Anda di halaman 1dari 21

Contoh Teks Cerpen Berjudul Kesempurnaan Sejati

Judul: Kesempurnaan Sejati


Karangan: Nur Hidayati Ilmi, SMPN 1 Puri

Alkisah ada seorang mahasiswa bernama Bagaskara Narendra yang menempuh pendidikan
di sebuah Universitas ternama di kotanya. Ia merupakan murid tampan yang memiliki
ratusan ribu followers di sosmednya, yah bisa dibilang dia populer. Tidak hanya itu
prestasinya yang cemerlang serta background keluarga yang cukup disegani membuat dia
cukup akrab dengan kebanyakan dosen sampai kadang membuat orang yang melihatnya
merasa minder. Dibalik itu semua ia tak pernah sekalipun bersyukur dan selalu tidak puas
dengan apa yang dimilikinya. Ia selalu ingin jadi yang lebih sempurna lagi dalam segala hal.

Saat pertengahan semester datanglah dosen pengganti yang akan mengajar di salah satu
mata kuliahnya, karena dosen yang mengajar cuti selama seminggu. Ia memperkenalkan
diri dengan ramah dan santai, namanya adalah Asrar Adiwidia. Meskipun mahasiswa lain
tengah menyambut kedatangan pak Adi, bukannya senang Aska malah bergumam "Kenapa
sih itu dosen pake cuti segala kan jadi harus akting lagi, untung dosen penggantinya ramah
pasti gampang nih gak ada seminggu juga itu dosen pasti luluh".

Namun tak seperti yang dia rencanakan ternyata pak Adi merupakan tipe dosen yang tegas,
disiplin, dan adil. Sudah hampir lima hari berlalu namun tidak ada kemajuan malah Aska
diperlakukan sama seperti mahasiswa lain, tidak seperti biasanya. Aska berpikir kalau
seperti ini terus rencana dia untuk menjadi yang terbaik dan terlihat sempurna bisa bisa
gagal. Semalaman ia merenungkan hal itu.

Keesokan paginya ia datang menemui pak Adi yang berada di ruanganya.

"Permisi pak" ujar Aska.

"Iya Aska ada keperluan apa kamu datang menemui saya?" tanya pak Adi.

"Kebetulan ada yang ingin saya tanyakan, apakah bapak ada waktu?" jawab Aska.

"Iya tentu saja ada, apa yang mau kamu tanyakan?" sambung pak Adi.

Aska mulai berbincang-bincang dengan pak Adi, setelah agak berbasa-basi ia masuk ke inti
percakapan secara alami.

"Pak, bagaimana sih caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam
hidup ini?" tanya Aska. Pak Adi menetap Aska sambil tersenyum, kemudian membawanya
ke taman bunga yang ada didekat relief Universitas. Pak Adi lalu menyuruh Aska untuk
berjalan di taman indah dengan bunga berwarna-warni itu jika ia ingin pertanyaannya
terjawab.

"Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang menurutmu paling indah, namun
jangan pernah kembali ke belakang!" perintah pak Adi.
Kemudian Aska berjalan lurus menyusuri taman bunga. Dipertengahan jalan ia menemukan
bunga yang menurutnya indah, namun dia urungkan niatnya untuk memetik bunga itu,
karena berpikir bahwa ada bunga yang lebih indah di depan sana. Dia pun terus berjalan
dengan maksud memilih bunga yang jauh lebih indah. Maka sampailah Aska diujung taman,
dengan tangan hampa tanpa sekuntum bunga yang dipetiknya. Disana Pak Adi sudah
menantinya dan bertanya, "Mengapa kamu tidak mendapatkan satupun bunga?".

"Sebenarnya tadi saya sudah menemukannya tapi tidak saya petik, karena saya berpikir
masih ada bunga yang lebih indah didepan sana. Ternyata ketika sudah sampai diujung
saya baru sadar bahwa yang saya lihat tadi adalah yang terindah, itu semua tidak ada
artinya karena saya tidak bisa kembali ke belakang". Jawab Aska setengah menyesal. Pak
Adi berkata sambil tersenyum, "Ya... itulah hidup, semakin kita mencari kesempurnaan,
semakin kita tak akan pernah mendapatkannya. Maka dari itu janganlah mencari
kesempurnaan, tapi sempurnakanlah yang ada pada diri kita."

Aska pun akhirnya mengerti makna dari kesempurnaan sejati. Kini ia melanjutkan hidupnya
dengan menyempurnakan apa yang ada dalam dirinya serta bersikap rendah hati. Karena ia
tahu jika terus mengejar kesempurnaan pada akhirnya ia tidak akan mendapat apapun. Dan
akhirnya ia bisa lulus dengan predikat cumlaude dengan IPK yang sangat memuaskan.
Tidak hanya itu, kini ia menjadi pribadi yang selalu bersyukur atas nikmat Allah dan tidak
sombong atas segala sesuatu yang dimilikinya.

Pelajaran yang dapat kita petik dari cerita diatas adalah bahwa tidak ada manusia yang
sempurna di dunia ini maka janganlah mencari kesempurnaan, tapi sempurnakanlah apa
yang telah ada pada diri kita. Karena semakin kita mencari kesempurnaan maka kita tak
akan pernah mendapatkannya. Allah memberikan pelangi di setiap mendung, hikmah di
setiap cobaan dan jawaban disetiap do'a. Dari kupu-kupu kita belajar merubah diri, dari padi
kita belajar rendah hati, dan dari Allah kita belajar kasih sayang yang sempurna.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Cinta Kasih Ibu


Judul: Cinta Kasih Ibu
Karangan: Bulqis 09

30 Oktober, hari di mana kedua orang tuaku bercerai. Ayahku selingkuh dari ibuku dan
melakukan KDRT kepadanya. Di saat bercerai aku dan adikku harus memilih untuk pergi
dengan ayah atau ibu. Aku memilih dengan ibu sementara adikku dengan ayah. Kami
berpisah dengan perasaan kesal, sedih dan lega. Namun sebelum berpisah ibu berkata
kepada adik untuk berhati-hati.

Ayah membereskan bajunya yang ada di rumah dan pergi, karena rumah ini seluruhnya
adalah milik ibu, jadi ayah yang harus pergi. Ayah pergi dengan muka masamnya seperti
menahan amarah. Aku berharap adik baik-baik saja bersama ayah.

Selama aku hidup dengan ibu, ibu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.
Walaupun ada di mana saat ibu mengalami musibah seperti ia dipecat dari pekerjaannya,
kecelakaan kecil dan lain-lain. Ibu selalu tabah dalam menghidupiku. Saat aku bersedih
karena suatu hal ibu memelukku dan menenangkanku. Ia menepuk pelan kepalaku,
mengusap-usap punggungku, menghapus air mataku, semua ia lakukan agar aku tidak lagi
menangis.

Suatu saat adik datang berkunjung ke rumah kami namun penampilan dari adikku sangat
berantakan seperti tidak ada yang merawatnya. Ibu marah melihat penampilan adik, dan
menuntut ayah. Pada akhirnya adik tinggal bersamaku dan ibu. Sementara ayah sementara
dipenjara karena melakukan kekerasan pada anak dan istrinya.

Selama adik melaksanakan pemulihan diri, aku membantu ibu. Saat aku ingin membuang
sampah di rumahku aku melihat ibu di pinggir jalan dengan seorang pengemis. Ibu seperti
memberikan beberapa uang dan makanan untuknya. Ada juga saat dimalam hari setelah
kami makan malam dan bersiap untuk tidur aku melihat ibu menangis dalam diam. Dalam
hatiku terasa sakit melihat ibu menangis dan semenjak saat itu aku mulai berusaha untuk
membuat ibu bahagia.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Balerina


Judul: Balerina
Karangan: Indah Cho

Ruang pertunjukan terdengar riuh. Penonton berteriak, terkejut.

"Oh Tuhan!"
"apa yang terjadi?"
"aku sudah menduga dia akan jatuh."
"oh... Kasihan sekali."
"Gwen!"

Sang Ibu dan Para crew yang berada di backstage segera menghampiri seorang gadis
penari yang jatuh terduduk di atas panggung. Segera dibawanya Gwen menuju ruang
istirahat, lalu dibaringkan. "Gwen mengalami tegangan pada otot kakinya karena belum
terbiasa. Tidak apa-apa, ini akan sering terjadi pada awal-awal. Tapi sedikit istirahat akan
membuat kakinya membaik." Mendengar itu, Gwen hanya menghela napas lelah. Sedang
ibunya yang sejak lima menit lalu diserang panik itu merasa lebih tenang.

