Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HUBUNGAN ANTARA INTELEGENSI DAN EMOSI DENGAN BELAJAR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Psikologi Pendidikan

DOSEN PENGAMPU

DR. ATOT SUGIRI, M.Pd.I.

Disusun oleh: ARDI THOHIRILLAH

NIM: 604031420003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN


REKREASI
STKIP BINA MUTIARA SUKABUMI
2020
Jl. Pembangunan (salakaso) kotak pos 001 Desa Pasirhalang Kec. Sukaraja
Kab. Sukabumi Tlp./Fax (0266) 624351 web://www.stkipbms.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala limpahan

Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah ini. Tak lupa pula Sholawat dan salam semoga tetap dilimpahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kedamaian dan rahmat

bagi semesta alam.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas harian mata kuliah Psikologi

Pendidikan, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana, semoga makalah ini

dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca

dalam profesi keguruan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi

makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami

miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Sukabumi, 25 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………… i


Daftar Isi ……………………………………………………… ii
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 2
C. Tujuan ……………………………………… 2
Bab II pembahasan ……………………………………………………. 3
A. Pengertian Intelegensi ………………………………………… 3
B. Pengaruh Intelegensi Dalam Belajar ……................................... 7
C. Pengertian Emosi.………………………………………………... 10
D. Peran Emosi Dalam Pembelajaran……………………………... 13
Bab III Penutup ……………………………………………………… 15
A. Simpulan ……………………………………………………… 15
B. Saran ……………………………………………………… 17
Daftar Pustaka iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam bidang pendidikan inteligensi dimanfaatkan untuk mengetahui sejauh mana

prestasi belajar yang dapat dicapai oleh individu, untuk penyesuaian dalam sekolah,

jurusan, dan perlakuan kepada subjek didik. Dalam penerimaan tes untuk masuk atau

melanjutkan pendidikan serta masuk di suatu bidang kerja pun saat ini salah satunya

melalui tes inteligensi. Individu dalam menyelesaikan masalah, apakah cepat atau

lambat, faktor yang turut menentukan adalah faktor inteligensi dari individu yang

bersangkutan.

Inteligensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling

berkaitan. Di mana biasanya anak yang memiliki inteligensi yang tinggi dia akan

memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang

dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan.

Emosi diartikan sebagai impuls yang muncul akibat dari suatu rangsangan dari

dalam maupun dari luar. Emosi bermacam macam, seperti emosi sedih, emosi marah,

emosi bahagia, dan bentuk emosi lainnya. Emosi dalam bahasa awamnya seringkali

dipakai untuk mendeskripsikan kemarahan saja, namun sebenarnya emosi memiliki arti

yang lebih luar dan mewakili banyak macam perasaan.

Emosi berkaitan dengan psikologi seseorang dan suasana hati yang sedang

berlangsung. Emosi dapat dikeluarkan berupa perilaku tertentu. Perasaan dan perilaku

saling terhubung dengan emosi. emosi berarti isi hati yang dituangkan dalam ekspresi

fisik.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan intelegensi?

2. Bagaimana pengaruh intelegensi terhadap proses belajar?

3. Apa yang dimaksud dengan emosi?

4. Bagaimana peranan emosi terhadap pembelajaran?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari intelegensi

2. Mengetahui pengaruh intelegensi terhadap proses belajar

3. Mengetahui pengertian dari emosi

4. Mengetahui peranan emosi terhadap pembelajaran


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Intelegensi

Istilah Inteligensi berasal dari bahasa Inggris ‘ Intelligence‘ dan Latin

yaitu ‘Intellectus/Intelligentia/Intellegere‘ yang artinya memahami,

menghubungkan atau menyatukan satu sama lainnya. Istilah inteligensi

kadang-kadang atau justru sering memberikan pengertian yang salah, yang

memandang inteligensi sebagai kemampuan yang mengandung

kemampuan tunggal, padahal menurut para ahli inteligensi mengandung

bermacam-macam kemampuan. Namun demikian, pengertian inteligensi

itu sendiri memberikan berbagai macam arti bagi para ahli.

