“Ann! Tunggu.. aku ikut.” Vera menghentikan laju Anna keluar kelas.
Mereka sama-sama menuju kantin. Pesan makanan sambil ngobrol.
“Eh Ann, katanya Bu Khadijah itu muallaf ya? Trus kok aku ngga pernah
lihat suami atau anaknya? Kamu tau?” Vera tiba-tiba bertanya saat Bu Khadijah
masuk ruang TU.
“Ehem. Aku tahu. Bentar baksoku sedikit lagi.” Anna menjawab enteng.
Setelah habis lalu minum, Anna kemudian bercerita dan Vera antusias sekali.
###
Gadis itu bernama Silvi. Silvi Marianne Daniel. Enam bulan sejak
sembuh dari peristiwa sebulan kecelakaan lalu lintas sebelumnya bersama
###
“Bagaimana keadaan anak saya Dok?” Ny. Erica memburu dr. Tammy
saat keluar dari ruang UGD anaknya.
“Patah tulang dan gegar ringan. Rupanya anak anda sangat shock atas
kejadian yang baru saja ia alami. Jika ia sudah sadar, kemungkinan ia
kehilangan sebagian kinerja otaknya. Saya permisi.”
Tetes demi tetes air mata jatuh. Ia kemudian ingat jenazah suaminya.
“Ma, tolong jaga anakku. Jika terjadi sesuatu kabari. Aku harus
menjemput jenazah Daniel. Jika keluarga Daniel datang, biar mereka menyusul.”
Tutur Erica dengan nada tegar dibuat-buatnya kemudian pergi dengan tatapan
kosong.
“Maaf kami baru tiba disini. Mana Erica? Kasihan sekali anak
menantuku.” Keluarga Pastor Julius baru tiba dari Makassar lima belas menit
setelah Erica pergi.
Erica terlihat murung sekali saat itu. Seperti tak ada harapan untuk
menjalani kehidupan normal. Banyak pelayat yang menghibur kematian Daniel.
Mereka turut berduka cita. Sebagian rekan dan kerabat kerja Daniel membanjiri
rumah belasungkawa yang tanpa kehadiran Erica. Hanya sebagian
keluarganya berada dirumah.
###
“Hai dik Silvi! Lihatlah, pemandangan disini indah sekali seperti pakaian
yang kau kenakan. Mau aku tunjukan sesuatu yang lebih indah dan
menyenangkan?” Sesosok yang sangat ia kenali. Ia heran mengapa kakak
sulung yang ia kenal, Jack Arya Daniel, berada di tempat seindah ini padahal
Arya meninggal dua tahun yang lalu. Penganiayaan ayah yang mengakibatkan
kematian. Silvi hanya mengangguk pelan.
“Kamu lihat gerbang itu dik? Megah sekali bukan? Alangkah senangnya
bisa masuk ke dalamnya dik.” Senyum sumringah kemudian tertunduk sedih.
“Tapi kamu tidak bisa masuk ke dalam dik. Kakak sangat sedih.” Arya
berkata lagi.
Silvi ditangani beberapa ahli medis. Sudah lima hari ia koma dan saat itu
ia terlihat kejang-kejang hingga ahli medis datang menangani.
“Gadis ini sadar dok! Memanggil kakaknya.” Seorang suster yang berdiri
paling dekat dengan kepala Silvi gembira. Peristiwa menegangkan saat itu
mulai mereda. Detektor jantung Silvi sempat lurus setengah dari layar.
Diluar ruangan UGD, Erica dan yang lainnya tak kalah tegang. Mereka
tak henti-hentinya berdoa sesuai ajaran yang dianut. Tiba-tiba pintu dibuka,
“Maaf, apa ada kakak Silvi disini? Ia memanggil kakaknya.”
“Suster, biar saya yang masuk. Saya ibu dari Silvi dan kakaknya telah
wafat dua tahun silam.” Suster itu tercengang kaget. Kemudian Erica masuk
bersama suster yang menjemput.
Air mata Erica tak lagi dapat dibendung melihat anaknya terkulai lemas
dengan beberapa selang menempel di tubuhnya yang menghubungkan ke
beberapa macam alat-alat medis . Erica kemudian duduk di dekat anaknya.
“Nak, ibu mohon kamu sembuh. Ibu akan memberi apa yang kamu mau.”
Silvi tak juga sadarkan diri dan membuka matanya. Erica terus-terusan
menangis dan akhirnya dibawa keluar.
###
Keluarga Daniel tinggal dua. Ny. Erica Nova Daniel dan Silvi Marianne
Daniel. Erica tak perlu bekerja lagi terutama demi putri satu-satunya setelah
Daniel dan Arya meninggal.
Satu bulan setelah keluar dari rumah sakit, Silvi banyak termenung.
Kemudian ia minta pindah ke sekolah umum. Erica memenuhi permintaan
anakanya karena saat itu dokter menganjurkan agar menuruti kemauan
anaknya agar lekas sembuh dari shocknya dan rupanya Silvi meminta pindah
rumah.
Saat Erica bertanya, Silvi hanya menjawab dengan tatapan tajam. Erica
sadar bahwa Silvi masih belum dapat normal lagi. Di sekolah barunya, Silvi
tetap diawasi oleh seorang staf guru wanita yang diminta oleh Erica.
“Beberapa hari ini, Silvi terlihat senang sekolah disini. Dia terlihat akrab
dengan beberapa temannya namun temannya yang berkerudung. Saya lihat
Silvi tersenyum dan mulai bercanda. Itu kemajuan yang sangat besar Bu!”
Erica terkejut saat mendengar kabar itu melalui baritone telepon. Ia panic
hingga gagang telpon yang ia pegang, jatuh.
“Berarti, Silvi bertemu kakaknya saat ia koma. Pasti Silvi akan mengikuti
jejak Arya! Oh Tuhan.. jangan kau ambil Silvi dariku. Cukup aku kehilangan
Daniel dan Arya.” Erica teringat saat masih di UGD. Silvi memanggil Arya!
Erica beringsut cepat menuju keluar. Ia kembali lagi karena kunci mobill
tertinggal. Dengan tergesa mengemudi menuju sekolah Silvi.
“Adik lihat Silvi?” Tanya Erica pada seseorang di dekat gerbang yang
mulai ramai disesaki bubaran pulang.
Erika terpaku di dekat gerbang. Aku harus menjauhkannya dari sini. Silvi
anakku dan hanya aku yang berhak atas Silvi.
Anna dan Fitri kemudian cemas. Teringat ungkapan Silvi yang keluarga
Pastor yang pastinya Kristen tulen.
“Aku ingin masuk Islam, tolong ajari aku. Please…” Saat itu Silvii
memohon, hingga akhirnya diantar ke seorang ustadzah Fiya. Semenjak saat
itu, mereka bertiga sangat akrab layaknya sahabat lama.
“Ya Allah, lindungi Silvi dan mudahkan ia.. Ia telah mu‟allaf. Semoga
Engkau merahmatinya. Aamiin.” Keduanya kemudian pulang dengan wajah
sedih.
###
Setelah kejadian itu, Silvi tak pernah sekolah lagi. Setiap harinya hanya
termenung di dalam kamar tanpa bicara dengan Erica. Erica khawatir anaknya
kan ber-Islam seperti Arya.
“Arya ngga bakalan keluar dari agama penuh berkah dan cahaya.
ALLAHU AHAD. Allah itu satu. Asyhadu an laa ilaaha illallah. Muhammad
rosuulullah. Sudah satu tahun Arya mempertahankan menjadi seorang muslim
ta‟at. Tak akan pernah keluar dari islam.” Perkataan Arya menambah amarah
Daniel. Tanpa ampun Arya dipecut dengan lebih dahsyat. Kata yang keluar dari
lisan Arya hanya kalimat syahadat dan takbir. Seketika Arya terkulai.
“Saksikan Ma, Ayah, Silvi! Aku, Jack Arya Daniel telah bersyahadat di
depan kalian!.” Arya dengan fasih mengucapkan lafadz syahadat itu dengan
keras. Lalu ia bertakbir.
Silvi tetap diam. Tak ada sepatah katapun yang keluar untuk Mamanya.
“Anak tak tahu diri! Siksaan apa yang aku berikan?” Namun Erica
menangis lalu memeluk Silvi. “Maafkan Mama sayang..”
“Mama tahu apa yang aku lihat saat aku koma? Aku bertemu Kak Arya.
Kak Bilal Ma.. Sangat rapi dan tampan berada di tempat yang indah…” Silvi
bercerita hingga akhir. Silvi meneteskan air mata. Tangis Erica bertambah
keras.
“Ma, Silvi sudah ber-Islam dua hari setelah masuk SMP baru.” Tak ada
komentar.
“Ma, mama tahu sendiri kan? Setelah kejadian kecelakaan itu aku kena
vonis bocor jantung walau kecil.
“Ma, Silvi kangen Kak Bilal. Mama pernah bilang, „Mama akan berikan
apa yang aku minta.‟ Gimana Ma?” Tak ada jawaban.
“Bagaimana Ma?”
###
“Kasihan banget ya, tinggal seorang diri. Tapi beliau jadi lebih tegar lagi.”
Vera meneteskan air mata setelah mendengar cerita Anna selama istirahat.
Dan bel masuk. Mereka bubar dari kantin.
###