"Gwen, lebih baik kau istirahat saja dulu, Ibu khawatir."


"tapi Bu, aku ingin menari lagi. Ini konser solo yang sangat aku harapkan." kata Gwen,
"Hanya ballet yang membuatku bisa menerima kondisiku sekarang Bu."
"tapi tidak untuk kamu." Ucapan Ibu terhenti sejenak, "Gwen... Berhentilah, lakukan apa
yang kamu ingin lakukan, asal tidak menari."

"Apa karena kakiku yang tinggal satu? Apa karena kecelakaan itu? Apa karena kaki kiriku
harus diamputasi? Apa karena itu? Ibu melarangku untuk menari?" Gwen menangis, Ibunya
juga menangis. "aku bisa menari dengan satu kakiku Bu. Kedua tanganku masih utuh. Aku
bisa menggunakan tongkat. Aku baik-baik saja. Aku mungkin tidak normal lagi seperti dulu,
tapi ini konser solo yang sangat aku inginkan. Ku mohon biarkan aku terus menari."

"Gwen, sekali lagi. Ibu mohon, berhentilah menari."


"aku tahu Ibu mencemaskanku. Tapi tidakkah Ibu mengerti apa yang aku inginkan dari dulu?
Biarkan saja orang lain menganggapku tidak bisa. Tapi nyatanya aku bisa walau dengan
satu kaki. Aku akan membuktikan pada mereka Bu, bahwa aku bukan orang yang cacat."
Kali ini Gwen benar-benar meminta, Sang Ibu menatapnya ragu-ragu. "Ibu bisa
mempercayaiku."

Denting Piano mulai mengalun. Cahaya lampu menyorot pada bintang utama yang berada
di tengah panggung. Gwen. Gadis itu sejenak memejamkan mata. Mencoba untuk percaya
diri. Dia mengangkat tangannya untuk memberi salam pada penonton. Musik mengalun
agak cepat, Gwen mulai menari dengan tongkat putihnya yang setia. Walau hanya dengan
satu kaki, dia menari dengan luwes dan indah.

Dia terbang, melayang, bagai menari di angkasa. Selama beberapa menit ia menari,
gerakan Gwen agak melambat seiring Musik yang ikut melambat. Hingga akhirnya berhenti.
Dia menghembuskan napas merasa puas. Ia membuka mata melihat penonton yang
terdengar riuh. Ia akan rindu saat-saat seperti ini. Ia akan rindu dirinya yang menari seperti
ini. Ya, ia akan rindu. Mendadak, terngiang jelas di pikirannya janji pada ibunya beberapa
menit lalu.

"Bu, jika Ibu mengizinkan aku menari sekali lagi, aku berjanji. Ini terakhir kalinya Aku
menjadi balerina."

Contoh Teks Cerpen Berjudul Dukung Aku


Judul: Dukung Aku
Karangan: Nur Aisyah Amalia

Minggu lalu seorang ustadzah memberiku tugas untuk menuliskan sebuah cerita. Cerita
tentang awal perjalananku berada di Ma'had ini. Namun siapalah aku? Aku hanya bocah
yang belum banyak mengerti. Sampai tugas membuat cerita tentang diriku sendiripun aku
merasa tak mampu. Dan inilah yang kulakukan sekarang, duduk termenung sambil
memandangi kertas tugasku yang masih saja kosong sejak enam hari lalu. Berkali-kali aku
mencoba menulis segala yang terlintas di pikiranku, namun pikiran tentang hafalan yang
esok pagi harus kusetorkan membuatku semakin tak tahu harus menulis apa..

"Cletak", perlahan kuletakkan penaku di atas meja. menarik napas panjang dan kemudian
menghembuskannya perlahan. Melihat sekeliling untuk mencari sebuah gagasan, bertanya
kepada setiap orang yang berlalu lalang soal apa yang bisa kutulis, namun aku hanya
menerima jawaban sebuah senyuman. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada "sesuatu" yang
sedang tergeletak di atas lantai. Diam dan tak bergerak. "Sesuatu" itu menarik perhatianku,
dan tanpa sadar diriku terbawa mendekat pada "esuatu" itu.

Ternyata "sesuatu" itu adalah seekor capung! Capung yang malang.. apakah ia mati?
Mengapa ia diam saja dan tak terbang? Apakah ia sendiri? Sejenak melihat capung itu
membuatku teringat pada ucapan salah seorang teman "sekuat apapun dirimu dan
seberapa mampu dirimu, takkan bertahan jika kau berjalan seorang diri. Kau membutuhkan
orang lain. Meski hanya dengan dukungan kecil".
Kuulurkan jariku dan perlahan kusentuh salah satu sisi sayapnya. "ddrrrrtt", sayap capung
itu bergetar. Ia masih hidup! Kuletakkan ia di atas telapak tanganku. Sayapnya terus
bergetar sampai membuat jari-jariku merasa geli. Sampai beberapa detik kemudian capung
itu terbang, lantas menari di atas langit-langit asrama

Aku mengerti, mungkin ini bisa disebut dengan dukungan kecil. Capung itu kembali bergerak
setelah aku memberikannya sedikit belaian. Sebaliknya, lewat capung tersebut aku merasa
terinspirasi, sehingga kertas yang sejak enam hari lalu mulai terisi dengan sederetan tulisan
yang berjajar.

Entah, cerita ini berarti bagi orang lain ataupun tidak. Bagiku dari sini aku mengerti bahwa
kita sebagai makhluk hidup harus saling mendukung. Karena kebanyakan orang hanya tahu
bagaimana cara menyalahkan, menuntun dan memberitahu. Tapi mereka tidak mengetahui
bagaimana cara mendukung.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Gubuk Tua


Judul: Gubuk Tua
Karangan: AS Shinju

Pagi ini, aku dan Soni ada janji mau ke hutan. Aku dan dia mendapatkan tugas kelompok
dari dosen di kampus, mengobservasi hewan-hewan yang ada di hutan.

Pepohonan yang rindang dan besar menyambut kedatangan kami. Kicauan burung seakan
bernyanyi gembira melihat kami. Kami terus berjalan menyusuri hutan lebat yang barangkali
saja masih belum terjajah oleh manusia. Rindang, sejuk dan pemandangan yang indah telah
terhampar di sini. Banyak binatang yang mondar-mandir ke sana-ke mari. Kami terus
mencatat hewan-hewan yang kami lihat, yang sudah tertangkap oleh mata. Sudah banyak
spesies yang kami cantumkan dalam catatan kami.

Kami mengira hutan ini masih belum terjamah oleh tangan-tangan manusia. Ternyata
praduga kami salah, di tengah hutan kami bertemu dengan seorang kakek yang sudah tua
sedang membawa dan memilih kayu-kayu kering di depannya. Kami pun menghampirinya.

"Maaf mengganggu, Kek," ucapku.


"Ya, tidak apa-apa, Cu."
"Kakek sedang apa di sini?"
"Mencari kayu, Cu."
"Untuk apa, Kek?"
"Untuk dijual ke pasar, Cu. Cucu mau apa ke hutan ini? Bahaya."
"Kami dari kota, ada tugas kuliah mengobservasi hewan-hewan yang ada di sini, Kek."

Ternyata masih ada kakek-kakek yang mencari kayu untuk dijual, di era ini.

"Ayo, mampir dulu ke gubuk kakek, Cu."


"Di mana gubuknya, Kek?"
"Di seberang sana, Cu, di tepi hutan."
Kami diajak kakek tua itu ke gubuknya. Ternyata kakek itu berani berjalan sendirian ke
dalam hutan. Ia tidak takut akan hewan buas yang akan menerkamnya. Mungkin karena
biasa.

Tak lama kemudian, kami pun sampai di gubuk kakek itu. Tua, lapuk, itulah gubuknya. Tak
layak untuk ditempati. Di luar, ada kursi yang terbuat dari bambu, lapuk. Kami berdua
disuruh masuk ke dalam. Di dalam terdapat bambu runcing yang sudah digerogoti rayap,
seperti sisa zaman dulu. Ada juga alat-alat perang para pejuang terdahulu. Yang lebih
mengherankan lagi padaku, di dindingnya terpampang foto kakek itu bersama presiden RI
pertama: Ir. Soekarno. Lalu kutanyakan hal itu padanya, sembari duduk di kursi kayu yang
sudah tua dan berlubang terkikis rayap.