Menurut panitia istilah padagogik (Walgito, 2010:210) yang

mengangkat pendapat Stern yang dimaksud dengan inteligensi adalah

“daya menyesuaikan diri

dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya”.

Dari pengertian ini dapat dilihat bahwa Stern menitikberatkan masalah inteligensi

pada soal adjustment atau penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapinya.

Pada orang yang inteligen akan lebih cepat dalam menyelesaikan masalah-

masalah baru apabila dibandingkan dengan orang yang kurang inteligen. Dalam

menghadapi masalah atau situasi baru orang yang inteligen akan cepat dapat

mengadakan adjustment terhadap masalah atau situasi yang baru tersebut.

3
4

Thorndike (Walgito, 2010:211) mengemukakan pendapatnya bahwa

orang dianggap inteligen apabila responnya merupakan respon yang baik

atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.

Terman (Walgito, 2010:211) memberikan pengertian inteligensi

sebagai ability yang berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit dan ability

yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak. Individu itu inteligen apabila

dapat berpikir secara abstrak secara baik. Ini berarti bahwa apabila

individu kurang mampu berpikir abstrak, individu bersangkutan

inteligensinya kurang baik.

C.P. Chaplin (Yusuf, 2006:106) mengartikan inteligensi itu sebagai

kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru

secara cepat dan efektif.

Clarrade dan Stern (Arisandy, 2006:1) berpendapat bahwa inteligensi

adalah menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.

David Wechsler (Arisandy, 2006:1) mengartikan inteligensi sebagai

kumpulan atau totalitas kemampuan untuk bertindak secara terarah,

berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif.

Banyak tokoh yang mendeskripsikan inteligensi sebagai kemampuan

individu memecahkan masalah (problem solving) dan ada juga pakar yang

mendeskripsikan inteligensi sebagai kemampuan beradaptasi dan belajar

dari pengalaman sehari-hari. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Inteligensi

ialah kemampuan individu dalam mendayagunakan potensi yang ada pada


5

dirinya sebagai upaya memecahkan suatu permasalahan untuk beradaptasi

pada lingkungannya.
1. Pengukuran intelegensi

Masing-masing individu berbeda-beda dalam segi inteligensinya. Untuk

dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang, orang menggunakan tes inteligensi.

Dengan tes inteligensi diharapkan dapat mengungkap inteligensi seseorang, akan

dapat diketahui tentang keadaan tarafnya.

Ahli yang dipandang pertama menciptakan tes inteligensi adalah Binet. Tes

inteligensi Binet disusun pertama kali di tahun 1905 yang kemudian mendapatkan

revisi baik dari Binet sendiri maupun dari para ahli. Tahun 1949 diciptakan

Wechsler Intelligence Scale for Children atau tes WISC, yang khusus

diperuntukkan anak-anak. Selanjutnya di tahun 1955 Wechsler menciptakan tes

inteligensi untuk orang dewasa yang dikenal dengan Wechsler Adult Intelligence

Scale yang dikenal dengan tes WAIS.

Unit skala yang digunakan untuk menunjukkan skor inteligensi ini disebut IQ

(Intelligence Quotient). Berdasarkan hasil pengukuran atau tes inteligensi

terhadap sampel yang dipandang mencerminkan populasinya, maka

dikembangkan suatu sistem norma ukuran kecerdasan sebaran berikut.

