Anda di halaman 1dari 14

Teori Pembelajaran Kognitif dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran
Ismi Delisna1, Hasanudin2, Meli Andrianawati3, Muhamad Pahlevi
Rafsanjani4
Universitas Pendidikan Indonesia1, Universitas Pendidikan Indonesia2,
Universitas Pendidikan Indonesia3, Universitas Pendidikan Indonesia4
ismidel15@upi.edu1, hasanudin@upi.edu2, meliandrianawati@upi.edu3,
pahlevi@upi.edu4

Abstract
Cognitive theory focuses learning on changes in the internal mental
processes used in understanding the external world; Cognitive learning
theory is a learning theory that is more concerned with the learning
process than the learning outcomes themselves. According to Piaget,
cognitive development takes place through four stages, namely the
sensori-motor stage (0–1.5 years), the pre-operational stage (1.5–6
years), the concrete operational stage (6–12 years), the formal
operational stage (12 years and over). There are two kinds of cognitive
theory, namely social cognitive theory and cognitive behavioral theory.
In cognitive theory, learning outcomes do not only depend on the
information provided by the teacher, but also on the way students
process that information.
Keywords: Cognitive Theory; Learning; Learning Theory

Abstrak
Teori kognitif memfokuskan pembelajaran pada perubahan-perubahan
proses mental internal yang digunakan dalam memahami dunia
eksterna;. Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya itu sendiri.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif berlangsung melalui empat
tahap, yaitu tahap sensori-motor (0–1,5 tahun), tahap pra-operasional
(1,5–6 tahun), tahap operasional konkrit (6–12 tahun), tahap operasional
formal (12 tahun ke atas). Terdapat dua macam teori kognitif, yaitu teori
kognitif social dan teori kognitif behavioral. Pada teori kognitif, hasil
pembelajaran tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan
guru, tapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.
Kata Kunci: Teori Kognitif; Pembelajaran; Teori Belajar

Pendahuluan
Pendidikan merupakan sebuah usaha yang bersifat membimbing, membina,
dan mengarahkan yang dilakukan secara sadar oleh tenaga pendidik terhadap
peserta didik dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
terbentuk kepribadian yang sempurna baik dari segi pengetahuan maupun
perubahan perilaku. Segala hal yang ada disekitar manusia, sesungguhnya terdapat
suatu hal yang sangat bermanfaat bagi manusia apabila manusia mampu
menggunakan akalnya (kognitif) untuk memikirkan hal tersebut. Oleh sebab itu
ketika anak sudah mampu menggunakan konsep berfikirnya maka tugas
pendidikan untuk mengembangkannya.
Teori kognitif mulai berkembang pada abad 20-an. Secara
sederhana teori ini menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang
terdiri dari beberapa proses, seperti: pemahaman, mengingat, mengolah
informasi, problem-solving, analisis, prediksi, dan perasaan. Sedangkan secara
eksplisit teori kognitif adalah semua aktivitas mental yang membuat suatu individu
mampu menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu peristiwa,
sehingga individu tersebut mendapatkan pengetahuan setelahnya. Pembelajaran
kognitif meningkatkan pemahaman peserta didik dalam memperoleh informasi
baru. Mereka dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang
materi pembelajaran baru.
Tanpa adanya ranah kognitif, maka akan sulit bagi seorang anak mampu
berfikir, disamping itu tanpa kemampuan berfikir tentu mustahil seorang anak
akan mampu memahami, meyakini dan mengaplikasikan hal-hal yang ia tangkap
dari sekitarnya baik berupa materi pelajaran, pesan-pesan moral dari lingkungan
keluarga maupun teman sebaya. Para peneliti dalam bidang perkembangan otak
menemukan bahwa perkembangan kognitif berkaitan erat dengan perkembangan
dan fungsi otak tersebut.