"Kek, kok di sini banyak peninggalan perang terdahulu, dan di sana itu foto kakek?" tanyaku.
"Itu?" jawabnya, kalimatnya seakan sengaja dipenggal, "itu semua sisa-sisa yang kakek
pakai dulu, waktu kakek masih berperang melawan penjajah."
"Jadi, kakek juga sama seperti para pejuang-pejuang yang tercatat dalam sejarah?"
"Ya, Cu. Tapi kakek terkucilkan, kakek tidak diperhatikan oleh mereka - para pemerintah."
"Kalau kakek tidak keberatan, bisakah kakek ceritakan bagaimana saat kakek melawan
penjajah dulu?"
"Dulu Kakek bersama para pejuang lainnya, terus berusaha untuk membebaskan bangsa ini
dari para penjajah. Hingga banyak para pejuang yang mati di medan perang. Alhamdulillah,
Kakek masih bisa selamat. Meskipun demikian, kami -para pejuang- terus berusaha untuk
membebaskan bangsa ini dari para penjajah. Hingga pada akhirnya, mereka -para penjajah
dari Jepang- dikalahkan oleh sekutu, karena Hirosima dan Nagasaki di bom atom, habis.
Dua hari sebelum proklamasi dibacakan, pak Soekarno sempat diamankan oleh para
pemuda dan dipaksa untuk segera memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini, karena
Jepang dalam keadaan lemah. Malam tanggal 16 Agustus, bendera nasional RI dijahit, dan
Soekarno menulis teks proklamasi. Keesokan harinya, Soekarno pun memproklamasikan
kemerdekaan bangsa ini. Kakek pun hadir saat itu, di barisan terdepan. Kakek sering
bersama Soekarno, mengamankannya dari peperangan, dari para tentara Jepang. Namun
setelah dia menjadi presiden, Kakek tidak pernah lagi diingat olehnya. Kakek tidak pernah
lagi bertemu dengannya. Kakek seperti tidak pernah ia kenal. Kakek dari zamannya
Soekarno jadi presiden sampai sekarang, tidak pernah dilihat seperti orang-orang yang
lainnya. Tidak ada yang memperhatikan Kakek. Kakek menghidupi diri Kakek dengan
mencari kayu di hutan dan menjualnya ke pasar. Itulah hidup Kakek."
"Terus, dengan gubuk ini, Kek? Kakek membangunnya sendiri?"
"Gubuk ini Kakek bangun sendiri, setelah Kakek seminggu mencari tempat berteduh,
akhirnya Kakek berhenti di sini dan membangun gubuk ini."
"Oh, begitu ya, Kek. Jadi, Kakek adalah pejuang yang tersisihkan, bagitu?"
Kakek itu hanya mengangguk-ngangguk kecil.

Aku tertegun mendengar cerita kakek itu. Hatiku merasa iba mendengar pernyataanya.
Mendengar hal itu, aku berinisiatif untuk mencari wartawan untuk memperkenalkan kakek itu
pada dunia, agar ia tak lagi dipandang sebelah mata.

Lalu kami pun minta pamit untuk pulang, karena hari mulai beranjak sore. Kami pun keluar
dari gubuk tua yang terbuat dari kayu dan bambu yang sudah terlihat rapuh dan lapuk.
Atapnya terbuat dari jerami yang mulai semakin renggang, tak layak untuk ditempati.
Kami sudah semakin jauh dari gubuk itu. Tak cuma karena hari mulai beranjak sore, pun
karena inisiatifku itu-mencarikan wartawan untuknya.

Sampai di rumah, kami pun mambagi tugas, mencari wartawan yang mau meliput kakek
tadi. Satu hari, dua hari, hingga akhirnya setelah seminggu kami mencari, kami pun
menemukan wartawan yang mau meliputnya.

Kami pun berangkat dengan mobil milik wartawan tersebut. Sesampainya di rumah warga
sekitar, kami menitip mobil itu di salah satu rumah penduduk karena tidak adanya akses
jalan yang menuju ke gubuk kakek itu.

Saat berada dekat dengan gubuk itu, kami melihat kakek itu sudah berada di depan
gubuknya. Seperti menunggu kedatangan kami. Seakan tahu maksud kami. Dia memakai
baju yang sama seperti saat foto bersama Soekarno, memakai seragam pejuang
kemerdekaan. Ia duduk sambil menundukkan kepala. Di depannya, ada tiang bambu
dengan bendera merah putih kusut yang sudah berkibar tertiup angin.

Aku memanggil salam. Tak ada jawaban. Perlahan kami menghampirinya yang masih
tertunduk dalam diam, seolah mengisaratkan sesuatu yang sama sekali tak kami inginkan.

Alun-Alun Pejuang, 16 Nopember 2013

Contoh Teks Cerpen Berjudul Inspirasi Buta


Judul: Inspirasi Buta
Karangan: Sylvia

Kakiku terus kuangkat dan kuletakkan serta berpindah tempat dengan gerakan yang paling
cepat. Berbutir-butir bening basah menempel di keningku, aku melepaskan dan mengambil
udara di sekelilingku. Tanganku tak kuasa menahan butir itu, dengan kesal tanganku yang
memegang sebuah benda empuk persegi panjang berwarna cokelat dan banyak kolom-
kolom, mengusap butir itu sehingga tanganku pun basah. Mentari siang ini membuat
tubuhku terbakar dan lelah, tapi semangatku terus kugapai. Aku berlari cepat mencari
persembunyian, bukan dari sinar mentari tapi dari sekelompok orang-orang dewasa
berbadan kekar.

"Woi! Keluar loh!" teriak salah satu dari mereka. Aku sembunyi seperti tikus bisu.
"Dasar maling!" teriak lagi dari mereka.
"Gimana kalau kita berpencar aja nyarinya! Dia cuma anak kecil, pasti larinya belum jauh!"
perintah ketua kelompok. Aku menyerimpit, melewati rintangan seperti di Outbond, tapi lebih
mengerikan. Sampai dipertikungan jalan, tingkahku seperti orang gila, bingung mencari
celah tikus raksasa.
"Itu dia!" teriak salah seorang yang melihatku. Aku semakin kebingungan, aku terus berlari
tak tentu arah, yang penting lari, itulah prinsipku.

Aku tercengang melihat sebuah tempat peribadahan yang banyak orangnya karena baru
adzan dhuhur, yang sangat indah. "Inilah yang aku cari. Terimakasih ya Allah, engkau
memberiku perlindungan!" ucapku syukur. Segera ku cepatkan langkahan kaki ini, walau
bajuku sobek kanan kiri atas bawah, kumuh, kotor dan bau. Aku segera mengambil air
wudhu.

"Ini nak, baju untukmu!" ucap seseorang yang tiba-tiba di sampingku, membawa baju
lengkap dengan sarung yang sangat bersih, putih, dan mempesona. Berbeda sekali bila
disamakan dengan baju yang kupakai ini.
"Untuk saya?" tanyaku ragu walau keinginan meluap. Orang itu mengangguk.
"Pergilah ke kamar mandi sebelah sana dan ganti pakaianmu!" suruh orang itu sambil
menelunjukkan jarinya. Sekarang gantian aku yang mengangguk. Aku berlari senang.

Selesai berganti, segera kulakukan ibadah dengan penuh keyakinan dan kekhusyukkan.
Aku merasa sangat bahagia, entah mengapa. Sampai salam, aku berdo'a dan bersyukur
atas perlindungan dan malaikat yang menurutku tadilah yang menolongku tadi. Selesai itu,
aku melangkah ke pojok belakang masjid, sangking kelelahannya aku, tak dapat lagi
menahan kantup mata ini lagi.