Tingkatan Intelegensi

IQ (Intellegence Quotient) Klasifikasi

140 – keatas Jenius


130 – 139 Sangat cerdas
120 – 129 Cerdas
110 – 119 Diatas normal
90 – 109 Normal
80 – 89 Dibawah normal

6
2. Faktor yang mempengaruhi intelegensi

Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat

inteligensi yang berbeda. Adanya perbedaan tersebut dapat diketahui bahwa

inteligensi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Senjaya, 2010).

a. Pengaruh faktor bawaan

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang

berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka

berkolerasi tinggi (+ 0,50), orang yang kembar (+ 0,90) yang tidak bersanak

saudara ( + 0,20), anak yang diadopsi korelasi dengan orang tua angkatnya ( +

0,10 – + 0,20 ).

b. Pengaruh faktor lingkungan

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena

itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi dengan inteligensi seseorang.

Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang

amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional

dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan,

latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).

c. Stabilitas inteligensi dan IQ

Inteligensi bukanlah IQ. Inteligensi merupakan suatu konsep umum tentang

kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes inteligensi itu (yang

notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari inteligensi). Stabilitas

inteligensi tergantung perkembangan organik otak.

d. Pengaruh faktor kematangan

7
8

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah

mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.

e. Pengaruh faktor pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi

perkembangan inteligensi.

f. Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi

perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang

mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.

g. Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu

dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih

metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.

B. Pengaruh Intelegensi Pada Belajar

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi

merupakan salah satu masalah pokok. Oleh karena itu, peranan inteligensi

dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya

sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil atau tidaknya

seseorang dalam hal belajar, sedangkan pada sisi lain ada juga yang

menganggap bahwa inteligensi tidak terlalu mempengaruhi dalam hal

belajar. Namun, pada umumnya orang berpendapat bahwa inteligensi


9

merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau

gagalnya belajar seseorang.

Menurut teori Binet dalam Sumadi Suryabrata (2004:133), sifat

hakikat

inteligensi ada tiga macam, yaitu:

1. Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan)

tujuan tertentu. Makin cerdas seseorang, akan makin cakaplah dia membuat tujuan

sendiri, tidak menunggu perintah saja. Semakin cerdas seseorang, maka dia akan

makin tetap pada tujuan itu, tidak mudah dibelokkan oleh orang lain dan suasana

lain.

2. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud mencapai tujuan.

Jadi makin cerdas seseorang dia akan makin dapat menyesuaikan cara-cara

menghadapi sesuatu dengan semestinya dan makin dapat bersikap kritis.

3. Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri,

kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. Makin cerdas

seseorang makin dapat dia belajar dari kesalahannya, kesalahan yang telah

dibuatnya tidak mudah di ulang lagi.

Seseorang yang memiliki inteligensi yang tinggi cenderung memiliki

perbedaan dan kelebihan dalam menanggapi sesuatu permasalahan demi

mencapai

tujuannya. Pelajar yang memiliki inteligensi tinggi dalam proses belajar, dia akan

lebih mudah mengatasi masalahnya dan cenderung bisa mencapai tujuan

pembelajaran. Ini dikarenakan seorang pelajar yang memiliki inteligensi tinggi


10

cenderung bisa menentukan tujuannya tanpa harus mendapatkan bimbingan lebih

dari gurunya, dan dapat menyesuaikan dirinya untuk mencapai tujuan.

Selain itu, seorang pelajar yang memiliki inteligensi yang tinggi

memiliki kemampuan oto-kritik yang tinggi, sehingga dia bisa

memperbaiki diri dari kesalahan yang ada. Sebaliknya, seorang pelajar

dengan inteligensi yang rendah (pada tingkatan di bawah normal) tidak

akan sama kemampuannya dalam kegiatan belajar. Bagi seorang guru

dengan diketahuinya inteligensi akan mempengaruhi dalam perlakuan

kepada subjek didik yang berbeda-beda tersebut.

Seiring dengan pendapat di atas, khadijah (2009:101) mengemukakan,

inteligensi seseorang diyakini sangat berpengaruh pada keberhasilan

belajar yang dicapainya. Berdasarkan hasil penelitian, prestasi belajar

biasanya berkorelasi searah dengan tingkat inteligensi. Artinya, semakin

tinggi tingkat inteligensi seseorang, maka semakin tinggi prestasi belajar

yang dicapainya. Bahkan menurut sebagian besar ahli, inteligensi

merupakan modal utama dalam belajar dan mencapai hasil yang optimal.

