Anda di halaman 1dari 40

AKHIR SEBUAH PENANTIAN

Karya : Wardhina Ayu Wakhidatun

Aku hidup bukan untuk menunggu cintamu.


Sulit ku terima semua keputusan itu.
Yang kini hilang tersapu angin senja.
Masih sulit pula untuk ku lupakan.
Suram dan seram jika ku ingat kembali.
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
agar abadi oleh sang waktu.

Pagi ini cerah, hangat mentari yang bersinar dan sejuk embun di pagi itu membuat semangat untuk menuntut ilmu
makin bertambah. Ku percepat langkahku. Seusai sekolah, ada ekstrakulikuler seni tari dan aku pun mengikutinya.
Masih belum beranjak dari tempat duduk ku. Dari arah belakang terdengar suara yang memanggilku.
“Idaaa, tunggu !”

Aku pun melihat ke belakang “Kamu Raff, ada apa kok sampai tergesa-gesa ?” tanyaku penasaran.

“Emmm, ada yang mau kenalan sama kamu !”

“Tapi Raff, udah mau masuk kelas seni tarinya”

“Ya telat dikit kan gakpapa”.

Aku tidak menjawabnya. Aku bergegas pergi menuju kelas seni tari. Aku simpan kata-kata Raffi tapi aku tidak
memikirkannya disaat aku sedang mengikuti seni tari.

***

Hari ini aku sengaja berangkat pagi, aku ingin menikmati udara pagi, walaupun jarak antara rumah dan sekolah
dekat. Sewaktu istirahat aku kembali ingat dengan kata-kata Raffi kemarin siang. Siapa dia? Anak mana? Namanya
siapa? Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di benakku. Hingga aku tak sadar jika aku sedang melamunkannya.

“Heyhey, mikirin siapa sih kamu?” Tanya Ega yang membuyarkan lamunanku.

“Ha? Aku gak mikirin apa-apa tuh!”

“Kok ngelamun sih? Haaa, masih keinget ya sama kata-kata Raffi kemaren?”

“Ehh, apaan sih, mentang-mentang pacar Raffi trus kalian ngejek gitu, ahh gak asyiik”

“Yaya, Cuma bercanda kok”

Tiba-tiba Raffi datang menemuiku. Entah apa lagi yang akan ia sampaikan kembali. Aku sendiri tidak berharap
jika kata-kata itu lagi yang akan ia sampaikan.

“Daa, ikut yuk, dia mau ketemu kamu, tuh udah ditunggu di kantin” ajak Raffi.

“Ahh, engga ahh, biarin aja dia samperin”

“Kok gitu? Ya udah deh, ini kesempatan loh, kok malah kamu sia-siain” Ucapan Raffi didengar oleh Layla, yang
juga saudara Raffi.

“Ehh, ada apaan nih, keliatannya seru! Ada apa sih Raff, kok gak bilang-bilang?”

“Gak ada apa-apa, udah nanti aku ceritain”

Bel masuk kelas pun berbunyi, aku segera masuk kelas. Dan aku mengikuti pelajaran yang berlangsung hingga
usai. Pulang sekolah biasanya aku jalan sendiri, jarak rumah deket.

“Ciiye Idaa” goda Layla

“Ada apa sih?” tanyaku penasaran.

“Tuh, orang yang di depan gerbang pake tas item ada corak biru, itu orang yang mau ketemu kamu.”

“Ha? Siapa dia? Namanya siapa?”

“Dia Tyo, anaknya pendiem banget, dia sahabat karib Raffi sama Adi”

Tanpa kata-kata apapun aku bergegas pulang, dalam perjalananku aku memfikirkan semua hal yang Layla beritahu
tadi. Yah, Tyo, aku masih tidak menyangka kenapa dia mau bertemu, kenapa harus lewat temennya? Ah mungkin
dia malu. Ya udahlah.

***

Hari ini mulai muncul kabar buruk, banyak yang menyangka bahwa aku ini adalah pacar Tyo, padahal bukan sama
sekali. Aku kenal sama dia aja baru kemarin. Di sela-sela pelajaran aku gunakan untuk menuliskan sebuah kata-
kata. Sepertinya aku memang benar-benar jatuh hati pada Tyo, “ahhh, kenal langsung aja belum kayaknya mustahil
deh” kata itu selalu muncul di benakku.

Saat jam istirahat, aku selalu melewati kelasnya. Aku selalu melihat tingkah lakunya, yang terkadang membuatku
tersenyum-senyum sendiri. Oh mungkin inikah cinta? Aku pernah merasakannya tetapi aku tak ingin
merasakannya lagi untuk saat ini.

Setelah kita kenal begitu lama, aku mengenal dia dengan ramah, dengan baik, walaupun diantara kita tak pernah
ada satu perkataan. Tiba-tiba semua perasaanku menjelma, berubah entahlah seperti apa isi otakku. Aku
menyukainya, aku menyayanginya. Aku yakin dia pun begitu, tapi aku tidak pernah pecaya itu, aku tidak pernah
percaya bila ia menyukaiku juga, aku hanya berharap begitu banyak padanya.

Hari ini ekstra pramuka sebenarnya, aku sama Tyo mau bicara tapi dia tetap tidak mau. Dia tetap tak membuka
kesempatan untuk perasaan kita. Tapi aku masih yakin bila dia benar-benar mencintaiku. Sore itu aku hanya pulang
dengan semua mimpi ku yang telah pupus. Aku tak membawa secuil harapan lagi untuk rasaku ini.

***

Malam ini aku tulis surat untuk nya. Aku harap ada sedikit respon darinya. Dan respon itu tidak membuatku patah
hati dan patah semangat. Aku tahu Tuhan pasti mengerti disetiap mimpi dan harapanku.

Setelah selesai aku pun tidur. Hari ini aku sengaja bangun pagi, selain aku piket aku juga ingin melihatnya lebih
awal, hehe. Aku datang pertama di sekolah, datang pertama juga di kelas, aku langsung piket, bersihkan semuanya.
Setelah selesai, aku kasih surat itu langsung ke dia. Aku tak pernah mengira hal buruk apapun akan menimpa kita
setelah surat itu kau baca. Tiba-tiba Imma datang mengetuk pintu kelasku. Dia meminta ijin dahulu, lalu
memanggilku untuk menemuinya. Aku yang bingung, langsung saja aku menurut.

“Nich surat dari Tyo!” kata Imma sambil memberikan surat dari Tyo.

“Apa ini? Jawaban suratku tadi pagi ya?”

“Iyaa, baca aja, dia bilang dia minta maaf kalo udah nyakitin perasaan kamu, dia gak bermaksud kayak gitu, ya
udah baca aja.”

“Iyaa, makasiih udah ngaterin suratnya, aku titip salam buat dia”

Seketika aku menangis, air mata ini sudah tak bisa ku tahan lagi. Tetes demi tetes mulai membasahi wajahku. Lalu
ku hapus lagi begitu pun seterusnya. Aku masuk kelas dan aku lanjutkan pelajaran yang sempat tertunda, aku
anggap saja ini semua tidak pernah terjadi.

“Ada apa sih, Yuk?” Tanya Ega.

“Di.. dia.. dia udah jawab semuanya” kataku terbata-bata

“Jawab apa? Bukannya diantara kalian itu tak pernah ada apa-apa?”

“Dia gak suka aku Ga, aku sih fine tapi kenapa sih yang nganter harus Imma, dulu pas kamu sama Raffi putus,
Imma juga kan yang nganter?”

“Iya ya, kok aku lupa ya? Ya udah deh, kamu yang sabar aja, cowok itu gak Cuma satu kok, gak Cuma dia doang”

“Iyaa Ga, makasiih” jawabku sambil mengusap air mataku

“Iya sama-sama”

***

Sulit menjalani hari tanpanya lagi, walaupun kita hanya sebatas gebetan, tapi ternyata hal itu membuat kita menjadi
bersahabat. Berbulan-bulan aku nanti jawabanmu lagi. Tapi ternyata jawaban itulah yang sudah kamu tetapkan.
Aku hanya pasrah, aku menangis, bagaimana tidak jika seseorang yang aku sukai ternyata telah membuatku
menangis.

Aku berharap suatu saat nanti Tuhan mempertemukan kita, dan Tuhan izinkan kita bersama. Jika Tuhan tidak
mentakdirkan kita bersama biarlah perasaan itu menjadi sebuah kenangan masa SMP kita.

*THE END*
KEBAHAGIAAN MENDATANGKAN KESEDIHAN
oleh: Theresia Rahayu Utami

Awal ku mengenal seorang cowok dimulai dari persahabatan dan kejadian ini terjadi pada tahun 2009... Dan saat
pertemuan itu berkumpul bersama teman-teman...

Saatnya terbangun ku mendengar suara kicauan burung memanggil ku...


aku duduk di serambi depan rumah..
melihat taman bunga yang indah dan pohon-pohon di sekelilingku...

Kuambil secarik kertas untuk menulis pesan untuk keluargaku, ku langsung beranjak pergi mempersiapkan diri
melangkah setiap langkah ku...

Walaupun hati tidak siap untuk meninggalkan semua kenangan senang, sedih dan bahkan menyesakkan hatiku
yang ada selama ini, tapi aku siap untuk memulai hidupku...

Berawal dari persahabatan ku sangat lama ku jalani, Rafael seorang teman yang sangat akrab sebelumnya dengan
temanku... dan tidak menyangka dari persahabatan mereka menimbulkan suatu keraguan dalam hatiku. Bahkan
pikiran ku memulai untuk menanyakan beberapa pertanyaan untuk temannya, tapi aku tidak siap untuk
mengatakannya mungkin aku butuh waktu untuk itu.
Ternyata dari keraguan itu.. yang menimbulkan aku semakin dekat dengan Rafael.

Tiba-tiba Rafael menelpon aku dan mengajak aku untuk pergi ke Mal terdekat daerah rumah kita.

Dengan senyum malu aku menjawab "ya".

20 menit Rafael datang untuk menjemput ku dan segera kita berangkat, dengan senangnya Rafael menyambut ku
dan meraih tanganku untuk memeluk badan nya.

"Ayo, pegang badan ku yang erat karena aku mau kencang mengendarai motorku"... tanya Rafael kepadaku.

"O ya jangan takut aku pegang erat badan kamu," jawabku, walaupun dengan malu nya aku menjawab.

Seiring berjalannya... sampai tujuan kita langsung ke tempat makanan...

"Kamu sudah makan...?" tanya Rafael kepadaku.

"Ayo kita makan," jawabku.

Siap memilih menu kita masing-masing.

Sambil menunggu makanan tiba, memulai untuk obrolan... Tatapan Rafael yang penuh arti dan aku membalasnya
dengan senyuman.

Tiba-tiba... makanan datang... dan siap santap makanan ini.

"Ehhmm enaknya makanan ini ya," kataku.

Tiba-tiba teman-temannya Rafael datang dan menghampiri kita untuk bergabung. Semakin seru dan suasana
semakin ramai.
"Asyiknya berkumpul di tempat ini ya..???" kataku.
Waktu semakin larut malam. Segera kita meninggalkan tempat dan bergegas untuk pulang.

Terbaring nya aku di tempat tidur sambil mendengarkan musik. Dan siap untuk tidur...

Perlahan-lahan aku membuka hatiku untuk Rafael.


Mengenal keluarganya Rafael dan mereka pun menyambut ku dengan senyuman.

"Silahkan duduk", sapa mamah nya Rafael.

"Iya bu" jawabku.

Dengan sopan mamah nya menyapa aku. Dengan berjalannya waktu semakin larut malam aku berkunjung di
rumah Rafael.

"O ya aku pulang dulu ya, sudah larut malam nih", kataku.

"Terima kasih ya sudah datang", jawab mereka.

Seiring waktu aku bersama Rafael, semakin hari semakin dekat kita berdua...

"Hai Res, besok kamu ada acara kemana..?" tanya Rafael kepadaku.

"Tidak kemana-mana, memang kenapa..?" jawabku.

Dari pertanyaan itu yang membuat aku semakin bingung untuk menjawabnya, dengan tangkas nya aku menjawab
"boleh".
Tersenyum lebar Rafael kepadaku. Pergi ke suatu restoran tak jauh dari rumah kita, dan Rafael memilih tempat
makan yang bagus dan suasana yang sangat romantis. Dengan suasana tempat yang di sekeliling nya bunga-bunga
dan ada satu lilin diatas meja makan kita.

"Indah sekali tempat ini" tanyaku. Rafael menyiapkan ini semua untukku..

Dengan iringan musik yang indah dan membuat suasana kita semakin hangat. Tak luput dari pembicaraan kita ada
tawa dan senda gurau.

Hening sejenak..

Rafael terima telepon dari teman dekatnya, dan mengundang temannya untuk datang di acara makan malam
bersama...

Selesai makan, kita semua bermain bilyard dengan pasangan kita masing-masing. Seru dan ramai kita saling
berlomba... dari bermain bilyard tidak sengaja aku melihat tatapan Rafael tertuju kepadaku. Dengan segera Rafael
pasang muka penuh malu dan merah. Aku memberanikan diri untuk menghampirinya, tersenyum lah Rafael
kepadaku. Diantara teman-temannya memperhatikan kita berdua... dan mereka pun ikut bersorak-sorai dengan
sambutan mereka yang membuat kita tertawa lebar.

Dengan lelahnya aku bermain, aku berusaha untuk duduk dan minum sejenak.
Tiba-tiba Rafael menghampiri ku, dan mengatakan sesuatu yang penting.
Dengan bisik-bisik Rafael berbicara denganku...
"Aku suka sama kamu", tanya Rafael kepadaku.

Butuh waktu aku menjawab itu..


"Bagaimana ya..??" jawabku.
Tak secepat itu aku menjawab ya, tidak sabar Rafael menunggu jawabanku.

Seringnya kita bersama.. dan hampir semua tempat kita kunjungi...


Suasana yang berbeda, tiba-tiba ide dari Cumi untuk membuat acara bakar ayam di rumahnya. Aku bersama cewek
nya Cumi menyiapkan beberapa nasi dan minuman. Dan laki-laki nya menyiapkan arang-arang nya, untuk
ayamnya segera dibakar. Berharap ayamnya segera selesai..

Sambil menunggu ayamnya matang, Rafael berusaha menghibur Res dengan menyanyi sambil bermain gitar penuh
semangat dan gembira...

Segera ayam disantap dan menikmati suasana malam yang sejuk dan dingin.. dan melihat bintang-bintang yang
indah.

"Mantap sekali ayam ini ya," kataku. Dengan lahap nya mereka menyantap ayam yang masih hangat.

Hari semakin cepat berganti dan waktu semakin berubah setiap detik nya...

Tidak kusangka pertemanan kita semakin akrab dan berlanjut lama..


Buat kejutan untuk Rafael, selesai aku pulang dari kuliah.. aku berusaha untuk telepon Rafael.

Ternyata Rafael yang mengangkat teleponnya,


"Hai Rafael, nanti sore aku mau kamu datang ke rumahku...??" tanyaku.

"Ya boleh" jawab Rafael.

Dengan segera aku persiapan diri untuk mandi. Mamah ku menyapa ku dengan wajah yang penasaran... Selesainya
aku mandi... tak lama Rafael datang dan menunggu ku di teras depan rumahku. Segera Mamah ku menyapanya dan
mengobrol dengan Rafael. Dari pembicaraan mereka terdengar dari kamar ku.. Penuh curiga aku segera keluar dan
bertemu dengan Rafael dan mamah ku. Tak lama kemudian mamah ku meninggalkan kita berdua, sambil
menunggu waktu.. aku menyiapkan minuman dan makanan.

Tidak mengerti apa yang dibicarakan Refael tentang dirinya, dengan pasang wajah yang serius... Tapi aku
membalasnya dengan wajah yang lucu agar suasana tidak tegang. Ternyata dari pembicaraan itu yang membuat
aku semakin penasaran dan ragu. Tetapi aku berusaha untuk tenang.. sambil Rafael memegang tanganku penuh erat
dan tatapan yang tidak sanggup untuk mengatakan kepadaku...

Sekian lama aku menunggu dari sebuah jawaban...

Tak lama aku berpikir panjang... untuk datang dan mencari tahu dari teman dekatnya.
Mudah-mudahan dari penasaran ku, aku dapat jawaban yang membuat hatiku lega.

"Hai Cumi... apa kabar..??" tanyaku. Dengan pasang wajah yang kaget Cumi menyapa ku.

"Hai.. Aku baik-baik aja Res, tumben kamu main ke tempatku," Jawab Cumi.

Dipersilakan duduk aku di ruang tamunya. Mungkin ini terlalu berani aku bicara dengan Cumi... berapa menit
kemudian cewek nya Cumi datang dan menyambut ku...

Cewek nya Cumi bertanya kepadaku...


"Res kamu tumben datang ke sini.. ada apa ya..??"

Aku mau bicara sesuatu tentang Rafael, jawabku.


Dari obrolan kita bertiga semakin menegangkan.. ternyata dari obrolan Rafael dengan mamah ku yang membuatku
kaget.

"Apakah ini benar..??" jawabku.


Ternyata mamah ku tidak suka dengan Rafael. Dan supaya Rafael meninggalkan aku.

Kenapa ini bisa terjadi aku mencintai seseorang tetapi.... ??

Bahkan aku berusaha untuk lebih dekat dengan Rafael.. agar dari cerita ini semua, tidak membuat aku jauh dari
Rafael. Aku akan berusaha memberikan semangat untuknya...

"Bagaimana hubungan aku berikutnya dengan Rafael...??" Cumi dan cewek nya berusaha untuk menenangkan aku
juga.

