Anda di halaman 1dari 4

Senyum

Hembusan angin pagi menerpa pada tubuh saya. Ditambah dengan cuaca yang mendung
menambah rasa dingin dan menusuk kulit. Malas rasanya melangkahkan kaki keluar dari rumah
untuk pergi ke sekolah baru saya. Saya memakai jaket untuk menghangatkan tubuh saya
sambil berjalan menuju ke hentian bus. Setelah sampai di hentian bus, saya duduk dan
membaca sebuah novel. Beberapa saat kemudian, seorang gadis berdiri di depanku. Dia hanya
berdiri di depan hentian bus sambil melihat jam tangannya. Seragam gadis itu mirip dengan
seragam yang saya pakai. Saya kemudiannya memberanikan diri mengajak dia duduk. Kami
saling berkenalan dan bertanya khabar. Nama dia ialah Aliya. Dia juga merupakan murid
sekolah baru saya.

Kami bersembang tentang berbagai hal sambil menunggu bas sampai. Setelah beberapa lama
sembang dengan dia, bus sampai di perhentian bus. Semasa memasuki bus, saya ternampak
semua kerusi dalam bus penuh dengan penumpang. Pada masa itu, seorang penumpang
terakhir memasuki bus. Beliau adalah seorang nenek yang membawa sebuah bakul penuh
dengan sayur-sayuran. Nenek tersebut nampak kebingungan kerana penumpang lain tidak
pedulikan beliau. Aliya berdiri dan menghampiri nenek tersebut serta menawarkan kerusinya
kepada nenek. Saya tersentuh apabila melihat Aliya melakukan hal tersebut kerana jarang
orang rela memberikan kerusi kepada orang lain.

Tak lama kemudian, kami telah sampai di sekolah. Aliya membawa saya ke pejabat guru. Dia
senyum dengan senyuman khasnya dan meninggalkan pejabat guru. Pada masa itu, saya
berharap saya dapat sekelas dengan dia kerana senyumannya manis dan orangnya sangat
baik hati. Kemudian saya bertemu dengan Pak Riyan, pengetua di sekolah. Saya dipersilakan
masuk ke pejabat beliau. Kami sembang hampir sejam dalam pejabatnya. Selepas itu,Pak
Riyan menghantar saya ke kelas baru, iaitu Kelas 2A. Baru saja melangkah masuk ke dalam
kelas, saya terkejut apabila ternampak Aliya. Saya sungguh tidak percaya saya akan sekelas
dengan Aliya.

Tak terasa pelajaran di sekolah telah berakhir. Saya bersenyum manis di dalam hatiku kerana
hari pertama di sekolah baru begitu menyenangkan. Saya kemudiannya mengunjungi sebuah
taman dekat sekolah. Tiba-tiba, saya ternampak Aliya duduk seorang di bangku taman. Di tepi
Aliya pula penuh dengan ubat-ubatan. Saya melangkah ke depan dia dan prihatin terhadap dia.
Tetapi, Aliya menolak pertanyaan saya dan meninggalkan taman tersebut.
Pada suatu hari, saya mengalami pertengkaran dengan bapa. Semasa di sekolah saya berasa
menyesal dan melamun semasa pelajaran berlangsung dan beberapa kali ditegur oleh guru
yang mengajar. Selepas sekolah, saya duduk dan relax di taman dekat sekolah. Aliya datang
dan bertanya khabar dengan saya.

“Kamu baik-baik saja Aldo?”


“Ya, Aku baik-baik saja.”
Aliya kelihatan kesal mendengar jawapanku.
“Bagaimana bisa aku mengerti masalahmu bila kau tak bercerita apa yang terjadi. Ayolah aldo
kita sudah saling mengenal cukup lama, ceritakan apa yang terjadi.” Dengan nada tegas

Aku kemudian bercerita tentang masalah apa yang telah saya hadapi. Dia kemudian berdiri dan
menatap saya dengan tajam.

“Jadi begitu, bagaimana kalau hari ini kita pergi ke Bioskop untuk menonton sebuah film. Untuk
menenangkan suasana hatimu.Lagian besok kita libur”
“Baiklah.” Sambil memelas
“Tapi, kau harus tersenyum dulu dan kau harus berjanji ketika pulang nanti kau harus meminta
maaf kepada bapamu.” Nampak senyuman khas Aliya. Sambil mencubit pipiku.
Aku kemudian membalas senyuman Aliya dan kami pun pergi ke bioskop untuk menonton
sebuah film.