Anak yang memiliki skor IQ di bawah 70 tidak mungkin dapat belajar dan

mencapai hasil belajar seperti anak-anak dengan skor IQ normal, apalagi

dengan anak-anak jenius.

Kenyataan menunjukkan bahwa setiap anak memiliki tingkat

inteligens yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tampak memberikan

warna di dalam kelas. Selama menerima pelajaran yang diberikan oleh

guru, ada anak yang dapat mengerti dengan cepat apa yang disampaikan
11

oleh guru, dan ada pula anak yang lamban dalam menerima pelajaran, ada

anak yang cepat dan ada yang lamban dalam menyelesaikan tugas-tugas

yang diberikan. Perbedaan individu dalam inteligensi ini perlu diketahui

dan dipahami oleh guru, terutama dalam hubungannya dengan

pengelompokan siswa. Selain itu, guru harus menyesuaikan tujuan

pembelajarannya dengan kapasitas inteligensi siswa. Perbedaan inteligensi

yang dimiliki oleh siswa membuat guru harus mengupayakan agar

pembelajaran yang ia berikan dapat membantu semua siswa dengan

perlakuan metode yang beragam (Khadijah, 2009:102).

Lebih lanjut Khadijah mengatakan (2009:103), perbedaan tersebut juga

tampak dari hasil belajar yang dicapai. Tinggi rendahnya hasil belajar yang

dicapai oleh siswa bergantung pada tinggi rendahnya inteligensi yang

dimiliki. Meski demikian, inteligensi bukan merupakan satu-satunya

faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Seperti telah

dikemukakan bahwa banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhinya.

Yang terpenting dalam hal ini adalah guru harus bijaksana dalam

menyikapi perbedaan tersebut.

C. Pengertian Emosi

Emosi berasal dari kata emotion dalam bahasa Prancis atau dalam

bahasa Latin emovere yang artinya keluar. Secara etimologisnya emosi

diartikan “bergerak keluar”. Emosi merupakan suatu konsep yang luas

dan tidak dapat dispesifikkan. Emosi merupakan suatu reaksi bisa positif
12

maupun negatif sebagai dampak dari rangsangan dari dalam diri sendiri

maupun dari luar. Berikut ini pengertian emosi menurut para ahli:

1. Prez, (1999) merupakan seorang EQ organizasional consultant dan juga

pengajar. Prezz mengungkapkan arti emosi adalah suatu reaksi tubuh

dalam menghadapi sesuatu. Sifat dan intensitas emosi terkait erat dengan

aktivitas kognitif sebagai hasil dari persepsi terhadap situasi.

2. Hathersall, (1985) emosi adalah kondisi psikologis yang merupakan

pengalaman subjektif yang dapat diungkapkan atau dilihat darir eaksi

wajah atau tubuh.

3. Keleinginan dan Keleinginna, (1981) emosi adalah kondisi yang

berhubungan dengan tujuan tingkah laku. Emosi diatikan sebagai

perasaan, misalnya pengalaman afektif, kenikmatan, marah, bahagia, takut,

sedih.

4. William james, emosi yaitu kondisi budi rohani yang menampakkan diri

dengan suatu perubahan yang jelas.

1. Macam-macam emosi

-Emosi sensoris: Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan

dari luar tubuh seperti dingin, panas, lapar, sakit.

-Emosi psikis: merupakan emosi yang memiliki alasan kejiwaan seperti perasaan

intelektual yang berhubungan dengan perasaan benar atau perasaan terkait

hubungan dengan orang lain baik secara perorangan maupun kelompok.