Memberikan waktu untuk berpikir antara Res dan Rafael...

Pertemuan aku tiba-tiba dengan Rafael.. dengan tempat yang sama sewaktu aku kenal Rafael pertama kali.

"Kamu mau minum apa...?" tanyaku.

"Es kelapa aja," jawab Rafael. Tatapan Rafael yang penuh penasaran dan tanda tanya..

"Ada apa sebenarnya Res..??" tanya Rafael.

"Hmmm..." jawabku.
Aku berusaha dengan tenang untuk menjelaskan ini semua dengan Rafael.

"Sebelumnya aku minta maaf, aku sudah sayang sama kamu tapi...??"
Rafael memegang tangan Res dan untuk segera mengatakan nya.

Hening sejenak sambil menahan nafas perlahan-lahan...

"Rafael sepertinya kita sampai disini aja hubungan kita," kataku.

Tidak menyangka dari pikiran Rafael secara tiba-tiba. Mataku berbinar-binar, sedikit demi sedikit aku menitiskan
air mata.
Diambilnya tisu dan segera Rafael mengusap air matanya Res.

"Kenapa ini bisa terjadi..?" kata Rafael.

"Akupun sudah bahagia bersama kamu Rafael", jawabku.

"Mungkin ini sudah jalan terbaik buat kita...", kataku.

Dari pertama kali Rafael berbicara dengan mamahku. Akupun sudah tahu.. tapi aku butuh waktu untuk
membicarakannya ini semua dengan Rafael.

Kemungkinan aku saja yang menyudahi hubungan ini.

Hai Res.. kenapa kamu mesti menangis..??” tanya Rafael kepadaku.

Ku terdiam dan tidak bisa menjawab apa-apa lagi.


Kita bisa berteman kan..?? jawabku.

"Walaupun kita sudah tidak ada hubungan lagi, tapi kita bisa bertemu lagi kan..." kataku.

Ternyata kebahagiaan yang kita miliki belum tentu juga untuk selamanya..
*****
Cinta dan Dongeng
Cerpen oleh Maya Winandra nova

“Kringggg.....!!!”

“Assalamualaikum”. Pesan baru dari Handphone ku, tertulis salam dari pengguna nomor baru. Dan ku jawa
“Waalaikumsalam....”.

“Ini maya ya....?”, balasan sms pun datang menjawab salamku.

Langsung ku balas “Iya. . .ini me, ne spa ya?”, pesan singkat ku lontarkan kembali kepada pemilik nomor baru
dalam Handphoneku.

Panggilan masuk pun berdering lewat Handphone ku dengan nomor baru itu. Ku jawab salamnya dan pembicaraan
pun berlangsung dengan ku. Pemilik nomor baru itu adalah seorang pria yang bernama Andi. Dia mendapatkan
nomor teleponku dari Abang angkat ku yang ku kenal baik selama ini.

Perkenalan baru yang bermula lewat Handphone membawa aku dan dia akrab. Saling bercerita tentang kehidupan
masing-masing, bercanda bersama meski lewat Handphone.

Pertemuan pun kami rencanakan di rumahku yang sederhana. Di malam yang cerah dia datang bersama seorang
teman yang menemaninya.

“Assalamualaikum. . . .?” terdengar dari luar pintu rumahku seseorang mengucap salam seraya mengetuk pintu
rumahku.

“Waalaikumsalam. . .” jawabku sambil ku buka pintu rumahku.

Seraya tersenyum sopan, seorang pria berdiri di hadapanku sambil bertanya kepadaku, “Benarkah ini rumahnya
Me?” tanyanya singkat.

“Ya  benar, , , Anda siapa dan ada perlu apa dengan saya?” ku jawab pertanyaannya sambil ku lontarkan
pertanyaan balik kepadanya.

“Saya Andi yang menelpon Kamu tadi” jawabnya singkat.

“Oh. . . Bang Andi itu ya. . .?? hmmm. . . . ayo silahkan masuk, kirain siapa tadi.” Jawabku sambil menyuruh dia
dan temannya masuk kedalam rumah.

“Silahkan masuk dan silahkan duduk,” ku persilahkan lagi kepadanya.

“Iya. . . terima kasih,” seraya berjalan masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu rumah ku.

“Sebentar ya. . .!!” jawabku sambil ku tinggalkan mereka sejenak di ruang tamu, ku bergegas pergi ke dapur dan
membuatkan 2 gelas teh manis panas dan ku persilahkan kepada mereka.

“Diminum tehnya, , , tapi masih panas sangat,” kataku basa-basi.

“Iya terima kasih, , , “ jawab mereka.

“Gimana. . . susah ya nyari alamat rumah Me?”, tanyaku membuka suasana yang hening.
“Iya. . . sempet juga nyasar tadi, soalnya belum pernah main-main ke daerah sini,” balasnya.

“Ya. . . begini lah keadaan rumah Me,”

“Hmmm. . . sunyi ya disini, kemana semua keluarga Me?” tanya nya kepadaku.

“hmmm.... kalau bapak sama mamak Me lagi di kamar lihat televisi, adik Me yang pertama lagi keluar latihan
main Band, kalau adik Me yang kedua lagi lihat tv di ruang tengah, sedangkan kedua kakak Me udah berumah
tangga mereka udah tinggal di rumah mereka masing-masing,” jawabku menjelaskan.

“Oo. . . kirain pada pergi, soalnya sunyi sih rumahnya.” Katanya balik.

Aku yang memang terkenal mudah bergaul dengan orang laen dengan mudah bisa membawa suasana menjadi
ramai dan tidak terasa canggung dalam berbicara meskipun baru pertama kali bertemu. Pembicaran dan canda tawa
di ruang tamu membawa kami lupa bahwa kami baru bertemu, seakan udah lama sangat berkenalan. Nah, , , itu lah
sifat pribadi Me yang mudah membaur dengan orang laen. Tak terasa waktu udah menunjukkan jam 11 malam.
Dia dan temannya permisi buat pamit pulang.

“Berhubung sudah malam, kami pamit pulang dulu ya, laen waktu bolehkan kami main ke rumah Me lagi,?
Tanyanya kepadaku .

“Boleh saja atuh bang, , ,” jawabku dengan gaya bicaraku yang terbilang unik, yang mencampurkan bahasa daerah
laen.

“Ya udah kalo begitu, , , Assalamualaikum Meme?” kami pamit pulang, katanya kepadaku sambil bergegas pulang.

“Waalaikumsalam bang, , ,” jawabku.

Ku bersihkan ruang tamu ku yang tadi berantakan. Saat selesai ku bersihkan lalu ku rebahkan tubuhku di tempat
tidur. Tak lama Handphoneku berdering. Sebuah panggilan masuk dari bang Andi. Ku perhatikan sejenak, lalu ku
angkat segera teleponku.

Mei :”Hallo Assalamualaikum Bang.....?” sapaku lewat Handphone.


Bang Andi :”Waalaikumsalam Meme. . .” balasnya.
Mei :”Ada apa bang, , ,? Apa ada yang tertinggal di rumah Me?” tanyaku heran, karena baru saja mereka beranjak
pamit pulang, kemudian Handphoneku berdering.
Bang Andi :”hmm. . . nggak ada apa-apa kok, Cuma pengen ngobrol aja neh sambil makan...”
Mei :”Oo. . .kirain ada yang tertinggal di rumah Me, , eh rupanya. . .rupanya. . .”
Bang Andi :”Heeee. . . nggak apa kan Mei, Bang nelepon neh?”
Mei :”nggak apa atuh Bang. . .”
Bang Andi :”Ternyata bener ya. . . nggak dari Handphone maupun jumpa langsung, Meme ananknya enak kalau di
ajak ngomong gitu, mudah akrab orangnya,”
Mei :”Heeee. . . begini lah Me, Bang, orangnya”

Pembicaraan yang bisa di bilang ya. . . seperti orang-orang pada umumnya, membawa keramahan tersendiri bagi
siapa yang mengenal diriku. Terkesan tomboy, tapi paling asyik jika diajak bicara. Semenjak perkenala itu, kami
semakin akrab dan semakin sering bertemu. Hingga pada akhirnya membawaku untuk menemaninya menghadiri
sebuah acara pernikahan temannya. Aku yang biasa tampil dengan gaya ku sendiri kini ku hadir dengan balutan
gaun putih dengan rambut yang sengaja ku tata beda dengan high heel senada dengan gaun yang ku kenakan.
Mungkin yang biasa melihat aku bergaya tomboy, sekarang bisa menjadi cewek feminim yang benar-benar beda di
malam acara tersebut. Tak dipungkiri juga, dia yang biasa melihat aku langsung gak percaya saja melihat aku yang
sekarang ini.
Bang Andi :”Waw, , , , I like it’s. . .”

Mei :”hmmm. . . apa sihh. . . Jangan diliatin terus, Me jadi gak PeDe atuh” jawabku dengan muka malu.

Bang Andi :”Ngapain malu. . . beneran lo. . . I Like this. . . sumpah beda banget lo” jawabnya memujiku.

Mei :”Udah ach. . . jangan komen terus, , ,buruan kita pergi ntar kemalaman “, pintaku.

Bang Andi :”Ya udah yuk . . . tapi entar dulu, Bang pamitan dulu sama orang tua Me,”

Mei :”Silahkan bang, , , tuh mama ada kok di ruang tengah”

Dalam perjalananku menuju tempat dimana acara itu di gelar, banyak pembicaraan yang kami lontarkan. Tak
khayal sebuah komentar perubahanku. Dari pertanyaan dan pertanyakan ku menjelaskan bagaimana diriku ini.

Mei :”Ya, , , seperti bang lihat sekarang ini, Me yang biasanya tampil apa adanya dengan gaya tomboynya Me,
sebenarnya Me bisa tampil dengan gaya feminim seperti saat ini, Cuma Me kadang-ladang aja kayak gini, bisa di
bilang jika ada iven-iven kayak gini neh, Me kadang menyesuaikan keadaan sekitar Me, bagaimana berpakaian
saat bekerja, di rumah, kumpul dengan teman, atau pun pergi ke pesta,” kata ku menjelaskan panjang lebar dengan
nya.

Bang Andi :”Tapi beneran. . .Bang jadi PeDe kalau seperi ini, beda banget lo Me malam ini, sungguh I Like it
banget lo.”
Mei :”Ya makasih bang.”

Akhirnya tiba di tempat dimana kami tuju. Setiba di sana aku merasa nggak enak banget di lihati oleh para tamu
undangan yang hadir dalam acara tersebut. Aku sampai berpikir kalau ada yang salah dengan diriku hingga banyak
yang melihat aku di malam itu. Tapi dia menyakinkan k kalau gak ada yang salah dengan diriku, itu karena aku
tampil beda dengan lainnya. Mendengar ucapannya kepadaku, aku berusaha nyantai membawa suasana seperti itu.
Dan sukses juga acara menemani dia.

Perkenalan yang singkat itu akhirnya menumbuhkan rasa di antara kami berdua. Tak bisa di tutupi lagi, cinta pun
tumbuh diantara kami. Hari demi hari kami lalu, semakin lama semakin dekat. Walau kadang kami tidak sesering
bertemu, percakapan lewat Handphone juga bisa mendekatkan kami jauh lebih dekat ketimbang terus  bertemu
muka.

Saling mengerti, saling mengingatkan, saling percaya kami patokan dalam hubungan kami. Keterbukaan satu sama
yang lain juga kami lakukan dengan sikap dewas. Hingga keseriusan di antara kami ada.

Saat dia kerja, dan mengharuskan dia tak bisa bertemu denganku, ku menghargainya. Kami saling mengingatkan
satu sama yang lain agar selalu dekat dengan Yang Maha Esa. Itu lah satu poin dimana aku bisa mencintainya,
selain aku bisa deket dengan cintainya, aku juga bisa mendekatkan diri dengan Yang Maha Esa.

Tapi di perjalanan cintaku selalu tak semulus dengan hari-hariku yang ku lewati dengan senyum ceria dan
semangat. Aku harus merasakan rasa sakit hati kembali dengan yang namanya Cinta. Pertemuan dan hubunganku
tak secerah awan dan ibarat umur, hanya seumur jagung. Tanpa alasan yang pasti, ku harus melepaskan cintaku
yang telah bersamaku untuk orang laen. Sungguh cinta yang katanya indah, kini bagai dongeng di saat malam tiba,
dimana yang katanya indah tidak bisa aku rasakan. Kini diriku tidak bisa berbuat banyak tentang hal ini, ku harus
bisa menjadi aku sebelum atau pun sesudah nya, aku adalah aku. Semogga Allah selalu menuntunku dan
memberikan ku kesabaran dalam menjalani kehidupan aku ini.

Read more: http://cerpen.gen22.net/2012/04/cerpen-cinta-dan-dongeng.html#ixzz44NEcXbxo


B1NT4NG
Karya  Meiliza Inayatur Rohmah

“Kenapa?” Tanya Bintang padaku saat aku mengajaknya ketempat favoriteku sore itu. Aku meletakkan kepalaku
dibahu Bintang yang duduk disebelah kananku. Dengan mata masih sembab, aku tak menjawab pertanyaan
Bintang, hanya terus memandangi danau yang tenang itu dengan tatapan kosong. “Masih belum mau cerita?”
Tanya Bintang lagi. “Emang gue harus cerita apa?” Jawabku ringan. “Iya...Crita apa aja. Crita kancil mencuri
timun juga gak pa-pa” Jawab Bintang sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. 

Aku tersenyum. “Emang gue pendongeng.” Jawabku kembali tersenyum. “Nah.....Baru muncul dech
cahayanya.”Ujar Bintang. “Kan emang dari tadi gue disini?” Jawabku bingung. “Cahaya mentari!!! Siapa yang
bilang loe.” Ucap Bintang menatapku. “Maksudnya?” Tanyaku. “Cahaya mentari yang pindah disenyum loe.”
Ucap bintang tersenyum. “Idiiiihhhh......! Lebay.” Ucapku sambil memukul bahu Bintang keras-keras. “Aduh.....!
Selalu dech. Emang gue segitu lebaynya ya?” Tanya Bintang padaku. “Gak cocok tau loe ngelebay gitu! Gak ada
tampang-tampang romantisnya” Ucapku mencibir. “Yeeee....! Itu kan cuma menurut loe doank. Cewek-cewek lain
banyak yang bilang gue so sweet kok.” Jawabnya bangga. “So Preet....iya.” Ujarku. “Loe tuch ya. Sekali-kali kek
bilang gue so sweet. Nich anak! Kayaknya gue gak ada so sweet-so sweetnya ya ma loe.” Ujar Bintang manyun.
“Emang ngak! Lebay iya.” Ucapku singkat. “Tang....! Makasi yach.” Ucapku pada Bintang. “Buat?” Tanyanya.
“Buat loe, coz udah mau nemenin gue kesini.” Jawabku. “Terpaksa.....!” Ucap bintang lirih. “Owh....gitu! Ya udah
loe pulang aja sono, gue bisa pulang sendiri kok.” Ucapku berdiri dan berkacak pinggang. Bintang tersenyum.
“Loe kalo lagi kayak gitu,tambah......” “Gak lucu....!” Ucapku memotong perkataan Bintang. “Iya dech,iya! Gue
minta maaf. Gak kok, gue ikhlas. Gak terpaksa. Sumpah!” Ucap Bintang menyilangkan jari telunjuk dan jari
tengahnya. 

Bintang tersenyum dan melepaskan silangan kedua jarinya ketika aku menatapnya. Aku menyilangkan kedua
tanganku didada kemudian memandang lurus kedanau masih dengan tampang sok marah besar pada Bintang.
“Udah donk Ca. Gue gak bisa ngerayu nich. Jadi marahnya udahan ya.” Ucap bintang memelas. Aku tersenyum
simpul. “Mana bisa cowok kayak loe ngerayu.” Ucapku sambil tertawa menang. “Lima kosong untuk PKI vs
Jepang.” Ucapku mengacungkan dua jempolku dan mencibir. “Lima dari mana? Awas aja Loe ntar.” Jawab
Bintang singkat. “Jadi......! Kenapa loe nangis?” Tanya bintang sesaat kemudian dan merangkulku sambil berjalan
menyusuri pinggiran danau favorite kita berdua itu. Awalnya danau kecil yang jauh dari keramaian kota itu adalah
tempat favoriteku, namun setelah berkali-kali aku mengajak Bintang kesana, entah karena kesejukan tempat itu
atau karena hal lain akhirnya dia menyukainya juga. “Gak pa-pa.” Ucapku lirih. “Ya udah kalo belum mau berbagi.
Tapi janji gak bakalan nangis lagi yach!” Aku mengangguk menjawab ucapan Bintang.
“Gue yang sal.......” Bintang mencoba menghentikan kemarahan cowok dengan helm sporty merahnya. “Diem Loe.
Gue gak tanya sama loe.” Bentakan keras dari seorang cowok memecah keheningan malam yang semakin
menyayat hatiku. Aku masih dalam dekapan Bintang, tertunduk dengan berlinang air mata. “Sekarang saatnya loe
milih. Gak usah nangis, loe yang mulai ini semua, jadi loe juga yang harus ngasi keputusan bagaimana akhirnya.”
 