Metode
Metode penelitian library research digunakan dalam artikel ini. Sumber
data diambil dari eksplorasi literatur kepustakaan terkait kajian dan akhirnya akan
dianalisa secara kritis dan mendalam melalui triangulasi data; reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan


1. Pengertian Teori Kognitif
Pengertian belajar berdasarkan teori kognitif memiliki arti sebagai suatu
aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi
perseptual, dan proses internal. Aktivitas pembelajaran yang berpihak pada teori
belajar kognitif ini sudah banyak digunakan (Nurhadi, 2020). Teori belajar
kognitif, juga mengartikan belajar sebagai proses mental yang aktif guna mencapai,
mengingat dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh individu. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat
diukur dan diamati tanpa dilibatkannya proses mental seperti motivasi,
kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya. Aliran kognitivisme lebih
mengutamakan aspek berpikir (thinking) dan mental yang berkaitan
dengannya, misalnya ingatan (memory) (Wisman, 2020).
Teori kognitif memfokuskan pembelajaran pada perubahan-perubahan
proses mental internal yang digunakan dalam upaya memahami dunia eksternal.
Struktur mental ini meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan dan
mekanisme lain dalam kepala pembelajar. Fokus teori kognitif adalah potensi
untuk berprilaku dan bukan pada prilakunya sendiri.
Menurut beberapa ahli jiwa beraliran kognitifs, Gredler dalam Uno (2006 :
10) teori belajar kognitif adalah suatu teori belajar yang lebih mementingkan
proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar
tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih
erat dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Dalyono
(2007 : 34) menyatakan bahwa teori belajar kognitif adalah tingkah laku seseorang
yang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Mereka berpendapat
tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi (Anidar, 2017)
Berikut beberapa teori kognitif lain menurut para tokoh dan pemikirannya:
a. Teori Kognitif menurut Jean Piaget
Jean Piaget menjelaskan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada
aktivitas individu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.
Pertumbuhan dan perkembangan individu merupakan suatu proses sosial.
Individu tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu
terikat, namun sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan
sosialnya berada di antara individu dengan lingkungan fisiknya. Interaksi Individu
dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan
pandangannya terhadap alam. Menurut Piaget, pengetahuan dibentuk oleh
individu melalui interaksi secara terus menerus dengan lingkungan. Terdapat
empat tahap pengembangan kognitif menurut Piaget, yaitu :
1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun).
Individu dapat mengerti dan memahami sesuatu atau tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan
mendengar) dan dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Dengan kata lain, pada
usia ini individu dalam memahami sesuatu yang berada di luar dirinya melalui
gerakan, suara atau tindakan yang dapat diamati atau dirasakan oleh alat inderanya.
Lalu sedikit demi sedikit individu mengembangkan kemampuannya untuk
membedakan dirinya dengan bendabenda lain.
2. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun).
Individu mulai dapat melukiskan dunia melalui tingkah laku dan kata-kata.
Tetapi belum mampu untuk melakukan operasi, yaitu melakukan tindakan mental
yang diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental terhadap apa yang
dilakukan sebelumnya secara fisik. Pada usia ini individu mulai memiliki
kecakapan motorik untuk melakukan sesuatu dari apa yang dilihat dan didengar,
tetapi belum mampu memahami secara mental (makna atau hakekat) terhadap apa
yang dilakuaknnya tersebut.
3. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun).
Individu dapat mulai berpikir secara logis mengenai kejadian-kejadian yang
bersifat konkret. Individu sudah dapat membedakan benda yang sama dalam
kondisi yang berbeda.
4. Tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Salvin menjelaskan bahwa pada operasional formal terjadi pada usia 11
sampai dewasa awal. Dalam masa ini individu mulai memasuki dunia
“kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu mengalami
perkembangan penalaran abstrak. Individu bisa berpikir secara abstrak, lebih logis
dan idealis.
Piaget menyatakan terdapat tiga proses yang mendasari perkembangan
individu yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah pemaduan
data atau informasi baru dengan struktur kognitif yang ada, akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif yang sudah ada dengan situasi baru, dan ekuilibrasi
adalah penyesuaian secara seimbang.

b. Teori Belajar J. S Bruner ( Belajar Penamuan)


Teori J. S Bruner memfokuskan pada cara individu mengorganisasikan apa
yang telah dialami dan dipelajari, sehingga individu dapat menemukan dan
mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip melalui contoh-
contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Agar meningkatkan proses belajar,
Bruner berpendapat diperlukan lingkungan yang dinamakan discovery learning
envoirment atau lingkungan yang mendukung individu untuk melakukan eksplorasi
dan penemuan-penemuan baru.

