ditentukan oleh interaksi antaraindividu dan lingkungan.

Model tingkah laku yaitu tingkah laku dapat diobservasi dan diukur.
Konselor behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan
lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari para konselor sebagai kriteria
pengukuran keberhasilan konseling. Menurut pandangan ini manusia manusia bukanlah hasil dari
dorongan tidak sadar seperti yang di kemukakan oleh Freud.

Dalam konsep behavioral, perilaku merupakan hasil belajar, sehinga dapat diubah dengan
manupulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu memngubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalah.

Menurut Pavlov, Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang disebabkan oleh
pengalaman. perubahan Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari
merupakan hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu keadaan yang
menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun secara sadar dan juga dapat
diperoleh dari hasil belajar

Thoresen (shertzer & Stone, 1980, 188) memberi ciri konseling Behavioral sebagai berikut:

Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dan karna itu dapat di ubah.

Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah


perilaku-perilaaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling beerusaha membawa perubahan-
perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.

Prinsip-prinsip belajar sepesial seperti “reinforcement” dan “social modelling”, dapat digunakan untuk
mengembangkan prosedur-prosedur konseling.

Keefektifan konselingdan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar
wawancara prosedur-prosedur konseling.

Posedur-prosedur konseling tidak statis , tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus
di disain untuk klien dalam memecahkan masalah khusus.

Selanjutnya dikatakan bahwa terapi Behavioral berusaha menerapkan metode dan prosedur
eksperimental ke dalam praktek klinis. Oleh karena itu maka terapi yang baik adalah dari ilmu yang baik.

Hal yang mendasar dalam konseling Behavioral adalah prinsip penguatan (rainforcement) sebagai suatu
kreasi dalam upaya memperkuat atau mendukung suatu perilaku yang dikendaki. Konsep penguatan ini
berasal dari percobaan Pavlov (teori classical conditioning), dan Skinner (teori intrumental conditioning).
Ada tiga macam hal yang yang dapat memberi pengguatan yaitu (1) posistive reinvorcer. (2) negative
reinvorcer. (3) no consequence and neutral stimuli.
Pendangan tentang manusia

Dalam pandangan behavioral manusia pada hakikatnya bersifat mekanistik atau merespon kepada
lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik dan sedikit peran aktifnya
dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap
lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima
dalam situasi hidupnya.

Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar
pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar
melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

Manusia cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan menghindarkan stimulus yang
tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan tingkah laku yang salah atau tidak sesuai. Banyak
tingkah laku yang menyimpang karena individu hanya mengambil sesuatu yang disenangi dan
menghindar dari yang tidak disenangi.

Menurut Corey (2003: 198) menyatakan bahwa pendekatan behavior tidak menguraikan asumsi-asumsi
filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap manusia dipandang memiliki kecenderungan-
kecenderungan positif dan negative yang sama. Manusia pada dasarnya di dibentuk dan ditentukan oleh
lingkungan social budayanya. Segenap tingkahlaku manusia itu dipelajari.

Sementara itu, Winkel (2004: 420) menyatakan bahwa konseling behavioristik berpangkal pada
beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian bersifat
psikologis, yaitu:

Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.

Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkahlakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya, dan
mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.

Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkahlaku yang baru melalui
proses belajar.

Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.

Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia pada pandangan
behavioris yaitu pada dasarnya manusia tidak memiliki bakat apapun, semua tingkahlaku manusia
adalah hasil belajar. Manusia pun dapat mempengaruhi orang lain, begitu pula sebaliknya. Manusia
dapat menggunakan orang lain sebagai model pembelajarannya.
Hakikat manusia menurut pandekatan konseling behavioral adalah pasif dan mekanistik, manusia
dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang
membentuknya. Manusia merespon lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam
deterministik dan memiliki sedikit peran aktif dalam memilih martabatnya. Manusia memulai
kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-
pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.

Dalam pandangan behavioristik, kepribadian manusia merupakan perilaku yang terbentuk berdasarkan
hasil pengalaman yang diperoleh dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Kepribadian
merupakan pengalaman seseorang akibat proses belajar. Aliran behavioristik memiliki asumsi-asumsi
dasar terhadap perilaku manusia sebagai berikut; (1)manusia memiliki potensi untuk segala jenis
perilaku, (2)manusia mampu mengkonsepsikan dan mengendalikan perilakunya,(3)manusia mampu
mendapatkan perilaku baru, (4)manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain sebagaimana
perilakunya juga dipengaruhi oleh orang lain.

Pandangan tentang Kepribadian

Hakikat kepribadian menurut pendekatan behavioral adalah tingkah laku. Selanjutnya diasumsikan
bahwa tingkah laku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya yang berupa interaksi
invidu dengan lingkungannya. Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari pengalaman, yaitu
situasi atau stimulus yang diterimanya. Merujuk asumsi ini maka untuk memahami kepribadian manusia
tidak lain adalah mempelajari dan memahami bagaimana terbentuknya suatu tingkah laku.

Teori Pengkondisian Klasik

Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan fungsi dari stimulus. Eksperimen yang
dilakukan Pavlov terhadap anjing telah menunjukkan bahwa tingkah laku belajar terjadi karena adanya
asosiasi antara tingkah laku dengan lingkungannya. Belajar dengan asosiasi ini biasanya disebut classical
conditioning. Pavlov mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua jenis, yaitu Unconditioning
Stimulus(UCS) dan Conditioning Stimulus (CS). UCS adalah lingkungan yang secara alamiah menimbulkan
respon tertentu yang disebut sebagai Unconditionting Respone (UCR), sedangkan CS tidak otomatis
menimbulkan respon bagi individu, kecuali ada pengkondisian tertentu. Respon yang terjadi akibat
pengkondisian CS disebut Conditioning Respone (CR).

Dalam eksperimen tersebut ditemukan bahwa tingkah laku tertentu dapat terbentuk dengan
suatu CR, dan UCR dapat memperkuat hubungan CS dengan CR. Hubungan CS dengan CR dapat saja
terus berlangsung dan dipertahankan meskipun individu tidak disertai oleh UCS dan dalam keadaan lain
asosiasi ini dapat melamah tanpa diikuti oleh UCS.

Eksperimen yang dilakukan Pavlov ini dapat digunakan untuk menjelaskan pembentukan tingkah
laku manusia. Gangguan tingkah laku neurosis khususnya gangguan kecemasan dan phobia banyak
terjadi karena aosiasi antara stimulus dengan respon individu. Pada mulanya lingkungan yang menjadi
sumber itu bersifat netral bagi individu, tetapi karene terkondisikan bersamaan dengan UCS tertentu,
maka dapat memunculkan tingkah laku penyesuaian diri yang salah. Dalam pembentukan tingkah laku
yang normal dapat terjadi dalam perilaku rajin belajar misalnya, yang terbentuk karena adanya asosiasi.