Aku tak menjawab, sebuah kata seakan tercekat dikerongkonganku karena tangisku yang tiada henti. “Rey.......Gue
tau, gue yang salah. Jadi biar gue yang.....” Bintang kembali mencoba bicara pada Reynar. “Diem Loe
penghianat!!!” Sebuah tinju mendarat dipipi kanan Bintang. “Rey........Maafin gue.” Aku berucap lirih dan
memapah Bintang yang baru saja terpental karena tinju Reynar. “Oke, malam ini gue tau jawaban loe.” Ucap
Reynar dan berlalu pergi dari hadapanku, aku mencoba menghentikan langkah Reynar dengan menarik sebelah
tangannya namun sia-sia Reynar melepaskan tanganku dengan lembut. “Jaga diri baik-baik, gue rasa kita cukup
sampai disini.” Ucapnya padaku. Kupandangi Reynar yang semakin jauh dari penglihatanku yang berkaca-kaca.
Bintang kembali merangkulku, mengajakku untuk kembali kerumah. Aku membenamkan wajahku dalam pelukan
Bintang dan kembali tersedu-sedu. Bintang membelai lembut rambutku, berkata tanpa berucap bahwa aku harus
bisa menghadapi semuanya. “Gue yakin loe pasti bisa.” Ucap Bintang dengan senyumnya. Aku membalas senyum
Bintang. Saat ku beranjak hendak memasuki gubuk kecilku, langkahku terhenti mendengar panggilan Bintang. Aku
berbalik dan Bintang menarikku kedalam pelukannya. “Gue Sayang Loe” Ucapnya padaku. Aku melepaskan
pelukan Bintang dan tersenyum berat padanya. Tepat ketika jam dinding kamarku menunjukkan jam tiga lewat
lima menit, aku membenamkan wajahku dalam sujudku. Menengadahkan kedua tanganku, memohon ampun pada
Sang Pemaaf atas segala dosa-dosaku, memohon padanya agar selalu memberiku kekuatan iman dan kekuatan hati
tuk jalani hidup yang telah IA berikan padaku.

Satu minggu aku terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan ditemani Reynar. Bintang yang ternyata aku
sayang, Bintang yang selalu membuatku teduh dalam pelukannya, Bintang yang selalu memberikanku kekuatan
saat aku rapuh. Kini tak ada disampingku, tak ada bersamaku, tak menemaniku, tak menghiburku dengan
kekonyolannya. Dia tak ada kabar, bahkan saat aku tanya pada teman-teman mafianya yang sering membuat
keonaran dikampus tak ada yang tau dia berada dimana saat ini. “Ngelamun aja.............Kenapa?” Ucapan Reynar
padaku. Aku menggeleng. “Gue mau keluar sebentar, loe mau apa?” Tanya Reynar membelai rambutku. “Pengen
ketemu Bintang” Ucapku dalam hati. “Hei...............!” Reynar sedikit mengguncang lenganku karena aku tak
menjawab pertanyaannya. “Pengen rujak,” Ucapku. “Loe lagi sakit masak mau makan rujak sich. Gak.....!!! Yang
lain aja.” “Ya udah l’ gak mau bli’in. Gue cuma pengen itu.” Jawabku. “Ya udah, gue keluar bentar ya.” Ucap
Reynar mengecup keningku dan berlalu pergi. Saatku terbaring menatap langit-langit kamar rumah sakit tempatku
dirawat, aku berfikir keras berada dimanakah sebenarnya Bintang saat ini. “Ca......!” Sesosok wanita seumuranku
membuyarkan lamunanku. “Teteh......!” Aku merangkul erat teman curhatku yang bernama lengkap Apriliana Putri
itu, cewek yang sering aku panggil teteh itu membalas pelukanku. Aku menagis dalam pelukannya, dia melepaskan
pelukanku dan menghapus air mataku seakan ia tau apa yang aku rasakan saat ini, ia mengeluarkan secarik kertas
biru lusuh dari dalam tasnya lalu memberikannya padaku.
Loe tau harus nyari gue kemana jika gue gak ada.
Bintang.
 
Ketika itu juga danau kecil favoriteku dan Bintang terlintas dibenakku. Aku menarik jarum infus dipergelangan
tanganku sekenanya. “Mau gue anterin?” Tanya Putri padaku. “Aku mau sendiri kesana teh......” “Loe yakin? Loe
kuat? Loe tau dia dimana?” Aku mengangguk menjawab pertanyaan satu-satunya orang yang mengetahui
bagaimana perasaanku pada Bintang. Saat aku sampai di danau kecil favoiteku, aku tak melihat Bintang. Aku
terduduk lemah di tanah,memeluk erat kedua lututku, perkiraanku salah. Tak ada Bintang, aku membenamkan
wajahku kedalam kedua telapak tanganku yang mulai memucat. “Happy Birth Day...............!” Suara dari samping
kananku mengagetkanku. Aku mencubit pipi cowok dengan kue tart kecil berwarna biru serta dilengkapi lilin
berangka 17 itu. “Loe apaan sich?” Tanya Bintang padaku. “Gue gak mimpi kan Tang?” Ucapku. “Loe di dunia
mimpi, buruan tiup lilinnya, ntar keburu ada yang bangunin.” Ucap Bintang. “Emang gue ultah yach?” tanyaku.
“Yee, dasar pikun loe......! buruan dech tiup dulu lilinnya.” Ucap Bintang lagi. Saat aku hendak meniup lilin
berangka 17 itu, Bintang malah membungkam mulutku. “Make a Wish dulu donk.” Ucapnya. Aku menjotos lengan
Bintang. Setelah make a wish dan meniup lilin berangka 17 itu, aku menengadahkan sebelah tanganku tepat
didepan wajah bintang. “Apaan?” Tanyanya. “Kado buat gue mana?” pintaku. “Kado buat loe, ada disini.” Ucap
Bintang menggenggam tanganku dan meletakkan tanganku didadanya. “Lebay Loe......!” Ucapku tersenyum
simpul.

Dirumah sakit yang sama aku berdiri khawatir didepan pintu ruang UGD dengan tangan masih memegang sebelah
perutku yang mulai terasa sakit. Putri merangkulku ikut berdiri disampingku menguatkan aku. Reynar tetap
memaksaku untuk kembali mendapat perawatan karena pucat diwajah dan sakit yang aku tahan tak bisa aku
sembunyikan darinya. Aku masih tetap dalam pendirianku, tak mau mendapat perawatan sebelum aku tau keadaan
Bintang yang tiba-tiba pingsan saat mengantarku kembali kerumah sakit. Dokter keluar dari ruang UGD dengan
diikuti beberapa suster dibelakangnya. “Ada yang bernama Cahaya?” Tanyanya. “Saya dok......!” Jawabku singkat.
“Anda diminta masuk oleh pasien.” Aku hendak memasuki ruangan dengan aroma obat itu dengan ditemani
Reynar, namun dokter menghentikan Reynar yang memapahku untuk memasuki ruangan itu. Aku memasuki ruang
UGD sendirian, dan melihat Bintang duduk bersender pada tumpukan bantal. Ia tersenyum padaku. “Pucet gitu
tambah jelek aja loe Ca.....!” Ucapnya padaku. Aku tersenyum simpul padanya. “Loe sakit apa sich?” Tanyaku.
Bintang tak menjawab pertanyaanku. Ia memberikan sebungkus kado biru padaku. “Makasi dunk.....! masak dikasi
kado gak makasi?” Ucap Bintang. “Makasi........!” Ucapku tersenyum manis. “Waduh.......!” “Kenapa Tang? Ada
yang sakit? Gue panggil dokter ya?” tanyaku panik. “Gak kok, gak ada yang sakit. Senyummu ca....mengalihkan
duniaku.” Ucapnya kembali tersenyum nakal padaku. “Dasar......! Nyebelin loe.” Ucapku kembali
menyunggingkan senyum termanisku.
 
Aku ingin ada disaat kau sedih, aku ingin menjadi sandaran disaat kau tak mampu membendung air mata, meski
tak selalu. Kau yang terakhir dihidupku, aku harap aku bisa menjadi penyempurna hari-harimu, meski ragaku tak
dapat temanimu. Jangan pernah teteskan air matamu di akhir nafasku karena sedihmu adalah kekhawatiranku,
berikan senyum terbaikmu tuk mengantarku menggapai kedamaian sejatiku. Kuberikan hatiku untukmu, agar kau
terus bisa merasakan bagaimana indahnya sayang itu, agar kau selalu ingat bahwa hatiku hanya untukmu.
Cahaya Bintang mampu menyinari dunia, dan cahaya yang ada pada senyummu mampu menyejukkan hatiku.
CahayaKu, jangan pernah bosan memberikan senyummu ya....!
Aku sayang Kamu!!!
Bintang
 
Air mataku tak hentinya membasahi pipiku, saat aku membaca surat yang berada didalam kado yang diberikan
Bintang padaku saat di rumah sakit. “Aku? Sejak kapan loe brubah bilang aku? Preman kampus bisa juga bilang
aku?” Ucapku tersenyum simpul. Aku kembali tertunduk melihat nisan bertuliskan BINTANG AGUSTIN wafat 14
Mei 2003, menahan tangis dan tersenyum dengan menggenggam 14 bintang biru yang Bintang berikan dihari ulang
tahunku. “Hari ini gue milik loe sepenuhnya.” Ucapku pada Reynar. Ia memelukku. Aku kembali tersedu. “Maafin
gue Ca....!” Ucapnya. Semenjak hari itu aku tidak lagi berlangganan masuk rumah sakit karena penyakit Liverku
dan pastinya karena Bintang telah merelakan hatinya untukku, memberikan kado yang takkan pernah bisa aku
lupakan seumur hidupku.
 
Reynar melamarku untuk menjadi tunangannya, niat baik dia disambut baik oleh orang tuaku. Setiap hari jum’at
dan tanggal 14, Reynar mengantarku berziarah kemakam Bintang dengan tulus. Kini dia tau ketulusan hati Bintang
padaku. B1NT4NG, kini menjadi nama dan tanggal yang akan selalu aku ingat sampai aku juga menggapai
kedamaian sejatiku. See You Later in Heaven My Star.
TANGIS TERINDAH
Karya Laras Insiya Pertiwi

Tak pernah ku kira cinta seperti ini. Cinta membuatku rapuh. Dan cinta membuatku terjebak dalam kebingunganku
sendiri. Dan Kawan, inilah ceritaku.

Dulu aku sangat membenci pria itu. Aku merasa lelaki yang baru dua bulan menjadi tetanggaku itu benar-benar
menyebalkan. Dia selalu megikuti dan menggangguku.

Tapi sekarang, semua seperti berbanding terbalik. Aku membutuhkannya, dan aku sangat menginginkannya.

Dia selalu membawa keceriaan. Selalu tersenyum dan membuat orang di sekitarnya ikut tersenyum. Seperti tak ada
masalah dalam hidupnya.Aku rasa dia adalah orang yang paling bahagia di dunia ini. Dimas namanya.
“Apa kau mencintainya, Rena?” tanya Intan, sahabatku.
“Entahlah. Tapi aku sangat nyaman bersamanya” jawabku.
“Kau baru mengenalnya” kata Intan lagi.
“Ini hanya masalah waktu, Intan” jawabku sambil menatap mata Intan
“Ya ya ya. Tapi…”
“Tapi apa?” tanyaku
‘Bagaimana dengan Reza?” ucap Intan.
“Reza??? Ada apa dengan Reza?” tanyaku bingung.
“Sepertinya ia menyukaimu” jawab Intan
“Haha.. kau tak usah mengarang, Intan. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Dan kedekatan kami
juga hanya sebatas itu.” tuturku sambil tertawa.
“Lalu bagaimana jika ia benar-benar menyukaimu? Sedangkan Dimas dan Reza adalah sahabat. Kau akan pilih
yang mana?” tanyanya cukup serius kepadaku.

Aku hanya terdiam. Tak pernah terbesit dalam benakku pertanyaan seperti itu. Dan sekarang aku tak bisa
memikirkannya. Enatahlah, aku bingung. Dan semoga saja itu hanya perasaan Intan.

Kawan, aku memang tak mau banyak berharap. Tapi aku merasa ada sesuatu yang berbeda pada diri Dimas. Dia
sangat baik dan perhatian padaku. Apa ini hanya perasaanku saja? Entahlah. Tapi aku berharap dia memiliki rasa
yang sama denganku.

Aku pulang masih dengan rasa penasaran dan penuh harap pada Dimas. Tiba-tiba aku bertemu dengan Dimas.
“Hei…!!!” kata Dimas menghampiriku.

Ia menatapku lembut. Tahukah Kawan, tapannya benar-benar telah melumpuhkan hatiku. Saat jantungku berdetak
kencang dan darahku mengalir sangat deras, tak henti-hentinya hati kecilku berkata “AKU MENCINTAINYA”
“Hei Rena…” ulangnya lagi.
“Hh..hai…” jawabku tersadar dari lamunanku.
“Dari mana?” tanyanya.
“Dari taman.” jawabku.
“Aku ingin bertanya sesuatu padamu.” Kata Dimas.

Aku tersenyum dan berkata, “Tanya apa?”


“Apa Reza kekasihmu?” tanyanya serius.
“Haha… Kekasih? Bukan. Dia bukan kekasihku. Aku tidak punya kekasih, Dimas. Dia sahabatku” jelasku.
“Tapi sepertinya dia menyukaimu. Nama kalian juga cocok, Rena dan Reza.” ucapnya lagi.

Kawan, aku sangat kaget saat Dimas berbicara seperti itu. Kenapa pemikirannya sama dengan apa yang Intan
pikirkan? Rasanya aku ingin mengatakan bahwa aku menyukainya, bukan Reza. Dan berharap Dimas pun memiliki
rasa yang sama padaku. Tapi, sudahlah. Aku mencoba melupakan perkataan Dimas. Pasti dia hanya bercanda.

Semakin lama semakin aku dekat dengan Dimas. Dia memang orang yang baik dan perhatian. Hatiku buta. Tetapi
tidak saat bersamanya. Aku merasa sangat bahagia saat dia ada di sisiku. Entah sihir apa yang membuatku begitu
menyayanginya. Rasanya tak ingin sedetik pun aku berpisah dengannya.

Entah sampai kapan harus ku pendam perasaan ini. Perasaan yang sewaktu-waktu dapat membuatku melayang
sampai langit ke tujuh, dan sewaktu-waktu pula dapat membuatku tersungkur sampai palung laut yang paling
dalam.

Sore ini Dimas mengajakku ke perpustakaan dengan jalan kaki, karena jarak dari rumah kami ke perpustakaan
tidak terlalu jauh.
“Selamat sore…” sapa Dimas sambil menunjukkan lesung pipitnya.
“Sore…” jawabku.
“Sudah siap?” tanyanya

Aku hanya tersenyum melihatnya yang hari ini tampil berbeda tapi tetap terlihat tampan. Mau tampil seperti apa
pun dia memang terlihat tampan di mataku. Hahaha…

Sesampainya di perpustakaan, kami langsung menuju ke tempat buku favorit kami masing-masing. Aku baru tahu,
dia adalah penggemar sastra. Pantas saja kata-katanya selama ini selalu bisa mendinginkan pikiranku di tengah
panasnya emosiku. Dan selalu bisa membuat hatiku mencair di tengah kebekuan.
Langit terlihat agak mendung.

Aku berniat untuk mampir sebentar ke rumah Dimas.

Sesampainya di sana kedatanganku disambut hangat oleh Bibi Erin, Ibu Dimas.
“Aku ke belakang dulu ya” kata Dimas.

Dimas menyiapkan minum untukku. Sementara Bibi Erin kembali ke kamar.

Aku melihat tumpukan buku di atas meja ruang keluarga. Aku berniat untuk membacanya. Tapi aku menemukan
sebuah foto di atas tumpukan buku-buku itu.

Aku mengambil dan melihat foto itu. Ternyata itu adalah foto Dimas, tapi dengan seorang wanita. Siapa wanita
itu?

Kawan, kagetnya aku ketika melihat foto itu. Aku terus bertanya-tanya dalam hati. Siapa wanita ini? Rasanya
seperti ada jarum yang masuk dan menusuk-nusuk hatiku. Rasanya sakit sekali.
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya saat Dimas datang membawakan minuman untukku.
“Dimas, ini foto siapa?” tanyaku mencoba tenang.

Dimas terdiam, dan membuatku mengulang pertanyaanku lagi.


“Dimas, ini foto siapa?” tanyaku lagi
“Ii..ini fotoku” jawabnya sedikit gugup.
“Bukan. Maksudku yang ini” tanyaku sambil menunjuk foto wanita itu.

Aku mencoba tenang, lebih tenang dan sangat tenang. Tapi aku tak bisa. Kawan, aku ingin menangis. Tapi, aku
berusaha untuk membendung air mataku.

Dimas sesaat menarik nafas panjang dan menjawab, “Dia Febi, KEKASIHKU !!!”
DEG…!!! Aku merasa dunia berhenti berputar dan waktu berhenti berjalan saat Dimas mengatakan seperti itu.
Apa??? Jadi Dimas sudah punya kekasih. Lalu apa maksud sikapnya padaku selama ini? Dia selalu mengisi
kekosongan dalam hidupku. Dan dia yang memenuhi ruang dalam hatiku.
Kawan, taukah kalian? Rasanya sakit sekali mengetahui Dimas sudah mempunyai kekasih.

Aku pergi begitu saja dari rumah Dimas. Tak bisa lagi ku pendam air mataku. Aku menangis. Seperti derasnya
hujan di luar sana. Aku tak peduli Dimas akan tahu bahwa aku mencintainya.

Bodohnya aku menganggap dia mencintaiku. Bodohnya aku yang memberinya ruang khusus dalam hatiku.
Bodohnya aku yang selalu menunggunya di bawah kubah rinduku.

Kawan, aku mengurung diri dalam kamar setelah mandi dan mengganti pakaiaanku. Aku menyesal telah
menyukainya dan mengira ia juga menyukaiku.

