Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam proses perjalanan hidupnya pasti mengalami sebuah proses
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan biasanya mencakup pada suatu
hal yang dapat diukur secara kuantitatif dan terlihat secara kasat mata,
misalnya tinggi atau berat badan. Sedangkan perkembangan adalah hal yang
mencakup sesuatu yang diukur secara kualitatif, misalnya perkembangan
reproduksi dan kognitif.
Perkembangan kognitif menjadi suatu hal yang penting untuk dapat
menjalankan fungsi sebagai manusia. Perkembangan adalah perubahan yang
berkesinambungan dan progresif dalam perjalanan kehidupan manusia,
dimulai dari lahir hingga meninggal. Sedangkan kognitif merupakan
serangkaian aktivitas-aktivitas yang mencakup proses berpikir, pemahaman
dan penalaran akan sesuatu. Perkembangan kognitif dapat diartikan sebagai
tahapan perubahan yang dialami manusia dalam usaha untuk melakukan
proses berfikir guna mendapat serangkaian ilmu pengetahuan.
Perkembangan kognitif erat kaitannya dengan kecerdasan atau intelegensi.
Kecerdasan mempengaruhi setiap proses perkembangan yang akan dilalui oleh
manusia. Kecerdasan membantu manusia untuk terus belajar dan
menumbuhkan potensi yang ia punya agar bisa terus menjaga eksistensinya
sebagai manusia.
Pembahasan perkembangan kognitif menjadi sebuah daya tarik tersendiri
bagi banyak ilmuwan. Beberapa ilmuwan yang memfokuskan diri membahas
mengenai perkembangan kognitif adalah Jean Piaget dan Al-Ghazali. Kedua
tokoh tersebut tentu memiliki pandangan tersendiri mengenai teori
perkembangan kognitif. Perbedaan pandangan dan persepektif ilmu menurut
teori psikologi barat (Jean Piaget) dan islam (Al-Ghazali) tentu membawa
sebuah khazanah ilmu yang luas yang diharapkan mampu menambah
pengetahuan yang kita miliki.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan umum dari esai ini adalah sebagai upaya memperkaya pengetahuan
pembaca khususnya mengenai perkembangan kognitif. Tujuan khusus yang
menjadi poin utama adalah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
mengenai teori perkembangan kognitif berdasarkan pandangan tokoh
psikologi barat dan tokoh psikologi islam.
Manfaat esai ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis mengenai
perkembangan kognitif berdasarkan pandangan tokoh psikologi barat dan
tokoh psikologi islam.
2. Bagi pembaca
Dapat menjadi salah satu sumber referensi untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai perkembangan kognitif
berdasarkan pandangan tokoh psikologi barat dan tokoh psikologi islam.

