Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

Matahari keluar dari peraduannya, begitu indah cahaya di ufuk timur. Kicauan burung
didalam sangkar, embun pagi menetes di dedaunan taman, angin semilir menerpa tulang-tulang
daun kelapa. Di pagi ini, seorang gadis bertubuh mungil berkulit putih berseri yang sedang
berlari pagi, melangkah menjauhi rumahnya. Dengan helaian rambut yang ia kuncir satu,
mengenakan celana training dan kaos panjang berwarna hitam, tak lupa sebuah topi dikepalanya.
Rambut panjangnya sengaja ia kuncir, dan tidak dibiarkannya terurai. Bola matanya yang coklat,
pipi cuby serta bibir nya yang halus. Azura namanya. Seorang gadis dengan keturunan suku
sunda dari ayah dan ibunya.

Perlahan Azura memperlambat langkah kakinya, ia ingin menikmati sejuknya mentari pagi.

“ Tidak bosan- bosannya aku melihat pemandangan seperti ini, kicauan burung ditemani
munculnya mentari dari balik gunung yang ditumbuhi pepohonan. Senang sekali rasanya bisa
menikmati sejuknya pagi di sebuah desa seperti ini.” Gumam Azura didalam hati.

Azura teringat, bahwa hari telah semakin siang. Ia harus bergegas pulang, untuk membantu
ibunya dirumah. Urung hati, ia pun pulang melangkahkan arah kakinya. Rumah bercat putih
dengan ada paduan warna emas disela-sela tiangnya. Halaman yang menghampar luas ditumbuhi
beberapa kuncup bunga yang sedang merekah, dan juga beberapa tanaman hias lainnya. Namun,
ia kini hanya tinggal berdua bersama ibunya. Ayahnya telah pergi mendahului mereka sejak
Azura masih kecil. Hingga kini Azura kurang merasakan seperti apa rasanya perhatian dari
seorang ayah. Azura merupakan anak semata wayang, ia tidak memiliki kakak ataupun adik.
Namun, walau hanya tinggal bersama ibunya tercinta, Azura merasa tetap bersyukur. Karena ia
diberikan ibu yang sangat baik, serta sangat menyayangi Azura.

Setibanya di halaman rumah, ia merasa ada yang berbeda. Sejak tadi ia tidak ada melihat ibunya

“Tidak seperti biasanya mama tidak ditaman, biasanya jika aku pulang dari berjalan pagi, mama
pasti sedang menyiram bunga. Hmm Sudahlah, mungkin mama ada didalam” gumam azura
merasa aneh

Setibanya ia di ruang dapur ternyata benar, ada ibu disana. Mungkin karena masih ada perkerjaan
yang masih belum terselesaikan.
“Assalamualaikum mama” Sapa Azura pada ibunya. Belum sempat ibunya menjawab salam
Azura, ibu terkejut dengan penampilan azura hari ini. Sampai kapan kamu tidak mengenakan
hijab nak . gumam ibu di dalam hati. Tapi sudahlah, sudah sejak lama ibunya menyuruh agar
Azura selalu istiqomah dalam berjilbab, tapi ia selalu saja ada 1000 alasan yang tercurahkan.
Entah gerah lah, nanti tidak punya teman lah dan lain sebagainya.

“ Waalaikumsalam anak ku” jawab ibu dengan memberikan senyum kepada anak tercintanya itu.

Azura pun bergegas menyalami ibunya.

“ Jalan pagi dari mana saja kamu hari ini nak, sepertinya lumayan jauh ya?” tanya mama dengan
mencoba mengalihkan pikirannya pada Azura yang masih belum menetapkan berjilbab.

“ Iya ma, Azura mencoba jalan yang berbeda hari ini hehe, itung-itung supaya Azura tau daerah
sini ma.”

“ Yasudah, nanti Azura segeralah mandi, lalu pergi kebawah untuk sarapan bersama mama ya”
pinta mama kepada Azura

“ Baik mamaku” dengan senyum merekah, Azura lalu pergi menuruti ucapan mamanya.

Waktupun beranjak. Ia sarapan bersama mama sembari bercerita ria seperti biasa.

“ Mah, terimakasih ya, Azura sangat bahagia memiliki ibu sebaik mama. Azura sangat sayang
sama mama” tiba- tiba Azura memberanikan diri, mengatakan pada mamanya. Dengan mata
berkaca-kaca. Karena ia sangat terharu atas semua pengorbanan ibunya itu.

“ Azura sayang, tidak perlu berterimakasih seperti itu. Sudah kewajiban mama mu ini untuk
selalu menyayangi dan mencintaimu. Membimbingmu kejalan yang benar. Mama juga sangat
sayang sekali kepada Azura” dengan haru mama berkata pada azura.

“ Maafin azura mah, kalo Azura masih belum bisa mengenakan jilbab secara konsisten. Karena
Azura masih belum siap ma. Tapi Azura janji, pasti akan mengenakan jilbab nantinya. Azura
mohon, mama mengerti” dengan rasa bimbang, kepala yang tertunduk dan suara seraknya
dengan berat Azura mengatakan hal itu pada mamanya. Ia masih ragu untuk memberanikan diri
untuk memulai berjilbab.
Azura langsung memeluk mamanya. Tak terasa butir airmata jatuh membasahi pipi azura.