Dimas meneleponku, tapi tak ku angkat. Aku benar-benar tidak ingin diganggu. Aku ingin melupakan kejadian
menyakitkan yang kualami tadi.

*****
Sejak kejadian itu, aku tak pernah bertemu dengan Dimas. Entahlah, Bibi Erin juga tak pernah berkunjung ke
rumahku lagi. Aku merindukan kehangatan dari mereka.

Tiba-tiba Reza yang sudah lama tak menampakkan dirinya datang ke rumahku saat aku sedang duduk-duduk di
teras.
“Rena…” sapanya.
“Hai…” jawabku dengan senyum tipis.
“Maafkan aku” katanya dengan wajah penuh sesal.
“Maaf? Untuk apa?” tanyaku bingung.
“Aku telah merusak hubunganmu dengan Dimas” katanya lagi.

Aku semakin tak mengerti dengan apa yang dikatakan Reza.


“Hubungan apa? Sungguh. Aku tak mengerti apa yang kau katakan” tambahku.
“Aku tau sekarang, kau mencintai Dimas kan? Dan Dimas pun begitu. Tapi karena ia tahu aku menyukaimu,
Dimas tak pernah mengungkapkan perasaannya padamu” jelasnya.
“Jadi… benar kau…”
“Maaf Rena, aku menyukaimu” kata Reza. “Aku membawa surat tentang perasaan Dimas kepadamu yang ia buat
sebelum ia kritis di rumah sakit. Ibunya yang menitipkan ini padaku” jelasnya lagi sambil memberikan surat itu
padaku.
”Dimas di rumah sakit?” tanyaku kaget
“Ya. Ia mengidap kanker otak stadium akhir”

Kawan, aku sangat terkejut. Ternyata pangeran dalam hatiku yang selalu ceria ternyata memiliki beban yang sangat
berat dalam hidupnya.

Aku mulai membaca surat dari Dimas sambil terus menangis

“Dear Rena…
Terima kasih Rena, kau selalu hadir dalam hari-hari terakhirku. Hari-hari di mana aku berjuang untuk hidup. Dan
hari-hari di mana aku ingin selalu berada di sampingmu.

Aku tak tau berapa menit lagi aku hidup, dan berapa detik lagi aku mampu menulis. Tapi yang aku tau, selamanya
aku akan tetap mencintaimu.

Aku mencintaimu secara sederhana. Sesederhana kayu yang berubah menjadi arang karena terbakar, dan
sesederhana lilin yang rela melelehkan tubuhnya demi menerangi kegelapan.

Aku mencintaimu dengan segala kekuranganku. Dari sekian banyak hal yang aku takutkan, salah satunya adalah
aku takut kehilangan dirimu.

Maaf aku berbohong kepadamu. Foto itu adalah foto sepupuku di kampung. Aku melakukannya agar kau
membenciku. Karena aku tak mau kau bersedih saat kelak harus mengetahui penyakitku.

Kau tau?? Saat kau menangis, aku sedih, tapi aku juga merasa senang karena aku tau bahwa kau benar
mencintaiku. Terima kasih, Rena. Itu adalah tangis terindah bagiku.

Dimas”

Air mataku tak bisa berhenti mengalir saat ku baca surat dari Dimas
“Ayo kita ke rumah sakit!” kataku sambil menggeret tangan Reza.

Kawan, tahukah kau. Rasanya mataku seperti terkena sambal dengan seribu cabai. Tak bisa ku hentikan air mata
ini.

Sesampainya di rumah sakit, kami langsung menuju ke ruangan Dimas. Aku melihat Dimas yang tak berdaya di
dalam sana, didampingi Bibi Erin yang tak henti-hentinya membacakan ayat suci Al-Qur’an. Aku dan Reza masuk
ke ruangan itu secara perlahan-lahan.
“Dimas…” ucapku pelan.
“Rena…” ucap Bibi Erin.
“Bi, bagaimana keadaan Dimas? Kenapa Bibi tidak memberi kabar padaku?” tanyaku.
“Kondisi Dimas semakin memburuk. Tapi Bibi harap ia lebih kuat dari kanker yang bersarang di tubuhnya, Rena.
Maaf Bibi tidak memberi kabar kepadamu. Dimas yang melarang Bibi. Dia tak mau kau cemas, Nak” jelas Bibi
Erin.
“Dimas memang orang yang sangat baik, Bi Bibi sudah makan?” tanyaku.
“Belum. Bibi tidak sempat makan” jawabnya.
“Bibi makan saja ke kantin rumah sakit. Biar aku dan Reza yang menunggu Dimas, Bi. Bibi harus makan. Jangan
sampai Bibi sakit” ucapku.

Dengan penuh pertimbangan, akhirnya Bibi Erin pergi ke kantin rumah sakit.

Aku berjalan menghampiri Dimas. Aku menangis. Aku benci saat-saat seperti ini. Saat-saat di mana aku harus
menjatuhkan air mataku.
“Dimas… ini aku, Rena. Dimas, maafkan aku yang tak pernah mengerti apa yang kau rasakan selama ini. Maaf,
Dimas. Maaf…” ucapku lirih.

Air mataku menetes mengenai tangan Dimas yang terkulai lemas.


“Rena… Lihat Dimas! Tangannya bergerak!” kata Reza.

Saat itu juga Bi Erin datang membawa makanan.


“Dimas..” ucap Bi Erin sambil menangis.

Bi Erin berjalan menuju ke arah Dimas.


“Dimas sayang, ini Ibu, Nak…” katanya lagi.

Dimas tak menjawab. Ia hanya melontar senyum pada kami. Aku menangis melihat Dimas.

Tiba-tiba Dimas memegang tanganku dan tangan Reza, lalu menyatukannya. Dan berkata, “Aku lelah. Laa ilaa
hailAllah…” ucapnya pelan.
Kami semua menangis. Luapan air mata tak dapat terbendung. Dimas kembali tidur setelah ia menyatukan
tanganku dengan tangan Reza. Tapi kali ini, ia tidur untuk selamanya. Meninggalkan kami yang mencintainya.

Dimas telah mengajarkan banyak hal padaku. Dia memang orang yang hebat. Pantas saja aku menyukainya.

Kawan, sejak kepergian Dimas, aku lebih menghargai waktuku, menghargai orang-orang di sekitarku dan lebih
menghargai hidupku sendiri.

Kawan, setahun setelah meninggalnya Dimas, aku mulai membuka hatiku untuk pria lain. Dan pria itu adalah
kekasih, sahabat, sekaligus kakak untukku. Dan kalian tahu? Dialah Reza.
TAKUT JATUH CINTA
Karya Nur Faida

Pasti kalian sudah bisa nebak jalan cerita inikan! Begini waktu aku kelas 2 SMP aku tak tahu kenapa dan
kebodohanku bisa – bisanya menyukai seorang cowok yang cuek banget walau begitu dia memiliki wajah tampan
dengan kulit yang putih mulus , hidung mancung dan bibir yang seksi. Dulu diriku mengira dia juga menyukainya
tapi nyatanya tidak.aku sangat bodoh sekali karena waktu itu aku yang tak punya malu malah menembaknya, tolol
bangetkan aku. Semenjak itu mataku terbuka lebar bahwa aku tak pentas menyukai seorang cowok seperti itu
ditambah kepopulerennya sekolah , aku sadar tiada orang yang menyukaiku karena gimana tidak aku itu orangnya
pesek,kulitku hitam ditambah ku jerawatan lagi tapi itu waktuku masih SMP. Tak pernah lagi ku berharap dan
memberikan hatiku pada seseorang karena takutku yang hanya ada di otakku sekarang hanya 1
“MEMBANGGAKAN ORANGTUAKU”

O iya, sebelumnya kuperkenalkan diriku dulu yah. Aku bernama Mimi Niamin dengan kulit putih dan muka yang
bersih tanpa jerawat. sekarang ku kelas 2 di suatu sekolah SMA di Bandung. Aku sebenarnya tinggal di Makassar
tetapi aku pindah rumah karena Ayahku dan Ibuku udah cerai , aku ikut sama Ayahku maka akupun tinggal di
Bandung sedangkan ibuku tinggal di rumah mamanya di Makassar bersama adik laki – lakiku yang sekarang
berumur 12 tahun. Aku pindah bertepatan setelah hal memalukan itu. Pasti semua teman – temanku mengira aku
pindah sekolah karena kejadian itu tetapi itu tidak benar walau begitu aku sedikit senang bercampur sedih karena
disisi lain aku bisa kabur dari kejadian itu tetapi disisi lainnya keluargaku sudah hancur. Tapi ada hal yang
membuatku senang karena ibu tiriku itu ternyata sangat baik , dia selalu mau mendengar curhatanku walau begitu
aku lebih sayang ibu kandungku dan hari ini aku ingin minta izin sama ibu tiriku dan ayah bahwa aku ingin tinggal
di rumah nenekku. sebenarnya Ayahku melarangku karena takut nanti terjadi apa –apa padaku tapi aku bersikeras
karena sudah lebih 3 tahun aku tidak pernah bertemu ibuku jadi ayahkupun mengizikanku tinggal di Makassar
walau hanya 2 minggu.,

^In Makassar^
“Wahh..! Makassar sudah berubah nih”ujarku yang sudah berada di luar bandara Hassanudin sambil memegang tas
besar.

Kulihat Taksi tidak jauh dari aku , maka akupun melangkah kakiku menuju taksi itu dan tidak butuh 10 langkah
aku sudah sampai disana.
“Mau naik taksi dek.!”tanyax padaku maka akupun tersenyum simpul sambil mengangguk menandakan bahwa aku
memang ingin naik taksi , pak sopir pun mengambil tasku dan menyimpannya di bagasi lalu akupun masuk ke
dalam Taxi, di dalam Taxi pak sopir itu bertanya padaku “Mau kemana dek?” akupun menajwab sambil tersenyum
“ Jalan Sunu”jawabku singkat dan Taxi pun meluncur menuju kesana.
Akupun sampai di mana rumah nenekku berada, dimana ibuku dan adikku tinggal tak lupa aku membayar biaya
Taxi dulu.
“Ini mas uangnya , kembaliannya di ambil saja”ujarku lalu menuju ke rumah nenekku.

Di depan ruma nenekku aku langsung saja mengetuk pintu sambil mengucapkan salam dan tak butuh waktu lama
pintu itu terbuka.
“Rudi!”ujarku kaget sambil membulatkan mataku karena yang membukakan pintu itu sosok cowok Cinta
pertamaku,Kenapa ini! Kenapa dia berada di rumah nenekku. Astaga , ini sungguh menyebalkan sekali. Rasanya
kepalaku puyeng bener karena saat melihat Rudi aku jadi teringat kejadian itu, ingin rasanya ku kabur mendapati
Rudi berada di rumah nenekku tetapi ku terlalu kangen sama Ibuku dan Adikku jadi nggak jadi deh.
Rudi juga tak kalah kagetnya melihatku berada di sini “Mimi!”

Hening tak ada yang berbicara tapi itu tak berlangsung lama karena adikku Didi memecahkan kehinangan itu di
balik pintu “Kak Rudi , siapa yang....”belum selesai Didi bicara sambil memegang cemilan dan dia mendapatkan
aku berada di depan pintu , Didipun sontak memelukku karena gimana tidak? 3 tahun we...! ehrr.. pastilah adikku
kangen denganku.
“Kakak, kenapa kakak baru datang. Aku sungguh sangat kangen sama kakak”ujarnya kegirangan melihatku berada
disini
“Maaf yah Didi”pintaku sambil melihat kedepan dimana berada Rudi yang sedang memperhatikanku dengan reaksi
yang sulit ku tebak
“Kak , ayo masuk! O iya , kakak masih kenalkan Rudi teman kelas kakak waktu SMP”ujarnya meyuruhku masuk
sambil bertanya padaku
“Yah”ujarku sangat singkat dan dingin.

^Flashback^
Di dalam kelas yang masih ada banyak sisiwa
“Mimi,lohh pikir ulang dulu deh! Gue takut loh napa – napa”ujar Rini sahabatku khawatir denganku
“Rin , ku sudah tidak tahan”ujarku sambil menitikkan air mata
“Tapi Mimi , loh taukan Rudi itu. Ku mohon jangan lakukan itu !jangan gegabah Mi. Aku takut sekali”ujarnya
menyuruhku mempertimbangkan bahwa aku akan menembak Rudi
“Kamu tak perlu khawatir Rin, gue nggak gak apa – apa kok!”ucapku lalu menuju ke Pintu kelas dimana Rudi
berada
“Rudi , jujur aku sangat menyukaimu!”ujarku saat keluar main dimana Rudi yang baru saja mau keluar ke kelas
dengan Nino sahabatnya. Sungguh aku tidak tahan sekali menyimpan perasaanku lebih 2 tahun
“Hah.. nyadar dongg luu tuhh nggak selevel sama gue! Ngaca dulu dong. Apa gue harus beliin dulu lohh kaca baru
nyadar. Buang – buang tuh perasaan loh. Lebih baik loh kasih perasaan itu sama tempat sampah ajah”ujar Rudi
dengan kalimat pedas padaku sambil memasang muka jijit. Di dalam kelasku semuanya ribut karena kelakuanku.
Aku tak menyangka apa yang dikatakannya itu , air mataku pecah akupun langsung keluar dari kelas disusul Rini
mengekorku.Ku sekarang berada di belakang Lab Bahasa Indonesia sambil menangis dan terus menangis dan
Rinipun mengahmpiriku “Mi, gue kan udah bilang. Ku mohon berhentilah menangis , jangan hanya karena cowok
seperti dia kau jadi seperti ini. Masih banyak kok cowok di dunia ini!”selanya padaku sambil memelukku
menyuruhku menghentikan tangisanku tetapi bukannya tangisanku berhenti tapi aku lebih menangis lagi.
“Mi , gue mohon jangan menangis!”pintanya padaku yang tak henti – hentinya menangis “Ren, makasih yah kau
selalu membantuku di dalam suka dan duka”ujarku menghentikan tangisanku dan Renipun tersenyum
mengembang “Itulah gunanya sahabat Mimi”
***

Aku duduk di ruang tamu , bisa kulihat Rudi meminta izin pada Didi untuk pulang.
“Di , gue pulang dulu yah. Nggak enak nih ada kakak loh”ujar Rudi pada adikku dengan memegang kaset bola
“baiklah kalo gitu , aku mengerti kok maksud kakak”ujarnya
“Okayy, gue duluan dulu yah.”ujar Rudi permisi sama Didi

Didi menemani Rudi pulang sampai di depan rumah dan tak lama kemudian Didipun kembali di susul ibuku yang
baru pulang dari pasar.
“Ibu...!aku kangen banget sama ibu”ujarku dan langsung berdiri dari tempat dudukku
“Mimi...!”ujar ibu kegirangan dan langsung menuju ke aku lalu memelukku
Aku begitu senang sekali bisa bertemu ibuku begitupula dengan adikku. Ku lihat ibu mengalami perubahan dengan
dirinya. Wajah ibu berubah menjadi pucat dan keriput dan adikku berubah menjadi anak remaja yang gagah dan
tampan.

Didi membawakan barangku ke kamar tamu dan aku mengekor mengikutinya. Di dalam kamar ku hempaskan
diriku di tempat tidur dan adikku duduk di sampingku.
“Di , kenapa Rudi tadi disini?”ujarku bertanya penasaran
“Tadi aku sama kak Rudi lagi main Playstasion kak. kenapa kakak nanya – nanya?”jawab Didi dan bertanya
padaku
“ tidak apa – apa kok”ujarku takut karena nanti adikku curiga padaku
Keesokan harinya aku olahraga pagi di taman kota Makassar sebenarnya adikku mau menemaniku tapi karena hari
ini dia sekolah jadi Didi tidak bisa.

Di taman , ku berlari pagi mengelilingi taman sambil membawa tas ransel berisi Leptop dan saat asyik – asyiknya
aku berlari ada seorang cowok yang menabrakku dari depan memakai baju putih abu – abu dengan 5 buku tulis
dipegangnya terjatuh.
“Maaf, gue nggak nggak sengaja”ujar cowok itu tapi aku tak melihat mukanya dengan jelas lalu diapun mengambil
bukunya yang terjatuh “aku kok yang salah. Sini aku bantu”ujarku dan akupun membantunya mengambil bukunya
yang terjatuh dan tak sengaja mataku dengan cowok itu bertemu dan akupun tahu siapa cowok itu.
“Rudi!”ujarku kaget karena aku bertemu lagi dengan Rudi. Mengapa ini terjadi lagi? Bisa gila aku lama – lama
karena bertemu terus dengan Rudi. Semenjak Rudi menolakku aku jadih trauma untuk menyukai seseorang sampai
sekarang dan entah kenapa sekarang perasaan cintaku pada Rudi kembali lagi. Ini sungguh sangat menyebalkan
-__- aku pun berlari dengan cekatan sambil menitikkan air mata meninggalkan Rudi yang juga kaget melihatku
bertemu denganku lagi.