BAB II
Kajian Literatur
2.1 Teori/Pemikiran Tokoh
a. Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget
Perkembangan kognitif telah menjadi sebuah topik bahasan yang
banyak dikaji oleh beberapa ahli psikologi barat, termasuk Jean Piaget.
Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif adalah suatu proses biologis
yang melibatkan genetik yang didasarkan pada mekanisme perkembangan
sistem saraf (Arifin,S, 2016). Semakin individu berkembang menuju fase
dewasa, terjadi banyak perubahan-perubahan pada susunan sel saraf yang
membuat makin meningkatnya kualitas kemampuan kognitif yang
dimilikinya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif bukanlah sesuatu hal
yang dapat dilihat secara kuantitatif, namun lebih kepada kualitatif.
Setiap tahapan manusia memiliki perbedaan pada daya dan perkembangan
kognitifnya. Menurut Syaodih (2015) setiap tahap perkembangan kognitif
memiliki bentuk keseimbangan tertentu sebagai bentuk pemecahan
masalah yang bisa dilakukan di setiap tahap perkembangan manusia. Hal
ini juga bermakna bahwa perbedaan keseimbangan ini memungkinkan
adanya transformasi dari bentuk pemahaman atau penalaran sederhana
menjadi bentuk yang lebih kompleks seiring bertambahnya usia.
Terdapat empat aspek perkembangan kognitif menurut Piaget,
yaitu :
1. Kematangan
Mencakup kematangan dalam mekanisme biologis atau dalam hal
ini adalah kematangan dalam sistem saraf.
2. Pengalaman
Individu merasakan sebuah kejadian dengan dunia luar dan
merasakan adanya hubungan timbal balik yang menyertainya.
3. Interaksi Sosial
Interaksi dengan lingkungan dan sosial memberi peranan yang
penting terhadap perkembangan kognitif.
4. Ekuilibrasi
Merupakan sebuah proses pengaturan diri yang bekerja untuk
mengatur berbagai interaksi individu dengan interaksi lingkungan,
sosial maupun pengalaman yang di miliki sebagai upaya
menjalankan perkembangan kognitif secara terpadu.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2012), setiap manusia melewati
empat tahapan perkembangan kognitif selama masa hidupnya, dimulai dari
masa bayi hingga lanjut usia. Setiap tahapan perkembangan ini dilalui
secara terstruktur dan berurutan. Adanya tahapan perkembangan kognitif
ini membersamai adanya kemampuan intelektual yang berbeda di setiap
tahapannya, untuk mempersiapkan manusia memahami kehidupan dan
dunia yang lebih kompleks. Empat tahapan perkembangan kognitif
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Pada tahap ini, individu membangun pemahaman melalui
pengalaman-pengalaman fisik dan sensoris. Pengalaman fisik
mencakup gerakan anggota tubuh atau dikenal dengan motorik,
misalnya kemampuan menggenggam sebuah benda. Sedangkan
pengalaman sensoris mencakup koordinasi antar panca indra,
misalnya kemampuan dalam penglihatan dan pendengaran.
Perpaduan kedua pengalaman tersebut membentuk adanya
pengalaman sensorimotor, dimana akan membantu individu untuk
mengembangkan kemampuan intelektualnya. Contoh tindakan
sensorimotor adalah apabila seorang bayi melihat mainan yang
berwarna mencolok, kemudian ia berjalan dan menggenggam
mainan tersebut.
2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Tahap kedua adalah praoperasional dimana individu telah
mengenal gambar dan kata untuk menggambarkan dunianya.
Tetapi menurut Piaget, individu pada usia prasekolah belum
mampu melakukan hal ‘operasi’, yaitu tindakan mental yang
diinternalisasikan yang memungkinkan anak-anak melakukan
secara mental apa yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Individu dalam tahap ini telah mampu melakukan operasi dengan
menggunakan objek-objek dan mampu bernalar secara logis,
melalui sebuah hal yang bersifat konkret dan spesifik.
4. Tahap Operasional Formal (11-dewasa)
Kemampuan bernalar individu terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Pada tahap ini, individu sudah mampu bernalar
secara abstrak dan lebih logis. Individu mulai mampu memikirkan
masa depan dan mempersiapkannya. Dalam upaya pemecahan
masalah, individu bekerja lebih sistematis untuk mendapatkan
sebuah solusi.
Terdapat dua proses dalam usaha membangun pemahaman
terhadap dunia melalui perkembangan kognitif, yaitu organisasi dan
adapatasi. Organisasi adalah fakta yang menyataan bahwa terdapat kaitan
yang terjadi satu sama lain dalam struktur kognitif. Sedangakan adaptasi
adalah kecenderungan individu untuk menyelaraskan dirinya dengan
lingkungan. Adaptasi terdiri atas dua hal, yaitu asimilasi dan akomadasi.
Asimiliasi merupakan kecenderungan untuk memahami pengalaman baru
yang didasarkan pada pengalaman terdahulu yang muncul lebih awal.
Kemudian akomodasi adalah perubahan struktur kognitif akibat adanya
pengalaman baru yang dialami.
b. Perkembangan Kognitif Menurut Al-Ghazali
Kognitif atau yang biasa disebut dengan akal (‘aql) oleh Al-
Ghazali adalah bagian terpenting dalam proses pencarian ilmu
pengetahuan untuk menjaga eksistensi sebagai manusia. Al-Ghazali
memiliki pandangan bahwa untuk memahami ilmu secara hakiki, tidak
cukup dengan hanya melalui indra dan akal, namun terdapat kebenaran
abstrak berupa wahyu ilahi. Pandangan inilah yang menjadi jembatan
awal Al-Ghazali dalam memaknai suatu hal, termasuk kognitif (‘aql)
manusia.
Menurutnya, akal berdasarkan kadarnya dalam jiwa rasional
manusia terdiri atas dua macam, akal teoritis (‘alimah) dan akal praktis
(‘amilah). Akal praktis menurut Fuadi (2013) berfungsi untuk
menggerakkan anggota tubuh untuk melakukan tugas dan
kepentingannya. Akal praktis dapat mencakup pada kreativitas dan
pembentukan akhlak dalam diri manusia. Pengetahuan yang berasal dari
akal praktis terbatas hanya pada kenyataan yang nampak. Kajian lebih
mendalam mengenai pengetahuan-pengetahuan kemudian menjadi tugas
bagi akal teoritis. Akal teoritis bekerja untuk menjelaskan dan
menyempurnakan sesuatu yang bersifat abstrak (Fuadi, 2013). Al-Ghazali
membagi akal teoritis menjadi empat tingkatan, yaitu :
1. Akal hayulani (akal material)
Dalam tingkat pertama ini, akal berfungsi untuk memahami dan
mengetahui kenyataan-kenyataan yang mendasar yang dapat
dilakukan melalui panca indra
2. Akal naluri
Akal ini berfungsi untuk mencari tahu kebenaran dan hakikat
dibalik kenyataan-kenyataan yang ada. Akal naluri akan membawa
manusia melaju pada tahap pencarian kebenaran yang lebih jauh
untuk memberi keyakinan akan kebenaran yang diperolehnya
3. Akal aktif
akal aktif berfungsi untuk memperoleh dan memahami
pengetahuan yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya.
4. Akal mustafad
Merupakan tingkatan akal yang fungsinya paling sempurna dan
kedudukannya paling tinggi diantara ketiga akal lainnya menurut
Al-Ghazali. Melalui akal ini, manusia mampu menggunakannya
sebagai salah satu solusi dalam memecahkan sebuah masalah. Akal
mustafad dapat menghasilkan kebenaran dan keyakinan akan
pengetahuan secara faktual.
2.2 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai
perkembangan kognitif oleh beberapa peneliti. Salah satu penelitian tentang
perkembangan kognitif adalah penelitian pustaka dengan judul “Konsep
Pendidikan Anak Dalam Persepektif Al-Ghazali (Analisis Teori Tahap-tahap
Perkembangan Jean Piaget)” yang dilakukan oleh Nurus Sa’adah yang berasal
dari Universitas Islam Negeri Malang. Dari hasil penelitian pustaka yang ia
lakukan, ia menemukan bahwa Al-Ghazali menggunakan al-quran dan as-
sunnah sebagai dasar pendidikan bagi anak. Aspek pendidikan yang
dirumuskan oleh Al-Ghazali adalah mencakup pendidikan keimanan, akhlak,
‘aqliyah, sosial dan jasmani. Al-Ghazali dalam merumuskan konsep
pendidikan bagi anak sangat memperhatikan perkembangan kognitif dan
moral. Al-Ghazali meyakini bahwa terdapat tahapan dalam perkembangan
kognitif anak yang dimulai dari kemampuan meniru hingga kemampuan
berpikir abstrak dan melakukan hipotesis. Pandangan Al-Ghazali tersebut
sejalan dengan Piaget dimana ia menyatakan bahwa kemampuan kognitif
berkembang menurut tahapan dari hal sederhana menjadi hal yang lebih
kompleks. Selanjutnya Al-Ghazali memaparkan bahwa perkembangan
kognitif anak dipengaruhi faktor hereditas (keturunan) dan lingkungan.
Berbeda dengan Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif
dipengaruhi oleh hereditas dan kematangan organisme secara biologis.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Al-Ghazali sendiri yang melakukan
sebuah eksperimen untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang sumber
yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif. Al-Ghazali melakukan
sebuah penelitian yang didasarkan pada pengalaman yang ia miliki. Ia pada
awalnya memiliki pandangan bahwa pengetahuan didapatkan melalui
inderawi. Setelah melalui beberapa kejadian, ia menyadari bahwa
pengetahuan indera tidak luput dari kesalahan. Langkah selanjutnya yang ia
lakukan adalah memberi penilaian, bahwa kesalahan pada indera dapat
dibuktikan dengan akal dengan bantuan pengamatan dan eksperimen. Karena
penelitian yang ia lakukan tersebut, Al-Ghazali meyakini bahwa indera tidak
terlalu memberikan kontribusi pada perkembangan kognitif namun lebih pada
akal seperti pengetahuan aksioma-aksioma yang bersifat apriori.

