A. PENGERTIAN
Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini
menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang
mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan
dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.
Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa
didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah
laku itu terjadi.
B. TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927
sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa
cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena
kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa
tahap-tahap perkembangan individu/pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi
kemampuan belajar individu.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu
kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan
memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata
ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur
kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme
adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan :
Refleks-refleks pembawaan; misalnya bernapas, makan, minum.
Scheme mental; misalnya scheme of classification, scheme of operation. (pola
tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat
diamati)
Jika schemas/skema/pola yang sudah dimiliki anak mampu menjelaskan hal-hal yang
dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini dinamakan keadaan ekuilibrium
(equilibrium), namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan
pola-pola yang ada, anak mengalami sensasi disekuilibrium (disequilibrium) yaitu kondisi
yang tidak menyenangkan.
Sebagai contoh karena masih terbatasnya skema pada anak-anak: seorang anak yang
baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki
konsep cecak yang sering dilihat dirumahnya. Ia memiliki konsep cecak dalam skemanya dan
ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan
stimulus. Peristiwa ini pun bisa terjadi pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena kurangnya
perbendaharaan kata atau dalam kehidupan sehari-harinya konsep tersebut jarang ditemui.
Misalnya: seringkali orang menyebut kuda laut itu sebagai singa laut, padahal kedua binatang
itu jauh berbeda cara hidupnya, lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan
kuda ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian bentuk tubuhnya yang
hampir sama.
Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan
lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran
anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran dan tingkat
intelegensi anak itu.
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek:
1. Struktur; disebut juga scheme. Struktur kognitif merupakan mental framework yang
dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan dan
menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya
(Flavell, Miller & Miller, 1993). Piaget tidak melihat struktur kognitif sebagai
mekanisme biologis lahiriah, juga tidak percaya bahwa anak-anak memasuki
dunia dgn piranti dasar untuk memahami realita. TETAPI anak-anak secara
perlahan dan bertahap mereka membangun cara pandang mereka sendiri terhadap
realita.
2. Isi; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu
menghadapi sesuatu masalah yang merupakan materi kasar karena Piaget kurang
tertarik pada apa yang anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang
mendasari proses berpikir, karena Piaget melihat isi kurang penting dibanding
dengan struktur & fungsinya. Bila isi adalah apa dari inteligensi, sedangkan
bagaimana & mengapa ditentukan oleh kognitif atau intelektual.
3. Fungsi; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai
kemajuan intelektul.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan
adaptasi.
a. Organisasi; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik
dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
b. Adaptasi; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Asimilasi
Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata
yang telah terbentuk/proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk
mengatasi masalah dalam lingkungannya.
2) Akomodasi
Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk
secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli
lingkungan.
Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi
dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan
perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini
pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan baru
yang diperolehnya.
Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya
equilibriumdisequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan
dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.
Piaget mengemukakan tiga prinsip utama dalam pembelajaran antara lain:
1. Belajar aktif
Proses pembelajaran merupakan proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari
dalam subjek belajar. Sehingga untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu
diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri
misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan
pertanyaan dan menjawab sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan
penemuan temannya.
2. Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara
subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu
perkembangan kognitif anak. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak
akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan
diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.
3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman
nyata dari pada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya
menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak
cenderung mengarah ke verbalisme (Sugandi, 2004:36). Piaget dengan teori
konstruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa apabila
siswa dengan objek/orang dan siswa selalu mencoba membentuk pengertian dari
interaksi tersebut.
C. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN
Piaget
mengidentifikasi
empat
faktor
yang
mempengaruhi
transisi
tahap
2. Pengalaman fisik/lingkungan, anak harus mempunyai pengalaman dengan bendabenda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap bendabenda itu.
3. Transmisi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
4. Equilibrium/keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja
untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan transmisi social.
Proses Perkembangan Kognitif Piaget
Konsep kecerdasan yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat
merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang
berdasar pada kenyataan.
Proses Kognitif Piaget adalah: (1) Skema yaitu berupa kerangka kognitif atau
kerangka referensi, (2) Asimilasi: proses seseorang memasukkan pengetahuan baru kedalam
pengetahuan yang sudah ada, (3) Akomodasi: menyesuaikan diri dengan informasi yang baru,
(4) Organisasi yaitu mengelompokkan perilaku/konsep kedalam kelompok-kelompok yang
terpisah ke dalam sistem kognitif yang lebih tertib dan lancer, (5) Ekuilibirasi yang bergerak
dari satu tahap ke tahap yang lain. Jika berhasil dari tahap tersebut akan mendapatkan
keseimbangan pemikiran.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemataskema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannyadalam tahapan-tahapan perkembangan,
saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami
setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan
studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Berdasarkan
hasil
penelitiannya,
Piaget
mengemukakan
ada
empat
tahap
Sebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula
terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara
individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil
penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
1. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga
dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui
diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode
pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai
perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam subtahapan:
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).
Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa
suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia
mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang
dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai
mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek
mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur
kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan
objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara
kendaraan, suara binatang, dll.
Kesimpulan pada tahap ini adalah:
Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk
membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak
belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui
hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
2. Tahap Pra Operasi (Pre Operational Stage)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan
mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia
dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul.
Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan
secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental
yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,
seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor
dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak
mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan
benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka
cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan
bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan,
kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki
pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak
hidup pun memiliki perasaan.
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah
operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya
sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang
ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir
lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat
orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan
komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam
laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit
akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam
kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci
oleh Ujang.
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah
Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis
dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami
konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu
memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek.
Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran
logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap
operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada
tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas
logika.
Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan
warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan
untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi
peranyaan, Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah
yang paling gelap?, anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami
Berapakah tinggi Pak Tinggi bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan
masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.
Karakteristik dari anak pada tahap ini adalah telah memiliki kekampuan
untuk melakukan penalaran hipotek-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun
serangkaian hipotesis dan mengujinya (child, 1977 : 127).
Kesimpulan pada tahap ini adalah:
Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk
argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argument (karena itu disebut operasional
formal).
Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika
orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan
penalaran
abstrak
sistematis,
operasi-operasi
formal
memungkinkan
tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu
sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak
terkait budaya)
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Tahapan-tahapan
Tahapan
sebagian sudah sebagian diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah diketahui
akan diasimilasi, dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi
dalam struktu kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan
dengan belajar.
Jadi, menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman
yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat
menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan pengalaman ini, guru
harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Piaget (kaum kognitif) dan kaum
behaviorisme, menyimpulkan bahwa pendidikan harus diindividualisasikan. Piaget
mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk
mengasimilasi dan bervariasi dari anak ke anak yang lain dan bahwa materi
pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak. Behavioris mendapatkan
kesimpulan dengan menyadari bahwa penguatan haruslah kontingen (bergantung)
pada perilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang tetap membutuhkan hubungan
tatap muka antara satu guru dengan satu murid atau antara murid dan materi
pendidikan.
1. Kondisi Optimal untuk Belajar
Jika sesuatu tak bisa diasimilasikan ke dalam struktur kognitif organisme,
ia tak dapat bertindak sebagai stimulus biologi. Sehingga struktur kognitif
menciptakan lingkungan fisik (jasmani). Saat struktur kognitif semakin meluas,
lingkungan fisik teratikulasikan dengan lebih baik. Demikian pula, jika sesuatu
sangat jauh dari struktur kognitif organisme sehingga tidak bisa diakomodasi, tidak
akan terjadi belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan
sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam sturtuk kognitif tersebut.
Jika informasi tidak dapat diasimilasikan, maka ia tak bisa dipahami. Tapi jika
sesuatu sudah dipahami dengan sempurna, tidak diperlukan proses belajar.
Dalam teori Piaget asimilasi dan pemahaman mempunyai pengertian yang
serupa. Sehingga Dollard dan Miller mengistilahkannya sebagai dilema belajar,
yang menunjukkan semua proses belajar bergantung pada kegagalan. Menurut
Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasikan suatu
pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar baru. Pengalaman
harus cukup menantang agar memicu perkembangan kognitif. Sekali lagi,
pertumbuhan akan terjadi jika hanya asimilasi terjadi.
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
2. Kontribusi Teori Piaget dalam Belajar
Berbeda dengan teori belajar lain seperti yang telah kita pelajari, Piaget
tidak mudah dikategorikan sebagai teoritisi penguatan, atau teoretisi kontinguitas.
Seperti para periset lainnya yang secara longgar disebut sebagai aliran kognitif, dia
mengasumsikan bahwa belajar terjadi kurang lebih secara kontinu dan belajar
melibatkan akuisi informasi dan representasi kognitif dari informasi itu. Kontribusi
unik Piaget dalam perspektif umum ini adalah ia telah mengidentifikasi aspek
kualitatif dalam belajar. Secara spesifik, aspek asimilasi dan akomodasinya
mengidentifikasi dua tipe pengalaman belajar. Keduanya adalah proses belajar,
keduanya melibatkan akuisi dan penyimpanan informasi. Namun asimilasi adalah
jenis belajar yang statis, dibatasi oleh struktur kognitif yang ada; akomodasi adalah
proses pertumbuhan progresif dari struktur kognitif yang mengubah karakter dari
semua proses belajar selanjutnya.
3. Cara Anak Belajar
Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan
dan
beradaptasi
dengan
lingkungannya.
Menurutnya,
pemahaman anak tentang objek melalui asimilasi dan akomodasi. Jika kedua
proses tersebut terjadi terus menerus, membuat pengetahuan lama dan pengetahuan
baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat
membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan
hal tersebut, maka perilaku belajar anak dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam
dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena
memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan
lingkungannya.
4. Dampak Belajar
Kurikulum-pendidik harus merencanakan kurikulum sesuai dengan
tahapan perkembangan yang meningkatkan pertumbuhan logis dan konseptual
siswa.
Instruksi-Guru harus menekankan peran penting bahwa siswa belajar
dengan pengalaman atau interaksi dengan lingkungan sekitarnya (bermain).
dan mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya
perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh
perkembangan intelektual anak.
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat
hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intelektual ini dapat dijadkan landasan
untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya
pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4
konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang
belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan
kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram
berikut :
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki
pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada
suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda,
peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori
anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :
Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam
pikiran anak
Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada
dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian asimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan
terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat
diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau
ketidakpuasan mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam
keadaaan tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan
tidak berbuat apa-apa (jalan buntu).
Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik
maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya
sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu.
Peritiwa ini disebut akomodasi.
Pengaplikasiannya di dalam belajar, perkembangan kognitif bergantung pada
akomodasi. Kepada individu diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar,
karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat
menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu akan mengadakan
usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah
pertumbuhan kognitif.
Secara terinci di bawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di
kelas:
1. Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan
orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan
sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.
2. Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Artinya di sini adalah
agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak
meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus
yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan
masalah sendiri.
3. Pendidikan di sini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika
anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih
penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak
menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan
bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang
kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk
menanggulanginya.
4. Guru dapat menemukan menemukan dan menetapkan tujun pembelajaran materi
pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.
F. KRITIK TERHADAP TEORI PIAGET