Ku berlari secepatnya karena ketakutan , setiap kali ku lihat Rudi kalimat itu terbayang – bayang di otakku “Hah..
nyadar dongg luu tuhh nggak selevel sama gue! Ngaca dulu dong. Apa gue harus beliin dulu lohh kaca baru
nyadar. Lebih baik loh kasih perasaan itu sama tempat sampah ajah” kalimat pedas yang di dengar oleh semua
temanku di kelas. Rasanya sakit banget saat menginggat itu.
“Mimi, maafin gue soal dulu! Gue mohon Mi”teriak Rudi memohon sambil berlari mengejarku
Akupun mempercepat lariku dan kebetulan saat itu aku melihat mobil pete – pete, aku langsung saja masuk dalam
mobil itu dan menyuruhnya cepat jalan.
Mobil pete – pete itu berjalan, air mataku berjatuhan terus menerus membasahi pipiku yang agak putih. Diriku
sekarang memang udah berubah , aku jadi putih dan mukaku sekarang sudah tidak ada jerawat lagi itu semenjak
ibu tiriku selalu membawaku kepertawatan kulit jadi aku menjadi lebih cantik.

Di dalam mobil pete – pete ku baru sadar kalau penumpangnya hanya aku bersama seorang cowok yang pakaian
sekolahnya mirip dengan Rudi.
“Mimi..!loh Mimikan”ujarnya bertanya padaku
“Yah..”jawabku dan saat itu ku perhatikan muka cowok itu dan menghentikan tangisanku. Disitu aku baru sadar
bahwa cowok itu adalah Nino sahabat Rudi.
“hai Nino”ujarku menyapa dan bukannya membalas sapaanku tapi Nino malah bertanya “Mi , loh napa menangis!
Apa karena Rudi . tadi gue lihat koh kamu sama Rudi berlari – larian”
Saat dia katakan itu , aku menangis lagi.Jantungku sesak banget , rasanya kepalaku puyeng benar dan belum
sempat ku jawab pertanyaannya aku langsung jatuh pingsan.

^Rumah Nenek^
Mataku terbuka sedikit – demi sedikit di atas ranjang tidurku. Kulihat Rudi menitikkan air mata berada di
sampingku dan saat dia melihatku mataku sudah terbuka diapun tersenyum senang melihatku.
“Mi, loh udah sadar”gumam Rudi padaku
“Kenapa loh ada disini. Loh keluar sana. Gue benci sama loh”teriak diriku yang kesal sekali.
“Mi, gue minta”belum sempat Rudi selesai aku langsung mem berontak dan lebih keras berteriak “Gue bilang loh
keluar!”
Mamaku dan adikku begitupula dengan nenekku menyuruhku tenang tapi ku lebih memberontak dan saat Rudi
keluar dari kamarku ditemani Didi akupun tenang. aku memang orang tidak baik , tapi ku tak bisa melupakan
semuanya. Hatiku sakit sekali, sulit ku maafkan Rudi.

Satu minggu kemudian , aku duduk sendiri di taman memperhatikan mobil maupun motor berlalu lalang ditemani
burung – burung berkicaun dan pohon – pohon yang menari – nari memberi semangat diriku. Aku yang terlalu
fokus memperhatikan keindahan taman tidak sadar bahwa Rudi sudah berada di sampingku.
“Mimi”ujar Rudi yang membuatku kaget mendengar perkataanya, sontak saja ku berdiri dan bersiap untuk lari tapi
tanganku ditahan olehnya dan Rudi langsung memelukku “Mi , gue mohon maafin gue. Loh tau smenjak kejadian
itu gue baru sadar kalo gue itu mencintai lohh, saat tiada loh , gue tidak bisa menyukai siapapun. Hidup gue
rasanya nggak berarti, Hanya loh yang ada di hati gue. Gue mohon maafin gue Mi , gue memang udah terlambat
tapi bisakah kau mendengarkannya”
“Loh bohong Rudi, loh pasti suka gue setelah melihatku sekarangkan”ujarku tak percaya mendengar perkataannya
“Gue nggak bohong, tatap mata gue. Tatap...?”ujarnya menyuruhku menatap matanya , akupun menatap matanya
dan kulihat tiada tanda kebohongan darinya.
“Mi , maafin gue yah. Gue sayang banget sama loh. Jangan lagi menghindar dai gue, ku mohon! Dulu dan
sekarang tiada bedanya loh. Gue tetap sayang loh gimanapun dirimu. Gue suka lohh dari dalam diriloh bukan
diluar loh”ujarnya yang membuatku menitikkan air mata.
“Yah, gue juga sayang sama loh”ujarku
Hariku penuh dengan tawa yang indah tiada lagi kesedihan semenjak Rudi berada di sampingku. Cinta pertamaku
itulah menjadi cinta terakhirku. Aku sangat menyayanginya, perasaanku yang sudah ku pendam 6 tahun tidak sia –
sia.
RUDI.. I LOVE YOU:)
FOUR HEART
Karya Monika Ame

Hai! Kenalkan namaku May. Tapi karena aku keturunan Cina, aku sering dipanggil Mei. Jadi terserah kalian ingin
memanggilku seperti apa. Bagiku yang biasa – biasa saja dan memiliki banyak teman cowok, nggak pernah
terpikirkan bahwa ini akan terjadi. Hatiku terbagi menjadi empat! Atau bisa dibilang aku (sepertinya) menyukai
empat cowok sekaligus.

Hum...., ternyata sekolah ini sedikit lebih parah dari apa yang kupikirkan. Dan ini terus terang membuatku ragu
bahwa ini adalah sekolah ‘campuran’. Karena rata – rata yang kulihat adalah murid laki laki.
“May, sedang apa kau ini? Ayo cepat kemari!” perinyah ayahku.
“Iya, Dad!” jawabku. Well, karena dulu aku tinggal di luar negeri jadi aku masih sedikit terbiasa dengan bahasa
Ingggris. Dan ini menguntungkanku dalam pelajaran bahasa Inggris. Mungkin.

Hari ini aku pindah ke sekolah ‘tak jelas’ ini. Dan sekarang aku hanya mengurus hal – hal lain dan seragamnya.
Sebenarnya aku tidak peduli, dan aku sangat malas untuk datang hari ini. Tapi karena harus mencoba seragam ya
apa boleh buat deh! Terpakasa aku harus ikut.
“Jadi Tuan Harry, silahkan isi ini dulu. Lalu Mei...,”
“May! Namaku May! M-A-Y!!” potongku.
“Ah, iya, maaf. Jadi May mari kita coba seragamnya,” kata Sekertaris sekolah ini, yang setelah kuihat nama
penganalnya ternyata namanya April. Kalau membaca namanya lalu membaca namaku dengan salah, seperti urutan
nama bulan ya?
“Ini silahkan. Coba dari ukuran L dulu ya. Kalau kebesaran baru kita coba ukuran yang lebih kecil,” katanya
dengan tersenyum.
L? Memangnya aku segemuk itu? Hm? Ukuran L disini besar banget sih? Ini jangan jangan ukuran L buat cowok?
Astaga.... Tapi tunggu dulu! Bagaimanapun ini tetap model baju cewek! Mungkin memang ukurannya terlalu besar
atau badanku yang terlalu mungil?Aku tak peduli! Yang penting sekarang aku harus bilang pada Bu Aprilia, aku
tambahakan namanya supaya kami tidak terkesan mirip, untuk mencoba ukuran lain.

Akhirnya aku pakai ukuran X- S, karena sampai ukuran inipun tetap sedikit kebesaran untukku. Parah~~
Hmmm...., aku pakai dulu deh! Buar Bu April, maksudku Bu Aprilia melihatnya. Ng? Lho? Mana Bu Aprilia? Kok
hilang?
“Hei, kamu! Pagi! Murid baru ya?” sapa sebuah suara. Dan setalah aku berhasil tau pemilik suara itu, tidak
kusangka itu adalah cowok blasteran. Kau ingat cerita bahwa aku tinggal di luar negeri? Sekarang aku bosan dan
eneg melihat muka – muka orang luar negeri!
“Apa? Ada masalah?” tanyaku ketus.
“Ah? Nggak kok! Ngomong – ngomong, ketus amat sih, mbak?” ha? Mbak? Kamu pikir aku apaan hah?
“Suka - suka dong!”
“Well, mending kamu agak periang di sini. ‘Cause, di sini orang pendiem bakalan dicuekin abis-abisan!”
“Hm..... Thank’s infonya,” kataku sambil sedikit tersenyum.
“AH! Kamu senyum! Manis juga!” katanya sambil menunjuk ke arahku.
“Apa.....,” belum selesai aku bicara, dari kejauhan terlihat Bu Aprilia datang.
“Rama! Apa yang kamu lakukan di sini? Ini jam pelajaran, kan? Cepat kembali ke kelas!” bentak Bu Aprilia.
Hmmm...., cukup menakutkan juga.
“Iya iya, Bu!” katanya sambil berjalan pergi. “Ah! Bye May!” kata Rama sebelum dia benar benar pergi.
“Bye....,” hm? Dia tau namaku? What the.......
***

Uwah! Akhirnya aku resmi jadi murid sekolah ini! Seragamnyapun sudah jadi! Hari ini seragamnya kemeja putih
lengan panjang dan rok kotak kotak. Hmmm..., kenapa lengan panjang ya? Padahal kan panas! Kelasku.... 1-1.....,
di sekitar si.... BRUUUK!!! Aw! Shit! Aku nabrak siapa nih?
“Ah! Sorry! I’m so sorry!” kata cowok cool beraksen asli Amerika! Apa di sini itu blasteran semua? Cape’ deh!
Tapi cowo ini cakep juga, nggak kaya si Rama kemarin. Blasteran sih! Tapi kulitnya agak gelap. Cowok ini lengan
kemejanya dilipat, dia pakai rompi hitam tipis berhoodie, rambut coklat kemerahan, menggunakan headphone,
tinggi, putih. Oh My God! He is so perfect!! Cowok keren yang cool! Wow!
“Hey! Em..., kamu nggak ngerti aku ngomong apa?” tanya cowok itu. Membuatku tersadar dari lamunanku.
“A..., aku ngerti kok! Gak apa apa. Aku juga minta maaf!”
“Hmm..., okay..... Then..., namaku Alex. Salam kenal...,”
“Aku May, M-A-Y. Dan aku nggak suka jika ada yang memanggilku Mei, M-E-I,”
“Hmmm, okay, May?”
“Yep! Apa?”
“Aku suka rambutmu yang berwarna merah gelap ini,” katanya lembut smabil memegang rambutku yang terikat
dua ini, lembut juga.
“Thanks...., jarang ada yang muji rambutku,”
“Kenapa nggak coba digerai? Pasti lebih bagus, kan?” katanya sambil memegangi ikat rambutku lalu menariknya
perlahan. “Tuh, kan! Lebih bagus digerai!” katanya sambil tersenyum. Manis sekali.
“..............”
“May? Kenapa mukamu ikutan merah seperti rambutmu?”
Mendengar itu aku kaget sekali. Lalu akupun melarikan diri dan melanjutkan mencari kelasku. Samar - samar tadi
aku mendengar Alex memanggil namaku berulang kali. Tapi saking malunya aku tak berani melihat ke arahnya.
Sedikitpun.
***

Oh God! Ini kah yang dinamakan kebetulan? Ternyata aku masuk ke kelas yang sama dengan Alex?! Dan di sini
Cuma ada 4 murid, dan 5 jika ditambahkan aku. Masalahnya......, di sini COWOK SEMUA!!!!! Ada Rama dan
Alex bikin aku sedikit tenang, tapi 2 cowok yang lain......, aku nggak yakin deh! Yang jadi masalah pula adalah
apakah ini kelas khusus para blasteran? Tambah eneg deh! Yah...., walaupun cuma si Rama yang nggak terlalu
kelihatan seperti blasteran sih! Dan puncak masalah! Kenapa dari tadi pagi sampai jam segini nggak ada guru yang
mengajar? Aku tanya si Rama ah!
“Hei, Ram,”
“Hah? Ngopo we?” lho? Dia blasteran bukan sih?
“Ah ga apa apa kok!” huh! Terpaksa tanya Alex deh! “Lex, ini nggak ada guru yang ngajar?”
“Ah! Nggak, khusus kelas ini nggak ada yang mengajar,”
“Hah?! Kenapa?”
“Kelas ini khusus untuk murid yang kepintarannya sudah sangat tercukupi. Bukan kelas khusus blasteran!” katanya
sambil tersenyum iseng padaku.
“Oh..., pantesan! Kalau gitu apa si Rama beneran pinter tuh? Kok dari penampilannya kelihatan biasa aja,”
“Hei, hei! Ngomongin orang itu nggak baik lho!” kata Rama di belakangku, membuatku membatu. Cih! “Gini -
gini aku rajanya matematika tau!”
“Cuma itu?” tanyaku.
“............................” dia hanya diam saja sambil memutar matanya ke segala arah.
“Artinya iya, ya? Wah untung aku belum terlanjur terkagum kagum!”
“Apaan sih! Kalau kamu rajanya apa?”
“Entahlah! Aku rasa nilaiku rata rata kok!”
“Wah! Jangan - jangan lewat jalur belakang ya?”
“Enak aja lo!!”
“Apa mungkin kamu rajanya bidang olah raga atau kesenian?” kata seorang murid blasteran kepadaku.
“Hmm...., kesenian. Mungkin. Karena aku bener – bener nggak tahan sama olah raga,”
“Kalau gitu boleh lihat gambarmu?” tanya murid yang satunya lagi.
“Boleh saja! Nih!” kataku sambil menyodorkan buku gambarku.
“Uwaaaaaah! Hebat! Keren!” kata mereka.
“Oh iya! Namaku Erick! Salam kenal!” kata orang yang menanyakan kelebihanku. “Dan aku rajanya bahasa!”
“Ah! Kalau aku John! Aku rajanya Fisika! Salam kenal ya!” katanya. Mereka bergantian menjabat tanganku. Oh
iya!
“Alex! Kalau kamu rajanya apa?” tanyaku setelah teringat hal itu.
“Aku.....,” dengan jeda sekian lama akhirnya......
“Alex itu rajanya semua mata pelajaran!” jawab Erick.
“Eh? Wah! Hebat!!” kataku dengan mata berbinar binar.
“Hmm? Aku nggak sehebat itu, May,” katanya sambil memegangi rambutku yang masih tergerai. “Aku nggak bisa
di bidang kesenian...”
“Buh! HAHAHAHA!!! Ya ampun!” aku dan teman yang lain tertawa serempak.
“Tumben - tumbennya nih si Alex mau ngaku! Biasanya introvert banget!”
“Wah! Jangan jangan ada apa - apanya nih!”
“Maksud lo?” tanyaku.
“Maksudnya gampang kok!”
“ALEX SUKA SAMA KAMU TUH!!!!”

Apa?! Yang bener aja! Baru juga ketemu beberapa saat yang lalu! Masa udah suka sih! Sekuat tenaga aku
mengelak, tapi Alex tidak. Ini membuat mereka makin keras kepala! Dan lagi saat melihat muka Alex mulai
memerah, teman teman yang lain mulai bersiul - siul seenaknya!
“Ukh! Dasar bocah!” teriakku sambil menjitak kepala mereka bertiga. Lalu aku pergi meninggalkan mereka.
“Cih! Sekarang aku harus ke mana? Nggak mungkin deh balik ke kelas!” kataku sambil berjalan entah ke mana.
Grep! Aku merasa lenganku ditarik dengan lembut?
“Mau ke mana kamu hah?!” God! Ternyata itu si Rama!
“Halah! Kemarin kamu pas pelajaran juga ngacir - ngacir gitu kok! Ngaca dong!”
“Ukh! Kamu, kan masih anak baru! Kamu juga cuma ahli di bidang kesenian! Jadi jangan harap kamu bisa
seenaknya seperti aku dan yang lain!”
“Apaan sih?!”
“Udah deh, Ram! Dia itu walaupun cewek tapi keras kepala! Ntar juga kamu bakalan nyerah deh!” ukh! Sekarang
si Alex juga ikutan nimbrung! Ngejek pula!
“Oh jadi maksudmu aku bocah udik yang keras kepala hah?!” tanyaku dengan nada marah.
“Weits! Wait a minute, May! Perasaan aku nggak bilang bocah udik, aku kan cuma bilang ‘KERAS KEPALA’!
Wah, fitnah nih! Kaga’ baik lho!”
“Terserah kalian deh!” kataku lemas sambil menepis tangan si Rama. “Aku sedang tidak tertarik dengan hal
berdebat,”
“Eh? Nggak nangis, kan?” kata si Rama dan Alex bersamaan. Hihi! Ternyata mereka menarik juga!
“Wah, wah! Ngobrol sama tuan putri nggak ajak - ajak! Nih!” kata Erick dari belakang Alex.
“Hah?! Ulangi kata katamu! Siapa yang tuan putri hah?!” kataku dengan nada emosi.
“Kan kamu satu - satunya cewe di kelas, lagian jarang - jarang kita bisa ngobrol sama cewe dengan santainya gini
lho!” jelas John.
“Eh? Kok gitu?”
“Biasalah kami kan cowok cowok blasteran yang cakep, tajir, pinter, dan....,” BLETAK!! “AWW! Sakit tau apaan
sih, May?!”
“Berhenti sok keren deh, Ram! Aku jadi jijik dengernya kalau kamu yang ngomong!” emosiku memuncak.
“Cool down, May!! Si Rama emang narsis! Itu sifatnya! Biasain diri ya!” kata Erick sambil mengelus kepala
Rama. Aku jadi merasa melihat orang sedang mengelus - elus anjingnya.....
“Yah....., tapi yang diucapin si Rama itu beneran. Itu alesannya, dan itu juga bikin kami agak dibenci sama cowo
dari kelas biasa,”
“Hmmmm, repot juga ya....,”
“Tuh! Dengerin! Makannya jangan seenaknya jitak kepala orang dong!!”
“Hmmm..., maaf kalo gitu...,” kataku nggak niat.
“Itu yang katanya minta maaf?!” hell! Kali ini giliran si Rama yang emosinya memuncak!
“Udah deh, Ram! Kamu bikin kita jadi pusat perhatian nih!” eh? Ya ampun! Tanpa disadari sekeliling kami sudah
menjadi lautan manusia.
***

“Dasar kalian ini!! Kenapa sih kelas khusus selalu buat masalah?! Kalau sudah merasa pintar bukan berarti kalian
bisa seenaknya!! Terutama kamu Mei...,”
“MAY!!! M-A-Y!!!” kata kami berlima serempak, dan kami yang menyadari itu tertawa bersama.
BRAAAAAAAK!!!
“INI BUKAN SAATNYA BERCANDA!!!! Baiklah! Saya sebagai kepala sekolah meutuskan bahwa...... KALIAN
DISKORS SELAMA ! 1 MINGGU!!”