Aku menatap sekelilingingku, tidak ada cahaya dan suara seperti di kota. "Jangan-jangan ini
adalah tempat pengap seperti penjara yang mereka lakukan untuk membunuhku!" pikirku
khawatir akan sekelompok orang itu. Aku melangkahkan kaki untuk meluapkan rasa
penasaranku. Setengah menit berjalan, aku berhentikan langkahku. Mengamati dan
membuat pertanyaan rasa penasaran yang secara otomatis terpikirkan oleh otakku. Dua
buah jalan berbeda dengan pohon yang berbeda juga. Sebelah kiri jalan yang rusak terus
dan pohon yang berbuah jeruk matang dan busuk. Sebelah kanan dengan jalan yang
sangat rusak dan benda tajam di setiap jalan, tapi hanya setengah, bahkan lebih sedikit dari
jalan seterusnya yang sangat indah. Serta pohon yang berbuah macam-macam. Aku
bingung memilih yang mana, rasanya seperti pilihan yang benar-benar akan aku alami.
Pikiranku mulai menepis, dan membutuhkan waktu lama supaya dapat memilih salah satu
yang terbaik. Seseorang bercahaya putih memecahkan mataku yang terbuka, cahaya itu
masuk dan sangat menyilaukan. Orang itu berhenti di depanku, semakin aku mendapat
penerangan yang menyilaukan mataku. Aku terus mengangkat tanganku untuk melindungi
cahaya ini.

"Nak, pilihlah jalan yang kau inginkan. Menetap atau Berpindah!" ucap orang itu. Dan
seketika semuanya tampak gelap kembali. Aku menoleh kanan kiri, tak ada siapapun.
"Dimana orang itu berada?" kataku sambil terus melihat.
Tiba-tiba tanah yang kuinjak ini bergetar hebat, aku terjatuh dan terpelanting. Dan tidak ingat
lagi...
"Nak, bangun nak, udah ashar!" ucap seseorang membangunkanku. Mataku yang
sebenarnya masih sangat berat dengan keterpaksaan harus mengangkat bakul pikul ini.
"Jangan tidur di masjid ya nak!" ucap lagi orang itu setelah aku berusaha mengangkat
tubuhku. Aku mengangguk, orang itu beralih.

Aku segera mengambil air wudhu dan mengikuti shalat jama'ah. Setelah itu aku pun harus
dengan terpaksa meninggalkan tempat seindah ini. Tak tau lagi arah mana yang akan
kulewati. Keluarga bahkan teman saja tak ada, ayah bunda hanya harapan semata
sehembus angin. Hanya menadang tangan, duduk lemas seakan cacat, meminta kasihan,
dan 500 pun terlempar pada tangan. Saat magrib tiba, aku bersama kawan di sana pulang.
Memberikan setiap hasil yang kami dapat pada kelompok tadi. Lalu mereka memberikan
bungkusan kecil yang isinya nasi dan tempe, itu saja hanya sekali sehari. Tak usah ragu
kalau tubuhku kering kerempeng seperti lidi.

Tapi, semua itu takkan terjadi lagi. Aku akan melepas semua bayangan masa lalu itu dan
mengganti baru dengan merk yang paling bagus di dunia. Tadi kelompok orang itu
kuanggap sebagai kucing yang sedang mengejar mangsanya, tikus alias aku. Tapi ternyata
Jerry lebih lincah dan cerdas dari pada Tom. Jerry mengambil keju milik Tom, dan Jerry
tidak mau menjadi mangsa dari Tom lagi. Jelas semua itu kenyataan. Aku merogoh saku
baju bersih tadi, sebenarnya aku terlihat jauh lebih tampan daripada sebelumnya. Dan aku
terpelongo.

"Dompet ku?" kataku lemas tak berdaya, aku segera berlari kembali ke masjid tadi. Itulah
keju yang dicuri Jerry dari Tom. Ternyata masjid itu sudah terkunci. "Huh, bagaimana
nasibku sekarang?" desisku kesal.
"Tak usah khawatir. Sebentar lagi kau akan berakhir di tangan kami!" ucap tenang suara
sekelompok penjahat itu. Apa, penjahat itu di depanku. Aku terkepung, dan tak lagi dapat
mencari terobosan.
"A... tidak!!!" teriakku keras.

"Byur" seember air dingin mengguyurku di pagi ini. Aku mengedipkan dan membuka berkali-
kali mataku.
"Ngapain loh kayak gitu? Cepet sana mandi!" suruh ketua kelompok itu. Aku masih
bengong-bengong setengah mimpi. Ternyata itu hanya sebatas imajinasiku saja. Tapi, itu
imajinasi tercerdas yang kumiliki. Nanti, aku akan mengalaminya dengan kenyataan dan
bukan mimpi lagi, sebuah kenyataan yang tidak kulalui sendiri. Bersama kawan sepengemis
ini! Aku siap, dunia! Nanti...

Contoh Teks Cerpen Berjudul Abu Ibu


Judul: Abu Ibu
Karangam: Amek Barli

Aku melamun di pinggir jendela kamar sembari mengingat peristiwa yang telah membuat
kehidupanku menjadi kelam, gelap, tenggelam, hingga karam. Melihat anak-anak kecil
mungil sedang bermanja-manja dengan ibunya, aku sempat merasa ngilu. Apalagi ada
sesosok ayah yang menyelimuti kehangatan bermanja anak kecil itu. Aku semakin ngilu.
Usiaku akan beranjak 17 tahun: dalam hitungan beberapa hari lagi. Namun, itu tidak
membuatku bahagia. Saat tiba hari itu, tidak ada kebahagiaan kalau meniup lilin hari lahir
hanya sendiri. Cuma sendiri: noktah.

Aku anak semata wayang di keluargaku. Kehidupan penuh tawa seperti dulu tidak pernah ku
rasakan lagi. Dan sampai detik ini pun aku menjalani kehidupan hanya sebatang kara.
Keluargaku telah memiliki kehidupannya sendiri. Begitu pula aku. Ayah pergi
meninggalkanku sudah dari sepuluh tahun silam, sejak terlibat sebuah peristiwa mengerikan
itu. Peristiwa yang menimpa ibuku. Dan ibu? Aku tidak ingin orang-orang tahu tentang ibu.
Sebab itu akan menambah penderitaan luka yang saat ini aku alami. Luka yang sangat
mendalam hingga hidup menjadi kelam. Tenggelam hingga karam. Aku hanya bisa bengong
melihat orang yang paling mencintai dan menyayangiku, meringis kesakitan dalam selimut
panas, tanpa seorang pun yang mampu menolongnya.

Sempat dipaksa menjawab perihal ibu. Awalnya aku tidak dapat mengeluarkan sepatah kata
pun untuk menjawab atas pertanyaan perihal ibu. Tetapi, entah kekuatan dari mana
sehingga aku mampu menjawab. Meskipun, aku hanya menjawabnya dengan berkata, "Ibu
ada di hatiku." Sontak orang-orang menampakkan wajah heran mendengar jawaban itu.
Terlebih, dia yang baru mengenalku. Aku masih dalam lamunan di pinggir jendela kamar.
Entah mengapa tanpa menyadarinya, tetesan air membasahi pipi. Peristiwa itu sungguh
membuat aku terluka, tenggelam dalam kesunyian. Sampai tidak terasa senja telah
sempurna hilang.

Ayah bertengkar hebat dengan ibu. Terlihat beberapa jerigen berisi bensin di dekat ayah.
"Jangan berdiri di situ, pergi sana! Kalau tidak, akan ku siram juga kau dengan bensin ini.
Pergi sana, masuk kamar!" Bentak ayahku. Wajah pucat, tubuh bergetar. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa, tak beranjak dari tempat semula, dan hanya mematung di sudut pintu
kamarku ketika dibentak. Spontan ayah membuka jerigen yang berisi bensin yang berada di
dekatnya, lalu menyiramnya ke sekujur tubuh ibu. Aku masih mematung di sudut pintu
kamarku.

Pertengkaran mereka sering terjadi. Mungkin pertengkaran sore itu adalah puncaknya. Apa
permasalahannya, hanya mereka yang tahu. Kepolosan masa kecil, menjadikan aku hanya
sebagai penonton atas pertengkaran mereka. Di depanku melalui kedua mata ini, aku
menyaksikan peristiwa tragis itu. Sekujur tubuh ibu sudah basah kuyup dengan bensin.
Melihat tingkahnya, aku termangu, bisu. Pandanganku kosong. Secara berkelebat, ayah
menghidupkan korek api, lalu melemparnya ke tubuh ibu yang telah disirami bensin. Tubuh
ibu terbakar, gosong.

"Tolong... tolong! Panas!" Teriak ibu.

