Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Namaku adalah Hilmi Muhammad Faiz. Aku lahir di kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau pada tanggal 07 April 2004. Aku lahir dari pasangan Fithradafli
dan Wisrayanti dan merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara yakni Gabriel
Muhammad Zhafran, Ridho Muhammad Alfath, dan Rafi Muhammad Fadhil.
Meskipun demikian, saya lahir sebagai anak yang ceria anak yang selalu tertawa.
Pokoknya saya selalu di idolakan di komplek rumah. Namun tidak lamanya waktu
akupun terkena musibah.
Aku terjatuh dari atas rumah ketika aku memanjat menggunakan tangga yang
licin, ayahku datang menghampiriku dengan posisiku menangis terbahak-bahak.
“Ayah?, tanganku sakit aku kesulitan bergerak ini gimana ayah? Tanyaku.
“Tangan kamu nyeri nak, sebaiknya ayah bawa kamu ke rumah sakit ya biar
diperiksa sama dokter” jawab ayahku.
Disaat itu, ayah terlihat sayang sekali samaku sampai aku ditemenin ke rumah
sakit meskipun hujan-hujanan menggunakan motor.
Saat dirumah sakit…
Aku dibawa keruangan umum untuk pemeriksaan tanganku yang sakit ini dengan
ayahku yang mau menemaniku, ketika dokter memegang bagian tanganku yang
sakit aku berteriak. Ahhhhh dok sakit sekali, teriakan ku yang hampir
mengguncang di ruangan.
“Baiklah nak, pak dokter sudah mengecek hasilnya dan ternyata bagian sikut yang
membuat tangan kamu nyeri berkelanjutan” Pak Dokter berkata
“Jadi saya tidak perlu dioperasi kan dok? Saya takut dioperasi dok” ucapku
“Tidak perlu nak, kamu hanya perlu istirahat dirumah untuk beberapa hari ini”
ucapnya
“Syukurlah tidak dioperasi” jawabku
“Tapi, ketika kamu ingin masuk sekolah kamu harus pakai kain penyangga agar
lebih aman” ucapnya
6 hari kemudian, aku kembali masuk sekolah pada masa itu duduk di kelas 2
tepatnya di SD Negeri 001 Batam Kota. Aku disekolah tidak sendiri, aku
mempunyai adik laki-laki yang umurnya beda satu tahun denganku tentunya ia
duduk dikelas 1, aku juga bingung kenapa adik harus satu sekolah denganku
padahal tidak seharusnya juga satu sekolah.
Pada saat itu aku merasa tetap peduli terhadap adikku disekolah meski tanganku
masih belum pulih. Bel berbunyi lalu aku masuk ke dalam kelas.
Ketika dalam kelas, teman-temanku pada menoleh ke arahku. Aku terkejut apa
yang mereka lihat pada diriku. Ternyata mereka melihat tanganku yang terpasang
penyangga.
“Faiz, tangan kamu patah ya?” ucap temanku
“Tidak, tanganku tidak patah hanya nyeri saja” ucapku
“Kami mengira tangan kamu patah sampai pakai kain itu, semoga lekas sembuh
ya biar bisa tertawa bareng kami lagi, kami merindukan candaanmu” ucapnya
Dan saat itu tiba-tiba aku merasa senang atas ucapan temanku yang merindukan
candaanku karena aku orangnya suka tertawa namun ketika aku jatuh sakit tidak
bisa merasakan kebahagiaan ataupun tertawa.
Setelah berjalan waktu disekolah bel berbunyi menunjukkan waktu untuk pulang
kerumah. Aku dan adikku dijemput oleh bundaku dari tempat kerjanya dan
mengantarkanku pulang kerumah. Sesampai dirumah aku kembali beristirahat
untuk menstabilkan kondisi tanganku yang sakit ini.

Bab II
Tuk... Tuk… Tuk…
“Permisi, apakah ada orang dirumah”
Suara orang tidak dikenal memanggil. Aku sendirian dirumah, abangku belum
pulang serta adikku ikut dengan bundaku ke tempat kerjanya. Bundaku pernah
mengatakan jika ada orang yang tidak dikenal datang kerumah jangan di ladenin
atau ditanggapi karena bisa jadi orang yang tidak dikenal itu mau berbuat jahat.
Jadi aku hanya mengintip dari jendela sampai orang itu pergi. Akhirnya orang itu
pergi karena tidak ada yang keluar dari pintu rumah.
Berjalannya waktu, tanganku akhirnya sudah pulih dan tidak merasakan sakit lagi.
Namun, tiba-tiba aku merasa hidupku sedikit mulai sedikit kembali berwarna tapi
aku merasakan kehilangan keluarga yang utuh. Aku iri dengan temanku yg selalu
bersama keluarganya tetapi aku ingat apa yang ayah pernah ucapkan kepadaku
“Jangan iri karena jika kita iri tandanya kita tidak mampu dengan apa yang mereka
punya.”
Dan aku mulai senyum mengingat ucapan ayahku
Sungguh rindunya aku dengan sosok seorang ayah yang selalu aku peluk jika aku
tidur
“Mungkin ini takdir yang dibeli Allah untukku, Allah sedang mengujiku.” Ucap
bathinku.
Ketika aku masuk di bangku kelas 5 SD, aku kehilangan sosok ayah yang selalu
menemaniku. Ayahku meninggal dirumah sakit setelah 2 hari di ruang
penyinapan, aku tidak kuat melihat ayah tertutup kain putih sampai aku harus
memeluk bunda hingga menetes air mata yang deras. Namun aku diingatkan oleh
bundaku untuk mengikhlaskan atas kepergian seorang Ayah.
Setelah aku lulus SD dari saat itu aku selalu bersama bundaku yang aku gak tau
dimana harus lanjut bersekolah. Jadi karena ada sekolah yang dekat dari rumahku
aku didafkarkan di situ “SMP Negeri 10 Batam”.

Anda mungkin juga menyukai