Kamipun keluar dari ruang kepala sekolah. Skors? Seminggu? Apa yang akan orang tuaku katakan? Baru hari
pertama sudah kena masalah. Bisa - bisa seluruh gameku bisa disita. TIDAAAAAAK!!
“Hei, May! Kami minta maaf ya! Gara - gara kami kamu jadi ikutan kena getahnya,” kata Erick.
“Iya, kami nggak maksud bikin kamu jadi anak bermasalah,” kali ini giliran John yang bicara.
“Terutama aku, aku minta maaf banget! Kalau aku nggak ngejar kamu waktu itu, pasti kita nggak akan berdebat
dan menjadi pusat perhatian,” kata Rama memelas.
“Kami semua minta maaf!” kata Alex mewakilkan semuanya.

DEG!! Apa ini? Kenapa rasanya aku...... berdebar debar habis dengar mereka kaya gini? Apa aku juga ngerasa
bersalah atau karena suka? Suka? Suka siapa? Diantara mereka berempat siapa yang aku suka? Baru kenal jug!
UKH! Aku anggap ini rasa bersalah aja deh! Tapi kalau mereka malah nerusin minta maaf..... Ukh! Kalau gitu...
BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! Aku menjitak kepala mereka secara bergantian saja.
“Apaan sih, May?! Sakit tau!”
“Iya nih! Padahal lagi minta maaf malah dijitak!”
“Aku udah kena 2 kali nih!”
“Kamu kenapa sih, May?”
“Jangan minta maaf....,”
“Hah? Kenapa?”
“Kalau saja tadi aku lebih sabar pasti aku nggak akan ngomong dengan suara lantang..... Aku juga bersalah! Jadi
jangan menganggapa cuma kalian yang bersalah!”
Tanpa kusadari waktu mengatakan hal ini air mataku mengalir. Apalagi saat mereka mengelus kepalaku secara
lembut, air mataku mengalir makin deras. Aku jadi tau bahwa ternyata rasa berdebar ini cuma perasaan bersalah.
Akupun jadi merasa sangat lega!
Tapi siapa yang tau apa yang akan terjadi setelah perasaan lega ini....
***

“Ke Mall?” tanyaku penasaran.


“Iya! Kita berlima pergi ke Mall bareng! Mumpung selama seminggu ke depan kita di skors! Gimana?” kata John
antusias.
“Atas dasar apa? Lagian di skors malah main!”
“Hmmm....., syukuran murid baru! Yaitu kamu! Hm? Masalah skors? Tenang aja! Guru juga ga bakalan protes lagi
kok! Mereka udah nyerah sama kelas khusus,” kata Erick.
“Emangnya apa spesialnya aku dateng? Kan lebih asyik kalau sesama cowo, kan?”
“Tapi kasian kamunya! Kita asyik - asyik kamunya cuma diem aja di rumah! Kaya’ bocah udik gitu!” cih! Si
Rama!
“Emang aku pengangguran hah?! Seenaknya bilang kaya gitu ke orang lain!”
“Udah deh! Kalian kok nggak pernah akur sih!” ALEX!! Eh? Emang kenapa kalau ada Alex? Aneh! “ Kalau kamu
emang nggak mau ikut ya udah nggak apa! Tapi kalau kamu berubah pikiran itu artinya sudah terlambat! Kamu
tetep nggak bisa ikut. Gimana?”
“UKH!! Curang~~ ”kataku dengan pura pura menangis.
“Hentikan air mata buaya mu itu!” kata Alex sambil menepuk kepalaku.
“Cih!” jawabku setengah kesal. “Kalau gitu aku ikut!!”
“Hehe! Gitu dong!” jawab Alex sambil tersenyum. Deg! Kok rasa berdebarnya dateng lagi? Ah! Mungkin karena
mau pergi beareng cowo - cowo ya?
***

“Yang namanya cowo itu emang identik dengan Game Center ya,” kataku lemas. Kupikir bakalan seru! Nggak
taunya cuma mau main di Game Centernya Mall.
“Ehehehe! Sorry ya, May!” John.
“Iya! Ikutan main aja deh! Seru kok!” Erick.
“Nggak usah gengsi buat ikutan main karena kamu cewe! Mainan tinju yang di sana bagus buat pelampiasan
kekesalan lho! Coba gih!” Rama....
“Kalau nggak mau ikut kamu internet di sana tuh! Free kok!” Alex...., aku bosan untuk memberitau siapa yang
bicara!!!!
“Ram, beritau aku di mana yang mainan tinjunya!” kataku antusias akhirnya.
“Oke, BOS!!!”

1, 2, 3! BUAAAAAAAAAK!!!! Ting! Ting! Ting! Hmmmm..., nilainya 247? Yah...., lumayan deh! Sekarang
enaknya ngapain ya? Apa aku internetan kaya sarannya Alex aja ya? Ng?
“Lihat apa kalian?” tanyaku pada mereka berempat termasuk ke beberapa orang yang juga berkerumun di sini.
“Kamu cewe? Kok bisa bisanya dapet nilai 247...,” kata Rama ketakutan.
“Makannya jangan macam macam sama aku! Ntar aku hajar kamu!”
“UWAAAA! Ampun..................,” kata Rama sambil berhahahehe.
“Fuh! Gila! Hebat banget! Tangan kecil kaya gini hebat juga” puji Alex sambil memegangi tanganku. “Kapan
kapan ajarin aku teknik mukul kaya gitu dong!” kata Alex sambil tertawa. Dia tertawa?! Jarang bisa liat kaya gini!
“Apaan sih....., ng? WAH! Ada MT!!” teriakku.
“MT? Kamu suka main itu?” tanya Erick.
“Suka banget! Dulu aku pernah main dan ketagihan. Tapi nggak sempet main juga!”
“Kalau gitu ayo tanding sama kita berempat! Ganti gantian!” tantang John.
“Eh?! Tapi aku, kan belum begitu ahli!!”
“Nggak peduli!” si Rama ini emang nyebelin banget!!
“Aku bantuin si May!” kata Alex tiba - tiba.
“Eh? Kok gitu curang!!” protesa yang lainnya.
“Lebih curangan orang yang ahli tanding sama orang yang nggak ahli,” elaknya.
“Ah! Jangan – jangan....... Alex suka May! Makannya dia belain May terus, kan? Coba inget - inget! Dlu juga ada
kejadian kaya gini!” kata John seenaknya.
“Heh! Lu mau gue jitak lagi hah?!”
“Ampun......,” kata John sambil mengatupkan tangannya seperti akan berdoa.
“Terserah kalian ah! Aku mau internetan aja!!” bentakku.
“Eh? Lho? May?” itulah yang mereka katakan saat melihatku pergi.
Sial!!! Kenapa harus kaya gini sih! Aku pikir ini akan menjadi acara yang bikin aku seneng! Nggak taunya malah
jadi kacau gini! Tapi karena hal ini aku jadi tersadar akan sesuatu..... Sepertinya aku mulai menyukai Alex....
***

Sudah 2 tahun aku di sekolah ini. Banyak hal yang terjadi, termasuk saat tiba tiba ada yang ‘menembak’ku. Tapi
yah......., berkat itu aku sadar..... selama 2 tahun penuh aku selalu bersama Alex, Rama, Erick, dan John, dan itu
membuatku menjadi menyukai mereka. Bukannya aku playgirl, hanya saja aku sendiri sebelumnya tidak sadar
sampai momen ada yang menembakku terjadi. Entah aku harus senang atau sedih setelah mengetahuinya.

Aku hanya tidak bisa memilih. Dulu aku memang cuma suka Alex, tapi seiring berjalannya waktu, banyak kejadian
bersama mereka. Tiap orang pernah mengalami kejadian so sweet barsamaku. Dan itu membuatku tidak ingin
kehilangan mereka atau ada yang merebut mereka. Apapun yang kulakukan tak ada yang berubah. Aku tetap tidak
bisa memilih. Hatiku terbagi menjadi empat bagian, tiap orang satu! Hanya saja memang hanya Alex yang lebih
sering aku pikirkan. Apakah mungkin yang kusukai sebenarnya Alex? Aku.....
“Hey, May!”
“Ng? Apa?” tanyaku setelah mengetahui sang sumber suara.
“Gini, sebenarnya sudah 2 tahun ini aku suka kamu. Tepatnya sejak kita pertama kali ketemu. Jadi...., apa kamu
mau jadi pacarku?” Deg! Apa?!
“Aku.......,” ternyata memang benar, selama ini aku ternyata menyukainya. Kenapa aku baru sadar sekarang?
Payah! “Aku mau jadi pacarmu!”
Mungkin setelah ini aku masih akan terus kepikiran tiga orang yang lain. Tapi aku harap dengan berpacaran
dengannya aku bisa melupakan mereka bertiga. Rama, Alex, Erick, dan John. Kalian orang yang berharga bagiku
dan aku ingin kita selalu bersama. Tapi maaf! Aku hanya bisa sampai sebatas teman untuk kalian bertiga sampai di
sini! Hanya satu orang saja yang akan selalu bersamaku......

~ THE END ~
YOU ARE
Karya Fida Amatullah

Sepulang UTS, dua bulan yang lalu saat semuanya bermula…


Silla memarkirkan motornya di emperan warung. Sedangkan aku hanya bersungut-sungut, tadi Silla mohon-mohon
supaya aku ikut dengannya dari sekolah. Entah apa yang ia lakukan, padahal aku ingin istirahat. Terus sorenya
belajar buat besok lagi.
“Sil, Lo kesini ngapain sih?”
“Lihat aja deh kak” katanya.
“Tapi Sil” kataku. “Kok ada anak angkatan gue, sendirian lagi” tanyaku sedikit takut melihat anak cowok yang
sedang memainkan sesuatu.

Silla terlihat malu-malu, “Aku mau ngobrol sama dia kak”


“Sil??” aku terlihat shock. “Lo serius??” dan aku malu karena cowok itu menoleh!
“Hei Kak” Silla langsung menyapa cowok itu dan langsung turun dari motor dan masuk ke kedai emperan.
“Hei” balasnya. “Ini temen lo? bukannya dia anak angkatan gue ya?”

Dia tahu gue! Pikiranku tak menentu. Aku tahu sedikit cowok ini, dia biasa dipanggil Finn, kelas XI IPS 1 mantan
anak X.1. Sebenarnya aku menyukai cowok ini semenjak kami masih kelas sepuluh. Namun kami tidak saling
mengenal. Habis, kelas cewek-cowok terpisah sih dan sekolah mengatur hubungan cewek-cowok di sekolah
dengan cukup ketat.
“He..he.. iya kak” Silla pun nyengir. “Dia kakak kelas gue dari SMP”
“Ooh..” dia meangguk dan kembali tertunduk.

Dan benar saja, mereka asik ngobrol sendiri sedangkan aku bengong ditemani segelas jus alpukat (di traktir Silla
soalnya aku nggak punya duit).
“Finn, Kok lo mau sih ladenin ajakan dia” tiba-tiba aku angkat bicara. “Rumah lo kan jauh?”
“Kok lo tahu?” dahinya terlihat mengerut.
“Gue pernah ngeliat lo dihukum gara-gara telat” jawabku.
“Ooh” dia meangguk.
“Silahkan, kalian mengobrol lagi” kataku tanpa mau memikirkan apapun lagi.
***

“Sil, lo rada sedeng ih” kataku saat kami dalam perjalanan pulang. “Anak Al-Falah tuh ada yang rumahnya di sini
tahu, bahkan alumni aja ada. Apa nggak nyari masalah nih?”
“Kalau kataku mereka biasa aja” kata Silla. “Tapi nggak tahu juga kalau kepergok guru”
“Lo emang nggak pernah sms-an sama dia?”aku balik bertanya.
“Nggak, Ngomongnya cuma di twitter. Tapi kalau twitter males, suka di stalkerin sama kakak kelas mulu”
“Ya elah, angkatan gue juga sama kali pas kelas sepuluh” jawabku. “Tapi kok lo bisa kenal sama dia?”
“Dia yang mention aku duluan” jawabnya. Aku meangguk,
“Terus yang ngajak ketemuan siapa?” tanyaku. “Dia atau lo?”
“Nggak tahu” jawabnya. “Kayaknya dia, tapi aku juga penasaran orangnya yang mana”
Dalam hati aku geleng-geleng kepala, berani juga tuh anak pikirku tentang Finn.
***

Aku dan teman-temanku sedang tertawa-tawa di sebuah kursi panjang dekat tukang cimol di bilangan Graha ketika
suara cowok menyentak kami.
“Ara!” kami langsung menoleh, dan ternyata Rio pacarnya Ara bersama teman-temannya. Dan ternyata ada Finn
juga di situ.
“Ciye… Ara” ledek Gita. “Samperin tuh pacarnya”
“Iih… Ara bikin envy” kata Hana yang hubungan pacarnya termasuk LDR. Ara pun hanya nyengir lalu bangkit
mengahmpiri pacarnya.
“Ma..Alma..” panggil Farras yang duduk di depanku. Aku langsung menoleh dan Farras memeragakan ekspresi
yang sering ia lakukan kalau Finn muncul (dari kelas sepuluh). Aku langsung menyikut kakinya (biasanya sih
mukul lengannya, tapi posisinya lagi nggak tepat).

Di antara kumpulan ini, memang cuma aku, Gita dan Farras yang jomblo. Selain Hana, Syifa juga LDR dengan
pacarnya yang berada di Bandung. Sedangkan Gita yang baru putus dari pacarnya sedang PDKT dengan anak
angkatan kami. Setelah puas jajan. Kami bersiap-siap untuk pulang
“Ara!” panggil Gita. “Ayo, kita udah mau cabut nih!”
“Iya!Iya!” balas Ara, dia pun tampak menyelesaikan pembicaraannya dan langsung menghampiri kami.
“Hoi” aku yang baru saja menaiki sepedaku menoleh. Ternyata Finn.
“Gue mau nitip buat Silla” dia menyerahkan secarik kertas. Tak sengaja aku membukanya, ternyata nomornya.
Aku meangguk.
“Mestinya lo duluan lah yang sms-in dia” kataku. “Dia bakal malu kali kalau mulai duluan”
“Habis gue nggak tahu nomornya sih” kata Finn. “Lo tahu?”
“Tahu sih” jawabku.
“Kalau tahu, lo sms-in nomornya ke nomor itu” kata Finn. “Ntar gue yang mulai”
“Ya udah deh” kataku. “Gue bilang dulu ke anaknya” aku pun memasukkan secarik kertas itu ke dalam tas.
“Thank’s ya” katanya. Aku meangguk, tak ku pedulikan ekspresi teman-temanku. Nanti akan ku jelaskan pada
mereka. Maklum, mungkiin karena aku yang bukan anak yang eksis mendadak dekat sama cowok,.
***

Tak terasa UTS pun berlalu dan kami beralih pada rutinitas semula. Berangkat jam tujuh pulang jam 4. Banyak
tugas, ulangan, apalagi kalau sudah penjurusan. Kegiatan OSIS dan ekskul juga nggak kalah seabreknya. Pokoknya
semuanya serba seabrek deh. Tapi aku belum mendengar lagi kabar hubungan Silla-Finn. Biarin lah, toh mungkin
sudah sering sms-an.
“Halo ini siapa?” tanya ku di HP. Heran, siapa lagi yang ngehubungi gue jam sepuluh?
“Ini gue Finn” jawabnya. Dahiku mengerut.
“Kenapa?” tanyaku. “Lo mau nanya tentang Silla?”
“Iya” jawabnya. “Gue lagi bingung nih”
“Finn” kataku. “Lo udah pacaran sama Silla?” tanyaku. Dia tampaknya terdiam.
“Belum” jawabnya. “Gue aja belum nembak dia”
“Bener?” tanyaku. “Kata-kata lo kurang meyakinkan nih”
“Beneran” katanya. “Serius”
“Terus lo mau ngomongin apa tentang dia?” tanyaku.