2. Teori-teori emosi

-Teori James Lange


13

Emosi adalah persepsi tentang perubahan tuubuh. James menyatakan bahwa

emosi adalah ketika kita merasa sedih, ketika menangis, marah, ketakutan. James

dan carl mengusulkan gagasan mengenai rangkaian kejadian pada emosi.

Individu menerima situasi dan menghasilkan emosi. Individu bereaksi pada

situasi dan memperhatikannya. Persepsi terhadap reaksi menjadi dasar untuk

emosi yang dirasakan. Pengalaman emosi dirasa terjadi setelah perubahan tubuh

yang dilakukan oleh sistem saraf otonom.


14

-Teori Cannon Bard

Emosi yang dirasakan dan respon dari tubu hmerupakan keadaan yang berdiri

sendiri. Cannon mengajukan pendekatan untuk melihat adanya hubungan antara

keadaan tubuh dan emosi yang dirasakan melalui riset. Cannon kemudian

menyatakan bahwa emosi merupakan apa yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam

emosi saling bergantung.

Menurut teori ini, emosi dihasilkan dari stimulus luar kemudian mengaktifkan

hipotalamus. Hipotalamus mengirim output ke dua arah, yaitu (1) organ dalam

tubuh dan otot otot eksternal untuk tubuh berekspresi. (2) ke korteks serebral

dimana pola diterima sebagai emosi yang dirasakan. Berbeda dengan teori

sebelumnya, teori ini menyatakan bahwa perasaan dan reaksi tubuh berdiri

sendiri sendiri.

-Teori Kognitif tentang Emosi

Teori ini memandang emosi sebagai hasil interpretasi kognitif dari rangsangan

luar atau dalam tubuh. Proses interpretasi kognitif dalam teori ini dibagi menjadi

dua, yaitu (1) Interpretasi stimuli dari lingkungan. Informasi dari stumulus

pertama kali menuju ke korteks untuk diinterpretasikan berdasarkan pengalaman

masa lampau dan masa kini. Kemudian pesan tersebut disampaikan pada sistem

limbik dan sistem saraf otonom yang menghasilkan respon fisiologis.

Contohnya apabila seseorang yang kamu anggap buruk datang padamu, maka

perasaan cemas atau takut sudah dirasakan. Namun apabila sahabat baik Anda

datang maka perasaan bahagia muncul. (2) Teori ini menekankan pada strimuli
15

internal dalam tubuh. Namun hal ini berlanjut pada interpretasi kognitif dari

stimuli, dimana lebih penting daripada stimuli internal itu sendiri.

-Teori Emosi dan Motivasi

Emosi dan motivas berjalan beriringan atau bersamaan. Emosi ditempatkan

sebagai suatu rangkaian dari emosi. Emosi merupakan bagian dari motif motif atu

dorongan. Tomkins mengungkapkan bahwa emosi merupakan energi bagi

dorongan dorongan yang selalu muncul bersama. Menurut Leeper garis

pemisahnya sangat tipis yaitu seperti ketakutan. Ketakutan merupakan emosi

tetapi juga motif pendorong perilaku. Orang merasa takut dan terdorong

melakukan perilaku yang memiliki tujuan tertentu.

D. Peran Emosi Dalam Proses Pembelajaran

Emosi dalam proses pembelajaran memberikan pengaruh dalam bentuk

cepat atau lambatnya proses belajar siswa. Emosi pada individu juga

berpengaruh dalam membantu proses pembelajaran yang lebih

menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Tanpa adanya emosi, kegiatan

saraf otak akan bekerja tidak optimal dan juga tidak maksimal dalam

merekatkan pengetahuan dalam ingatan sehingga hasil belajar tidak dapat

dicapai dengan maksimal.

Kondisi emosi yang baik dan positif pada siswa akan menunjang

keberhasilan siswa dalam belajar dan mencapai tujuan-tujuannya.

Sementara emosi yang tidak sesuai atau bersifat negatif pada anak justru

akan berdampak pada kegagalan dalam belajar sampai putus sekolah


16

bahkan droup out. Dengan demikian, secara tidak langsung kondisi emosi

memengaruhi proses belajar anak.

