Anda di halaman 1dari 2

Sampai Jadi Debu

Karya: Rianti Putri Syakirah


Halo, Namaku Anshara Faladana, aku biasa di panggil Hara. Aku sekolah di SMA
Garuda Cemerlang di Jakarta. Saat ini aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku
punya sahabat yang bernama Lea, kita sudah berteman sejak kelas 1 SMP.

Hari ini seperti biasa, Lea menjemputku untuk berangkat bersama ke sekolah.
“Tin...Tinn” suara klakson motor Lea terdengar nyaring di depan rumahku. “IYA
BENTAR LE, AKU MASIH PAKE SEPATU” teriak ku ke Lea. “Iya santai Ra” jawab
Lea tenang. “Aduh, Sorry ya le kamu jadi nunggu. Aku Semalem begadang nih
jadi kesiangan deh” ujarku sambil memasang muka memelas. “Iya gpp ra, kan
aku juga udh biasa nunggu kamu lama kaya gini” jawab Lea sambil menyindir
Hara. Iya, memang situasi seperti ini sudah sehari hari di rasakan oleh Lea.
Tetapi entah mengapa hari Ini aku merasa sangat bersalah terhadap Lea.

Bel penanda istirahat pun terdengar, biasanya aku mendatangi meja Lea , tetepi
mengapa hari ini ia malah mendatangi meja ku? Hmm, mungkin ia bosan kita
selalu duduk di bangkunya. “Eh le, Kamu kok pucet bgt?” Tanya Hara ke Lea. “Ah
engga aku gapapa kok ra, Oh iya kamu hari ini bawa bekel apa” Jawab Hara
langsung mengganti topik pembahasan. Hara mengerutkan dahinya, lalu
menjawab “O-oh, aku bawa nasi uduk buatan mama aku nihh, ini kamu di kasih
juga sama mama aku.” “Wahhhh, TERIMAKASIH TANTE HELENAAA. Sering-
sering ya ra bawain aku makanan, Hahahhaha.” Jawab Lea tersenyum riang. “Jam
pelajaran sudah berakhir, sampai jumpa esok hari” suara bell pun menggema di
seluruh koridor sekolah, dan terdengar suara ricuh siswa dan siswi di sepanjang
koridor. Ini tandanya semua kegiatan belajar mengajar di sekolah sudah selesai.
Sedari tadi, aku merasa ada yang aneh dengan Lea. Mengapa hari ini dia tidak
bersemangat? Mengapa hari ini ia tampak sangat pucat? Mengapa ia seperti
menyembunyikan sesuatu dari ku? Semua pertanyaan pertanyaan itu
menghantui pikiran ku sedari tadi, dan Lea menyadarinya. “Woi, ngelamun aja.”
Celetuk Lea yang membuatku tersadar dari lamunanku. “Oh engga gapapa.”
Jawab ku singkat.

Saat ini kami sedang belajar matematika di rumah Lea, berhubung besok ada
ulangan matematika dan Lea jago matematika. Jadi aku memutuskan untung
belajar bersama di rumah Lea. “Oke oke aku ngerti, jadi kalo x nya di dambahin
x8-“ ucapan ku terpotong ketika melihat darah yang menetes di atas kertas yang
berisi tentang fungsi trigonometri. “LE, KAMU KENAPA LE” ucapku panik
karena tidak ada orang selain kami di rumah ini. “Hah... aku-aku ga—pa.”
Sebelum Hera menjawab pertanyaan ku, kepalanya langsung terbentur di atas
buku dan kertas- kertas berceceran darah itu. Saat itu, aku langsung
menghubungi ambulance dan membawanya Kerumah Sakit.
Sesampainya di Rumah Sakit, Lea langsung dibawa ke ugd dan langsung di beri
beberapa test untuk mengetahui apa yang terjadi dengannya. Dokter pun keluar
dari ruangannya, ia berkata kepadaku “Apakah anda keluarga/kerabat pasien
Lea?” “Iya dok, saya temannya. Bagaimana kondisi teman saya dok?” Jawabku
dengan penuh kekhawatiran. “teman anda terkena arteri koroner, penyumbatan
pada jantung teman anda sudah sangat parah yang menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah utama jantung.” Jelas dokter kepadaku mengenai apa
yang terjadi terhadap Lea. Aku pun menangis, “apa yang harus saya lakukan agar
teman saya sehat kembali?” Tanyaku terisak isak. “ Tidak ada obat yang bisa
menyembuhkan saudari Lea, Hanya ada satu cara yaitu dengan melakukan
transplantasi jantung. Tetapi yang menjadi masalah, tidak ada stok jantung
pengganti yang tersedia di rumah sakit ini, kami telah menghubung semua
rumah sakit di Jakarta tetapi mereka juga tidak mempunyai stok jantung
pengganti.” Jawab dokter kepadaku. “Kalau saya merelakan jantung saya untuk
Lea bisa dok?” Tanyaku. “Apa kamu yakin? Itu artinya kamu tidak akan pernah
bertemu lagi dengan sahabatmu, coba dipikirkan lebih bijak lagi Hera, ini bukan
hal yang sepele.” Dokter itu mengkhawatirkan keputusanku.” Iya dok saya
yakin, jadwalkan saya untuk operasi malam ini.” Jawabku tanpa berpikir
panjang. Menurutku, dengan memberi jantungku untuk Lea, aku akan selalu
berada dekat dengannya, aku akan selalu ada di dalam dirinya.

Sebelum operasi di mulai, akupun menuliskan surat untuk Lea supaya ketika ia
sadar, ia bisa membaca tulisan terakhirku untuknya. Surat itu pun aku titipkan
kepada dokter “dok, saya titip ini ya buat Lea, tolong sampaikan nanti ketika
membaca surat terakhirku, jangan nangis.. haha”. “Pasti dong Hera, jangan
khawatir saya pasti kasih surat kamu untuk Hera.” Jawab dokter tersebut
kepadaku.

Operasi itu pun berjalan lancar. Seling 18 jam, Lea pun terbangun dari biusnya
dan ia langsung melihat surat yang kutulis di atas meja sebelah berangkarnya.
“Hewlloooo leleeee hahahaaa kalo kamu udah baca surat ini, artinya operasi
yang kita lakuin berjalan lancar. Gw senang lo sehat lagi, udah jangan nangis,
jelek tau hahaha. Jangan khawatir le, kamu gak sendiri. Kita akan selalu bersama
di dalam satu raga. KIta itu seperti lagunya Banda Neira. “Sampai Kita Tua,
Sampai Jadi Debu.” Iya le, persahabatan kita akan selalu berlanjut hingga akhir
hayat.” Itulah akhir dari cerita kehidupanku. Aku pergi dengan rasa tenang dan
bahagia. Sampai bertemu di kehidupan selanjutnya, Allea Niveana.

~THE END~

Anda mungkin juga menyukai