Akhirnya tentang salah satu cowok yang mention Silla yang katanya teman Silla semasa SMP yang pernah nembak
Silla, tapi Silla tolak. Sepertinya Finn penasaran tentang cowok itu.
“Hmm gue nggak terlalu tahu juga sih kalau soal cowok SMP gue” jawabku (pasti Finn kecewa). “Tapi kata
temannya, dia memang kenal sama anak cowok sana gara-gara ngikut teman-temannya yang bandel dan gara-gara
itu dia kena SP”
“Hah serius?” Finn terdengar kaget. “Cuma gara-gara kenal cowok? Lebai banget”
“Yahh.. namanya juga SMP gue” jawabku. “Tapi sih gue mikirnya mungkin karena mereka janjian sama anak
cowok malem-malem. Angkatan dia memang rada sedeng sih”

Akhirnya percakapan melebar membicarakan angkatan kami semasa SMP. Lalu kini beralih ke masa-masa kelas
sepuluh. Dari masa-masa MOPDB hingga kejadian sehari-hari di kupas habis. Hingga kegiatan OSIS semasa kelas
sepuluh.
“Dulu gue lega banget pas tahu punya patner cewek di sekbid tempat gue tugas” kataku. “Di sekbid lain dari tiga
orang duanya cowok semua”
“Bearti cowok di sekbid kamu cuma satu?” tanya Finn. “Siapa?”
“Ivan” jawabku.
“Dia kan cowok idola anak angkatan sama adek kelas” jawabnya. “Beruntung dong”
“Hmmm lumayan sih” aku mikir-mikir. “Nggak ah, nggak ada perubahan dalam hidup gue”
“Emang lo nggak suka sama dia?” tanya Finn. “Dia kan cakep”
“Yahh.. ada sih perasaan itu sedikit lah” jawabku. “Mungkin karena tampangnya” dia pasti nggak tahu atau pura-
pura cuek kalau aku suka sama dia dari kelas sepuluh.
“Oh iya gue pengen nanya” kataku. “Gimana ceritanya lo bisa kenal sama Silla?”
“Hmm..” dia tampak berpikir. “Gue tertarik aja pas ngeliat namanya di twitter, ternyata dia adek kelas gue. Gue
belum tahu kalau ternyata dia anak populer, terus gue mention dia”
“Kalau gitu lo beruntung dekat sama dia. Anaknya baik, perhatian, cantik lagi” kataku.
“Thank’s. Eh, sekarang udah jam sebelas nih” kata Finn. “Nggak pa-pa gue ganggu lo?”
“Sedikit” jawabku. “Tapi lo beruntung karena ini malam minggu. SMP gue pernah ngobrol sama Silla sampai jam
dua belas”
“Ya udah, met tidur ya” kata Finn. “Sorry kalau gue ganggu lo”
“Sip” jawabku. Akhirnya percakapan terputus.
***

Dan tanpa di duga hal itu membuat aku semakin dekat dengan Finn (hal yang dulu masih antara nyata dan tidak).
Aku jadi ladang curhatnya tentang Silla atau hal yang lain (dia menjadi orang kedua tempat aku cerita selain
Farras). Terkadang kalau HP nya lagi disita, Silla pun menitip pesan untuk Finn. Dan menurutku hubungan mereka
masih stuck. Finn belum nembak Silla, entah belum atau nggak pingin. Soalnya Silla juga nggak ingin pacaran
dulu.
Aku jadi suka ngeledekin Finn. Dia menjadi sasaran cowok pertama yang suka ku ledek kalau keadaan
memungkinkan (kalau timingnya salah itu namanya nyari masalah), setelah tiga tahun (empat sama kelas sepuluh)
aku nggak pernah berhubungan dengan yang namanya cowok. Dan tanpa diduga Finn sering ngeledeikn aku
dengan Ivan (padahal aku sama Ivan udah nggak satu sekbid lagi). Aku curiga, jangan-jangan Finn stalkerin
twitterku lagi. Tapi twitterku kan jarang aktif.
***

“Menurut Kak Alma, Kak Finn gimana?” tanya Silla, saat Silla menelpon.
“Hmm.. Keliatannya cuek, berantakan, tapi bukan termasuk orang yang PeDe” aku tampak mikir-mikir. “Tapi
kadang-kadang dia nggak terduga. Kenapa memang” dia pun memberikan jawaban yang mengejutkanku.
“Sifat kakak sama kak Finn mirip tahu” kata Silla. “Kalian cocok kalau pacaran”
“Masa sih?” tanyaku. “Cius? Miapah?”
“Serius kak” jawab Silla. “Kalian berdua tuh cocok” mendengar hal itu aku hanya terdiam.
***

“Silla nggak tahu kalau aku suka sama Finn dari kelas sepuluh” kataku pada Farras saat menjelang sholat dzuhur.
“Tapi dia bilang gitu ke kamu?” tanya Farras. Aku meangguk.
“Kalau aku pacaran gimana Far?” tanyaku.
“Hmm…” Farras yang biasanya konyol kini terlihat serius. “Itu pilihan kamu Alma. Tapi… pasti ada yang berubah
kalau kamu pacaran”
***

Aku membaca percakapan sms yang terjadi seminggu yang lalu antara aku dan Finn.
Alma ada yg pengen gue omongin ke lu
Kenapa Finn? Tentang Silla?
Bukan. Alma Gue suka sama lo. mau nggak lo jadi pacar gue?
Walaupun sudah seminggu, aku tetap terdiam embaca sms itu. Sebenarnya aku girang di tembak sama dia, banget
malah. Tapi.. ada sesuatu yang menghadangku untuk menerima dia.
Jujur saja, aku belum pernah pacaran selama lima belas tahun. Dan aku hanya ingin cinta itu bersemi saat sudah
waktunya yaitu saat aku dewasa dalam jalur yang bernama pernikahan. bukan sekedar pacaran yang berakibat
munculnya banyak mudharat. Tapi ajakan dari Finn sempat menggoyahkanku karena selama belum ada yang
menembakku apalagi dari orang yang ku sukai. Karena itulah aku belum menjawab, aku masih berfikir dan
merenung.
Aku harus jujur sama Finn tentang prinsipku. Mungkin itu terdengar jahat, karena bearti aku menjadi pemberi
harapan palsu baginya. Tapi, sebenarnya aku pun tidak menjajikan apapun kepadanya selain persahabatan. Yah,
daripada aku dan dia pacaran yang mungkin tidak dapat bertahan lama. Lebih baik perasaan itu di salurkan dengan
yang namanya persahabatan. Dengan meneguhkan hati dan menghela nafas. setelah seminggu menggantung,
akhirnya jawaban itu keluar juga.
Finn, maaf gue nggak bisa nerima lo karena belum saatnya cinta itu saling memiliki.
***

“Alma tumben nggak makan” kata Gita melihatku terdiam. “Biasanya paling lahap kalau ada lontong sayur”
katanya saat kami makan siang bersama di kelas.
“Aku lagi ada masalah nih” kataku. “Aku mau minta pendapat kalian semua”
“Boleh” kata Hana. “Silahkan saja” akhirnya aku bercerita tentang semalam.
“Mau pacaran atau nggak itu pilihan mu, ma” kata Hana. “Tapi kalau kamu memang berprinsip nggak mau pacaran
sebelum menikah. Kamu harus tetap mempertahankannya”
“Begitu ya?” aku meangguk. Memandangi tempat makanku yang sudah tandas. “Bearti tindakan ku udah bener ya.
syukur deh”
“Ayo dong Alma, semangat” kata Rina. “Emang siapa yang nembak lo ma?”
“Finn“Jawabku.
“Hah cowok yang waktu itu?” kata mereka serempak. “Ternyata dia??” aku hanya meangguk sambil meringis.
“Ciye.. Alma” ledek teman-temannya.
“Udah..udah..”Syifa pun menegahi. “Tapi sama Alma ditolak, jadi nggak ada traktiran”
“Betul” kataku dengan lontong sayur di mulut “Aku nggak punya duit”kataku lega walaupun diam-diam aku masih
merasa bersalah dengan Finn. Aku ingin kasih dia penjelasan.
***

Seminggu kemudian…
“Kak” Silla memandangiku dengan wajah yang terkejut. Aku hanya meangguk.
“Kalau aku jadi kakak pasti nyesek”
“Gue harus gimana Sil?” kataku. “Emang belum saatnya kan?”
“Terus kakak mau nyampein surat ini ke dia?” tanya Silla.
“Sil” kataku. “Tolong sampein surat ini ke dia, please. Terserah dia mau baca atau nggak”
“Ya udah kak” Silla menghela nafas. “Ntar aku titipn lewat Ricky” aku meangguk.
“Padahal aku udah ikhlasin kalau kalian pacaran” gumam Silla. “Tapi Kak Alma benar. Masih banyak yang harus
kita raih”
***

Aku berjalan melintasi parkiran sekolah dan menghampiri motor untuk mengambil sesuatu di bagasi motor. Hari
ini aku membawa motor karena ada acara bersama teman-teman sepulang sekolah nanti.
“Alma” tanganku yang akan membuka kunci bagasi terhenti dan aku pun menoleh. Ternyata Finn sedang duduk di
atas motornya. Entah sedang apa.
“Udah gue sampein ke orangnya” kata Finn. Aku tersenyum.
“Makasih” kataku.
“Bearti sebenarnya perasaan gue berbalas dari kelas sepuluh?” tanyanya. Aku hanya meangguk.
“Tapi sorry Fin” kataku. “Setelah gue pikir-pikir. Kayaknya belum saatnya hal itu terjadi”
“Gue mengerti” jawab Finn. “Gue minta maaf”
“Nggak Finn” kataku. “Tapi sekali lagi terima kasih”
Dia pun tersenyum, “Kita tetap sahabatan ya” aku meangguk dan ikut tersenyum. Jujur saja, walaupun kami tetap
sahabatan. Tapi apa aku rela ya kalau dia akan pacaran dengan orang lain?
***

For: Finn
Sebelumnya gue minta maaf klo lo terganggu dgn adanya surat ini. Tapi ada sesuatu yg pengen gue ceritain ke lo
lewat surat ini. Terserah lo mau tahu atau nggak.
Sebulan setelah kita jadi anak kelas sepuluh, gue menyukai seseorang.Kalau gue pikir sampai sekarang, agak susah
untuk menyusun kata alasan gue suka sama orang itu. Dia itu nggak populer,wajahnya biasa-biasa saja,
penampilannya berantakan. Dan gue pun bingung. Tapi anehnya, hari gue jadi cerah saat ngeliat orang itu. Dan
hari itu juuga bisa jadi suram kalau orang itu nggak muncul. Dan gue sadar satu hal: bukannya dia tidak muncul,
tapi hanya menyembunyikan diri. Mungkin keramaian bukan tempat yang cocok untuknya.
Lo mau tahu siapa orang itu? Gue nggak mau ngasih tahu, karena lo pasti tahu jawabannya. Tapi gue rasa, perasaan
itu lebih indah kalau gue simpan di hati. Lo setuju kan?
Nb: kalau lo ketemu sama orang itu, gue titip ucapan terima kasih untuknya. Bagi ku orang itu,bikin gue semangat
lagi dalam menjalani hidup.
Alma
LOVE LIFE STORY
Karya Marita

“Ta, ada yang mau Ari omongin,” kata Nino. Aku langsung menoleh ke arah Ari yang duduk di samping aku. “Eh,
gila lo, No!” balas Ari langsung. Nino mengisyaratkan Ari dengan gerakan kepalanya supaya Ari mau
memberitahu apa yang disembunyikannya pada aku. Tapi Ari menolak.
“Ya udah gw yang ngomong. Maaf ya, Ta. Gw cuma mau nyampein,” kata Nino lagi dengan nada yang lebih berat
dari sebelumnya. Sebenernya ada apa sih ini? Kok aku jadi takut gini ya?

Nino berdeham kecil. “Jadi gini, Ari sebenernya udah ngelakuin kesalahan. Mmm.. kesalahan yang besar.” Setiap
kata yang diucapkan Nino semakin membuat kecepatan detak jantung aku bertambah.
“Beberapa waktu yang lalu, Ari lagi di taman, dan singkat cerita ia ketemu cewek dan kenalan sama cewek itu. Dia
ngobrol sampai malem dan mau nganterin cewek itu pulang ke rumahnya. Namun, waktu perjalanan pulang di
mobil, cewek itu ngegodain Ari. Dan.. sorry ya, Ta, gw mesti bilang ke lo kalo mereka lepas kendali.”

Aku terdiam. Mencerna kata-kata yang baru saja aku dengar. Ari yang duduk di sampingku terus memegangi
tangan aku dengan lembut seperti biasanya. Namun ada yang aneh hari ini. Aku sama sekali tidak merasakan
kenyamanan yang biasanya. Apa karena cerita yang barusan aku dengar?
“Ta, lo nggak apa-apa? Sorry gw harus ngomong itu ke lo,” kata Nino dengan rasa bersalah. Aku hanya
memandang wajah Nino yang ada di depan aku dengan pandangan yang semakin kabur. Ya, kesadaranku hilang.
***

“Parah banget, Ta! Masa lo sampe pingsan gitu dikerjainnya!?”


Suara nyaring Putri suskses menembus gendang telingaku. “Iya, mereka jahat banget tau! Gw udah shock berat
dengernya, sampe pingsan, dan ternyata itu bohongan!” balasku.
“Lo tau dari mana dia bohong?” tanya Putri mulai menginterogasi. “Ari bilang tadinya mau pura-pura sampe anniv
kita seminggu lagi, tapi ternyata hari pertama gw langsung pingsan, jadi langsung dibatalin deh,” kataku
menjelaskan.
“Gw rasa ada yang aneh loh. Lo mesti hati-hati sama Ari, Ta. Beneran deh! Soalnya disebut bercanda juga udah
nggak wajar, Ta!” kata Putri mengomentari. “Dari dulu kali lo udah bilang terus-terusan ke gw buat hati-hati sama
Ari, tapi nggak ada apa-apa kan sampe lebih dari 19 bulan ini gw sama dia pacaran.”
Putri mengangguk ragu. “Tapi jujur ya, Ta, sebagai sahabat lo sampe sekarang gw masih kurang setuju lo pacaran
sama cowok tipe Ari gitu. Playboy! Orang tua lo juga nggak setuju kan kayak gw?” balas Putri lagi. “Iya deh iya,
gw bakal hati-hati kok ngadepin dia.”
***

Malem minggu ini tugas banyak banget. Bukannya malem mingguan kayak pasangan lain, aku malah terdampar di
kamar berduaan sama laptop. Harus di-email sekarang lagi tugasnya ke guru botak itu.

Dengan sangat malas, aku pun mengaktifkan modem di laptop dan segera sign in untuk cepat-cepat mengirimkan
tugas yang udah aku kerjakan. Dan ketika aku sedang mengecek inbox, aku tertarik melihat ada email masuk dari
Facebook. Aku langsung teringat akun FB aku yang hilang begitu saja beberapa bulan yang lalu. Memang sih, aku
agak cuek di dunia maya dan membiarkan hal itu terjadi begitu saja tanpa mempermasalahkannya.

Karena penasaran, aku baca email dari FB itu dan dikatakan bahwa akun FB aku sudah diambil alih oleh email
milik Ari. Aku sedikit terkejut dengan fakta itu, tapi aku nggak mau berpikiran macem-macem.
Lewat beberapa proses, aku mengambil alih kembali akun FB milikku dan mengaktifkannya. Setelah bernostalgia
dengan FB milikku, aku penasaran melihat perkembangan FB milik Ari. Dan aku lebih terkejut lagi saat melihat
deretan percakapan Ari di wallnya dengan seorang cewek bernama Dian, dengan berbagai panggilan sayang!

Aku langsung menangis. Kaget dengan kenyataan yang aku dapati.


“Halo, Ari?” sapaku lewat telepon. “Iya, ada apa sayang?” balasnya. “Aku baru bisa buka lagi FB aku, dan aku
liat-liat FB kamu,” kataku sambil berusaha keras menahan tangis.

Namun seberapa keras pun aku mencoba menahannya, air mataku tetap menetes, dan tidak tertahankan lagi aku
menangis dengan telepon tetap tersambung. Ari hanya diam. Mungkin kaget juga dengan kenyataan yang aku
ungkapkan barusan. Kaget karena hubungan gelapnya terbongkar.
“Tata, maafin aku ya,” kata Ari pelan.
“Aku salah apa sama kamu, Ri?” tanya aku heran. “Nggak, kamu nggak salah apa-apa sama aku. 

Kamu udah terlalu baik sama aku, kamu udah mau tetep pacaran sama aku walopun banyak yang nolak aku. Bulan
kemarin, kamu bangga kenalin aku di acara sweet seventeen kamu ke semua orang, kamu suapin aku first cake
kamu, aku seneng jadi pacar kamu, Ta. Kamu udah perhatian banget, aku juga masih inget waktu kamu jagain aku
setiap hari sampe malem waktu aku dirawat, kamu baik banget. Aku sayang sama kamu, sayang banget sama
kamu! Tapi kamu terlalu baik, aku nggak pantes buat kamu.”

Kata-kata Ari terasa menusuk di hati aku. Itu membuat kenangan-kenangan yang udah selama ini aku jalani sama
Ari kembali terulang dalam sekejap. Dan itu membuat aku menyangkali kenyataan di depan mata aku ini.
“Kamu sama Dian, ada apa sebenernya?” tanyaku sambil terisak.

Ari terdiam sejenak. “Aku sama Dian.. pacaran. Seperti yang kamu liat sendiri di FB aku, dan itu udah berjalan
hampir 3 bulan yang lalu. Maaf,” jelas Ari. Dan itu terasa seperti tamparan keras! Semakin nyata. Semakin tidak
bisa disangkali lagi.
“Tata,” panggil Ari pelan. Aku sudah tidak bisa lagi berkata apa-apa sama sekali. Tangisan aku terlalu hebat untuk
mampu menjawab panggilan Ari. “Tata, maafin aku ya. Mungkin hubungan kita sampai di sini aja. Kita putus
ya...”
Tangisanku berhenti sekejap. Keadaan menjadi sangat sunyi, dan beberapa saat kemudian terdengar nada
sambungan yang terputus. Aku menelungkupkan tanganku di atas meja belajar, dan kembali menangis sejadi-
jadinya.
***

Banyak kejadian yang terjadi setelah hubungan kami putus. Mulai dari hubungan aku dengan sahabatku yang
kembali saling terbuka, sampai terjadinya keretakan dalam pertemanan di kelas kami.
Memang, sangat sulit mengakui kenyataan kalo Ari bukan lagi siapa-siapa. Apalagi saat dia lebih memilih Dian
daripada aku, dan beberapa cewek setelahnya yang ia pacari setelah putus dari aku.