Belajar penemuan atau discovery learning adalah salah satu model


pembelajaran atau belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut
Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan yang
terjadi dalam proses belajar. Guru diharuskan untuk menciptakan situasi belajar
yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mencari
jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Belajar penemuan dapat berbentuk
guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut
sampai dapat menemukan sendiri dan melakukan eksperimen. Contoh model
belajar penemuan yang diterapkan di Indonesia adalah konsep yang kita kenal
dengan Cara Belajar Siswa Aktif atau CBSA.

Dengan cara seperti ini, pengetahuan yang diperoleh oleh individu lebih
bermakna baginya, lebih mudah diingat dan lebih mudah digunakan dalam
pemecahan masalah. Dasar pemikiran teori ini memandang bahwa manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan, belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.

c. Teori Belajar Ausubel: Belajar Bermakna


Ausubel berpendapat bahwa belajar mestilah bermakna. Materi yang
dipelajari diasimilasikan secara non arbitrer serta berhubungan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Menurut Ausubel, yang perlu
diperhatikan seorang guru adalah strategi mengajar. Misal pelajaran berhitung bisa
menjadi tidak berhasil apabila siswa hanya disuruh menghafal formula-formula
tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa lebih berarti bila murid
diajarkan fungsi dan arti dari formula-formula tersebut.

d. Belajar menurut Gestal


Teori Gestalt mengemukakan bahwa belajar adalah proses pengembangan
yang berdasarkan pada pemahaman atau insight. Insight merupakan pemahaman
terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan. Teori ini
menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku. Teori
belajar Gestalt pada dasarnya adalah usaha untuk memperbaiki proses belajar
menggunakan rote learning dengan pengertian bukan menghapal. Menurut teori ini,
belajar itu yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yakni mendapatkan
respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan hanya sekedar
mengulangi hal-hal yang mesti dipelajari, namun mengerti atau memperoleh
insight. Belajar dengan lebih mementingkan pengertian lebih baik didbandingkan
dengan hanya memasukkan sejumlah kesan. Belajar dengan insight adalah sebagai
berikut :
a) Insight tergantung dari kemampuan dasar;
b) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;
c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa,
sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati;
d) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit;
e) Belajar dengan insight dapat diulangi;
f) Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi
baru. (M.Pd, 2017)

2. Tujuan Teori Kognitif


Tujuan dari teori kognitif mengarah pada kecakapan pola pikir yang
mencakup kesederhanaan intelektualitas berupa daya ingat, kecakapan dalam
menanggulangi permasalahan guna membiasakan peserta didik agar dapat
menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, persepsi, metode
atau prosedur yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kecakapan
tersebut diharapkan dapat dimiliki oleh tiap individu peserta didik secara
keseluruhan. Dengan pengalaman yang dimiliki, peserta didik dapat menganalisa
juga menyelesaikan permasalahan yang dialami. (Hascan & Suyadi, 2021)
Teori kognitif juga memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan proses
pembelajaran bukanlah sekedar kecerdasan semata, namun juga meliputi
bagaimana proses belajar yang mereka lakukan, dengan tahapan-tahapan dalam
proses belajar yang menggunakan tiga tahap belajar menurut teori Bruner.
Diharapkan tujuan pendidikan yang luas ini tidak hanya ditekankan kepada
bagaimana peserta didik mendapat nilai yang bagus, namunj dilihat uga dari segi
keaktifan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajarnya (Wiradintana, 2018)