Teriakan ibu menjadi sia-sia, karena suasana sekitar rumah sangat sunyi dan rumah kami
yang berada di desa terpencil menyebabkan tidak ada yang datang menolong. Aku masih
termangu di sudut pintu kamarku. Ayah bergegas pergi entah ke mana, ekspresi panik
terpancar di wajahnya setelah apa yang telah dilakukannya pada ibu. Aku berlari mengejar
ayah. Namun, langkah kaki ayah lebih cepat dariku. Aku menjadi sangat bodoh, terkunci di
dalam rumah bersama ibu yang berteriak kepanasan karena kobaran api membakarnya.
Sempat aku mencoba menyiram air yang ku ambil dari kamar mandi dengan maksud
memadamkan api. Tapi yang aku lakukan itu hanya sia-sia. Api tak kunjung padam. Pelan-
pelan tubuh ibu habis tidak berbentuk lagi, api semakin besar melalap tubuhnya, melalap
kamar kami, melalap semuanya sampai tak bersisa apa-apa lagi.

Senja telah terbaring ditiduri malam tanpa perlawanan. Aku masih di pinggir jendela kamar.
Suara anak-anak yang sedang bermanja-manja tadi pun telah sirna. Kini, aku memandangi
langit dengan tatapan tak berisi, kosong. Malam terlihat akan menangis. Mendung. Begitu
pula aku yang sejak sore tadi menangis mengenang ibu. Sampai-sampai bibi pengasuh
memanggil untuk makan malam pun tak ku hiraukan. Aku memang tinggal sebatang kara
setelah ibu dan ayah pergi dari kehidupanku. Hidupku terkatung-katung. Sampai-sampai aku
berniat untuk memanggil malaikat maut untuk menjemputku. Tetapi niat itu gagal, ketika ada
seorang perempuan paruh baya yang sederhana dan baik hati mau membawa dan
merawatku di rumahnya. Aku memanggilnya bibi.

"Nak, ayo makan malam dulu. Sudah dari tadi kamu berdiri di jendela itu. Apa tidak cape
kamu berdiri terus. Bibi sudah siapkan makan malam. Makan dulu, Nak!" Perintah bibi.
Berulang kali dengan kata-kata yang sama bibi memanggil, tidak aku hiraukan. Bibi
menghampiriku dan membuyarkan lamunanku.
"Iya, Bi. Sebentar lagi. Bibi duluan saja, nanti aku nyusul." Sahutku.
"Baiklah, Nak."

Ulang tahun ketujuh belas katanya adalah momen yang sangat istimewa. Bagiku itu hanya
sebatas kata-kata saja, sebatas angka-angka. Tidak ada yang istimewa di hari ulang tahun
keberapa pun. Tapi, ya sudahlah, karena takdir Tuhan itulah yang terbaik. Aku merasa
sendiri menyambut hari lahirku. Tidak ada ibu, tidak ada ayah. Hanya ada bibi yang
memberikan kue ulang tahun.

"Nak, selamat ulang tahun. Jangan bersedih lagi. Kini usiamu sudah beranjak dewasa.
Kamu akan menjadi pemimpin. Kelak." Ucap bibi.
"Terima kasih, Bi."

Lilin dihidupkan. Api menyala. Aku trauma melihat api. Spontan, aku menjauh dari kue ulang
tahun itu. Bibi mencoba untuk menenangkan. Tapi, aku tetap berontak. Setelah beberapa
saat dan aku mulai sedikit tenang. Aku kembali bersedih, air mata mulai mengalir. Aku
melihat sumbu lilin yang telah menjadi abu. Kenangan menyedihkan saat melihat abu.
Kenangan tentang ibu. Ibu yang menahan rasa sakit dari panasnya kobaran api hingga
tubuhnya pun tidak berbentuk lagi, menjadi abu. Aku teringat bahwa saat itu aku pernah
mengambil abu milik ibu dan menyimpannya di sebuah botol. Teringat itu, aku langsung
mencari botol tersebut dan meletakkannya di samping kue ulang tahun yang bibi bawakan
tadi.

Aku merasa dengan adanya abu ini, ibu berada di sekitarku dan melihatku. Meskipun, terasa
sakit. Tapi dengan adanya abu ini, aku dapat merasakan kehadiran ibu. Ibu yang selalu
memanjakan, menyayangi, dan mengasihiku. Kini telah pergi untuk selamanya. Aku tidak
ingin larut dalam kesedihan ini. Setidaknya abu milik ibu ini telah mengobati sedikit banyak
kerinduanku terhadap ibu. Abu layaknya debu, abu milik ibu. "Nak, ayo tiup lilinnya. Sudah
lama kamu termenung seperti itu. Lilinnya sudah hampir habis itu, Nak!" Sahut bibi. Aku
terkejut. Lamunan buyar. Dan masih merindukan ibu. Aku masih mengenang ibu. Ibu yang
sudah dibakar ayah. Lamat-lamat di kepalaku berkitar ucapan paling lantang dari lelaki tua
pemarah yang konon ku panggil ayah.
"Kau pelihara anak haram itu? Bunuh dia atau kau akan ku bunuh!" Sekelebat kepalaku
dipenuhi abu. Mataku dipenuhi abu.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Si Buncis


Judul: Si Buncis
Karangan: Melinda Azhari

"Aku lelah dengan semua ini ya tuhan, mengapa semuanya terjadi padaku..." gerutunya di
dalam kamar seorang diri dengan balutan selimut yang sudah tak layak itu.
Ya dia si malang buncis yang sebatang kara, karena orangtuanya seminggu lalu telah
meninggalkannya untuk selamanya.

"Buncis keluar kamu!" teriak seseorang dari luar seraya menggedor gedor pintu rumahnya.
Ternyata itu adalah pak bayam, pemilik rumah sewaan yang ditempatinya sekarang.
"Tolong beri saya waktu pak, saya berjanji akan membayar rumah ini." isak tangisnya pecah
memohon kepada pak bayam agar memberinya waktu.
"Kamu mau bayar pakai apa hah! Sudah kuberi waktu minggu lalu tapi kamu belum juga
membayarnya, kamu sama orangtuamu sama saja tidak tau diuntung." membentak si buncis
sambil menendangnya keras.
"Sudah pergi sana dari rumahku, masih ada orang yang lebih membutuhkan rumah ini dan
mau membayar tepat waktu, tidak seperti kamu!"
"Cepat kemasi barang barangmu itu" lanjut pak bayam

Dengan hati hancur si buncispun mengemasi barang barangnya dan pergi meninggalkan
rumah itu, ia tak tahu lagi harus kemana ia pergi, ia sekarang benar benar sebatang kara.
Malang sungguh nasib si buncis.

Di tengah hujan deras ia lewati jalan itu dengan pikiran kosong, tiba tiba brukkkk ia tertabrak
becak milik wortelina. Ya wortelina si penari balet yang sombong dan angkuh.

"Haduhh kamu tuh kalo lewat hati hati dong, tuh gak liat becak aku jadi berantakan, aku jadi
kotor seperti ini, cepat ganti rugi!" cerocos si wortelina
"Maafkan saya wortelina, saya benar benar tidak sengaja, saya tidak bisa mengganti rugi
karena saya baru saja mendapat musibah" si buncis meminta maaf kepada wortelina, tetapi
wortelina tidak mau memaafkannya.
"Tidak bisa seperti itu, kamu harus ikut bersamaku, kamu harus mau jadi asistenku tanpa
upah untuk ganti rugi itu." ya, itu yang wortelina mau, ia tak mau rugi, dengan seperti itu ia
berfikir akan mudah melakukan sesuatu dengan seorang asisten gratis.
"Iya aku mau kok wortelina, asalkan kamu memaafkan aku." terima si buncis. Si buncis
bersukur karena dengan menjadi asisten wortelina berarti ia mempunyai tempat tinggal
sementara bersama wortelina.

Sesampainya di rumah wortelina, keluarlah ibu wortelina, ibu wortela. Tiba tiba saja mata ibu
wortela tertuju kepada kalung yang dipakai si buncis.

"Dapat dari mana kamu kalung ini nak?" tanya bu wortela kepada si buncis. "Ini pemberian
almarhum ayahku bu" jawab si buncis "siapa nama ayahmu nak" tanya bu wortela lagi
"nama ayah saya pak bonteng bu." jawab buncis.
Tiba tiba bu wortela langsung memeluk si buncis dengan haru dan tangis yang pecah keluar
dari bu wortela "anakku..." sebut bu wortela sambil menangis.
"Apa apaan bu, anak ibu itu cuma aku wortelina" wortelina melerai pelukan ibunya. "Dia
kakakmu wortelina, itu adalah kalung yamg ibu beli di kampung duren waktu itu, kemudian
ibu diceraikan oleh ayahmu dalam keadaan hamil kamu wortelina, ayahmu mengira ibu
selingkuh dengan teman ibu yang bernama pak bawon, padahal ibu tidak selingkuh" terang
bu wortela sambil menangis

"Jadi kamu kakakku? Astaga maafkan aku kak, tapi aku memarahimu di jalan" ucap
wortelina kepada si buncis sambil memeluknya
Si buncis tidak tahan menahan harunya ia pun menangis bahagia. Kemudian mereka bertiga
berpelukan dan masuk ke dalam rumah.