Teori Pengkondisian Operan

Teori pengkondian yang dikembangkan oleh Skinner ini menekankan pada peran lingkungan
dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu tingkah laku.

Menurut teori ini, tingkah laku individu terbentuk atau dipertahankan sangat ditentukan oleh
konsekuensi yang menyertainya. Jika konsekuensinya menyenangkan maka tingkah lakunya cenderung
dipertahankan dan diulang, sebaliknya jika konsekuensinya tidak menyenangkan maka tingkah lakunya
akan dikurangi atau dihilangkan. Dari prinsip ini dapat dipahami bahwa tingkah laku
bermasalah dapat terjadi dan dipertahankan oleh individu di antaranya karena memperoleh
konsekuensi yang menyenangkan yang berupa ganjaran dari lingkungan. Konsekuensi yang tidak tidak
menyenangkan yang berupa hukuman tidak cukup kuat untuk mengurangi atau melawan ganjaran yang
diperoleh dari lingkungan lainnya. Dipertegas oleh Skinner bahwa tingkah laku operan sebagai tingkah
laku belajar merupakan tingkah laku yang non reflektif, yang memiliki prinsip-prinsip yang lebih aktif
dibandingkan dengan pengkondisian klasik.

Teori Peniruan

Asumsi dasar teori yang dikembangkan oleh Bandura ini adalah bahwa tingkah laku dapat
terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut dengan imitasi dan melalui
pengamatan tidak langsung yang disebut denganvicarious conditioning. Tingkah laku yang terbentuk
karena mencontoh langsung maupun mencontoh tidak langsung akan menjadi kuat kalau mendapat
ganjaran.

Paparan kerangka teori behavioral di atas menunjukkan bahwa tingkah laku yang tampak lebih
diutamakan dibadingkan dengan sikap atau perasaan individu.

Pandangan para behavioris juga menganggap manusia sama saja, tidak ada yang baik dan tidak
ada yang jahat. Semasa lahirnya mereka adalah sama, masing-masing mempunyai potensi seimbang ke
arah menjadi sama ada baik ataupun jahat. Hasilnya, ahli-ahli teori tingkah laku tidak sepenuhnya
memberikan definisi tabiat asas kemanusiaan itu yang boleh membantu teori-teori mereka sendiri.
Bagaimanapun, Dustin dan George menyenaraikan empat andaian berhubung dengan tabiat
kemanusiaan dan bagaimana manusia berubah yang menjadi inti kepada konseling tingkah laku itu
sendiri, diantaranya adalah :
Manusia itu dilihat sebagai manusia biasa, tidak ada yang sepenuh-penuhnya jahat atau sepenuh-
penuhnya baik, tetapi adalah sebagai organisme berpengalaman yang mempunyai potensi kepada
semua jenis tingkah laku.

Manusia berupaya memahami konsep serta mengawal tingkah lakunya sendiri.

Manusia berupaya memperoleh tingkah lakunya yang baru.

Manusia mempunyai keupayaan untuk mempengaruhi tingkah laku lain sebagaimana ia dipengaruhi
oleh orang lain terhadap tingkah lakunya sendiri.

Bagi konselor tingkah laku, individu adalah hasil daripada pengalaman. Ahli-ahli tingkah laku
melihat tingkah laku yang salah terima itu sebagai makhluk yang mempelajari tingkah lakunya,
perkembangan dan pembaikannya adalah sama dengan sebarang tingkah laku lain. Satu implikasi
daripada pandangan ini ialah tidak adanya tingkah laku yang salah terima bagi diri mereka itu. Selain itu
sesuatu tingkah laku itu menjadi wajar disebabkan seseorang itu menganggapnya tidak begitu.
Setengah-setengah tingkah laku mungkin dianggap wajar di rumah, tetapi tidak wajar di sekolah, begitu
juga sebaliknya.

Asumsi Perilaku Bermasalah

Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang
tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang salah
hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.Manusia bermasalah mempunyai
kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungan.

Tingkah laku maladaftif terjadi karena kesalah pahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan dapat diubah dengan menggunakan
prinsip-prinsip belajar

Perilaku yang bermasalah dalam pandangan Behavioris dapat dimaknakan sebagai perilaku atau
kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Perilaku yang salah suai terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya.
Artinya bahwa perilaku individu itu meskipun secara social adalah tidak tepat, dalam beberapa saat
memperoleh ganjaran dari pihak tertentu Dari cara demikian akhirnya perilaku yang tidak diharapkan
secara sosial atau perilaku yang tidak tepat itu menguat pada individu

Perilaku yang salah suai dalam penyesuaian dengan demikian berbeda dengan perilaku normal.
Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya yaitu tidak wajar
dipandang. Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk pada individu adalah perilaku yang bukan
sekedar memperoleh kepuasan pada jangka pendek, tetapi perilaku yang tidak menghadapi kesulitan-
kesulitan yang lebih luas, dan dalam jangka yang lebih panjang.

Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya.
Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan
tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat
diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.

Dilihat dari sudut pandang behavioris, perilaku bermasalah dapat dimaknai sebagai perilaku atau
kebiasaan yang negatif atau dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Masalah perilaku yang biasanya sering terjadi pada konseli meliputi serangan panik,
membantu anak untuk mengatasi rasa takut terhadap gelap, meningkatkan produktivitas kreatif,
mengelola kecemasan dalam situasi sosial, mendorong berbicara di depan kelas, pengendalian merokok,
dan berurusan dengan depresi

Munculnya perilaku bermasalah disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

adanya salah penyesuaian melalui proses interaksi dengan lingkungan.

adanya pembelajaran yang salah dalam keluarga, lingkungan sekolah, tempat bermain dan lain-lain.
Seperti halnya kehidupan di kota-kota besar pada saat ini begitu kompleks dan bervariasi. Sikap hidup
menjadi individualistis, egois, apatis dan hubungan sosial menjadi renggang.

Dalam suasana hidup seperti di atas, banyak orang menggunakan mekanisme pelarian dan mekanisme
pertahanan diri yang negatif. Untuk dapat bertahan dan menghindari kesulitan hidup tidak sedikit
terjadi tindakan kriminal. Bentuk mekanisme yang negatif menyebabkan timbulnya tingkah laku yang
tidak normal (patologis).