3. Jenis-jenis Teori Kognitif


Terdapat dua macam Teori Kognitif yang secara umum, teori belajar
kognitif dapat dibagi dalam 2 bagian besar yang lebih spesifik, yaitu: Teori
Kognitif Social dan Teori Kognitif Behavioral atau perilaku.
1. Teori Kognitif Social
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan sosial.
Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan, aturan-
aturan, keterampilan-keterampilan, strategi-strategi, keyakinan-keyakinan, dan
sikap-sikap. Individu-individu juga melihat model-model atau contoh-contoh
untuk mempelajari kegunaan dan kesesuaian prilaku-prilaku akibat dari prilaku
yang di modelkan, kemudian mereka bertindak sesuai dengan keyakinan tentang
kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka
(Yanuardianto, 2019).
2. Teori Kognitif Behavioral
Kognitif behavior berarti suatu rancangan treatmen terapeutik, pengubahan
tingkah laku, dimana penekanan diletakkan pada perubahan aspek-aspek spesifik
dari proses berpikir seseorang yang digunakan metakognisi sebagai alat mencapai
tujuan dan mendorong klien berpikir mengenai pemikirannya sebagai cara
mengubah pemikiran itu. Pada dasarnya teori kognitif behavior meyakini pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses stimulus-kognisi-respon yang saling
berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, dimana
proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia
berpikir, merasa, dan bertindak (Firdaus & Marsudi, 2021).

4. Tahapan-tahapan Teori Kognitif


Dari sekian banyak teori kognitif Teori Piaget menyakini bahwa
perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahapan. Masing-masing tahap
berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda-beda.
Menurut Piaget, semakin banyak informasi tidak membuat pikiran anak lebih
maju. Kualitas kemajuannya berbeda-beda. Tahapan Piaget itu adalah fase
sensorimotor, pra operasional, operasional konkret, dan operasional formal.
Berikut ini penjelasannya:
1. Tahap Sensorimotor
Tahap ini, yang berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia dua tahun,
adalah tahap Piagetian pertama. Dalam tahap ini, bayi menyusun pemahaman
dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra (sensory) mereka (seperti
melihat dan mendengar) dengan gerakan motor (otot) mereka (menggapai,
menyentuh) dan karenanya diistilahkan sebagai sensorimotor. Pada awal tahap ini,
bayi memperlihatkan tidak lebih dari pola reflektif untuk beradaptasi dengan
dunia. Menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukkan pola sensorimotor yang lebih
kompleks.
Piaget percaya bahwa pencapaian kognitif penting di usia bayi adalah object
permanence. Ini berarti pemahaman bahwa objek dan kejadian terus eksis bahkan
ketika objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh.
Pencapaian kedua adalah realiasasi bertahap bahwa ada perbedaan atau batas
antara diri Anda dengan lingkungan Anda. Pemikiran ini akan kacau, tak
beraturan, dan tak bisa diprediksi. Menurut Piaget seperti inilah kehidupan mental
dalam bayi yang baru saja lahir. Jabang bayi tidak dapat membedakan antara
dirinya dan dunianya dan tidak punya pemahaman tentang kepermanenan objek.
Menjelang akhir periode sensorimotor, anak bisa membedakan antara dirinya dan
dunia sekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada dari waktu ke waktu
(Anidar, 2017).
2. Tahap Pra-Operasional

Tahap ini adalah tahap Plagetian yang kedua. Tahap ini berlangsung kurang
lebih mulai dari usia dua tahun sampai tujuh tahun. Ini adalah tahap pemikiran
yang lebih simbolis ketimbang pada tahap sensorimotor tetapi tidak melibatkan
pemikiran operasional. Namun tahap ini bersifat egosentris dan intuitif ketimbang
logis.
3. Tahap Operasional Konkret

Tahap Opersional Konkret adalah tahap perkembanga kognitif Piagetian


ketiga, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun sampai sekitar sebelas tahun.
Pemikiran operasional konkret mencakup pengguna operasi. Penalaran logika
menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan
untuk menggolong-golongkan sudah ada. Tetapi belum bisa memecahkan
problem-problem abstrak.
Operasi konkret adalah tindakan mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan
dengan objek konkret nyata. Operasi konkret membuat anak bisa
mengoordinasikan beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu
kualitas dari satu objek. Pada level operasional konkret, anak-anak secara mental
bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya bisa mereka lakukan secara fisik,
dan mereka bisa membalikkan operasi konkret ini.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini, yang muncul pada usia tujuh sampai lima belas tahun, adalah
tahap keempat menurut teori Piaget dan kognitif terakhir. Pada tahap ini, individu
sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret, dan
memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis (Anidar, 2017).
Untuk jenjang tahunnya seperti keterangan berikut:
1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahum
2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun
3. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun
4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas (Ibda, 2015).