Sepekan lagi, merupakan hari yang Azura tunggu- tunggu. Kenapa tidak? Hari itu adalah hari
dimana Azura pertama kalinya pergi melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas yang
dipilih. Ternyata ia diterima di Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Dengan perjuangan yang telah terlalui selama ini, akhirnya Azura lolos walaupun
dengan menggunakan jalur SBMPTN. Azura gagal dipilihan pertamanya dan lolos pada pilahan
yang kedua, yaitu di FKIP pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Banyak orang
yang mengatakan, kenapa memilih jurusan itu? Jauh- jauh disana, kok masuk nya kejurusan itu?
Mau kerja apa nantinya? Apa masih belum bisa berbahasa? Banyak sekali cemohan orang lain
padanya, tapi ia tak menghiraukan. Biarkan saja orang berkata apa . Yang penting saat ini Azura
harus fokus pada tujuannya, agar bisa belajar dengan sungguh- sungguh. Ia ingin bisa
membahagiakan mamanya tercinta. Dan Azura bersyukur, karena mama selalu setuju dengan
pilihannya, jika memang itu dirasa baik. Sebelumnya mama tidak mengekang Azura agar masuk
kejurusan lain. Namun mama memberikan kebebasan untuk menentukan pilahan Azura sendiri.
Dan mama juga selalu memberikan dukungan. Terimakasih mamah.

Azura turun keruang tamu, karena ingin berbincang dengan mamanya lagi. Perasaan yang
gundah seperti ini, tidak puas jika ia tidak menceritakan semua keluh kesahnya pada mama.
Mamanya sudah seperti sahabatnya.

“ Mama, sebentar lagi azura akan pergi, bagaimana mama nanti disini? siapa yang nanti akan
menjaga mama?” kata Azura pada mama. Karena jarak tempat tinggal dengan Universitas
memerlukan waktu cukup lama, maka Azura harus menyewa kamar kos untuk ditempati.
Namun, dalam hati kecilnya, ia khawatir akan kondisi mama nantinya.

“ Tidak apa-apa nak, mungkin nanti mama akan meminta bibi Ijah menemani mama, itung-itung
juga memberikan pekerjaan kepadanya. Toh, selama ini bi Ijah hanya sebagai ibu rumah tangga
saja. Semoga saja dia mau” ucap mama

“ Mama yakin?” tanya Azura meyakinkan mamanya.


“ Iya nak. Sudahlah tidak apa. Ini juga sudah menjadi keputusan kita bersama. Tidak usah
khawatir berlebihan seperti itu, kau belajarlah sungguh-sungguh disana. Mama akan terus
mendoakanmu. Kau harus bisa menjaga dirimu baik-baik disana ya sayang”

“ Baik ma” Ucap Azura sedikit lega.

Dua pekan berlalu, tepatnya saat Azura berpamitan kepada mama untuk pergi menempuh
pendidikannya. Karena ia dan mama tinggal di desa Cempaka. Pergi dengan meninggalkan
tetesan air mata di pipi. Kini, Azura benar-benar harus bisa mandiri, ia bahkan belum memiliki
seorang teman, dan juga tidak memiliki keluarga di Banjarmasin.

Azura melangkahkan kaki menuju gerbang kampus. Banyak mahasiswa baru sepertinya yang
berjalan beriringan. Ketika sedang asiknya berjalan sambil melihat kendaraan berlalu lalang.
Azura dikejutkan oleh seorang gadis berhijab tidak jauh berjalan di depannya. Dengan balutan
gamis hitam yang dipadupadankan dengan jilbab maron. Mengenakan tote bag di lengan
kanannya. Dari arah berlawanan Azura melihatnya, hingga jarak mereka sangat dekat, hanya
berbeda beberapa langkah saja. Tanpa disadari, mereka sama- sama diam terpaku, degupan
jantung Azura begitu kencang, ruang imajinya berputar-putar, menerka-nerka. Hingga akhirnya
disadari, perempuan dihadapan Azura adalah sahabat masa kecilnya yang telah berpisah 5 tahun
lamanya. Sejak itu mereka tidak pernah lagi bertemu. Namanya Muzda. Saat jarak sangat dekat,
mereka terpaku terdiam bersama ditempat yang sama.

“ Muzda?”

“ Azura?”

“ Ini kamu kan?”

“ Iya ini aku Azura. MasyaAllah aku tidak sedang bermimpi kan. Sudah sangat lama kita tidak
berjumpa” ucap Musda kepada Azura.

“ Alhamdulillah. Ternyata aku masih bisa bertemu dengan sahabat lamaku. Aku kira 5 tahun
yang lalu adalah hari terakhir kita bisa bercanda bersama. Namun ternyata, kita malah satu
kampus” dengan mata yang berkaca-kaca karena hampir tidak percaya bahwa yang ada
dihadapannya ini ternyata adalah sahabat lamanya.
“ Kamu kuliah disini juga ya ternyata? masuk di fakultas mana nih? Tanya Azura kepada muzda.
Sembari mereka melangkahkan kaki menuju ruangan.

“ Aku mengambil Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia”

“ Wah, ternyata kita sama. Tidak hanya satu kampus, ternyata kita satu prodi Muz” dengan
senangnya Azura berkata seperti itu kepada Muzda

“ Alhamdulillah. Kita akan bisa bersahabat seperti dulu lagi kan?” dengan penuh harap Muzda
seraya mengembangkan senyuman diujung bibirnya.

“ Sudah pasti dong Muzda. Sudah, ayo kita harus cepat masuk keruangan, jangan sampai kita
tertinggal nantinya” ajak Azura.

----

Anda mungkin juga menyukai