Anda di halaman 1dari 3

CERPEN PERSAHABATAN

Karya Rahayu Eka Septia 9F

SAHABAT SEBUAH MEMORI

Sahabat bagaikan memori yang tak pernah habis untuk menyimpan sejuta kenangan.
Memori ini tempat menyimpan keluh kesah hidupku. Sepanjang waktu selalu menunggu
cerita dariku. Memori itu ku beri nama Aurel. Sejak sekolah dasar, dia adalah salah satu
seorang penyabar dan selalu menerima apa yang terjadi.

Pagi yang cerah matahari pun tersenyum lebar dari timur. Sekitar jam setengah tujuh
aku sudah tiba di sekolah. Sampai disana Aurel pun belum datang. Saya menunggu di taman
sekolah sambil menikmati udara yang sejuk. Saya menunggu di taman sekolah sambil
menikmati udara yang sejuk. Tak lama kemudian dia datang. Aurel tidak tahu jika saya ada di
taman sekolah. Saya panggillah dia. “Reliii….Reliii…. ih kamu ih masak sih gak tau aku ada
disini” .

“Haii…Maaf banget loo, beneran gak tahu kalau kamu ada disini,”

“Santai aja lahh”

Saya dan dia langsung pergi ke kelas. Seperti biasa setiap bertemu dia, kita saling
bercerita. Tepat pukul jam 7 bel masuk sudah berbunyi. Saya dan Aurel langsung bergegas
pergi ke ke halaman sekolah untuk melaksanakan rutinitas yaitu senam pagi. Setelah senam,
baris perkelas didepan kelas masing – masing melaksanakan pembacaan do’a. Masuk kelas
satu persatu sambil bersalaman kepada Bapak/Ibu guru. Pembelajaranpun dimulai. Saya dan
Aurel saat mengerjakan tugas jika ada kesulitan saling membantu.
Setelah mengerjakan tugas, bukannya membaca materi tetapi kita berlanjut bercerita.
Namun biasanya kita membantu teman yang lagi kesulitan. Setiap pertemuan kita, pasti ada
cerita yang sudah dirakit. Cerita itu dipindahkan ke memori.

Sepulang sekolah beristirahat sejenak, jam satu kembali ke sekolah untuk mengikuti
bimbel, karena sebentar lagi melaksanakan ujian sekolah untuk kelulusan. Setiap perjalanan
kita, mengisi waktu dengan belajar dan bercerita.

Sempat berfikir, habis ini kita tidak satu sekolah lagi.

Pesan saya “Tolong jaga diri baik – baik, meski kita 1 desa pasti tidak setiap hari
bertemu seperti saat ini. Tolong jangan lupakan teman lemahmu ini”

“Okeey siap”.

Tahun 2020, Saya dan Aurel sudah membuka pintu SMP. HAri demi hari kita pun
jarang bertemu. Apalagi kita sudah mempunyai teman baru masing – masing. Teman baruku
memang lebih asyik dibandingkan dulu. Namun aku tak bisa bercerita bebas seperti dulu.
Setiap aku bermain dengan teman baruku, di fikiranku hanyalah ada kamu, yaitu memori
yang bernama Aurel. Entah ku tak tahu kamu masih mengingat aku atau tidak. Semakin
lamakita seperti orang asing. Jarang call, chattingan, bertemu pun tak setiap hari. Saya
merasa dilupakan. Sedih, gelisah, fikiran negative selalu menghampiriku.

Di suatu hari saya melihat dia bermain dengan teman barunya di taman. Wajahnya
yang ceria terlihat asyik sekali. Aku tak mau menghampiri dia, aku tak mau mengganggu
kegembiraan dia. Saya pun terus berjalan sambil menutupi wajahku yang bercucuran air
mata.

Malam hari memberanikan diriku untuk menanyakan apa itu benar dia.

“Haii Rel, apa kabar, kamu sudah lupakah pada diriku ? “

“Haii Septi, hah lupa? tentu tidak lah.”

“Tadi aku melihat kamu bermain di taman, apa benar itu kamu?”

“Iya benar itu aku, habis ngeprint tugas.”

“Oooooo”

“Ya udah, maaf ya aku sudah berfikir negative?”

“Iya aku juga maaf kalau aku tak pernah ada untukmu.”
Fikiran negatifku ternyata salah. Meski hanya sesingkat itu dan yang biasanya dia
meemanggilku (bestie, ayang aku, my friends), kata – kata itu tak ada lagi. Saya tetap
berusaha tenang dan berfikir positif. Hari Minggu Saya ajak dia di angkringan dekat rumah.
waktu bertemupun dia jarang ngobrol, bercerita, gurau. Apalagi dia sudah mempunyai sosok
penyemangat. Saya merasa tak dihargai dan saya langsung menanyakan dia dengan
mengeluarkan tetesan air hujan. Dia menjawab singkat padat dan jelas. Setelah ngobrol ku
ajak balik, saya tak sanggup menahan luka hati ini . Waktu sudah di rumah saya chat dia.

“Maaf selama ini aku hanyalah beban hidupmu, terimakasih sudah menampun keluh
kesahku”

“Tidak Septia, tidak. Maafkan aku yang terlalu keras kepala.”

“Tenang saja aku selalu memaafkan kesalahanmu, karena kamu teman baikku.”

Melewati hari demi hari, sedikit demi sedikit, dia mengabarkan syaa. Meskipun hanya
satu kalimat yang di transfer untukku, Aku sangat bahagia dan bersyukur karena saya merasa
dihargai, Saya tetap semangat untuk memulihkan sikap baiknya dia yang dulu.

Anda mungkin juga menyukai