5. Prinsip-prinsip Teori Kognitif


Teori Belajar Kognitif lebih mementingkan proses daripada hasilnya.
Pembelajaran kognitif merupakan gaya belajar aktif yang fokusnya
memaksimalkan potensi otak. Melalui metode ini, peserta didik bisa lebih mudah
menghubungkan informasi baru dengan ide-ide yang sudah ada.
Secara umum, prinsip-prinsip dasar teori Belajar Kognitif antara lain:
• Belajar merupakan suatu bentuk perubahan akan informasi pengetahuan.
• Pembelajaran berfokus pada cara bagaimana peserta didik memperoleh,
memahami, dan menyimpan informasi dalam ingatannya.
• Pembelajaran menekankan pada proses berpikir yang kompleks.
• Kegiatan belajar mengajar melibatkan keaktifan peserta didik untuk
membangun pengalaman belajar.
• Hasil pembelajaran tidak hanya bergantung pada informasi yang diberikan
guru, tapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.

6. Implikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran


1. Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
Ada beberapa hal penting yang diambil terkait teori kognitif sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget, diantaranya adalah :
a) Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri Yang
menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu
mampu mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau
pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi. Maksudnya adalah
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dapat dibentuk dan
dikembangkan oleh individu sendiri melalui interaksi dengan
lingkungan yang terus-menerus dan selalu berubah. Dalam
berinteraksi dengan lingkungan tersebut, individu mampu beradaptasi
dan mengorganisasikan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, wawasan dan
pemahamannya semakin berkembang. Atau dengan kata lain, individu
dapat pintar dengan belajar sendiri dari lingkungannya.
Walaupun demikian, pengetahuan yang diperoleh individu melalui
interaksi dengan lingkungan, adakalanya tidak persis sama dengan apa
yang diperoleh dari lingkungan itu. Individu mampu mengembangkan
pengetahuannya sendiri, mampu memodivikasi pengalaman yang
diperoleh dari lingkungan, sehingga melahirkan pengetahuan atau
temuantemuan baru. Hal ini terbukti banyak ilmuwan yang
menghasilkan temuan-temuan baru yang selama ini tidak dipelajari di
bangku sekolah. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya
sekedar transfer of knowledge, tetapi juga bagaimana merangsang
struktur kognitif inadividu sehingga mampu melahirkan pengetahuan
dan temuan-temuan baru.
b) Individualisasi dalam pembelajaran, dalam proses pembelajaran,
perlakuan terhadap individu harus didasarkan pada perkembangan
kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu. Belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Hal ini disebabkan karena setiap tahap perkembangan
kognitif memiliki karakteristik berbeda-beda. Susunan saraf seorang
akan semakin kompleks seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini
memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Oleh karena itu,
dalam proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Penjenjangan ini
bersifat hirarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan
umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu yang di luar
kemampuan kognitifnya.
Tingkat perkembangan peserta didik harus dijadikan dasar
pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan urutan mata
pelajaran di dalam kurikulum. Hunt (dalam Abu Ahmadi dan Widodo
Supriyono) mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang
menekankan pada perkembangan sensorimotoris dan praoperasional.
Misalnya: belajar menggambar, mengenal benda, menghitung dan
sebagainya. Seorang guru yang bila tidak memperhatikan tahapan-
tahapan perkembangan kognitif, maka akan cenderung menyulitkan
siswa. Contoh lain, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang
shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha
untuk mengkongkretkan konsep-konsep tersebut, tidak hanya sia-sia,
tetapi justru akan lebih membingungkan siswa.
Dalam proses pembelajaran juga harus memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran,
guru harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak. (Nainggolan & Daeli, 2021).
2. Implikasi Teori Belajar Jerome Bruner dalam Pembelajaran
Pada prinsipnya teori Kognitif sebagaimana dikemukakan oleh Bruner
merupakan pengembangan dari teori kognitif Piaget. Bruner lebih menekankan
bagaiman mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh individu. Ada beberapa hal
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran terkait dengan teori
Kognitif Bruner, diantaranya adalah:
a) Partisipasi aktif individu dan mengenal perbedaan. Dalam proses
pembelajaran harus menekankan pada cara individu
mengorganisasikan apa yang telah dialami dan dipelajari. Sehingga
dengan demikian individu mampu menemukan dan mengembangkan
sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip melalui contoh-contoh
yang dijumpai dalam kehidupannya. Untuk mewujudkan hal tersebut,
harus diciptakan lingkungan yang mendukung individu untuk
melakukan eksplorasi dan menemukan gagasan-gagasan baru. Oleh
karena itu tujuan pembelajaran bukan sepenuhnya untuk memperoleh
pengetahuan semata. Tetapi yang terpenting adalah melatih
kemampuan intelek atau kognitif siswa, merangsang keinginan tahu,
dan memotivasi siswa.
b) Guru sebagai tutor, fasilitator, motivator dan evaluator. Dalam belajar
penemuan (Discovery Learning), terjadi perubahan paradigma
terhadap peran guru. Guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran,
tetapi guru memiliki peran sebagai berikut :
1) Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu
terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh
para siswa.
2) Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi
para siswa untuk memecahkan masalah.
3) Guru harus memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu cara enaktif
(melakukan aktifitas), cara ikonik (dengan gambar atau visualisasi),
dan cara simbolik. Dengan kata lain, perkembangan kognitif
individu dapat ditingkatkan dengan cara menata strategi
pembelajaran sesuai dengan isi bahan akan dipelajari dan
karakteristik kognitif individu.
4) Bila siswa memecahkan masalah di laboratonium atau secara
teoretis, guru berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
5) Pènilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan
kemampuan siswa untuk menerapkan prinsip-prinsip itu pada
situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes
objektif, tes essay, penilaian autentik dan penilaian performance.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa guru berperan sebagai tutor,
fasilitator, motivator dan evaluator. Dengan kata lain, guru tidak harus
mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran
pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang
konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru. Selain itu, dalam belajar
penemuan, teman dan siswa memiliki perang yang sangat penting. Sebagaimana
diuraikan di atas, dalam teori Bruner, lebih menekankan agar siswa berperan aktif
dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siwa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang dijumpai dalam kehidupannya. Oleh karena itu, guru harus mengupayakan
agar setiap siswa berpartisipasi aktif, motivasi dan minatnya perlu ditingkatkan,
kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu. (Buto, 2010).
Dalam proses pembelajaran, siswa dapat saling bertukar informasi terhadap
apa yang dipelajari dan ditemukan sendiri. Untuk mengoptimalkan proses
pembelajaran penemuan ini, teori ini dapat juga disajikan dalam bentuk diskusi
kelas, demonstrasi, kegiatan laboratorium, kertas kerja siswa, dan evaluasi-
evaluasi. Pada diskusi, guru harus merumuskan lebih dahulu yang akan dicapai,
mengenai konsep-konsep, prinsip-prinsip atau kemampuan apa saja yang dapat
dikembangkan siswa. Prinsip-prinsip itu diusahakan tersaji dalam bentuk masalah.
Siswa diharapkan dapat merumuskan, mengolah, kemudian memecahkannya,
sehingga dapat menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip sesuai
dengan yang telah direncanakan guru.
3. Implikasi Teori Belajar Ausubel dalam Pembelajaran
Dari uraian tentang teori Ausubel dapat diambil bebarapa catatan penting
terkait dengan pembelajaran, diantaranya adalah :
a) Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan
ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu dalam
proses pembelajaran guru harus mampun memberikan sesuatu yang
bermakna bagi siswa. Sesuatu yang bermakna itu bukan hanya dapat
diperoleh melalui belajar penemuan, tetapi dapat diperoleh melalui
banyak cara. Belajar dengan menghafal dan ceramah pun dapat
menemukan sesuatu yang bermakna, asal dilakukan secara sistematis,
menjelaskan dan menghubungkan antara konsep yang satu dengan
konsep lainnya, menguhubungkan konsep yang baru dengan konsep
yang telah dimiliki oleh siswa. Sebaliknya, belajar penemuan akan
menjadi kurang bermakna, apa bila dilakukan dengan coba-coba dan
tidak sistematis. Untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna ini,
guru sangat dituntut untuk mempu menggali dan mengeksplorasi segala
potensi yang dimiliki oleh siswa dengan berbagai macam strategi,
model, metode dan pendekatan pembelajaran. Sehingga siswa terbantu
dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan
mengekspresikan dirinya guna memendapatkan sesuatu yang bermakna
dari proses pembelajaran.
b) Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari dalam
diri siswa Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi apabila siswa
memiliki minat dan kesiapan untuk belajar. Minat dan kesiapan erat
kaitannya dengan motivasi. Motivasi menurut M. Ngalim Purwanto
merupakan dorongan yang menggerakkan individu untuk
bertingkahlaku. Motivasi yang terpenting adalah motivasi intrinsik, yaitu
motivasi yang datang dari dalam diri individu. Dengan adanya motivasi
intrinsik ini akan menumbuhkan minat dalam diri individu, dan
menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk belajar, baik
mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis. Motivasi intrinsik ini
sesungguhnya dapat dibetuk melalui motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi
yang datang dari luar diri individu. Seperti dorongan dari orang tua,
guru, teman dan sebagainya. Oleh karena itu, guru dan orang tua
memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi
intrinsik dalam diri siswa. Dorongan, perhatian dan kasih sayang orang
tua dan guru merupakan salah satu faktor yang akan menumbuhkan
motivasi intrinsik dalam diri sisiwa terkait dengan belajar. (Nurhadi,
2020).
4. Implikasi Teori Gestal dalam Pembelajaran
Berdasarkan beberapa pokok pikiran terkait dengan teori belajara Gestal,
ada beberapa hal yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya
adalah:
a) Perilaku bertujuan. Belajar harus terarah pada tujuan. Belajar bukan
hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk
mendapatkan pemahaman tentang sesuatu. Proses pembelajaran akan
berjalan efektif jika siswa mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh
karena itu, guru harus menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
b) Pembelajaran akan bermakna apabila siswa mampu memahami secara
totalitas terhadap objek yang dipelajari, memiliki kemampuan mengenal
dan memahami unsur-unsur, mampu memahami keterkaitan unsur-
unsur dalam suatu obyek atau peristiwa, dan keterkaitan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan sebelumnya. (Abdullah,
2016).