Selepas wayang habis, saya mengantarnya pulang ke rumahnya kerana bioskop tersebut tidak
jauh dari rumahnya. Setelah sampai di rumahnya, dia mengajak saya untuk masuk.
Sebenarnya saya ingin sekali berkunjung ke rumahnya dan bertemu dengan ibu bapanya.
Namun saya harus menolak ajakan tersebut kerana sudah lewat malam. Ketika aku
melangkahkan kaki beberapa meter dari rumahnya, dia memanggil saya.

“Aldo, Smile dan ingat pesanku yang tadi. Apapun yang terjadi tersenyumlah dan kau pasti
akan merasa tenang” Berteriak sambil tersenyum.
“Baik, Terima kasih.” Sambil membalas senyumannya
Tapi entah kenapa perasaanku merasakan bahwa Aliya sedang sedih. Bahkan senyuman yang
dia tunjukan seolah-olah dia ingin sekali menangis.
Hari Isnin, saya bangun sangat awal dan sampai sekolah kerana ingin bertemu dengan Aliya.
Tetapi, hingga jam pelajaran pertama berbunyi, Aliya belum sampai sekolah lagi.
“Apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit hari ini? Tapi, kemarin Jum’at kulihat dia baik-baik
saja.” Aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri.

Kemudian aku menemukan sekeping kertas di bawah meja saya. Saya mengetahui siapa yang
menulis di kertas tersebut kerana tulisan itu tidak asing bagiku. Saya kemudian membaca dan
menyedari ialah tulisan Aliya.

“Mungkin ini adalah perpisahan antara kita. Padahal senang rasanya bisa berteman denganmu
Aldo. Aku sebenarnya tidak mengatakan bahwa ini adalah perpisahan karena aku yakin kita
bisa bertemu lagi. Padahal ulangan semester lima tinggal 1 minggu lagi. Kau tahu aku sudah
belajar dengan giat untuk menghadapi ulangan tersebut. Tapi aku harus keluar dari sekolah
beberapa saat ini. Nanti bila ada kabar burung tentangku kuingin kau tersenyum apapun yang
terjadi. Tunggu saja aku dan jangan coba-coba mencariku. Jalani harimu dengan penuh
senyuman maka kau akan bahagia. Smile .”

Beberapa saat kemudian, guru yang mengajar jam pertama pun masuk dan mengumumkan di
kelas bahawa siswi bernama Aliya telah keluar dari sekolah dengan alasan sakit dan harus
dirawat di rumah sakit. Semua orang di kelas tersebut terkejut mendengar hal tersebut dan
ternyata benar perkataan yang tadi diucapkan perempuan tadi. Kemudian guru tersebut
menyuruh ketua kelas untuk berdoa. Mendoakan kesembuhan untuk Aliya.

Satu minggu kemudian tak terasa berlalu begitu cepat. Hari ini adalah hari pertama kami
melaksanakan ulangan semester lima. Sebelum kami melaksanakan ulangan, seluruh siswa
diminta untuk pergi ke lapangan upacara terlebih dahulu. Di lapangan upacara seluruh siswa
kemudian menerima kertas ulangan yang dibagikan. Kemudian Pak Kepala Sekolah berdiri di
stadium upacara bendera dan menyampaikan beberapa pemberitahuan. Lalu, saat ingin
membacakan pemberitahuan yang terakhir nampak wajah Pak Kepala Sekolah berubah
menjadi sedih. Dia kemudian memberitahukan bahwa salah satu siswi sekolah ini ada yang
telah meninggal dunia. Setelah mendengar hal tersebut perasaanku sangatlah sedih.
“Apa yang dimaksud Pak Riyan adalah Aliya?” gumamku

Nampak Pak Kepala Sekolah melanjutkan bicara dan meminta seluruh siswa untuk mendoakan
siswi tersebut. Kulihat barisan kelasku dan kulihat banyak perempuan di kelasku menangis.
Kami lalu memanjatkan doa, mendoakan supaya Aliya tenang di alam sana dan diberi tempat
yang layak di samping yang maha kuasa.

Aku sangat sedih setelah memanjatkan doa hingga ingin sekali menangis dan berteriak
sekecang-kencangnya. Namun aku ingat pesan Aliya kepadaku. Dan aku berusaha sebaik
mungkin untuk tegar dan tersenyum melepas kepergian Aliya.
Aku kemudian menjalani hari-hari dengan penuh senyuman dan berteman dengan banyak
orang seperti Aliya. Sampai saat ini aku selalu ingat pesan dia kepadaku untuk selalu
tersenyum. Sambil mengingat hari-hari indah yang pernah kujalani bersama Aliya.

Anda mungkin juga menyukai