Hal ini disebabkan suasana emosi yang positif atau menyenangkan dan

negatif atau yang tidak menyenangkan berpengaruh pada cara kerja

struktur otak manusia dan berdampak pada proses dan hasil belajar.

Misalnya, pada saat seorang anak dipaksa untuk belajar oleh orang tua dan

gurunya, padahal ia tidak menyukainya maka otak akan fokus untuk

bertahan agar tidak mendapat hukuman, bukan untuk mepelajari sesuatu

secara maksimal.

Berbeda dengan kondisi yang negatif, dalam situasi tekanan positif,

otak akan terlibat secara emosional dan sel-sel saraf akan bekerja secara

maksimal. Fenomena ini dikenal dengan eustress sehingga suasana

emosional positif perlu dibangun dalam proses belajar mengajar.


BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kecakapan seseorang

dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaannya adalah faktor inteligensi. Ada

orang yang dapat mengerjakan tugasnya dengan cekat dan dalam waktu singkat,

ada pula orang yang melakukan tugasnya dengan lamban dan memerlukan waktu

lama. Semua itu ditentukan oleh taraf inteligensi yang dimiliki masing – masing

orang tersebut. Inteligensi dikenal oleh sebagian masyarakat sebagai kecerdasan,

kepandaian, kecerdikan, kepintaran dan banyak istilah lain yang pada umumnya

mengandung makna yang sama.

Dalam bidang pendidikan inteligensi dimanfaatkan untuk mengetahui sejauh

mana prestasi belajar yang dapat dicapai oleh individu, untuk penyesuaian dalam

sekolah, jurusan, dan perlakuan kepada subjek didik. Dalam penerimaan tes untuk

masuk atau melanjutkan pendidikan serta masuk di suatu bidang kerja pun saat

ini salah satunya melalui tes inteligensi. Individu dalam menyelesaikan masalah,

apakah cepat atau lambat, faktor yang turut menentukan adalah faktor inteligensi

dari individu yang bersangkutan.

Emosi dalam proses pembelajaran memberikan pengaruh dalam bentuk cepat

atau lambatnya proses belajar siswa. Emosi pada individu juga berpengaruh dalam

membantu proses pembelajaran yang lebih menyenangkan dan bermakna bagi

siswa. Tanpa adanya emosi, kegiatan saraf otak akan bekerja tidak optimal dan

17
18

juga tidak maksimal dalam merekatkan pengetahuan dalam ingatan sehingga hasil

belajar tidak dapat dicapai dengan maksimal.


19

B. Saran

Apa bila terdapat kesalahan dalam pengetikan terlebih dahulu penulis minta

maaf serta beri lah kritikan dan saran terhadap makalah ini agar bisa jadi panutan

bagi penulis dalam membuat makalah selanjutnya serta bisa membuat makalah

yamg lebih baik dari makalah yang sebelumya,dan semoga maklalah ini bisa

bermanfaat bagi pembaca, atas kritikan dan sarannya penulis mengucapkan

banyak terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Arisandy, Desy. 2006. Psikodiaknostik III-Inteligensi (Diktat). Palembang: Bina


Darma.
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengatar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Badruddin, Imam. Penerapan Konsep Multiple Inteligensi (Kecerdasan Majemuk)
dalam Pembelajaran Sebagai Upaya Mencerdaskan Bangsa.
imambadruddin.wordpress.com: TembolokMirip.
Khadijah, Nyanyu. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang: Grafika Telindo
Press.
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.
https://dosenpsikologi.com/sejarah-intelegensi-dalam-psikologi
https://dosenpsikologi.com/emosi-dalam-psikologi
https://www.kompasiana.com/habibnurcahyo/5930a857ca23bde610e89451/peran-
emosi-dan-motivasi-dalam-proses-belajar

iii

Anda mungkin juga menyukai