Penutup
Bedasarkan uraian sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditarik beberapa
catatan penting, yaitu :
1. Dari teori kognitif sebagaimana dikemukakan oleh Piaget setidaknya ada dua
hal penting yang dapat diambil, yaitu: Pertama, individu dapat
mengembangkan pengetahuannya sendiri. Artinya adalah pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap individu dapat dibentuk oleh individu sendiri melalui
interaksi dengan lingkungan yang terus-menerus dan selalu berubah. Kedua,
perlu adanya individualisasi dalam pembelajaran. Artinya, dalam proses
pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan pada
perkembangan kognitifnya.
2. Berkaitan dengan teori belajar J.S. Bruner, ada beberapa hal penting yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran, Pertama, dalam pembelajaran harus
ada partisipasi aktif individu dan mengenal perbedaan. Kedua, guru dalam
proses pembelajaran perperan sebagai tutor, fasilitator, motivator dan
evaluator.
3. Setidaknya ada dua hal penting yang dapat diambil dari teori belajar Ausubel,
Pertama, kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan
ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Dalam proses pembelajaran
guru harus mampu memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa. Kedua,
belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari dalam diri
siswa. Dengan adanya motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan minat dalam
diri individu, dan menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk
belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis.
4. Beberapa hal penting yang dapat diambil dari teori belajar Gestal, Pertama,
tujuan utama belajar adalah untuk memperoleh pemahaman tentang sesuatu.
Kedua, pembelajaran akan bermakna apabila siswa mampu memahami objek
pembelajaran secara totalitas, memahami unsur-unsur objek yang dipelajari,
mampu mecari hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, dan mampu
menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan sebelumnya.
5. Implikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah dengan cara:
a. Dorong siswa untuk berpikir tentang materi pelajaran dengan cara yang
akan membantu mereka mengingatnya.
b. Bantu siswa mengindentifikasi hal-hal yang paling penting bagi mereka
untuk dipelajari.
c. Berikan pengalaman yang akan membantu siswa memahami topik-topik
yang mereka pelajari.
d. Kaitkan ide-ide baru dengan hal-hal yang telah diketahui dan diyakini
siswa tentang dunia.
e. Pertimbangkan kelebihan dan keterbatasan dalam kemampuan
pemrosesan kognitif siswa pada tingkat usia berbeda.
f. Rencanakan kegiatan-kegiatan kelas yang membuat siswa secara aktif
berpikir dan menggunakan mata pelajaran di kelas.