Menurut pandangan behavioral, perilaku bermasalah adalah kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak
tepat dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku bermasalah ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah adanya salah suai dalam proses interaksi dengan lingkungan, adanya
pembelajaran yang salah dalam rumah tangga, tempat bermain, lingkungan sekolah, dan lingkungan
lainnya. Perilaku dikatakan salah suai jika perilaku tersebut tidak membawa kepuasan bagi individu, atau
membawa individu kepada konflik dengan lingkungannya.

Terbentuknya suatu perilaku dikarenakan adanya pembelajaran, perilaku itu akan dipertahankan atau
dihilangkan tergantung pada peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi yang menyertai perilaku
tersebut. Misalnya perilaku merusak (destructif) di kelas dapat bertahan karena adanya ganjaran
(reinforcement) berupa pujian dan dukungan dari sebagian teman-temannya dan merasa puas dengan
ganjaran itu, sedangkan hukuman (punishment) yang diberikan oleh guru tidak cukup kuat untuk
melawan kekuatan ganjaran yang diperolehnya. Perubahan perilaku yang diharapkan dapat terjadi jika
pemberian ganjaran atau hukuman dapat diberikan secara tepat.

Terbentuknya perilaku yang dicontohkan di atas disebabkan karena adanya peran lingkungan dalam
bentuk konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu perilaku dan hal itu termasuk dalam teori
belajar perilaku operan dari Skinner. Selain teori belajar Skinner, Bandura juga mencontohkan perilaku
agresif di kalangan anak-anak.

Timbulnya perilaku bermasalah yang ditandai dengan tindakan melukai atau menyerang baik secara fisik
maupun verbal, dikarenakan adanya proses mencontoh atau modeling baik secara langsung yang
disebut imitasi atau melalui pengamatan tidak langsung (vicarious). Misalnya anak bersikap agresif
karena sering dipukuli atau anak sering melihat orang tuanya bertengkar bahkan lewat media televisi
anak dapat mencontoh adegan-adegan yang bersifat kekerasan.

Perilaku yang salah dalam penyesuaian berbeda dengan perilaku normal. Perbedaan ini tidak terletak
pada cara mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya, yaitu tidak wajar dipandang, dengan kata lain
perilaku dikatakan mengalami salah penyesuaian jika tidak selamanya membawa kepuasan bagi individu
atau akhirnya membawa individu pada konflik dengan lingkunganya. Rasa puas yang dirasakan bukanlah
ukuran bahwa perilaku itu harus dipertahankan, karena boleh jadi perilaku itu akan menimbulkan
kesulitan di kemudian hari. Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk pada individu adalah
perilaku yang tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan yang lebih luas dan dalam jangka yang lebih
panjang.

Menurut Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang bermasalah dalam pandangan behavioris
dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Konsleing behavioral digunakan untuk membantu masalah konseli yang terkait dengan perilaku-perilaku
maladaptif. perilaku yang bermasalah dalam pandangan behaviorist dapat dimaknai sebagai perilaku
atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan
yang diharapkan. konseling behavioral juga dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan
individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis Sedangkan menurut
Feist & Feist (2008: 398) menyatakan bahwa perilaku yang tidak tepat meliputi:

Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi, tetapi mungkin cocok jika
dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya.
Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang tidak diinginkan terkait dengan
hukuman.

Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang tidak diinginkan.

Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-respon-respon menipu diri.

Bagi individu tingkah laku yang tidak tepat akan menimbulkan berbagai kesulitan baik bagi diri individu
itu sendiri, maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut aliran behavioral tingkah laku yang tidak
tepat dipelajari dengan cara yang sama dengan tingkah laku yang tepat. Tingkah laku ini dipelajari
karena pada perkembangan tertentu pernah menjadi jalan untuk memperoleh kepuasan.

Misalnya siswa berbuat kenakalan dikelas karena mereka belajar bahwa cara itulah yang perlu efektif
untuk menarik perhatian guru. Hukuman guru diterima anak sebagai hadist yang memberi kepuasan
kebutuhan perhatian. Walaupun orang lain memandang tingkah laku itu tidak tepat, namun bagi siswa
dapat memberi reinforcement yang diharapkannya. Sama halnya, orang yang menarik diri, yang di
pandang terisolir secara sosial. Hadiah dari tingkah laku menarik diri adalah tidak perlu berpartisipasi
dengan situasi yang menakutkan, dimana takut ini juga dipelajari melalui pengalaman yang tidak
menyenangkan di masa lalu.

Contoh lain : seorang anak yang tidak mengerjakan soal-soal mata pelajaran matematika, bagi siswa lain
tentu keadaan ini merugikan, karena tidak boleh mengikuti mata pelajaran. Namun bagi siswa tersebut
merasa puas karena ia tidak senang dengan mata pelajaran matematika sebagai pekerjaan rumah. Guru
menyuruhnya keluar tidak mengikuti pelajaran matematika, ia merasa puas karena dapat memberikan
reinforcement yang diharapkan.

Tingkah laku yang tidak tepat berbeda dengan yang tepat, hanya dalam derajat tingkah laku itu
mengecewakan individu dan lingkungannya. secara luas, kebudingayaan ikut menentukan mana tingkah
laku yang tepat dan tidak tepat.dari interaksi dengan kebudayaan impuls individu belajar merangsang
apa saja yang dapat memuaskan dan tidak dapat memuaskan diri dan lingkungannya, dan
menyususnnya dalam hirarki khasanah tingkah laku.

Tingkah laku manusia dapat dilihat dari aspek kondisi yang menyertai atau akibat yang menyertai
tingkah laku setelah terbentuk dengan anticedent yang disebut dengan consequence.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum
belajar : (Alwisol, 2011 : 322)

Pembiasaan klasik, yang ditandai dengan satu stimulus yang menghasilkan satu respon. Misalnya bayi
merespon suara keras dengan takut.

Pembiasaan operan, ditandai dengan adanya satu stimulus yang menghasilkan banyak respon.
Pengondisian operan memberikan penguatan positif yang bisa memperkuat tingkah laku. Sebaliknya
penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku. Munculnya perilaku akan semakin kuat apabila
diberikan penguatan positif dan akan menghilang apabila dikenai hukuman.

Peniruan, yaitu orang tidak memerlukan reinforcement agar bisa memiliki tingkah laku melainkan ia
meniru. Syarat dalam meniru tingkah laku yaitu:Tingkah laku yang ditiru memang mampu untuk ditiru
oleh individu yang bersangkutan dan tingkah laku yang ditiru adalah perbuatan yang dinilai publik
positif.

