Anda di halaman 1dari 6

Nama : Adelia Mayada

Kelas : IX Ruang 9

Materi : Membuat Cerpen

Mapel : Bahasa Indonesia

SAHABAT
Hilya dan Salwa adalah sahabat Ku. Aku dan Hilya berteman sejak kecil
sedangkan, Salwa ia adalah teman SMP kami. Mereka sudah ku anggap seperti
saudara sendiri.

Pagi ini matahari memancarkan sinar terik nya. Aku, Hilya, dan Salwa
sedang menunggu angkot di halte. Kebetulan pagi ini kami berangkat bersama.
Angkot pun tiba, kami bergegas masuk ke dalam angkot. Sesampainya angkot di
gerbang sekolah, kami pun membayar ongkos angkot tersebut.

Kami berjalan bergandeng satu sama lain memasuki gedung sekolah


“Madrasah Aliyah Negeri 1 Bogor.” Ya, itu nama sekolah kami. Aku dan Salwa
memasuki kelas MIPA 1. Sedangkan Hilya, ia memasuki kelas MIPA 2. Kami
memang berbeda kelas tetapi, hubungan persahabatan kami Alhamdulillah
berjalan dengan baik hingga saat ini. Ya walaupun masih sering berantem sih.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku dan Salwa bergegas menuju kelas Hilya.
Sesampainya kami di depan kelas Hilya, Aku dan Salwa tidak melihat keberadaan
Hilya di mana, bahkan kelas nya pun tidak ada penghuninya lagi. Aku dan Salwa
pun berpencar mencari Hilya. Menelusuri setiap inci gedung sekolah. Namun, nihil
tidak ada tanda-tanda bahwa Hilya masih berada di sekolah. Aku dan Salwa pun
bertemu di kantin sekolah. Karena kelelahan kami pun duduk di kantin sekolah.
Tiba-tiba Aku teringat bahwa rumah Salwa dan rumah Hilya hanya berjarak 3
rumah saja, Aku menepuk jidat ku dan beristighfar. Salwa terperanjat kaget
karena Aku mengucapkan istighfar.

“Sal, bukannya rumah Hilya dan rumah mu hanya berjarak 3 rumah saja
ya?” ucap ku.

“Iya terus kenapa?” ucap Salwa.

Sedetik kemudian Salwa baru sadar dengan ucapan ku.

“Lah iya ya, maaf hehe aku lagi gak fokus.” Ucapnya sambil menunjukkan
jari telunjuk dan tengah nya sambi berkata “peace.”

Setelah drama itu kami memutuskan untuk pulang terlebih dulu, dan Aku akan
pergi ke rumah Salwa petang nanti sehabis Ashar.

Tepatnya petang ini, Aku dan Salwa akan menuju rumah Hilya. Aku pergi ke
rumah Salwa terlebih dahulu. Tadi Aku sudah berpamitan dengan orang tua ku.
Dan sekarang tiba lah Aku di depan rumah Salwa.

“Assalamualaikum, Salwa....” Ucap ku saat mengetuk pintu rumah nya.

Saat beberapa menit Aku mengetuk pintu rumah nya, ia pun keluar.
“Waalaikumussalam, bentar ya gue ngambil tas dulu.” Ucap Salwa.

Setelah Salwa mengambil tas nya, kami pun bergegas menuju rumah Hilya. Kami
berdua pun sampai di depan rumah Hilya.

“Assalamualaikum, Hilya....” Ucap ku saat mengetuk pintu rumah Hilya.

“Gaada orang kali ya?” ucap Salwa yang merasa jenuh karena tidak ada
satu pun orang keluar.

Tiba-tiba kami melihat seseorang yang ada di halaman samping rumah Hilya. Kami
bergegas menghampiri orang tersebut.

“Assalamualaikum, permisi bi....” Ucap Salwa dan Aku bersama-sama.

“Waalaikumussalam, iya kenapa neng?” ucap Bibi ramah.

“Orang yang tinggal di sini kemana ya Bi?” ucap Salwa.

“Owalah orang tinggal di sini tadi pergi ke rumah sakit neng, tadi sih Bibi
lihat di jemput sama Ambulans.” Ucap Bibi.

“HAH?” ucap Salwa dan Aku terkejut.

Aku dan Salwa menetralkan rasa terkejut kami dan kembali bertanya.

“Kalau boleh tau rumah sakit mana ya Bi?” ucap Ku yang merasa penasaran.

“Rumah sakit Jaya Medika neng.” Ucap Bibi.

“Ohh iya Bi, terima kasih.” Ucap Ku dan Salwa bersama-sama.

“Iya neng, sama-sama.” Ucap Bibi.