Bibliografi

Abdullah, A. (2016). Aplikasi Teori Gestalt dalam Mewujudkan Pembelajaran


Bermakna (Meaningful Learning). Jurnal Edukasi.
Anidar, J. (2017). Teori Belajar Menurut Aliran Kognitif Serta Implikasinya Dalam
Pembelajaran. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(2), 8-
16.
Buto, Z. A. (2010). Implikasi teori pembelajaran jerome bruner dalam nuansa pendidikan
modern. Islamic University of Indonesia.
Dahar, R. W. (2011). Theories Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Diane, Papalia, E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Kencana.
Firdaus, W., & Marsudi, M. S. (2021). Konseling Remaja yang Kecanduan Gadget
Melalui Terapi Kognitif Behavior. Studia: Jurnal Hasil Penelitian Mahasiswa,
6(1), 15-24.
Hascan, M. A., & Suyadi. (2021). Penerapan Teori Belajar Kognitif Pada Mata
Pelajaran PAI Tingkat SMP di SIT Bina Insan Batang Kuis. Jurnal Edumaspul,
138-146.
Ibda, F. (2015). Ibda, F. (2015). Perkembangan kognitif: teori jean piaget.
Intelektualita, 3(1).
Jarvis, M. (2011). Teori-Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.
M.Pd, S. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic
Counseling, 1-26.
Nainggolan, A. M., & Daeli, A. (2021). Analisis Teori Perkembangan Kognitif
Jean Piaget dan Implikasinya bagi Pembelajaran. Journal of Psychology"
Humanlight", 2(1), 31-47.
Nurhadi, N. (2020). Teori Kognitivisme serta Aplikasinya dalam
Pembelajaran. EDISI, 2(1), 77-95.
Nurhadi. (2020). TEORI KOGNITIVISME SERTA APLIKASINYA DALAM
PEMBELAJARAN. EDISI : Jurnal Edukasi dan Sains, 78-95.
Surya, M. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti
Winaya.
Wiradintana, R. (2018). REVOLUSI KOGNITIF MELALUI PENERAPAN
PEMBELAJARAN TEORI BRUNER DALAM MENYEMPURNAKAN
PENDEKATAN PERILAKU (BEHAVIOURAL APPROACH). Oikos:
Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi, 47-51.
Wisman, Y. (2020). Teori Belajar Kognitif Dan Implementasi Dalam Proses
Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang, 209-215.
Yanuardianto, E. (2019). Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis dalam
Menjawab Problem Pembelajaran di Mi). Auladuna: Jurnal Prodi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah, 1(2), 94-111.

Anda mungkin juga menyukai