Konseling Behavioral sebagai model konseling yang memiliki pendekatan yang berorientas pada
perubahan perilaku menyimpang dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Perilaku manusia
termasuk perilaku yang menyimpang terbentuk karena belajar dan perilaku itu dapat diubah dengan
menggunakan prinsip-prinsip belajar. Belajar yang dimaksud disini adalah perubahan perilaku yang
relatif permanen sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.

Teoritisi belajar berpendapat, tingkah laku yang tidak tepat dapat diterangkan dengan prinsip yang sama
dengan pola tingkah laku yang tidak tepat, karena pada dasarnya semua tingkah laku adalah usaha
individu untuk memodifikasi situasi sehingga dapat memberikan kepuasan setiggi-tingginya.

Semua tingkah laku dibentuk melalui proses belajar, tetapi tidak peduli hasilnya nanti adaptif dan
maladaptif. Individu memantapkan pola tingkah lakunya karena dapat memperoleh kepuasan-kepuasan.
Ini yang akan menjadi salah satu kunci proses konseling behavioral, yakni kemampuan konselor
membantu klien menentukan kepuasan bagaimana yang bakal diperolehnya dari suatu tingkah laku.

Berdasarkan uraian diatas, dapat di simpulkan bahwa tingkah laku yang tidak dapat diperoleh dan
dikembangkan oleh seseorang karena ia belajar dengan salah, sehingga tingkah lakunya tidak tepat,
kurang, dan berlebihan. Misalnya menyendiri, belajar hanya dengan waktu yang paling minimal,
merokok berlebihan, pobia, tidur berlebihan, ngeluyur, tidsk ksruan dan sebagainya
Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu itu hanya mengambil sesuatu yang disenangi,
dan menghindari yang tidak disenangi. Psikoterapi melatih klien untuk dapat bertingkah laku yang
menurut pendapatnya tidak menyenangkan. Bila seorang klien datang pada seorang psikoterapis bahwa
ia mengalami suatu kecemasan. Salah satu cara untuk menghindarkan kecemasan itu dengan
memanipulasi stimulus sehingga menimbulkan respon yang mendatangkan suatu ganjaran, maka terapis
itu menolong klien mengurangi kecemasan.

Hal ini terjadi karena stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak
dikehendaki (simtomatik) tersebut terhambat kemunculannya. Stimulus yang tidak menyenangkan
disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki
dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

Perilaku bermasalah adalah perilaku individu yang negative dan / atau perilaku yang tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan, perilaku yang tidak membawa kepuasaan bagi individu, atau perilaku yang
menyebabkan konflik antara individu dengan lingkungannya. Perilaku bermasalah terjadi karena adanya
salah suai dalam proses interaksi individu dengan lingkungannya. Perilaku bermasalah terjadi karena
proses belajar, terbentuk oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya.
Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan
tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat
diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.

Perilaku bermasalah juga dapat terbentuk karena modeling, perilaku mencontoh, baik berupa
pengamatan langsung (imitasi), atau secara tidak langsung (vicarious). Teori belajar dengan mencontoh
ini dapat dilakukan dengan modeling dan vicarious. Modeling merupakan proses belajar individu dengan
menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan oleh orang lain sebagai model dengan melibatkan
penambahan atau pengurangan tingkah laku yang diamati, menggeneralisir berbagai pengamatan
sekaligus melibatkan proses kognitif. Vicarious classical conditioning merupakan modeling yang
digabung dengan conditioning classic. Modeling ini digunakan untuk mempelajari respon emosional.
Proses vicarious classical conditioning ini dapat dilihat dari kemunculan respon emosional yang sama
dalam diri seseorang dan respon tersebut ditujukan ke obyek yang ada didekatnya saat dia mengamati
model ituAnak yang sering dihukum fisik, ditampar, dipukul, menyaksikan kedua orangtuanya
bertengkar, maka anak akan belajar dan mencontoh perilaku agresif tersebut. Perilaku bermasalah
dapat juga terjadi karena mencontoh adegan-adengan dalam games, TV, atau film.
Perilaku bermasalah ini akan tetap atau berubah tergantung pada konsekuensi-konsekuensi yang
menyertai perilaku tersebut dalam lingkungan dimana individu berada. Seorang anak yang membuat
gaduh di kelas, akan terus berulah jika lingkungan, guru dan teman sekelas, melakukan pembiaran,
pujian atau bahkan dukungan (reinforcement), sebaliknya jika lingkungan memberikan punishment
(hukuman) maka perilaku tersebut akan berhenti. Perubahan perilaku terjadi jika punishment dan
reinforcement diberikan dengan tepat. Punishment yang diberikan menjadi tidak efektif jika tidak
mampu meredam kekuatan reinforcement.

Perilaku bermasalah adalah perilaku individu yang negative dan / atau perilaku yang tidak sesuai dengan
apa yang diharapkan, perilaku yang tidak membawa kepuasaan bagi individu, atau perilaku yang
menyebabkan konflik antara individu dengan lingkungannya.

Perilaku bermasalah terjadi karena adanya salah suai dalam proses interaksi individu dengan
lingkungannya. Perilaku bermasalah terjadi karena proses belajar, terbentuk oleh peristiwa-peristiwa
yang terjadi sebelumnya. Perilaku akan terbentuk dan dipertahankan jika diberi ganjaran. Sebaliknya
perilaku akan berkurang dan hilang jika diberi hukuman.

Secara general menurut Skinner bahwa pribadi manusia dapat mempengaruhi tingkah lakunya melalui
manipulasi lingkungan. Asumsi yang mendasari pendekatan behavioral ini adalah bahwa karena individu
yang terganggu oleh berbagai masalah spesifik maka dibutuhkan banyak strategi untuk menghasilkan
perubahan

Konseling behavioral berasusmsi bahwa perilaku yang salah akibat dari pembelajaran dan pendidikan
yang salah, baik sebagai akibat dari pengaruh lingkungan maupun aspek sosial lainya. Sebagai contoh,
ketika menangani anak yang senang minum-minuman keras, maka yang akan dilakukan adalah
memberikan terapi yang realistis dengan permasalahan yang ada. Seperti memberikan tahap-tahap
dalam mengatasi kecenderungan minuman keras, disamping itu dengan merubah kebiasaan yang dari
klien.

Dari penjelasan mengenai asumsi perilaku bermasalah yang telah di jelaskan tersebut dapat disimpulkan
bahwa
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang
tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.

Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya.
Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan
tepat.

Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah
dengan menggunakan prinsip-prinsip belaj

Tujuan Konseling

Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah laku baru. Dasar
alasannya adalah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku
maladaptive (salah usai). Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari
ingatan)Konseling behavioral pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak
adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya respon-respon yang layak
yang belum dipelajari. (Corey, 2010 : 199)

Dari tujuan diatas dapat dibagi menjadi beberapa sub tujuan yang lebih konkrit yaitu:

Membantu klien untuk menjadi asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasrat ke
dalam situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif (mempunyai ketegasan dalam bertingkah laku).

Membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya dari
keterlibatan peristiwa-peristiwa sosial.

Membantu untuk menyelesaikan konflik batin yang menghambat klien dari pembuatan pemutusan yang
penting bagi hidupnya.

Adapun tujuan khusus dari konseling behavioral adalah membantu klien menolong diri sendiri,
mengembalikan klien ke dalam masyarakat, meningkatkan keterampilan sosial, memperbaiki tingkah
laku yang menyimpang, membantu klien mengembangkan sistem self management dan self control.
(Sutarno, 2003 : 8) Sehingga tujuan dari konseling behavioral adalah membentuk perilaku baru yang
adaptif melalui proses belajar dan lingkungan.

Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat
diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Adapun
karakteristik konseling behavioral menurut Corey (1997) dan George dan Cristiani (1990) adalah :

berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik

Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling

Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien

Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.

Berdasarkan karakteristik ini dapat dipahami bahwa tujuan dari terapi tingkah laku dalam konseling
adalah :

Mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan
atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang dan/atau
mengalami konflik dengan kehidupan sosial.

Mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang diharapkan,
dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku
yang tepat.

Ada tiga fungsi tujuan konseling behavioral, yaitu : (1) sebagai refleksi masalah klien dan dengan
demikian sebagai arah bagi proses konseling, (2) sebagai dasar pemilihan dan penggunaan strategi
konseling, dan (3) sebagai kerangka untuk menilai konseling.

Secara operasional tujuan konseling behavioral dirumuskan dalam bentuk dan istilah-istilah yang khusus,
melalui : (1) definisi masalah, (2) sejarah perkembangan klien, untuk mengungkapkan kesuksesan dan
kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian,
dan area masalahnya, (3) merumuskan tujuan-tujuan khusus, (4) menentukan metode untuk mencapai
perubahan tingkah laku.

Sedangkan tujuan konseling menurut Krumboltz harus memperhatikan criteria berikut : (1) tujuan harus
diinginkan oleh klien , (2) konselor harus berkeinginan untuk membantu klien mencapai tujuan dan (3)
tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dinilai pencapaiannya oleh klien .
Tujuan konseling dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu (1) memperbaiki perilaku salah sesui, (2)
belajar tentang proses pembuatan keputusan, dan (3) Pencegahan timbulnya masalah-masalah.

Adapun tujuan dari pembahasan tentang teknik konseling behavioral ini adalah :

Untuk mengetahui sejarah, konsep, dan teknik pelaksanaan konseling behavioral dengan baik dan
benar.

Memahami metode dan ciri khas yang terdapat dalam pelaksanaan konsep teori behavioral dalam
format konseling kelompok.

Menjelaskan kajian-kajian dan peranan konselor dan konseli dalam proses konseling kelompok
behavioral.

Menurut Corey (1986, 178) ada tiga tujuan dalam konseling behavioral yaitu (1) sebagai refleksi masalah
klien dan dengan demi dan sebagai arah bagi konseling , (2) sebagai dasar pemilihan dan penggunaan
strategi konseling , dan (3) sebagai kerangka untuk menilai hasil konseling. Urutan pemilihan dan
penetapan tujuan yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986,178) sebagai salah satu
bentuk kerja sama antara konselor dengan klien , adalah sebagi berikut :

Konselor menjelaskan hakekat dan maksud dari tujuan .

Klien mengkhususkan perubahan –perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling

Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang
dimiliki oleh klien .

Bersama-sama menjajagi apakah tujuan-tujuan itu

Mereka mendiskusikan kemungkinan manfaat –manfaat tujuan .

Mereka mendiskusikan kemungkinan kerugian-kerugian tujuan.

Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu
keputusan berikut untuk melanjutkan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari
referal.

Mereka mendiskusikan kemungkinan kerugian-kerugian tujuan atas dasar informasi yang diperoleh
tentang tujuan klien ,konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut: untuk melanjutkan
konseling ,atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referral,
Bila pemilihan tujuan di atas dapat diselesaikan, maka proses penentuan tujuan dimiliki. Proses ini
mencakup usaha bersama dimana konselor dan klien membahas tingkah laku yang dihubungkan dengan
tujuan-tujuan tersebut, kondisi-kondisi perubahan, tingkat perubahan tingkah laku, hakikat sub-sub
tujuan dan rencana tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Setelah tujuan ditetapkan dan ditentukan, tugas terapis adalah untuk memilih strategi terapeutik yang
dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam poin itulah klien dan terapis melakukan
kesepakatan terapeutik. Gotman dan Laiblum (1973) menyatakan bahwa kesepakatan/persetujuan
tertulis dan ditandatangani dapat digunakan untuk menegaskan kesepakatan tujuan dan aturan-aturan
prosedural treatment. Dalam pandangan mereka, ada implikasi penting dari memiliki kesepakatan
seperti :

Kesepakatan terapeutik meningkatkan kesepalatan-kesepakatan membuat konselor/klien alliance


operational.

Kesepakatan terapeutik menekankan pada klien pentingnya partisipasi aktif dalam proses terapeutik dan
bukan membantu perkembangan sikap spektator pasif.

Kesepakatan terapeutik adalah hubungan dasar antara prosedur-prosedur atau teknik-teknik yang
digunakan dengan tujuan kongkrit klien.

Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di
antaranya :

Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar

Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif

Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari

Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan
mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).

Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta
mempertahankan perilaku yang diinginkan.

Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli
dan konselor.

Peran Konseling Behavioral


Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkah laku harus memainkan
peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada
pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara
khas berfungsi sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru
dan adjustive.

Hakikatnya fungsi dan peranan konselor terhadap konseli dalam teori behavioral ini adalah :

Mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian
perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif.

Menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan seseorang dari perilaku
yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk
bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat
secara umum.