Contoh Teks Cerpen Aku dan Ayah


Judul: Aku dan Ayah
Karangan: Arifah Kaifah Yasak

"Hoaahhmm..."
Hari Sabtu yang melelahkan. Pagi-pagi berangkat sekolah, lalu mengerjakan PR, dan lalu
mengikuti kegiatan Pramuka.
Aku beranjak tidur karena sangat lelah.

Minggu pagi yang cerah, aku segera mandi dan turun ke bawah untuk sarapan. Di meja
makan, hanya ada Adik dan Ayah. "Yah, mana Mama?" tanyaku. "Mama ada meeting di luar
kota, nanti malam baru pulang" jelas Ayah. Aku manggut-manggut. Aku sarapan tanpa
Mama. Seperti biasa, Mama adalah wanita karier. Jadi, selalu berangkat pagi dan pulang
malam.

Aku merasa bosan dan jenuh, aku memilih menonton televisi. "Mau kemana dik?" tanyaku.
"Biasa kak, aku mau les harmonika di rumah Tante Livya" balas Hafidz, Adikku yang masih
duduk di kelas dua SD.

"Sabrina, kamu bosan ya?" tanya Ayah. "Iya yah, nggak ada kerjaan nih" balasku. "mau ikut
Ayah jalan-jalan?" tanya Ayah. "Mau banget yah.." jawabku semangat. "Ya udah, ganti baju
sana gih.." kata Ayah.

Aku mengganti bajuku dengan rok panjang warna hijau muda, baju lengan panjang warna
putih, rompi hijau muda, kerudung putih-hijau, dan sepatu santai warna putih.

"Yah, aku sudah siap!!, ayo berangkat!!" ajakku. Aku dan Ayah masuk ke dalam mobil sedan
warna hitam milik Ayahku. Dan Brrrmmmm...

"Ayah, kita mau ke mana?" tanyaku. "Ke tempat-tempat yang seru deh" jawab Ayahku.
Tempat pertama yang dikunjungi Ayah adalah 'Dandelion Mall'. "Wah, kita mau shopping ya
yah?" tebakku. "Excellent" balas Ayah. "Apakah aku boleh membeli apa yang aku inginkan?"
tanyaku. "Ya, selebihnya tidak berlebihan untukmu" jawab Ayah.
Aku membeli banyak barang. Boneka Dolphin warna pink, kerudung ungu motif bunga-
bunga, sepatu kaca, tempat minum sekaligus kotak makan warna biru muda, pita berbentuk
hati warna merah dengan glitter kelap-kelip dan banyak lagi.

Setelah puas berbelanja, Ayah mengajakku pergi ke panti asuhan. Ayah menyerahkan
sekotak besar yang berisi baju-baju lama tapi masih bagus. Aku menyerahkan pita-pita dan
bando-bando yang menurutku sudah bosan kupakai.

Setelah ke Panti Asuhan selanjutnya Ayah mengajakku ke Toko Aksesoris dan Buku
namanya 'The Hobby's Shop'. Di toko itu dijual bermacam-macam aksesoris, alat-alat tulis,
alat-alat olahraga, alat-alat masak, dan bermacam-macam buku.

"Ayah akan pergi ke Cafe itu, ayah mau bertemu dengan teman ayah, nih ayah kasih uang
buat beli di toko itu ya.., nanti kalau sudah selesai tunggu ayah di mobil saja" jelas Ayah
panjang lebar. "Ok yah" balasku senang.

Aku menuju ke bagian buku dahulu, aku memilih buku KKPK dan Komik. 2 buah KKPK dan
2 buah Komik. Dan juga Buku Diary warna biru muda. Warna kesukaanku. Lalu aku menuju
bagian alat tulis. Aku membeli seperangkat alat tulis warna biru muda dan crayon.

Setelah kurasa cukup, aku menuju meja kasir. "Semuanya Rp, 156.300" kata Sang pelayan
kasir ramah. "Ini mbak.." balasku sembari menyerahkan dua lembar uang seratus ribuan.
"Ini kembaliannya dek" ucap Sang pelayan kasir sembari menyerahkan tas kertas yang
bertuliskan 'The Hobby Shop'. Aku mengangguk sambil menunjukkan senyum manisku.

Aku keluar dari toko bersamaan dengan Ayah. "Yah, aku haus.." rengekku pada Ayah. "Beli
aja minuman di toko itu, Ayah tunggu di mobil" tukas Ayah. Aku membeli Susu strawberry
dan sebotol Coca Cola untuk Ayah.

Setelah ke Toko 'The Hobby Shop', Aku dan Ayah pergi ke Taman Kota. Puas bermain-main
di Taman, aku dan ayah beristirahat sejenak.

Pukul 14.30...
"Yah, ini sudah mau sore, kita pulang yuk!, kasihan Adik menunggu kita kan?" celotehku.
"Iya sesudah ke restoran dan beli oleh-oleh kita pulang" jawab Ayah.

Menuju ke 'Rossily Restaurant'.


Ayah memanggil waiters. "Mmmm... aku pesan Spaghetti Ayam, Lava Cake, dan Ice tea
saja" ujarku. Dan Ayah memesan Ayam rica-rica, Cupcake Chocolate, dan Jus Jambu.
Selesai makan dan membayar, Ayah mengajakku pergi ke Kedai Tante Lavina. Kedai
langganan keluarga kami. Di sini, Aku dan Ayah membeli Pizza rasa Original dan Minuman
Ice Choco untuk Adik.

Sesampainya di rumah...
"Ayah, Kak Sabrina dari mana aja sih?" tanya Hafidz kesal. "Habis dari jalan-jalan" godaku
pada Hafidz. "Kenapa nggak ajak-ajak sih?" gerutu Hafidz. "Nih, ada pizza dan Ice choco
kamu pasti suka kan?" tebakku. Muka cemberut Hafidz berubah 360 derajat. "Wow.. aku
suka sekali!!, makasih ya kak..!!" jerit Hafidz kesenangan dan langsung mencomot pizza.

Apakah kau pernah menghabiskan waktu sehari penuh dengan Ayahmu? Kalau belum
ajaklah sekarang, selagi ada waktu.

Contoh Teks Cerpen Berjudul 300 Detik


Judul: 300 Detik
Karangan: Aurellia Khadeliu Susanto

Gara-gara sebuah nostalgia pesawat Hercules yang dulu Clara tumpangi, Mama dan Papa
jadi meninggal. Ya, nostalgia itu yang selalu menghantui jiwa Clara tiap pagi, malam pun
begitu. Clara mencoba melupakan hal itu namun tetap tak bisa. Sedangkan Delisa, Adiknya
mampu melupakan kejadian itu. Hanya 300 detik. Ya, pesawat itu hancur dalam 300 detik.
Clara tak mampu membendungi air matanya lagi, karena rasa ketakutannya sudah berada
di titik yang terakhir. Hal buruk itu dimulai ketika Clara akan pindah rumah ke Bandung..

Flashback - Bandara

23 Desember 2015, Bandara


12.30 AM

"Clara, cepetan! Itu pesawatnya mau berangkat sebentar lagi!" Teriak Mama dan Papa
Clara.
"Iya kak, cepetan!" Suruh Adik Clara, yakni Delisa.
"Iya bentar!" Seru Clara. Clara pun berlari mendekati Mama dan Delisa.
"Ih, dasar, Kakak kok lama banget, sih!" Delisa manyun. Tanpa basa-basi, Clara
menyambar Delisa, "Daripada kamu, Menor!"
Delisa pun terdiam. Samar-samar, pipinya memerah.

TING.. TONG..
"Keberangkatan menuju ke Bandung 10 detik lagi. Para penumpang harap bersiap
memasuki pesawat Hercules ini," Ucap sang pilot dengan tegas.
Mama, Papa, Delisa, dan Clara segera mencari kursi VIP mereka. Nomor H63J, dan
seterusnya.