BAB III
Analisis
3.1 Komparasi
Berdasarkan pemaparan teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget dan
Al-Ghazali, penulis menyadari terdapat persamaan dan perbedaan dari kedua
konsep teori tersebut. Hal pertama yang mendasari perbedaan dari kedua konsep
ini adalah sumber perkembangan kognitif, dimana keduanya memiliki pandangan
yang berbeda. Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif berkembang
karena adanya kematangan sistem saraf dalam tubuh manusia yang membantunya
berkembang dalam hal intelegensi atau kecerdasan. Seiring berkembangnya usia,
maka kematangan sistem saraf secara biologis juga akan turut berkembang. Hal
inilah yang mendasari Piaget memiliki asumsi bahwa di setiap tahapan
perkembangan, manusia secara bertahap mampu memiliki kemampuan kognitif
secara lebih kompleks. Berbeda dengan Al-Ghazali, yang mana ia memiliki
pandangan bahwa hal yang mendasari berkembangnya kemampuan kognitif
manusia adalah disebabkan peran lingkungan yang dominan. Hal ini didukung
pula dengan kesangsian Al-Ghazali terhadap indra sebagai sumber pemahaman
terhadap pengetahuan, yang mana merupakan bagian dari sistem saraf.
Namun sebenarnya, Piaget sendiri telah menyebutkan beberapa aspek yang
mempengaruhi perkembangan kognitif seseorang, salah satunya adalah interaksi
sosial. Menurutnya, interaksi manusia terhadap lingkungan dan sosialnya
memberi dampak bagi perkembangan kognitifnya. Selain membawa dampak,
interaksi sosial menurut Piaget juga turut mengambil peran penting bagi
perkembangan kognitif manusia. Ketidakjelasan konsep mana yang sebenarnya
menjadi acuan Piaget mengenai hal apa yang sangat mempengaruhi
perkembangan kognitif, apakah berasal dari proses hereditas biologis ataukah
lingkungan, tentu patut dipertanyakan. Apakah keduanya memang berjalan
seiringan ataukah hanya berat pada salah satunya. Penulis memiliki asumsi
tersendiri setelah menelaah lebih lanjut bahwa yang sangat berperan penting
dalam perkembangan kognitif adalah keduanya, baik hereditas biologis (sistem
saraf) dan lingkungan. Lingkungan memberikan sebuah contoh dan model untuk
memberikan pembelajaran bagi manusia dalam usaha mengembangkan
kognitifnya (akal). Model dari lingkungan dapat menjadi suatu stimulus yang
dapat mengaktifkan kinerja sistem saraf. Seperti mekanisme kerja sistem saraf
sebagai berikut :