Perubahan dalam perilaku itu harus di usahakan melalui suatu proses belajar atau belajar
kembali, yang berlangsung selama proses konseling. Oleh karena itu ,proses konseling di pandang
sebagai suatu proses pendidikan yang berpusat pada usaha membantu dan kesediaan di bantu untuk
belajar perilaku baru dan dengan demikian mengatasi berbagai macam permasalah. Perhatian di
fokuskan pada perilaku-perilaku tertentu yang dapat di amati ,yang selam aproses konseling melalui
berbagai prosedur dan aneka teknik tertentu akhirnya menghasilkan perubahan yang nyata, yang juga
dapat di saksikan dengan jelas. Semua usaha untuk mendatangkan perubahan dalam tingkah laku di
dasar kanpadateori belajar yang di kenal dengan nama Behaviorism dan sudah di kembangkan sebelum
lahirnya aliran Behavioral dalam konseling. Konselor behavioral memiliki peran yang sangat penting
dalam membantu konseling. Wol pemengemukakan peran yang harus di lakukan konselor, yaitu
bersikap menerima, mencoba memahami konseli dan apa yang di kemukakantan pamenilai atau
mengkritiknya. Dalam hal menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk mempermudah
melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai guru yang membantu konseli
melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapai

Terapi behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli memiliki peran
yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan kerjasama yang baik antara
konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli dalam proses terapi ialah meliputi :

Memiliki motivasi untuk berubah


Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun dalam kehidupan
sehari-hari

Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah yang aktif (seperti
self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi terapi.

Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.

Peran Konselor

Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif dalam proses
konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku tertentu. Dalam proses
ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa juga memberi
instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan konseli yang membantu
dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang
luas dan terlibat dengan konseli dalam setiap fase konseling (Gladding, 2004).

Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami apa yang
dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi, konselor berperan sebagai
guru atau mentor. Tugas utama terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat
apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu

Fungsi dan tugas konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan prinsip dari mempelajari
manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih
adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan
seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi
tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai
dengan kebaikan masyarakat secara umum.

Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling kelompok ini, antara lain
adalah :

Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang ditunjukan
oleh konseli.

Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.

Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi
konseli untuk mengekspresikan diri.
Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan.

Konselor harus memberikan reinforcement.

Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.

Peran Konseli

Keberadaan konseli dalam konseling kelompok khususnya behavioral tidak harus berasal dari
konseli yang mempunyai permasalahan yang sama. Setiap anggota kelompok diberikan kesempatan
untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang anggota kelompok. Di sini, ada
semacam sharing pendapat di antara teman sebaya dalam memecahkan sebuah persoalan.

Terapi behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli memiliki peran
yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan kerjasama yang baik antara
konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli dalam proses terapi ialah meliputi :

Memiliki motivasi untuk berubah

Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun dalam kehidupan
sehari-hari

Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah yang aktif (seperti
self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi terapi.

Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.

Adapun peranan atau hak seorang konseli dalam proses konseling kelompok behavioral, antara
lain adalah :

Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal dan internal yang
mungkin menstimulasi dan menguatkan perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru
yang diharapkan.

Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapeutik.

Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.

Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar
konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga
diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral sangat
terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk
berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung
konseling maupun diluar konseling.Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu :

Konselor memahami dan menerima konseli.

Antara konselor dan konseli saling bekerjasama dalam satu kelompok.

Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.

Teknik Konseling Behavioral

Teknik-teknik konseling yang bisa dan biasa digunakan dalam Konseling behavioral adalah :

Latihan Asertif (Assertive training)

Latihan asertif merupakan latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang
menimbulkan kecemasan. Klien yang menunjukkan rasa cemas, diberi tahu bahwa dirinya mempunyai
hak untuk mempertahankan diri.Ia silatih untuk memelihara harga dirinya dengan berulang kali diberi
latihan mempertahankan diri. Lathian seperti ini memungkinkan klien dapat mengendalikan
lingkungannya. Apabila rangsangan dari lingkungan tersebut terlalu kuat sehingga berat untuk
mengendalikannya dapat dilakukan dengan desensitisasi.

Menurut Corey, (2011:213) latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang (1) tidak mampu
mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (2) menunjukkan kesopanan berlebihan dan
selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya (3) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak” (4)
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-repons positif lainnya (5) merasa tidak
punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Suatu masalah yang khas yang bisa
dikemukakan sebagai contoh adalah kesulitan klien dalam menghadapi atasannya di kantor. Terapi
kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok
dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih
langsung dalam situasi-situasi interpersonal.Fokusnya adalah memprakterkan melalui permainan peran,
kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehinggal individu-individu diharapkan mampu
mengatasi ketakmemadainya dan belajar bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-
pikiran mereka secara lebih luas dan terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk
menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka. (Corey, 2010: 215)

Sehingga dapat disimpulkan untuk latihan asertif ini lebih membentuk tingkah laku baru dalam
menghadapi hubungan dengan orang lain dan menghapus tingkah laku yang lama yang memuat klien
merasa cemas.

Contohnya, seorang siswa yang takut kalau dimarahi gurunya, pertama-tama klien memainkan peran
sebagai gurunya dan konselor sebagai siswanya, lalu konselor meniru cara siswa dalam berpikir dan cara
menghadapi gurunya. Lalu antara keduanya saling bertukar peran, konselor sebagai gurunya dengan
arahan klien untuk menunjukkan peran guru secara realistis, sambil konselor melatih dan mengarahkan
klien dalam menghadapi gurunya. Maka secara perlahan akan terbentuk tingkah laku baru pada diri
klien.

Desensitisasi sistematis

Desensititasi berarti menenangkan ketegangan klien dengan jalan mengajri/melatih klien untuk
santai/rileks. Desensititasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan
bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk
rileks

Latihan rileks ini bisa dilakukan dalam lima atau enam sesi. Apabila klien telah mampu melakukan
rileks, klien dibantu untuk menyusun urutan stimulus yang mencemaskan.Dalam hal ini, klien diminta
secara bertahap membayangkan stimulus mulai dari yang paling kurang menemaskan hingga yang paling
mencemaskan; klien dilatih untuk tetap rileks disaat mengahadapi stimulus yang mencemaskan itu.
Demikian seterusnya hingga ia dapat membayangkan stimulus itu tanpa adanya kecemasan lagi. Jadi,
dengan teknik ini dimaksudkan agar klien dapat mengganti perasaan cemas terhadap stimulus tertentu
dengan perasaan rileks terhadap stimulus tertentu.

Menurut Gerald Corey dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi hlm 210 bahwa Desentisisasi
sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi keliru apabila menganggap
teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan. Desentisisasi sistematik bisa
diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan, mencakup situasi interpersonal,
ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi.
Sehingga dapat disimpulkan teknik desentisisasi sistemik ini lebih membantu klien dalam terapi
penyembuhan kecemasan dalam diri klien yang lebih disebabkan oleh fobia-fobia maupun ketakutan
klien dengan mengajak klien untuk rileks membayangkan hal-hal yang membuat takut dari hal yang
paling mengerikan sampai hal yang kurang mengerikan.

Contohnya, klien fobia dengan balon, selalu ketakutan kalau melihat balon, lalu klien diajak rileks
membayangkan bentuk balon, kecemasan ditingkatkan yaitu dengan klien diajak melihat balon dari
kejauhan, ditingkatkan lagi dengan mengajak klien memegang balon disini kecemasan klien meningkat
tajam sampai akhirnya klien diajak untuk meletuskan balon disini tingkat kecemasan klien sampai pada
puncaknya dengan memberikan klien stimulus yang berupa motivasi, musik atau air minum.

Pengkondisian Aversi

Teknik ini digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk, dimaksudkan untuk meningkatkan
kepekaan klien agar mengganti respons pada stimulus yang disenangi dengan kebalikan respons
terhadap stimulus tersebut, dibarengi stimulus yang merugikan atau tidak mengenakan dirinya.

Hal ini dilakukan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga
perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya. Stimulus yang tidak
menyenangkan disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak
dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak
dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

Contoh, untuk menyembuhkan pria homoseks. Kepada pria homoseks diperlihatkan foto pria telanjang
sambil mengalitkan setrum listrik pada kakinya yang tidak beralas.Dalam terapi ini, setiap kali kepada
klien diperlihatkan stimulus yang disenangi (foto pria telanjang) diikuti dengan rasa sakit akibat di
setrum listrik.Begitu terus setiap melihat foto pria telanjang selalu dibarengi rasa sakit dan lama
kelamaan tidak tertarik lagi pada pria.

Teknik- teknik pengkondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-
gangguan behavioral spesifik, melibatkan pengasosian tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculan.Stimulus-situmulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian
ramua yang membuat mual.Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau
penggunaan berbagai bentuk hukuman.
Contoh pelaksanaan penarikan pemerkuat positif adalah mengabaikan ledakan kemarahan anak guna
menghapus kebiasaan mengungkapkan ledakan kemarahan pada si anak.Jika perkuatan ditarik, tingkah
laku yang tidak diharapkan cenderung berkurang frekuensinya.

Contoh penggunaan hukuman sebagai cara pengendalian adalah pemberian kejutan listrik kepada anak
autistik ketika tingkah laku spesifik yang tidak diinginkan muncul. Butir yang penting adalah bahwa
prosedur-prosedur aversif ialah menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaptif dalam suatu
periode sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang
akan terbukti memperkuat dirinya (Corey, 2010:216-217)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi aversif ini lebih membentuk tingkah laku baru yang lebih
spesifik yang adaptif dari yang semula maladaptif, atau tingkah laku yang sesuai aturan.

Pembentukan Tingkah laku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah
laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku
model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan
dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh
ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

Naskah dialog pelaksamaan konseling Behavioristik

Naskah Dialog Behavioristik

Tema : Phobia

Ritme Cerita

Pemeran : Nurmadita Sari sebagai konselor

Sofah Marwah sebagai konseli

Ade Peni Afifah sebagai sutradara


Enci Ranyu sebagai kameramen

Nur Khomisah sebagai editor

Permasalahan : Sofah marwah memiliki phobia terhadap ulat yang berlebihan

Latar : Tempat : Universitas Pancasakti Tegal

Waktu : Siang jam 11.00 WIB

Attending

Konseli : (Mengetuk pintu), “Assalamu’alaikum Wr. Wb.” Berjabat tangan dengan


konselor.

Konselor : Wa’alaikum Salam, menghampiri klien dan mempersilahkan

duduk.

Opening

Konseli : (Duduk di kursi yang telah dipersiapkan) maaf bu, siang-iang gini
sudah mengganggu.

Konselor : Oh…, tidak apa-apa mb sofah, oya bagaimana kabarnya mb ?


(senyum dan mulai percakapan).

Konseli :” Alhamdulillah baik bu”.

Konselor : Syukurlah kalau begitu, bagamana dengan kuliahnya?


Konseli : Alhamdulillah lancar bu,

Konselor : Oya, ada yang bisa ibu bantu.

Acceptance

Konseli :Hmm… gini bu, saya itu pobia dengan ulat, dan pobia itu
sangat mengganggu saya.

Konselor : Iya…ibu dapat memahami perasaan mb sofah (sambil


mengangguhkan kepala).

Konseli : Iya bu, bagaimana tidak mengganggu, saya terkadang di


bully oleh teman- teman saya, itu membuat saya ketakutan bu.

Konselor : Konselor mengangguk kepala dan memandangi konseli)


hmm…iya..iya..

Restatement

Konseli :Saya benar-benar merasa takut terhadap ulat bu. Yang hal tersebut membuat saya
sering dibully.

Konselor : Mba sofah merasa takut.

Reflection of feeling

Konseli : Bu.. saya sudah berusaha mencoba agar tidak takut terhadap ulat tapi
tetap saja.

Konselor : Sepertinya anda merasa kecewa terhadap usaha anda.


Clarification

Konseli : Dulu saya pernah kejatuhan ulat di pundaknya, muka ulat tersebut
menghadap ke muka.hal tersebut membuat saya takut dan trauma hingga
sekarang.

Konselor : Dengan kata lain, anda takut karena pernah kejatuhan ulat.

Paraphrashing

Konseli : Hal ini membuat saya merasa takut dan trauma yang
berkepanjangan.

Konselor : “Tampaknya anda merasa tertekan”

Structuring

Konseli : Saya sulit sekali menyesuaikan diri dengan teman-teman


yang membully saya.

Konselor : Anda kemari untuk membahas masalah anda dengan saya.


Marilah kita manfaatkan waktu 45 menit itu dengan sebaik- baiknya, saya tidak dapat
memberikan nasihat sebagaimana yang anda minta. tetapi, marilah kita bicarakan
masalah ini bersama.

Konseli : Bu. Saya sulit sekali untuk menghilangkan pobia ini, karena
pobia ini saya sering di bully oleh teman-teman, jadinya saya terganggu.

Konselor : Dalam masalah yang anda kemukakan tadi setidaknya ada 3


masalah yaitu pobia, di bully teman, dan terganggu.
Konseli : Bu, bagaimana cara penanganannya agar pobia ini sembuh?

Konselor : Coba anda tenangkan dulu, tarik nafas dan relaksasikan


pikiran anda.