SUINGG!! Pesawat berangkat secepat kilat. Di tengah perjalanan, pesawat kehilangan jalur,
ditutupi oleh awan yang tampak berbahaya. Pesawat itu terjatuh, semua penumpang pun
ikut terjatuh. Sebagian berteriak dan sebagian melarikan diri menggunakan parasut.
Keluarga Clara tidak membawa apa-apa lagi selain makanan dan kumpulan baju. Clara dan
Delisa diselamatkan oleh seorang pria suruhan Papa, namun.. Mama dan Papa meninggal
dunia di pecahan-pecahan pesawat itu.

"Papa.. Papa masih hidup, kan?" Delisa memeluk jasad Papa yang hendak dikuburkan.
"Papa, jangan bercanda! Ayo main sama Delisa, pa!"
Tangisan Delisa tak dapat terbendung lagi. Air mata itu mengucur sampai ujung pipi Delisa.
"Del.. udah, jangan nangis lagi.." Hibur Clara sambil mengusap air mata Delisa. "Mama dan
Papa udah meninggal,"
Delisa menggeleng, "Belum, kak! lihat, dari tadi Papa main terus bareng Delisa! lihat, kak!"
Tegasnya.
Clara melihat ke sekeliling, namun yang ia lihat hanyalah jasad Mama dan Papanya yang
sudah melepuh termakan badan pesawat.

Flashback - 2015

13 November 2015, Jakarta


23.00 PM

Clara terus memikirkan kejadian itu dari awal sampai akhir kisah. Tak mampu berbicara dan
tersenyum lagi, hanya ada seulas dendam dan geram pada pilot yang mengendarai pesawat
yang ia tumpangi dulu. Di balik senyum Clara, tersimpan kebencian. Di balik tawa Delisa,
tersimpan kemusyrikan. Tak ada kata-kata yang dapat mereka ucapkan, karena 300 detik
saat ini dan 300 detik ke masa depan, mereka akan terus bertukar kenangan cerita dalam
hati walaupun tidak bisa diucapkan langsung olehnya.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Pertemuan Kami


Judul: Pertemuan Kami
Karangan: Ghaida Zalfa H

Hai, aku Sindy. Sebenarnya aku anak ke dua dari tiga bersaudara. Tapi, kakak, aku dan
adikku terpisah sejak kecil. Namun, sekarang kami sudah bersama kembali seperti dulu..

21 Maret 2008

Seperti biasanya aku dan temanku bermain di taman. Sesampainya di taman aku bertemu
dengan 2 orang anak laki-laki. Setelah itu kami saling berkenalan.
"Hai, aku Sindy" kataku menyapa mereka.
"Oh hai, aku Roby, ini Sandy" jawab anak laki-laki menjawab sapaanku. Kami pun saling
berjabat tangan.

Saat sedang mengobrol Roby bercerita kalau dia punya adik perempuan dan laki-laki. Tapi,
mereka berpisah sejak kecil. Sedangkan Sandy ia punya kakak laki-laki dan perempuan.
Lagi-lagi sama mereka juga berpisah sejak kecil.
"Cerita mereka sama dengan ceritaku" gumamku dalam hati. Tapi, aku berfikir ini hanya
sebuah kebetulan.

Namun, pada suatu hari, saat aku mengajak mereka berdua main ke rumahku, papaku
kenal mereka. Ternyata firasatku benar Roby adalah kakakku dan Sandy adalah adikku.
Sontak Roby dan Sandy kaget. Setelah itu kami pun berpelukan.

Sampai sekarang kami bersama dan hidup bahagia seperti keluarga lainnya. Ya... Meskipun
kami sering bertengkar, tapi, itu wajar bagi kakak dan adik seperti kami. Meski begitu,
mereka adalah saudara terbaik sedunia. Kak Roby, Sandy aku sayang kalian.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Pencari Kue


Judul: Pencuri Kue
Karangan: Ega Ayundi

Di sebuah keluarga, ada 3 orang kakak beradik. Yaitu, Paul, Sarrah, dan John. Mereka
tinggal bersama ibu mereka, ayah mereka telah lama meninggal. John biasa dipanggil oleh
saudara-saudara nya Si gendut, kerena memeang tubuh nya ledih besar dan lebih gendut
dari kakak-kakak nya. Dan makanan favorit John adalah kue.

Suatu saat mereka harus pindah ke desa, karena terjadi kerusuhan di kota tempat mereka
tinggal. Di desa, mereka tinggal di sebuah rumah besar yang sudah lama tidak di huni,
rumah itu adalah rumah warisan dari nenek mereka. Alasan mengapa mereka tidak
menghuni rumah besar itu dari dulu, karena menurut mereka, rumah itu terlalu besar untuk
keluarga kecil seperti mereka. Tetapi mereka terpaksa pindah ke rumah itu, Karena terdesak
oleh keadaan.

Rumah sudah di bersihkan dari sarang laba-laba dan kotoran-kotoran lainya, dan siap untuk
di huni.

**

Suat hari ibu memberikan kue kepada anak-anaknya, masing-masing mendapatkan 2 kue.
Paul menaruh kuenya di atas meja, ia menyimpannya untuk dimakan malam nanti. Begitu
juga dengan Sarrah. Tetapi, john langsung memakannya habis.

Malam tiba, Paul dan Sarrah ingin mengambil kue yang mereka taruh di atas meja. Akan
tetapi mereka terkejut, karena kue yang mereka simpan tidak lagi ada. mereka mencurigai
dan menuduh John yang mengambilnya. Karena mereka tau John suka sekali kue. Namun,
John tidak mau mengakuinya. Terjadi pertengkaran singkat antara merka. Lalu Ibu, datang
dan mendamaikan mereka. Ibu berjanji akan menggantikan kue yang hilang itu esok hari.

**

Dan ibu menepati janji nya, ibu memberikan masing-masing1 kue kepada Paul dan Sarrah.
Sebagai hukuman, John tidak diberikan kue lagi. John sedih sekali, padahal dia sangat
menginginkan kue. Paul dan Sarrah, kembali menaruh kue itu di atas meja.

Saat ibu menyapu, ibu melihat seekor tikus yang sedang memakan kue milik Paul dan
Sarrah. Lalu Ibu memanggil anak-anaknya, Paul, Sarrah dan John. Dan ibu memberi tahu
mereka, bahwa bukan John yang mengambil kue-kue itu, tetapi tikus . Paul dan Sarrah
meminta maaf kepada John karena mereka telah menuduh John yang telah mengambil kue
mereka. Dan, John senang sekali karena ibu memberinya kue lagi sebagai gantinya.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Ulang Tahun Bunda


Judul: Ulang Tahun Bunda
Karangan: Hanun Afifah

Pagi yang cerah...


"Kring... Kring... Kring..." seperti biasa bel alarm Niki berbunyi keras tepat pada pukul 05.00.
Niki langsung terbangun dari tidurnya dan berfikir sejenak. "Ini tanggal berapa yaa?" tanya
Niki kepada dirinya.
"Mm... tanggal 2 Januari Wah, berarti Bunda besok berulang Tahun" Jawab Niki terkejut.
"Aku mau kasih Kado apa yaa buat Bunda?" tanya Niki kepada Dirinya.
"Aha" Jawab Niki yang sudah mendapat ide. Niki langsung pergi untuk melaksanakan salat
subuh, kemudian mandi.

"Bunda Niki berangkat dulu yaa" kata Niki kepada bunda.


"Kamu tidak sarapan dulu?" tanya Bunda kepada Niki
"Tidak Bun nanti ada ulangan IPA, Takut terlambat" jawab Niki sambil mengeluarkan
sepedanya.
"Ya sudah hati-hati di jalan" kata Bunda kepada Niki
"Iya bunda" jawab Niki singkat, Niki langsung berangkat meninggalkan rumah

Sesampainya di sekolah...
"Teet.. Teet" bel sekolah berbunyi tanda sudah masuk. Niki langsung memakirkan
sepedanya di dekat kantin.
"tok.. tok.. tok" Niki mengetuk pintu kelasnya, dan masuk ke dalam kelasnya. Ternyata Mrs.
Clara wali kelas IV E sudah duduk di depan kelasnya. Niki lngsung duduk bersebelahan
dengan Ara.

Dua jam berlalu..