Saat ini, kalo kamu yang merasa sebagai Ari membaca cerita ini, aku cuma mau bilang kalo selama ini bodohnya
aku masih terus berharap hubungan kita bisa kembali lagi. Tapi dengan segala apa yang telah kamu perbuat sampai
saat ini, membuat aku semakin yakin kalo kamu memang bukan yang terbaik buat aku.

Sekarang, udah lebih dari setahun sejak hubungan kita berakhir. Aku berterima kasih sama kamu atas kejadian ini
yang membuat aku terus belajar dalam hidup. Aku maafin kamu. Dan aku berharap jangan ada lagi perempuan
yang bernasib seperti aku dalam hidup kamu.
***
HAPPY ENDING
Karya Tri Meilani Ameliya

Umur 14 tahun merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju masa remaja. Pada saat inilah semua anak
bakalan mengalami perubahan secara fisik maupun psikis, gak ada lagi keseriusan dalam belajar, yang ada
hanyalah keinginan merasakan kebebasan dan mencari tau apa itu cinta. Pada saat ini pula rata-rata remaja bakalan
merasakan kasmaran, termasuk aku.

Namaku Zahra Tania Putri, biasa dipanggil Zahra. Aku sekarang duduk dibangku kelas 3 SMP, bukannya belajar
dengan serius untuk menghadapi UN aku malah sibuk memikirkan seseorang. Yuupp tentu aja yang aku pikirkan
itu seorang cowok namanya Raditya Alveno biasa dipanggil Radit. Dia adalah cowok yang sejak kelas 2 SMP aku
sukai. Gak tau kenapa bukannya perasaan itu semakin berkurang malah semakin bertambah.

Satu-satunya orang yang mengetahui aku mempunyai rasa sama Radit cuma Raya, Raya lah yang selalu setia
mendengar celotehan ku tentang Radit. Raya adalah sahabatku sejak kelas 2 SMP. Menurutku Raya adalah cewek
yang aneh, karena menurut pengakuannya gak ada cowok yang dia suka, setiap kali aku bertanya tentang itu Raya
selalu bilang dengan santai "Gak Ada". Raya memang cewek yang pendiam, beda banget sama aku yang gak bisa
diam karena sering nyari perhatiannya Radit.

Aku dan Radit satu kelas dan itu membuatku cukup salting di kelas. Sampai sekarang aku hanya bisa memendam
perasaanku, sampai suatu hari Raya ngomong sama aku, "Ra,kalau kamu suka sama Radit, ngapa kamu gak coba
deketin?" "Hah?? Ray gak mungkin cewek yang deketin cowok" balas aku dengan raut wajah yang tidak menentu.
"Ya ampun Zahra, deketin seperti temen aja kalii.. misalnya SMSan sama Radit ataupun sering ngobrol sama dia",
kata-kata Raya memang ada benarnya juga sih, selama 2 tahun aku suka sama Radit, aku paling jarang ngomong
sama dia. "Oke akan aku coba Ray".

Semenjak saat itu aku mulai mencoba untuk dekat dengan Radit, mulai dari SMSan sampai sering ngobrol sama
dia. Radit itu perfect banget dimataku dia putih,tinggi,ganteng,pintar dan tajir pula. Selama proses pendekatanpun
aku ngerasa akrab banget sama dia. Sampai-sampai banyak orang di kelas yang bilang kalau Radit suka sama aku.
Iya aku dengan Radit memang dekat banget, kami sering ke kantin bareng, pulang bareng, dan itu termasuk hal
yang sangat menyenangkan bagi aku, tapi tetap aja aku ngerasa kurang nyaman karena kedekatan kami tanpa
status.

Karena semakin resah akhirnya suatu hari aku bertanya pada Rico. Rico adalah sahabatnya Radit "Ric, ada yang
mau aku tanyain sama kamu" "Apaan Ra?" "Kamu tau gak siapa yang Radit suka?" "Kalau itusih aku juga kurang
tau Ra, tapi yang jelas 3 hari lagi Radit bakalan nembak cewek yang dia suka" mendengar itu jantung ku terasa
berdetak sangat cepat. "Oh iya deh makasih infonya yah" "Iya sama-sama Ra".Setelah itu aku langsung
menceritakan semuanya sama Raya, dan Raya pun menebak yang bakalan ditembak Radit itu adalah aku...

Akhirnya hari yang aku tunggu tiba. Hari ini adalah hari dimana Radit bakalan nembak cewek yang dia suka.
Akupun udah dandan cantik-cantik dan rapi banget, pergi sekolah pun aku semangat banget. Setibanya di sekolah
Raya hanya tersenyum melihat aku yang sangat gembira. Sampai waktu istirahatpun tiba, Rico berdiri di depan
kelas dan teriak "Eh teman-teman Radit bakalan nembak cewek nih". Aduh pas itu aku pun berbisik pada Raya
"Ray,kalau cewek yang ditembak Radit gak nerima Radit bakal aku marahin, masa' dia gak mau nerima Radit yang
perfect banget." "Ah bilang aja yang mau ditembak Radit itu kamu Zahra". Mendengar balasan Raya aku hanya
tersenyum malu.

Gak terasa Radit udah berdiri di depan meja aku sama Raya. Saat itu Radit langsung ngomong "Raaaaa...." aduh
pas Radit ngomong itu aku udah senang banget,nama aku Zahra dan biasa teman-teman kalau ngomong sama aku
cuma Ra aja dan ternyata yang ditembak Radit itu "Raaaaaa......Yaaaaaaaa kamu mau gak jadi pacar aku?".

Aku langsung kaget mendengar itu badanku terasa lemas banget, aku hanya bisa senyum sambil bisikkin ke Raya
"Terima Radit yah Ray, aku ikhlas asalkan Radit bahagia.". Waktu itu Raya dan Radit resmi pacaran.
Pada saat itupun aku keluar kelas dengan alasan sama Raya kalau aku mau ke kantin, padahal aku langsung ke
toilet. Keadaan toilet saat itu sepi karena anak-anak yang lain pada ke kantin, gak tau kenapa air mata aku
netes,aku menangis, rasanya itu perih banget ketika kita mencintai seseorang yang malah mencintai sahabat kita
sendiri. Lalu aku bergegas keluar dari toilet sambil menghapus air mata aku. Plukkk ternyata aku menabrak
seseorang dan itu adalah Rico. "Ra, kamu kenapa nangis?" pertanyaan dari Rico hanya membuat aku semakin
menangis. "Ra, sebenarnya aku udah tau kalau kamu suka sama Radit,aku juga tau kalau yang bakalan ditembak
sama Radit itu Raya.."
Mendengar itu air mataku pun semakin deras mengalir, tiba-tiba Rico langsung mendekapku. Mulai saat itu aku
baru menyadari bahwa Rico begitu perhatian terhadapku.

Dihari-hari berikutnya aku berusaha bersikap biasa sama Raya. Radit begitu perhatian sama Raya, aku hanya dapat
tersenyum melihat mereka seakan aku mendukung hubungan mereka. Tapi sebenarnya hati ini tengah menangis,
menangis sekuat-kuatnya, dan aku akan tetap berusaha tegar,mungkin aku bisa membohongi Radit dan Raya tapi
tidak dengan Rico. Ntah mengapa akhir-akhir ini aku merasa nyaman saat bersama Rico. Tapi aku takut kedekatan
ini sama seperti kejadian aku dengan Radit. Dulu aku sempat dekat sama Radit tapi ternyata Radit sukanya sama
Raya. "Apakah mungkin Rico dekat denganku dan dia akan jadian dengan cewek lain??" tanyaku dalam hati.
Sudah hampir sebulan Raya dan Radit berpacaran, perasaan ku dengan Radit pun sudah mulai berkurang tetapi
masih ada bekas luka yang belum dapat terobati. Namun ternyata perasaanku telah berpaling ke Rico. Hari ini tiba-
tiba Rico mengajak ku ke taman samping sekolah setelah bel pulang berbunyi.

Aku mulai merasa ada yang aneh pada Rico. Tiba-tiba Rico mengeluarkan setangkai bunga mawar putih dari
kantong celananya. "Ra mungkin ini adalah saat yang tepat untuk ngungkapin perasaanku sama kamu,sebenarnya
aku udah lama suka sama kamu. Ra kamu mau gak jadi pacar aku?". Mendengar ungkapan perasaan Rico aku
hanya bisa menangis dan karena aku memiliki perasaan yang sama dengannya akupun menerima cinta
Rico.Kamipun resmi berpacaran.

Aku sangan berterima kasih pada Tuhan karena telah menciptakan sesosok Rico yang telah mampu mengobati luka
hati ini. Sekarang aku dan Raya pun sama-sama bahagia. Dari pengalamanku ini aku belajar Cintailah orang yang
mencintaimu karena belum tentu orang yang kamu cintai,mencintaimu pula. dan Relakanlah orang yang kamu
sayangi untuk bersama orang yang dia sayangi pula, karena sebenarnya Tuhan telah mempunyai pengganti yang
lebih baik yang pasti terbaik untukmu. :)
THE MEANING OF LOVE
Karya Grace Nandalena

Braakkk!!!!
Aku memukul meja karena kesal. Berbekal muka kusut dan bibir cemberut berhasil membuat mama berdecak
melihatku.
“kenapa kok mukanya kaya di tekuk gitu?” Tanya mama dengan lembut. Ku balas dengan masuk ke kamar tanpa
menghiraukan pertanyaan mama. Mama hanya menggelengkan kepalanya. Mungkin heran dengan tingkah laku
anak pertamanya ini yang pulang dari sekolah membawa suasana badmood.
“uuh! Kenapa sih harus kaya gini ceritanya!! Aku selalu dapat masalah setiap aku menginginkan sesuatu.
Termasuk menyukainya!!! Argh!” gurutuku kesal.
Aku mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang mempunyai nasib sial. Ya, setiap ada yang perhatian ke
aku, aku selalu membiarkannya sampai 1 minggu, jika tetap perhatian, kesimpulan sememtaraku adalah dia suka
kepadaku. Setidaknya simpatik padaku.
Tetapi, setelah 1 bulan ku rasa perhatiannya semakin sering menimpaku. Yang di status facebook sering kaya
bales-balesan, sering sindir-sindiran, dsb. Jadi, statusku sama si-doi nyambung kalo digabungin. Jelas dan ketara
banget.

Tapi aku gak GR dulu. Dan selama 3 bulan begitu mulu. Lama-lama hatiku ke bawa juga. Yang semulanya gak
suka dan nganggep temen biasa, eh, malah suka.
Dan yang lebih parahnya lagi, ternyata temen yang sering curhat sama aku juga suka sama si-doi. Gila!!!
*Aku harus gimana ni?* kata yang selalu ku ucapkan ketika temenku akan mengawali curhatannya.
Padahal, temen yang suka sama si-doi gak cuma satu. Dan kebanyakan yang curhat sama aku. Ya Tuhan, kenapa
engkau memberi hamba cobaan berat seperti ini.
Aku meletakkan tasku dan membuang badanku ke kasur untuk merebahan diri sembari berfikir. *Kenapa aku dulu
terjebak di hatinya!!* batinku.

Tok tok tok


“masuk” ujarku. Krreeeekk! “sayang, makan dulu yuk! Kamu belum makan siang, mama sudah siapin makaman
kesukaan kamu” ajak mama dengan nada lembut.
“nggak ah ma” meniarapkan tubuhku di kasur dan menyembunyikan kepalaku di bawah bantal. “aku ngantuk! Aku
tidur dulu ya ma…”
“ya sudah, jangan lupa pakai selimutnya” saran mama. Aku hanya mangut-mangut membalasnya.
Aku tak mau tidur. Aku sebenarnya tak bisa tidur. Aku tak bisa melupakan dia. Aku hanya beralasan kepada mama
seperti itu karena aku tak ingin melakukan apapun kecuali satu. Berfikir.
Tar! Jedyaaaaarrrrrr!!
Suara halilintar membangunkan lamunanku. Aku terkejut dan menutup telingaku. Aku ambil selimutku dan ku
tutupi seluruh badanku dengan selimut.

Tapi setelah aku sadar. Aku bangun dari tempat tidurku. Mangambil baju baby doll-ku dan bergegas menuju ke
kamar mandi. Hujan tidak menaklukkan-ku untuk tidak segera mandi.
“Sudah bangun sayang? Kok cepet bangun? Biasanya lama kalau tidur?” ujar mama ketika melihatku keluar dari
kamar. “aku nggak bisa tidur ma. Panas!” jawabku sambil berlalu.
Mungkin sebagian anak menganggapku kurang ajar dan durhaka kepada orang tua karna tidak menjawab
pertanyaan orang tua dengan sikap yang baik tetapi sambil berjalan begitu saja.
Hari ini cuaca begitu panas. Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat akan dia. Si-doi pernah duduk berdapingan
denganku saat aku menunggu jemputan. Teman si-doi berdiri di sampingnya. Mereka mengobrol layaknya ibu-ibu
yang sedang arisan. Topiknya berbeda dan ribet menurutku.
Ternyata 3 menit kemudian, jemputanku datang. Ah, senangnya! Aku dapat terbebas darinya.
Tapi ternyata, setelah aku naik, si-doi masih tetap memperhatikan aku sampai di ujung jalan. Dan bodohnya aku,
aku juga memperhatikannya. Duh!
Aku memukul jidatku sendiri dengan telapak tanganku setelah meletakkan baju di kamar mandi karna memikirkan
peristiwa itu. Ternyata aku tak dapat melupakannya.
Suara tetesan showerku mengiringi suara derasnya hujan. *ternyata sudah hujan, akhirnya suhu kembali dingin
lagi* batinku.
Keluar dari kamar mandi, aku bergegas masuk ke kamar. Melewati mama yang sedang membaca majalah
kesukaannya. Tetapi aku berhenti di tengah jalan. Terlintas di benakku untuk mencurahkan isi hatiku kepada
mama.
Aku membalikkan badan dan menghampiri mama. “ada apa? Kok tumben duduk di sebelahnya mama?” tanya
mama terheran-heran.

Aku diam.
Berfikir mencari dan menyusun kata-kata untuk memberi tahu mama semuanya. “lho? Kenapa diam?” Tanya
mama sekali lagi.
“em, apa jangan-jangan ada masalah di sekolahmu sampai kamu mau cerita sama mama tapi dak berani? Ada apa
sayang?” ujar mama sambil menutup majalahnya dan mengalihkan perhatiannya kepadaku.
“eumm, mah. Mama waktu suka sama papa mulai kapan?” tanyaku perlahan. Mama hanya tersenyum. Sepertinya
mama mengerti mengapa aku datang mendekati mama.
“anak mama mulai suka sama orang lain ya?” Aku mangut-mangut dengan perlahan. Aku malu mengatakannya
pada mama. Tidak ada yang tahu perasaanku.
“nggak papa kamu suka sama lawan jenis. Itu wajar. Mama memakluminya” Mama seperti meneguhkan hatiku.
Aku mulai memberanikan diri bercerita pada mama tentang semuanya.
Mama mendengarkannya dan sesekali tersenyum karena senang. Entah apa yang ada di hati mama, aku tak tahu.

Akhirnya, aku selesai bercerita pada mama. Mama diam sejenak, lalu berkata
“Sayang, menyukai lawan jenis itu wajar. Tetapi jangan kamu terjebak di dalamnya. Banyak orang yang mengenal
hal itu hingga mereka terjebak sendiri di dalam lingkaran kelam itu. Sebenarnya cinta itu suci, murni dan penuh
kasih sayang. Tapi, cinta bisa jadi bumerang kita untuk menuju kematian”
Aku mengerutkan dahi. Kata-kata mama mulai tidak ku mengerti, tetapi sungguh sulit ku ungkapkan. *kenapa bisa
di ujung kematian?* tanyaku dalam hati.

Sepertinya mama tahu maksud expresi yang tak berbentuk ini.


“cinta itu bisa membutakan banyak orang. Sehingga kebanyakan orang tidak mau menggunakan logikanya untuk
berfikir tentang cinta. Bila mereka patah hati, mereka bisa melakukan hal yang fatal untuk menyalurkan
kekecewaannya. Jangan sampai hal itu terjadi padamu nak”

Aku mulai faham. Mama menasehatiku agar aku tak terjebak dalam lubang cinta.
“mengagumilah sewajarnya. Jangan berlebihan. Mama tidak melarang kamu. Tapi sebaiknya kamu fikirkan dulu
baik-baik bagaimana dengan masa depan kamu” mama munutup nasehatnya dengan mengelus pelan rambutku dan
meninggalkanku sendiri termenung.
Aku mulai berfikir tentang hal itu.

Dan aku mulai sedikit melupakan dia. Meskipun dia masih ada di hatiku. Aku mendengar kabar bahwa dia sedang
menjalin hubungan lain dengan seorang gadis.

Aku tak menangis maupun patah hati. Ketika berita burung itu datang dan menyebar, aku tahu suatu saat akan
menjadi benar berita itu. Aku tahu dari awal.
“hehf “ aku tersenyum kecil sambil menghebuskan nafas.
Aku sudah tahu. Jangan pertahankan cinta ketika cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan. Karna nasehat mama,
aku tahu segalanya.
Entah sekarang berita burung itu benar atau salah. Hanya dia dan gadis itu yang tahu. Senyuman kecil menghiasi
wajahku.

Anda mungkin juga menyukai