Konseli : (Diam) saya bingung bu harus bagaimana lagi.

Teknik Konseling Thought Stopping

Konselor : Coba anda tutup mata, bayangkan di depan anda ada sebuah
ulat. Kemudian katakan dalam hati “Saya tidak takut ulat” berkali-kali (beberapa
menit).

Konseli : “(Diam dan membayangkan)”.

Konselor : Bagaimana perasaanmu? Apakah lebih baik?

Konseli : Saya masih merasa takut bu.

Konselor :Kalau begitu, ini ada sebuah gambar. Coba anda lihat gambar ini
(sambil menunjukkan gambar ulat yang sebelumnya sudah di browsing).

Konseli : (Histeris)

Konselor : (mencoba menenangkan klien)

Konseli : (mulai tenang)


Konselor : Bagaimana mba sofah apakah ingin berhenti sampai sini saja
atau di lanjut dilain hari?

Konseli : Saya rasa cukup untuk hari ini dan diganti dilain hari saja
bagaimana bu?

Konselor : Iya saya bisa.

Hari kedua

Konseli : (Mengetuk pintu), “Assalamu’alaikum Wr. Wb.” Berjabat tangan


dengan konselor.

Konselor : Wa’alaikum Salam, menghampiri klien dan mempersilahkan


duduk.

Konseli : (Duduk di kursi yang telah dipersiapkan) maaf bu, siang-


siang gini sudah mengganggu.

Konselor : Bagaimana mba sudah siap untuk melanjutkan konseling?

Konseli : Ya saya sudah siap bu

Konselor : Disini saya akan menunjukan gambar ulat kembali, apakah


anda sudah siap?

Konseli : Iya bu saya sudah siap


Konselor : (menunjukan gambar ulat kepada konseli)

Konseli : (histeris yang sudah mulai berkurang)

Konselor : coba anda pegang foto ulat ini.

Konseli : (sudah berani memegang gambar ulat)

Konselor : Anda untuk saat ini sudah ada perubahan.

Saya memiliki mainan ulat, apakah anda berani untuk


memegangnya?

Konseli : (ekspresi ragu) baik saya akan mencoba bu

Konselor : Baik saya akan mengambil mainan ulat dulu

Konseli : Silahkan bu

Konselor : (menyodorkan mainan ulat kepada konseli) coba anda sentuh


ulat ini

Konseli : (agak ragu sambil menyentuh ulat secara perlahan-lahan)

Konselor : Coba anda tenang dulu (sambil mengelus pundak klien).


Coba sekali lagi anda coba untuk memegang ini

Konseli : Baiklah Bu… (sambil memegang ulat dan berkurang


histerisnya)

Konselor : sejauh ini anda sudah ada perubahan mengenai phobianya


dari melihat ulat sampai memegang ulat

Konseli : Terima kasih bu sudah membuat saya untuk menghilangkan


phobia ulat

Konselor : Iya sama-sama bu. Jangan sungkan-sungkan lagi ketika


meminta bantuan lagi.

Konseli : (bersalaman dengan konselor dan meninggalkan ruang.

BAB III

PENUTUP

Saran

Demikianlah makalah yang sederhana yang telah tersusun jika masih ada banyak kekurangan di sana
sini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini.
Kesimpulan

Sejarah konseling behavioral bermula pada Ivan Sechenov (1829-1905), bapak psikologi Rusia.
Struktur hipotetiknya, dikembangkan sekitar 1863.

Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah
konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini
dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan terapi adalah
untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin.

Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat diartikan sebagai tindakan
yang bertujuan untuk mengubah perilaku

Dalam konsep behavioral, perilaku merupakan hasil belajar, sehinga dapat diubah dengan
manupulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu memngubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalah.

Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku
yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang
salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.

Adapun tujuan khusus dari konseling behavioral adalah membantu klien menolong diri sendiri,
mengembalikan klien ke dalam masyarakat, meningkatkan keterampilan sosial, memperbaiki tingkah
laku yang menyimpang, membantu klien mengembangkan sistem self management dan self control.
Sehingga tujuan dari konseling behavioral adalah membentuk perilaku baru yang adaptif melalui proses
belajar dan lingkungan.

Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif
dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian
pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi
sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan dalam menentukan
prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru dan
adjustive.

Teknik-teknik konseling yang bisa dan biasa digunakan dalam Konseling behavioral adalah :

Latihan Asertif (Assertive training)

Desensitisasi sistematis
Pengkondisian Aversi

Pembentukan Tingkah laku Model

DAFTAR PUSTAKA

, Gerald. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Refika Aditama. Bandung.

Corey, Gerald. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.

Bandung : PT Refika Aditama

Fauzan, Lutfi. (2004). Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual.

Malang : Elang Mas

Pujosuwarno Sayekti, (1993), Berbagai Pendekatan Dalam

Konseling, Yogyakarta : Menara Mas Offset.

http://ajunknia90.blogspot.com/2012/01/konseling-behavioral.html

(di poskan oleh nia sabtu 14 januari 2012 dan di unduh tanggal 12 mei 20015 pukul 14.00)
https://yuni99.wordpress.com/2011/04/13/teknik-konseling-behavioral/

(di poskan oleh yuni tanggal 13 april 2011 dan di unduh tanggal 12 mei 20015 pukul 14.05)

http://ferryguidance.blogspot.com/2013/05/teori-konseling-behavioral.html

(di poskan oleh ferry mei 2013 dan di unduh tanggal 12 mei 20015 pukul 14.12)

http://ikanoviyasari.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

(di poskan oleh ikanoviasari minggu 7 april 2013 dan di unduh tanggal 12 mei 20015 pukul 14.12)

http://juergenkollink.blogspot.com/2013/05/konseling-pendekatan-behavior-part-1.html

di poskan oleh juergenkolink minggu 12 mei 2013 dan di unduh tanggal 12 mei 20015 pukul 14.15)

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/

di poskan oleh akhmad sudrajat tanggal 23 januari 2008 dan di unduh tanggal 14 mei 20015 pukul 15.00)

http://adeksaputrablog.blogspot.com/2012/11/konseling-behavioristik-konbe.html

di poskan oleh adek saputra pada november 2012 dan di unduh tanggal 14 mei 20015 pukul 15.05)

http://fitrika1127.blogspot.com/2012/05/konseling-perilaku.html

di poskan oleh fitrika1127 pada selasa 1 mei 2012 dan di unduh tanggal 14 mei 20015 pukul 15.10)

http://adipsi.blogspot.com/2011/04/pendekatan-konseling-behavioristik.html

Anda mungkin juga menyukai