"Teet... Teet..." Bel istirahat berbunyi, Niki, Ara dan Tika langsung pergi menuju kantin
"Kayaknya Puding Coklat dan Ice cream vanila enak ni" Kata Tika sambil melihat buku menu
yang ada di meja.
"kalau Roti Bakar dan puding apel juga enak"
"mungkin Puding vanila dan jus jeruk juga enak"
Mereka langsung memesankan makanan mereka ke bang Muiz, salah satu penjual di
kantin. Setelah makanan datang Niki, Ara dan Tika langsung melahap makananya sambil
bercerita.
"O, iya aku lupa besok Bunda berulang tahun, Aku bingung mau memberikan kado apa
untuk Bunda, kalian punya ide nggak?" Tanya Niki kepada Ara dan Tika sambil melahap
makananya
"Aha, Aku punya ide" Jawab Tika, Tika langsung membisikkan idenya kepada Niki dan Ara.
"waah, itu ide yang sangat bagus" Jawab Niki sambil membayar makananya lalu langsung
kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi.

Dua jam kemudian


"Teet... Teet... Teet..." akhirnya bel pulang sekolah berbunyi, seluruh murid langsung keluar
dari kelasnya.
Niki langsung pergi ke parkiran untuk mengambil sepedanya. Sesampainya di rumah Niki
langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan bahan-bahan yang digunakan untuk memasak
kue Tart, tanpa sepengetuahuan Bunda, karena Bunda sedang menginap di rumah temanya
karena ada urusan pekerjaan. Niki langsung memasak kuenya.

Dua jam sudah berlalu akhirnya Kue Tart buatan Niki sudah jadi. Niki langsung
memasukkan Kue Tarnya ke lemari es di kamarnya.
"Huh... akhirnya jadi juga Kuenya" kata Niki yang lelah setelah membuat kue.
"Kring... Kring... Kring..." tiba-tiba Hanphone Niki berbunyi. Niki langsung mengangkat
Hanphonenya.
"Assalamualaikum, bisa bertemu dengan Niki, ini dari Ara dan Tika" Ucap Ara
"iya, ada apa kok tumben banget sore-sore menelfone ku?" Jawab niki sambil memegang
telefon genggamnya.
"kamu sudah siap belum, aku akan ke rumahmu jam 6 nanti, untuk membantumu menghiasi
taman"
"iya aku sudah siap aku tunggu kamu di Rumahku ya!" Ucap Niki yang sudah tidak sabar
menunggunya.
Akhirnya Ara dan Tika tiba di rumah Niki, mereka langsung pergi ke taman, belakang rumah
Niki yang sangat luas. setelah satu jam akhirnya mereka telah selesai menghiasi taman.

Esok hari yang cerah...


"Kring... Kring... Kring..." bel alarm Niki berbunyi pada pukul 04.00. Niki langsung terbangun
dari tidurnya dan langsung pergi mandi. Setelah selesai mandi Niki langsung menyiapkan
Kuenya di taman belakang rumahnya. Setelah selesai menyiapkan kuenya niki mengajak
Bundanya yang baru saja pulang pergi ke Taman belakang rumahnya.
"Bunda ayo kita pergi ke taman" Ajak niki kepada Bunda
"ayo, tapi untuk apa pergi ke taman pagi-pagi?" jawab Bunda
"nanti Bunda juga akan tahu" Jawab Niki singkat.
Saat Niki dan Bunda pergi ke Taman Bunda langsung terkejut melihat taman di belakang
rumahnya.
"ini siapa yang membuatnya?" tanya Bunda terkejut
"SELAMAT ULANG TAHUN BUNDA" Ucap Niki kepada Bunda
"Terima kasih yaa Nak" Jawab bunda Gembira, yang langsung memeluk Niki dengan
pelukan tulusnya.
"sama-sama Bunda" Jawab Niki yang juga ikut gembira.
"O, iya Niki punya sesuatu buat Bunda" Ucap Niki kepada Bundanya dan langsung
menyerahkan kado kepada Bunda.
"wah terima kasih ya nak Baju ini indah sekali" jawab Bunda dengan gembira.
"Iya, sama-sama Bunda" Balas Niki dengan Gembira, Niki langsung memeluk Bundanya.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Kesadaran Anita


Judul: Kesadaran Anita
Karangan: Yacinta Artha Prasanti

Anita adalah bintang kelas di kelasnya. Ia cantik, pintar, kaya, tetapi ia sombong. Anita
mempunyai dua sahabat yang setia, mereka adalah Jessica dan Nia.

Pada hari Senin...


"An, kamu dapet berapa nih?" tanya Nia saat hasil ulangan Matematika dibagikan. "Jelas
100 dong!" ujar Anita sombong. "Wah, hebat!" teman temannya pada memuji Anita, Anita
menjadi semakin sombong.

Lama lama, kepopuleran Anita bertambah. Tetapi ia juga makin sombong. Akhirnya, teman
teman sampai sahabat sahabatnya Anita pun sadar bahwa Anita adalah anak yang
sombong.
"Aku baru nyadar kalau Anita itu sombong" ujar Jessica pada Nia. Karena saat itu Anita
sedang ke toilet. "Iya, mending kita jangan sahabatan lagi sama dia!" "Betul tuh!" teman
temannya juga seperti itu. Jika Anita meyombongkan nilainya yang paling tertinggi atau
pamer barang baru, mereka mencuekannya.

"Ihhh kenapa sih mereka jadi kayak gitu? Apalagi Jessica sama Nia ngejauhin aku!" Anita
marah.

Lama lama, Anita menjadi sadar. Ia mengecek dan mengoreksi dirinya. "Ternyata... selama
ini aku udah jadi cewek yang sombong. mulai sekarang aku akan berubah" niat Anita di
suatu hari.

Akhirnya, Anita menjadi anak yang tidak suka memamerkan nilainya dan pamer barang baru
pada teman temannya. Sekarang, Anita telah menjadi anak yang baik.

Contoh Teks Cerpen Berjudul Sekolah Baru


Judul: Sekolah Baru
Karangan: Tita Larasati Tjoa

Chacha memikirkan hari esok. Pertama kali masuk sekolah baru. Ya dia pindahan dari
Bandung ke Jakarta dikarenakan ayahnya pindah tugas. Tiba-tiba, ibunya berkata.

"Chacha ayo, katanya mau ke gramedia membeli peralatan esok."


"Oh ya Ibu, Chacha siap siap dulu."

Saat sampai di gramedia, Chacha membeli semua yang diperlukan. Barang lamanya telah
diberikan kepada adiknya karena rusak semua. Karena adiknya nakal, resek, semua barang
di rusaknya. Chacha membeli tas bergambar princess, tempat pensil 3, kotak pensil 3,
pensil 1 pak, pena 1 pak, penghapus 1 pak, tipe x 10, buku 5 pak, buku kotak kotak kecil
dan besar 1 pak, penggaris 5, peruncing besar 2, peruncing kecil 2, dan beberapa buku
novel untuk dibacanya. Harganya 1 juta loh.

Chacha masih terbayang besok. Bisakah ia mendapat teman? Mungkin semua sudah punya
teman dan sahabat masing-masing. Lalu bagaimana dengannya? Di sekolah lamanya saja
cuma punya 5 teman. Bagaimana jika di sekolah baru? Uhh rasa gelisah menghantuinya.
Akhirnya jam 12. 00 pun ia tertidur. Esoknya, saat ia datang ke sekolah. Ia menampakkan
wajah polos. Ia masuk ke kelas III A kelas unggulan.

Dibimbing bu guru ia memperkenalkan diri, "Assalamualaikum, perkenalkan nama saya


Chacha Lestari. Saya harap kalian bisa menerima saya dengan baik." Selang beberapa
waktu, ia belum mendapatkan teman. Namun, saat latihan, ulangan nilainya selalu 9
ataupun 10 seringnya. Chacha selalu menyendiri kesepian. Ia tidak mempunyai teman.

"Hai, Tari." Seseorang menyapanya. Ia tersenyum dan membalas sapaanya. "Hai juga."
Tapi Chacha bingung mengapa ia dipanggil Tari. Tapi tak apa pikirnya nama yang bagus.
"Namaku Citra."
"Senang bertemu denganmu Citra."
"Mau gak kita jadi sahabat."
"Mau." Jawab Tari dengan senang dan wajah yang berseri-seri. Ia senang mempunyai
sahabat walau hanya satu. Akhirnya mereka bersahabat selamanya. Walau kadang Citra
cerewet dan Tari pendiam.

Anda mungkin juga menyukai