Stimulus →Reseptor (Indra) → Saraf → Respon

Jika tidak ada stimulus dari lingkungan, tentu sistem saraf tidak akan
bekerja. Sebaliknya, apabila tidak ada pengaruh dari sistem saraf, maka stimulus
saja tidak cukup untuk memproses dan menghasilkan suatu respon. Sehingga
kolaborasi keduanya sangat di butuhkan bagi kelangsungan perkembangan
kognitif agar manusia bisa mendapatkan dan memahami sebuah pengetahuan.
Piaget juga tidak menyebutkan adanya faktor-faktor lain diluar sistem
biologis atau lingkungan sebagai pengaruh dari perkembangan kognitif.
Sedangkan Al-Ghazali menyebutkan bahwa terdapat sumber yang menjadi
kekuatan utama dalam proses perkembangan kognitif, yaitu wahyu. Hal tersebut
jelas menjadi sebuah perbedaan yang sangat mencolok, sebab Piaget sendiri
meyakini sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris dan logis mengingat latar
belakangnya yang merupakan seorang ilmuwan yang berasal dari barat, yang tentu
sangat jarang mencampuradukkan urusan agama dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, persamaan dari kedua tokoh ini mengenai konsep
perkembangan kognitif adalah keduanya meyakini bahwa terdapat tahapan-
tahapan yang dilalui manusia dalam upaya mengembangkan kemampuan
kognitifnya. Kedua tokoh ini memiliki pandangan bahwa semakin tinggi tahapan
yang sedang dialami oleh manusia, maka kemampuan kognitif yang manusia
miliki akan semakin kompleks sehingga memudahkan manusia dalam memahami
pengetahuan dan membantunya dalam pemecahan masalah. Tetapi yang patut
menjadi perhatian adalah pada tingkatan akal yang disebutkan oleh Al-Ghazali,
menurut penulis, Al-Ghazali belum mampu menjelaskan secara lebih konkret
mengenai contoh dari perilaku-perilaku seperti pada penjelasan tahapan
perkembangan kogntiif Piaget yang dapat muncul disetiap tingkatannya. Tidak
seperti Piaget yang menyebutkan usia dalam setiap tahan kognitifnya, Al-Ghazali
tidak menjelaskan secara lebih rinci mengenai usia-usia secara spesifik yang
terjadi pada setiap tingkatan akal tersebut. Sehingga dibutuhkan pemahaman yang
lebih mendalam untuk bisa mengerti maksud dari penjelasan tingkatan akal Al-
Ghazali agar lebih mudah dalam upaya mengidentifikasi tingkatan akal manusia
menurut teori Al-Ghazali.
3.2 Skema

Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif


Piaget Al-Ghazali

Herediter bilogis Wahyu &


(Sistem saraf) Lingkungan

Akal Akal (Akal praktis


dan akal teoritis)

Struktur Kognitif Struktur akal teoritis


(Tahapan perkembangan (Tahapan perkembangan
kognitif) kognitif)
1. Tahap sensorimotor 1. Akal hayulani
2. Tahap Praoperasional 2. Akal naluri
3. Tahap operasional konkret 3. Akal aktif
4. Tahap operasional formal 4. Akal mustafad

BAB IV

Kesimpulan

Perkembangan kognitif merupakan sebuah rangkaian perubahan yang


dilalui dengan proses berfikir untuk mendapatkan dan memahami sebuah
pengetahuan demi menjaga esksistensi sebagai manusia. Terdapat beberapa
pandangan mengenai perkembangan kognitif yang didasarkan pada teori psikologi
barat dan psikologi islam. Menurut psikologi barat, dalam hal ini mengutip
pandangan dari ilmuwan Jean Piaget, kognitif atau akal banyak dipengaruhi oleh
aktivitas-aktivitas hereditas biologis yaitu sistem saraf. Terdapat empat tahapan
yang dilalui manusia dalam upaya mengembangkan kemampuan kognitifnya.
Sedangkan menurut pandangan psikologi islam, dalam hal ini merujuk pada
pandangan tokoh Al-Ghazali, akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Selain
itu, faktor utama lain yang mempengaruhi berkembangnya akal manusia adalah
wahyu. Al-Ghazali juga memaparkan bahwa manusia mengalami empat tingkatan
akal dalam proses perkembangan kognitifnya.
Daftar Referensi

Arifin, S. (2016). Perkembangan Kognitif Manusia dalam Perspektif Psikologi


dan Islam. Tadarus, 5(1), 50-67.
Fuadi, F. (2013). Peran Akal Menurut Pandangan Al-Ghazali. Substantia, 15(1),
81-90.
Kurnia, R. (2017). Konsep Perkembangan Kognitif (Akal) Menurut Al-Ghazali
Dan Jean Piaget (Studikomparatif Akal Menurut Al-Ghazali Dan Akal
Menurut Jean Piaget. Lampung : Uin Raden Intan
Sa'adah, N. (2008). Konsep Pendidikan Anak Dalam Perspektif Al-Ghazali:
Analisis Teori Tahap-Tahap Perkembangan Jean Piaget. Malang :
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Santrock, J. (2012). Life Span Development 13th Ed. Penerbit Erlangga : Jakarta
Yahya, A. D. (2018). Konsep Perkembangan Kognitif Perspektif Al-Ghazali Dan
Jean Piaget. Konseli, 5(2), 97-104.
MAKALAH TUGAS AKHIR
MATA KULIAH PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
“Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget Dan Al-Ghazali”

KELAS F – 2018

Aulia Rachma (201810230311437)

Dosen Pengampu : Rizky Susanti, S.Psi., M.Si

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai