Anda di halaman 1dari 17

i

INTELIGENSI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan
Yang diampu oleh Ibu Nanda Septiana, M.Pd.

Disusun oleh :
1. Abd. Rahman Romadhon (20381021002)
2. Nurul Yatima (20381022030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2021
ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat inayah Allah swt. Makalah “Ruang Lingkup Ilmu


Tauhid” telah selesai kami kerjakan. Tiada harapan sedikitpun dari kami kecuali
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Makalah ini dibuat sebagai tugas dari
yang terhormat Ibu Nanda Septiana, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah ini
dan kami harap dapat menimba ilmu yang banyak dari beliau.

Kami merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan makalah ini yang


berjudul “Inteligensi”. Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
kita semua yang dimana kita berada dalam dunia pendidikan, sehingga kita
mampu menyalurkan ilmu yang kita miliki dapat tersampaikan dengan baik.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan kami memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Sumenep, 07 Maret 2021

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

SAMPUL.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Inteligensi ..................................................................................................... 3
B. Teori Inteligensi ........................................................................................... 7
C. Pengukuran Inteligensi ................................................................................. 9
BAB III PENUTUP............................................................................................... 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
B. Saran........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk ciptaan yang dibentuk secara sempurna

oleh Allah ‫ﷻ‬. Dengan dilengkapi akal dan hati yang sempurna,

menjadikan manusia sebagai makhluk yang memiliki rasa kepenasaran


(selalu ingin tahu ilmu) dan rasa sosial kemasyarakatan. Inteligensi
merupakan istilah yang mungkin sering didengar dalam dunia pendidikan.
Hal ini disebabkan karena pendidikan dihadapkan pada anak-anak yang
memiliki berbagai kemampuan inteligensi.
Setiap pendidik merupakan peran utama dalam dunia pendidikan.
Pendidik dihadapkan dengan berbagai kemampuan inteligensi setiap
peserta didik. Maka dari itu, pendidik diharapkan mengetahui metode
pembelajaran yang harus dilakukan terhadap peserta didik. Dengan
mengetahuinya serta melakukan inovasi pembelajaran yang baik,
inteligensi yang dimiliki setiap peserta didik akan diasah dan menjadikan
suatu bakat dalam dirinya.
Para ahli tidak mencapai kesepakatan dalam banyak hal mengenai
inteligensi. Definisi-definis yang dikemukakan menunjukkan batasan yang
tidak serupa. Mereka juga tidak sepaham tentang inteligensi bisa
didapatkan secara bawaan lahir atau bisa didapatkan dalam dunia
pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu inteligensi?


2. Bagaimana teori-teori inteligensi?
3. Bagaimana pengukuran inteligensi?
2

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi inteligensi.


2. Untuk mengidentifikasi teori-teori inteligensi.
3. Untuk mengidentifikasi pengukuran inteligensi.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Inteligensi

Inteligensi adalah kecerdasan; ketajaman pikiran.1 Inteligensi juga


dapat diartikan sebagaimana kata itu berasal dari bahasa Latin yaitu
Intelligentia yang berarti kekuatan akal manusia.2
Dalam arti yang lebih luas, inteligensi ialah kemampuan yang dibawa
sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
yang tertentu.3 Suatu kepandaian ataupun yang dianggap kebodohan
merupakan salah satu tolak ukur seseorang dalam menentukan dirinya
memiliki tingkat inteligensi yang tinggi atau rendah.
Sebagaimana William Sterm mengemukakan batasan sebagai berikut:
Inteligensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan
baru, dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan
tujuannya.4 William juga berpendapat bahwa sebagian besar inteligensi
tergantung dengan dasar dan keturunan. Pendidikan atau lingkungan tidak
begitu berpengaruh kepadaa inteligensi seseorang.
Hal sepadan disampaikan oleh seorang Mahaguru di Amsterdam yaitu
Prof. Waterink menyatakan bahwa menurut penyidikannya belum dapat
dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau dilatih.5 Akan tetapi,
tidak menutup kemungkinan, seseorang yang awalnya terlahir dalam
tingkat inteligensinya yang rendah atau bahasa mudahnya orang yang
berpikir (intelek)-nya yang rendah, bisa meningkatkan inteligensinya lebih
baik lagi dengan cara yang lebih tepat.
Juga kenyataan membuktikan bahwa daya pikir anak-anak yang telah
mendapat didikan dari sekolah, menunjukkan sifat-sifat yang lebih baik

1
Pius A Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Penerbit Arkola, tt),
hlm. 270.
2
Binti Maunah, Psikologi Pendidikan (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2014), hlm. 72.
3
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 52.
4
Ibid, hlm. 52.
5
Ibid, hlm. 52.
4

daripada anak yang tidak bersekolah.6 Dengan adanya cara yang tepat ini,
baik yang dilakukan pendidikan dalam sekolah formal maupun ikut andil
dalam pendidikan informal, misalnya organisasi, majelis ta’lim, ataupun
yang lainnya dapat memperbaiki inteligensi seseorang.
Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa7:
1. Inteligensi itu ialah faktor total. Berbagai macam daya jiwa erat
bersangkutan di dalamnya (ingatan, fantasi, perasaan, perhatian,
minat, dan sebagainya turut mempengaruhi inteligensi seseorang).
2. Kita hanya dapat mengetahui inteligensi, dari tingkah laku atau
perbuatannya yang tampak. Inteligensi hanya dapat kita ketahui
dengan cara tidak langsung, melalui “kelakuan inteligensinya”.
3. Bagi suatu perbuatan inteligensi bukan hanya kemampuan yang
dibawa sejak lahir saja yang penting. Faktor-faktor lingkungan
dan pendidikan pun memegang peranan.
4. Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat
menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan
menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan
itu.

Winkel dan Suryabrata membuat pengelompokkan definisi dengan


cara yang berbeda. Menurut Winkel (1996:138), inteligensi dapat
diberikan pengertian luas dan sempit. Dalam arti luas, inteligensi adalah
kemampuan mencapai prestasi dalam berbagai bidang kehidupan. Sedang
dalam arti sempit, inteligensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi
di sekolah. Inteligensi dalam pengertian sempit mempunyai pengertian
yang sama dengan kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.8

Definisi lain tentang inteligensi beberapa ilmuwan menjelaskan bahwa


inteligensi ialah suatu kemampuan umum yang merupakan suatu kesatuan.

6
Ibid, hlm. 52.
7
Ibid, hlm. 52-53.
8
Purwanto, Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya (Online), tersedia:
jurnaldikbud.kemdikbud.go.id
5

Yang lainnya berpendapat bahwa inteligensi bergantung pada banyaknya


kemampuan yang saling terpisah. Ilmuwan lain berpendapat bahwa9:
1. Charles Sperman
Charles Sperman berpendapat bahwa inteligensi merupakan
kemampuan yang tunggal. Dia menyimpulkan bahwa semua tugas
dan prestasi mental hanya menuntut dua macam kualitas saja
yaitu inteligensi umum dan keterampilan individu dalam hal
tertentu. Misalnya, ketika seorang harus memecahkan soal
aljabar, maka yang dibutuhkan ialah inteligensi murni orang ini
dan pemahaman akan berbagai rumus dan konsep aljabar itu
sendiri. Sperman juga berpendapat bahwa orang yang cerdas
mempunyai banyak sekali faktor umum tersebut.
2. L.I. Thurstone
Thurstone adalah seorang ahli di bidang listrik di Amerika yang
kemudian menerjunkan diri dalam pembuatan tes, lebih
menekankan aspek terpisah-pisah dari inteligensi. Dia
menyatakan dengan tegas bahwa inteligensi umum dari tujuh
kemampuan yang dapat dibedakan dengan jelas yaitu:
a. Untuk menjumlah, mengurangi, mengalikan, dan
membagi.
b. Menulis dan berbicara dengan mudah.
c. Memahami dan mengerti makna kata yang diucapkan.
d. Memperoleh kesan akan sesuatu.
e. Mampu memecahkan persoalandan mengambil pelajaran
dari pengalaman lampau.
f. Dengan tepat dapat melihat dan mengerti hubungan beda
dalam ruang.
g. Mengenali objek pangan tepat dan cepat.
3. William Stern
William Stern mengemukakan inteligensi apalah kesanggupan
jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam

9
Binti Maunah, Psikologi Pendidikan (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2014), hlm. 74-76.
6

suatu situasi yang beru dengan menggunakan alat-alat berpikir


yang sesuai dengan tujuannya. Wiliam Sterm berpendapat bahwa
inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan.
Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada
inteligensi seseorang.
4. Prof. Kohnstermm
Kohnstermm berpendapat bahwa inteligensi itu dapat
dikembangkan, tetapi memenuhi syarat-syarat tertentu dan hanya
mengenai segi kualitasnya saja, syarat-syarat itu ialah pertama,
bahwa pengembangan itu hanya sampai batas kemampuannya
saja. Pengembangan tidak dapat melebihi batas itu dan setiap
orang mempunyai batas-batas berlainan. Kedua, terbatas juga
pada mutu inteligensi, artinya seseorang tidak akan selesai
mengerjakan sesuatu data mutu inteligensinya. Ketiga,
perkembangan inteligensi, bergantung pula pada cara berpikir
yang metodis.
5. Prof. Waterink
Waterink adalah seorang mahaguru di Amsterdam yang
menyatakan bahwa menurut penyelidikannya belum dapat
dibuktiikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau dilatih.
Belajar berpikir hanya diartikannya, bahwa banyaknya
pengetahuan bertambah akan tetapi berarti bahwa kekuatan
berpikir Xu tidak dapat dikatakan inteligen, Kedua, perbuatan
inteligen sifatnya serasi tujuan dan ekonomis untuk mencapai
tuujuan yang hendak diselesaikannya, dicarinya jalan yang dapat
menghemat waktu maupun tenaga. Ketiga, masalah yang dihadapi
harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang
bersangkutan. Adanya suatu masalah bagi orang dewasa mudah
memecahkannya atau menjawabnya, hampir tiada berpikir sedang
bagi anak-anak harus dijawab anak itu inteligen.
7

B. Teori Inteligensi

Pendefinisian inteligensi memang tidak terlepas dari yang namanya


teori-teori inteligensi. Berikut ini teori-teori yang berkaitan dengan
inteligensi adalah10:
1. Teori Uni Faktor
Pada tahun 1991, Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori
tentang inteligensi yang disebut Uni faktor theory. Teori ini dikenal
pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori ini inteligensi
merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara
kerja inteligensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan
seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau
memecahkan sesuatu masalah adalah bersifat umum pula.
Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan fisiologis ataupun
akibat belajar. Kapasitas umum (General Capacity) yang
ditimbulkan itu lazim dikemukakan dengan kode “G”.
2. Teori Two Faktor
Pada tahun 1904 yaitu sebelum Welhelm Stern, seorang ahli
matematika bernama Charles Spearman, mengajukan sebuah teori
tentang inteligensi. Teori Spearman itu dikenal dengan sebutan
Two kinds of factors theory. Spearman mengembangkan teori
inteligensi berpasarkan suatu faktor mental umum yang diberi kode
“G” serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanpa “S” menentukan
tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan.
Orang yang inteligensinya mempunyai faktor “G” luas, memiliki
kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dia dapat
mempelajari bermacam-macam pelajaran seperti matematika, sains,
sejarah, dan sebagainya. Dengan menggunakan berbagai simbol
abstrak. Orang yang memiliki faktor “G” sedang atau rata-rata, ia
mempunyai kemampuan sedang untuk mempelajari bidang-bidang
studi. Luasanya faktor “G” ditentukan pada gagasan, bahwa fungsi

10
Ibid, hlm. 78.
8

otak tergantung kepada ada dan tidaknya struktur atau koneksi


yang tepat bagi situasi atau masalah tertentu yang khusus. Dengan
demikian luasnya faktor “S” mencerminkan kerja khusus dari
otak,bukan karena struktur khusus otak faktor “S” lebih bergantung
kepada organisasi neurologis yang berhubungan dengan
kemampuan-kemampuan khusus.
3. Teori Multi Faktor
Teori inteligensi Multi Faktor dikembangankan oleh E.L.
Thorndike. Teori ini tidak berhubungan dengan konsep general
ability atau faktor “G”. Menurut teori ini, inteligensi terdiri dari
bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon.
Hubungan-hubungan neural khsuus inilah yang mengarahkan
tingkah laku individu. Ketika seorang dapat menyebutkan sebuah
kata, mengahafal sajak, menjumlahkan bilangan, atau melakukan
pekerjaan, itu berarti bahwa ia dapat melakukan itu karena
terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar
atau latihan. Manusia diperkirakan memiliki 13 miliar urat syaraf
sehingga memungkinkan adanya hubungan neural yang banyak
sekali. Jadi, intelegensi menurut teori ini adalah jumlah koneksi
aktual dan potensial di dalam sistem syaraf.
4. Teori Primari Mental Ability
L.I. Thurstone telah berusaha menjelaskan tentang organisasi
inteligensi yang abstrak. Ia dengan menggunakan tes-tes mental
serta tenik-teknik statistik khusus membagi inteligensi menjadi
tujuh kemampuan primer, yaitu:
a. Kemampuan numerial/matematis
b. Kemampuan verbal, atau bahasa
c. Kemampuan abstraksi berupa visualisasi atau berpikir
d. Kemampuan untuk menghubungkan kata-kata
e. Kemampuan membuat keputusan, baik induktif maupun
deduktif
9

Menurut teori ini, bahwa inteligensi merupakan suatu penjelasan


daripada ketujuh kemampuan primer itu adalah independen serta
menjadikan fungsi-fungsi pikiran yang berbeda atau berdiri sendiri.
Para ahli lain menyoroti teori ini sebagai teori yang mengandung
kelamahan karena menganggap adanya pemisahan fungsi atau
kemampuan pada mental individu. Menurut mereka setiap
kemampuan individu adalah saling berhubungan secara integrative.
5. Teori Sampling
Untuk menyelasaikan tentang inteligensi, Godfrey R Thomson
pada tahun 1916 mengajukan sebuah teori rang disebut teori
sampling. Teori ini kemudian disempurnakan lagi dari berbagai
kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman
itu terkuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Masing-
masing bidang hanya dikuasai sebagian-sebagian saja. Ini
mencerminkan kemampuan mental manusia. Inteligensi berupa
berbagai kemampuan yang over lapping. Inteligensi beroperasi
dengan terbatas pada setiap sampel dari berbagai kemampuan atau
pengalaman dunia nyata. Sebagai gambaran, misalnya saja dunia
nyata terdapat kemampuan atau bidang-bidang pengalaman A, B,
C. Inteligensi bergerak dengan sampel, misalnya sebagian A dan
sebagian B atau dapat pula sebagian dari bidang A, B, C.

C. Pengukuran Inteligensi

Dalam psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan


menggunakan alat-alat psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah
Psikotest.11 Hasil pengukuran intelegensi biasanya dinyatakan dalam
satuan ukuran tertentu yang dapat menyataakan tinggi rendahnya
intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence Quotioent). Intelegensi
pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur perbedaan-perbedaan
kemampuan individu tersebut, para psikolog telah mengembangkan
sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet (1857-1911), seorang

11
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 135.
10

dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas sebagai orang yang
paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes intelegensi ini.
Seri tes dari Binet-Simon ini, pertam akali diumumkan antara 1908-
1911 yang diberi nama: Chelle Matrique de linteligence atau skala
pengukur kecerdasan. Tes binet-simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan-
pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut umur (untuk
anak-anak umur 3-15tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat
mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di
sekolah. Seperti mengulang kalimat,dengan tes semacam inilah usia
seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tesitu ternyata tidak tentu
bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya(usia kalender). 12
Sehingga dengan demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-
perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Sekarang
ini perkembangan tes itu demikian majunya sehingga sekarang terdapat
beratus-ratus macam tes, baik yang berupa tes verbal maupun nonverbal.
Juga dinegeri kita sudah mulai banyak dipergunakan tes, dalam lapangan
pendidikan maupun dalam memilih jabatan-jabatan tertentu. Tes-tes
tersebut diantaranya;
1. Tes Binet Simon
Orang yang berjasa menemukan tes intelegensi pertama kali ialah
seorang dokter prancis Alfred Bdiet dan pembantunya Theodore
Simon sehingga tesnya terkenal dengan nama Biner Sinom. Ciri tes
dari Binet Sinom ini pertama kali diumumkan antara 1808-1911
yang diberi nama Chelle Matrique del intelegence" atau skala
pengukuran kecerdasan. Tes Binet Sinom terdiri dari sekumpulan
pernyataan-pernyataan yang telah dikelompokkan menurut umur
(anak-anak 3-15) dengan tes semacam inilah usia kecerdasan
seseorang diukur atau ditentukan. Tes Binet Sinom itu
memperhitungkan dua hal yaitu : 1.Umur kronologis
(choronological age CA) Yaitu umur seseorang sebagaimana yang
ditunjukkan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak

12
Fauziah Nasution, Psikologi Umum (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm. 49.
11

tanggal lahirnya. 2.Umur mental (mental age MA) Yaitu umur


kecerdasan sebagaimana yang ditunjukkan oleh tes kemampuan
akademik.
2. Tes Weschsler
Ini adalah tes intelegensi yang dibuat oleh Weschsler Bellevue
tahun 1939. Tes ini ada dua macam pertama, untuk umur 16 tahun
ke atas, yaitu Wechsler Adult Intelegence Scale (WAIS) dan
kedua,untuk anak-anak, yaitu Weschsler Intelegence Scale For
Children (WISC). Tes Weschsler meliputi dua subverbal dan
performance ( tes lisan dan perbuatan dan keterampilan). Tes lisan
meliputi pengetahuan umum,pemahaman,ingatan,mencari
kesamaan,hitungan dan bahasa. Sedangkan tes keterampilan
meliputi menyusun gambar,dan sandi (kode angka-angka). Tes
Weschsler menggunakan skala angka. Pada Tes
Weschsler setiapa jawaban diberi skor tertentu. Jumlah skor
mentah itu dikonversikan menurut daftar table konvensi sehingga
diperoleh IQ.
3. Tes Army Alfa dan Betha
Tes ini digunakan untuk mengetes calon-calon tentara di Amerika
Serikat. Tes Army Alfa khususnya untuk tentara yang pandai
membaca. Tes ini diciptakan pada mulanya untuk memenuhi
keperluan yang mendesak dengan menyeleksi calon tentara waktu
perang dunia dua. Salah satu kelebihannya dibandingkan dengan
tes Weschsler Tes Binet Sinom ini dilaksanakan secara kelompok
sehingga menghambat waktu.
4. Tes Progressive Matrices
Tes Intelegensi ini diciptakan oleh L.S Penrose dan J.C laven
diinggris tahun 1938. Tes ini dapat diberikan secara kelompok dan
perorangan. Berbeda dengan Tes Binet dan Weschsler, tes itu tidak
menggunakan IQ tetapi menggunakan Precentile.
Pada tahun 1904 Menteri pendidikan Perancis meminta psikolog
Alferd Binet untuk menyusun metode guna mengidentifikasi anak-
12

anak yang tidak mampu sekolah. Para pejabat disekolahkan ingin


mengurangi sekolah yang sesak degan cara memindahkan murid
yang kurang mampu belajar disekolah umum ke sekolah khusus.
Binet dan mahasiswanya, Theophile Sinom, menyusun tes
intelegensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes itu disebut skala
1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemampuan
untuk menyentuh telinga hingga kemampuan untuk menggambar
desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep abstrak.

 Klasifikasi IQ diantaranya13;
1. Genius 140 ke atas
2. Sangat Cerdas 130-139
3. Cerdas (superior) 120-129
4. Di atas rata-rata 110-119
5. Rata-rata 90-109
6. Di bawah rata-rata 80-89
7. .Garis Batas 70-79
8. Bodoh 50-69
9. Imbisil, Idiot 49 ke bawah

13
Ibid, hlm. 48
13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Intelegensi atau kecerdasan adalah kemampuan adaptasi dan


menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam menghadapi berbagai
masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa
kecerdasan sebagai kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam
menentukan tujuan hidupnya.
Intelegensi atau kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat
yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi
yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai
kemampuan untuk memperoses informasi sehingga masala-masalah yang
kita hadapi dapat dipecahkan dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah, memandang kecerdasan sebagai pemadu dan penyatu dalam
mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

B. Saran

Kita sebagai calon pendidik, seharusnya mempelajari salah satu


disiplin ilmu yang cukup penting dalam dunia pendidikan. Psikologi
pendidikan inilah yang juga merupakan suatu disiplin ilmu yang
semestinya dipelajari dan dapat dipahami untuk mendidik peserta didik
kita.
Inteligensi yang merupakan salah satu sub-bab ilmu yang dipelajari,
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya, agar kita dapat melahirkan
generasi bangsa yang memiliki intelektual yang baik dan dapat
mengembangkan potensi dirinya.
14

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2011.


Maunah, Binti. Psikologi Pendidikan. Tulungagung: IAIN Tulungagung Press.
2014.
Nasution, Fauziah. Psikologi Umum. Medan: Perdana Publishing. 2011.
Partanto, Pius A, dan M. Dahlan al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Penerbit Arkola. tt.
Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2013.
Purwanto, Intelegensi: Konsep dan Pengukurannya (Online), tersedia:
jurnaldikbud.kemdikbud.go.id

Anda mungkin juga menyukai