Sontak gadis itu berlari menuju rumahnya dan mendapati sang nenek
sedang dibopong ke dalam kamar. Ia menangis menghampiri neneknya yang pucat
dan tak sadarkan diri. Tetangga Shakilla sudah menghubungi ambulans, tak lama
kemudian sirine berbunyi mendekat ke rumah Shakilla. Berpuluhan kali, gadis itu
menghubungi kakaknya, namun tak ada satu panggilan yang terjawab. Ia juga
mencoba untuk menghubungi teman kakaknya tetapi hasilnya sia-sia.
Sesampainya di rumah sakit, sang nenek segera diperiksa oleh dokter yang
bertugas. Perasaan Shakilla campur-aduk, gadis itu mondar-mandir tak bisa
berhenti khawatir. Sekitar 30 menit berlalu, akhirnya dokter yang memeriksa
nenek keluar memberi tahu keadaan nenek.
“Aku tahu ini berat bagimu, apalagi nenek harus di operasi, tetapi ingatlah
jika kamu hanya menangis disini tanpa mencari tahu cara membayar biaya
operasi, tidak ada gunanya.” Ucap tetangganya, kak Sahda.
“Aku tidak tahu harus bagaimana, Kak. Aku tidak punya tabungan, apalagi
nenek. Kakakku tidak tahu kemana, aku sudah menghubungi tetapi tak dijawab.”
“Kakak bantu cari, ya. Sekarang kamu pulang dulu ke rumah, istirahat,
besok kembali lagi kesini. Malam ini, kakak yang jaga nenek kamu.”
“Nenek kamu sudah kakak anggap seperti nenek kakak sendiri. Beliau
sering membantu kakak, ia juga baik dan lucu. Kakak menjadi terinspirasi dengan
semangat nenek kamu saat lelah menjalani masa kuliah.”
“Nenekku memang orang yang baik. Terima kasih ya, kak.” Ucap Shakilla
sembari memeluk kak Sahda.
Tiba-tiba telepon genggam Shakilla berdering dengan menunjukkan nama
kontak Asyifa. Dengan cepat, ia mengangkat panggilan dari Asyifa.
“Nenek sakit, kak. Tolong segera ke rumah sakit adi husada. Nenek harus
operasi, ia punya penyakit jantung koroner, kak. Selama ini nenek sembunyiin
penyakitnya dari kita.”
“Besok aja aku kesana. Udah malem, Sha, tidak ada angkutan umum yang
lewat. Aku habis ngerjakan tugas, capek sekali. Aku matiin telfonnya, ya.”
“Apa maumu, sih, kak? Aku sudah lelah menghadapimu, tolong sadar,
Allah tidak menyukai hambanya yang melenceng dari ajaran agama. Aku tahu,
kehidupanmu di perkuliahan sangat modern, kamu boleh mengikuti
perkembangan zaman, tapi tidak dengan pergaulan bebas.”
Selang beberapa menit kemudian disaat Shakilla menangis, Asyifa
terbangun. Ia menyipitkan matanya dan melihat sekitar lalu mendapati Shakilla
yang menangis. Asyifa termenung menyadari kesalahannya dan sadar bahwa
neneknya sedang sakit. Sebenarnya, saat Shakilla menghubungi kemarin malam,
ia sedang mabuk. Asyifa menghampiri sang adik dan memeluknya, tanpa disadari
Asyifa meneteskan air matanya.
“Aku rindu dengan sosok kakak yang ingat bahwa dunia hanya sementara,
kakak yang mengingatkanku untuk selalu berbuat baik dan taat kepada Allah.”
Ucap Shakilla sesenggukan.
Asyifa dan Shakilla berangkat menuju rumah sakit. Kakak perempuan itu
menggenggam tangan adiknya. Sungguh, Shakilla rindu dengan momen ini.
Sesampainya di rumah sakit, mereka berdua mendapati nenek yang terbalut kain
putih. Deg! Jantung mereka berdegup kencang tak percaya apa yang dilihat.
Kedua bersaudari itu lari menuju nenek dan membuka kain tersebut.
Nenek Wati meninggal dunia saat Shakilla dan Asyifa menuju rumah
sakit. Ia seperti sudah tahu bahwa Asyifa menyadari kesalahannya dan bertaubat
kepada Allah. Saat itulah, ia berada di atas kain putih saat kedua cucunya akur
kembali. Nenek Wati pergi melepaskan semua rasa sakitnya di dunia. Kesadaran
diri adalah langkah awal menuju perubahan. Ketika seseorang menyadari bahwa
tindakannya melenceng, itu adalah hal yang terpenting. Selalu ada kesempatan
untuk memperbaiki diri dan kembali ke jalur yang benar. Meski anak muda yang
mengikuti perkembangan zaman, keyakinan agama dan nilai-nilainya tetap
menjadi yang utama.