Setelah bercengkerama dengan Bibi dan menanyakan keberadaan Hilya, kami pun
bergegas menuju rumah sakit Jaya Medika. Kami pun tiba di rumah sakit Jaya
Medika. Kami berjalan tergesa-gesa menuju resepsionis. Aku pun bertaya kepada
resepsionis.

“Permisi Sus, di sini ada pasien yang bernama Hilya Fathulhusna?” ucap ku
sambil menengok kesana kemari.

“Atas nama Hilya Fathulhusna ada di ruang Anggrek mba.” Ucap seorang
Suster.

Setelah menanyakan di mana ruangan Hilya kepada resepsionis dan mengucapkan


terimakasih, Aku dan Salwa bergegas menuju ruangan Hilya.
Sesampainya kami di depan ruangan Hilya, Aku melihat kedua Orang tua
Hilya dan Abangnya.

“Assalamualaikum Om, Tante.” Ucap Ku dan Salwa sembari menyalimi


tangan tante dan menangkupkan kedua tangan kepada om dan abangnya
Hilya.

“Waalaimussalam, eh kalian?” ucap Tante yang merasa bingung dengan


kedatangan kami.

“Hmm iya Tante, kami ke sini ingin menjenguk Hilya Tante.” Ucap Ku dan
Salwa serempak.

Tiba-tiba tante berhambur memeluk Kami berdua, Aku merasa ada yang janggal
ketika melihat raut wajah Tante, Om, dan Abangnya Hilya. Setelah merasa
cukup, Tante menguraikan pelukannya. Setelah kejadian Tante memeluk Aku dan
Salwa, kami semua terdiam tidak ada satu orang pun yang ingin memulai
pembicaraan.

Setelah beberapa menit, kenok pintu ruangan Hilya terbuka


memperlihatkan seorang dokter yang dengan raut wajah yang tidak bisa
dijelaskan. Om pun memulai pembicaraan nya.

“Bagaimana dengan keadaan anak saya dok?” ucap Om dengan


kekhawatirannya.

“Sebelumnya mohon maaf Pak, Bu kami sudah berusaha semaksimal


mungkin tapi takdir berkehendak lain. Anak Bapak dan Ibu mengidap
penyakit leukemia stadium akhir. Maka dari itu atas nama rumah sakit
kami meminta maaf sebesar-besarnya karena tidak bisa menyelamatkan
nyawa anak bapak dan ibu, karena penyakit yang di derita pasien sudah
menjalar ke seluruh organ tubuh nya. Sekali lagi saya minta maaf Pak, Bu,
permisi.” Ucap dokter panjang lebar sebelum melenggang pergi.

Bagai di sambar petir Aku dan Salwa terkejut bukan main. Kami kehilangan
sahabat yang selalu berada di dekat kami sejak SMP. Aku melihat raut wajah
Tante yang begitu terpukul kehilangan putrinya. Kami semua menangis tidak
menyangka bahwa Hilya pergi begitu cepat meninggalkan orang-orang tersayang.

Tepat hari ini, Jumat 5 November 2021. Aku, Salwa beserta teman
sekelas Hilya mengantarkan jenazah Hilya ke peristirahatan terakhirnya. Berita
meninggalnya Hilya menyebar luas ke penjuru sekolah. Tidak bisa di pungkiri
seluruh guru merasakan kesedihan yang amat mendalam dan turut
berbelasungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan. Kami pun memanjatkan doa
dan menaburi makam Hilya dengan bunga.
1 minggu berlalu setelah kepergiaan Hilya yang menyisakan kesedihan yang
amat mendalam. Saat ini Aku sedang berada di balkon kamar ku sembari
menikmati dinginnya kota Bogor. Aku memandangi sebuah figura dimana terdapat
Aku, Hilya dan Salwa.

Aku mulai bermonolog sendiri.

“Hilya mengapa kamu pergi begitu cepat.”

“Kenapa kamu tidak pernah bercerita kalau kamu sakit, hah?”

“Bukannya kamu sudah berjanji akan terus bersama-sama?”

“Kenapa kamu menyembunyikan sakit mu Hilya?” Monolog terakhir ku


sebelum meneteskan air mata tepat di foto Hilya.

Setelah kelelahan menangis, Aku pun memandangi kembali wajah Hilya


yang terdapat di figura tersebut. Sembari mengusap-usap wajahnya dan kembali
bermonolog.

“Hilya, kamu yang tenang disana ya.”

“Kamu udah gak sakit lagi.”

“Aku akan berusaha ikhlas biar kamu tenang disana.”

“Tunggu Aku dan Salwa ya. Sampai berjumpa di syurga nya nanti.”

“Terimakasih Hilya udah jadi sahabat Ku. Kamu, SAHABAT TERBAIK Ku Hilya
Fathulhusna.” Ucap ku lirih sebelum kembali ke kamar dan tertidur lelap.”
TAMAT

Anda mungkin juga menyukai