Anda di halaman 1dari 20

Makalah

Intelegensi
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum
Dosen Pengampuh: Sandriyanto Rahim, S.psi

Oleh:
Kelompok 5
Iksan Pakaya: 231603009
Hazrian Husain: 231603007

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah S. W. T. yang telah melimpahkan rahmat-nya kepada kita
semua khususnya kepada saya selaku penyusun makalah sehingga makalah dapat terselesaikan
tepat waktu. Judul makalah yang saya susun ini adalah “Intelegensi” saya berharap makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan saya semangat dan motifasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Tiada yang
sempurna di dunia, melainkan Allah S. w. t. tuhan yang maha sempurna, karena itu saya mohon
kritik dan saran yang membangun bagi prbaikan makalah saya selanjutnya.

Demikianlah makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, ataupun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, saya mohon maaf. Saya
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar membuat karya makalah yang lebih
baik pada kesempatan berikutnya.

Gorontalo, November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………
i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………...…………………………….
………………………………….1
1.1 Latar Belakang….………….………………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….………………1
1.3 Tujuan…………...…………………………………………………………………………2
1.4 Manfaat……...……………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN…………..………………………………………………………………3
2.1 Pengertian Intelegensi………………………………………………………………………3
2.2 Tokoh-Tokoh Perkembangan Tes Intelegensi………………………………………………3
2.3 Jenis Intelegensi…………………………………….………………………………………7
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi……………………………………………………8
2.5 Teori-Teori Intelegensi…………….………………………………………………………10
2.6 Pengukuran Intelegensi……………………………………………………………………12
2.7 Aspek Intelegensi……………………………………………………………………….…14
BAB III PENUTUP…………..…………………………………………………….……………16
3.1 Kesimpulan…………..…………………………………………………….………………
16
3.2 Saran……………………………………………………………………………………….16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman modern saat ini, masyarakat umum mengenal intelegensi sebagai istilah yang
menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang
dihadapi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa
yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan di
kelasnya. Bahkan gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih,
berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkacamata. Sebaliknya, gambaran anak yang
berintelegensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi
belajarnya rendah, dan mulut lebih banyak menganga disertai tatapan mata bingung.
Pandangan awam sebagaimana digambarkan di atas, walaupun tidak memberikan arti yang
jelas tentang intelegensi sebagaimana yang dimaksudkan oleh para ahli. Adapun definisinya,
makna intelegensi memang mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan.
Pada umumnya, para ahli menerima pengertian akan intelegensi sebagaimana istilah tersebut
digunakan oleh orang awam. Kekaburan lingkup konsep mengenai intelegensi menyebabkan
Sebagian ahli bahkan tidak merasa perlu untuk berusaha memberikan batasan yang pasti. Bagi
mereka ini banyak diantara definisi yang telah dirumuskan ternyata terlalu luas untuk dapat
disalahkan dan terlalu kabur untuk dapat dimanfaatkan.
Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem-problem manusia
yang berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia Pendidikan pun, intelegensi merupakan hal
yang sangat berkaitan. Seolah-olah intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai
segala sesuatu yang diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang
kehidupan. Untuk mengetahui tentang apa itu inteligensi, akan dijelaskan lebih lanjut dalam
makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan intelegensi?
2. Siapa saja tokoh-tokoh perkembangan tes intelegensi?
3. Sebutkan apa saja jenis-jenis dari intelegensi?
4. Apa faktor yang mempengaruhi intelegensi?
5. Apa saja teori-teori yang terdapat dalam intelegensi?
6. Bagaimana cara mengukur intelegensi?
7. Apa saja aspek yang terdapat dalam intelegensi

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan intelegensi.
2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh perkembangan tes intelegensi.
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dari intelegensi.
4. Untuk mengetahui apa faktor yang mempengaruhi intelegensi.
5. Untuk apa saja teori-teori yang terdapat dalam intelegensi.
6. Untuk mengetahui bagaimana cara mengukur intelegensi.
7. Untuk mengetahui apa saja aspek yang terdapat dalam intelegensi.
1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat baik bagi pembaca dan pengalaman
tentang media dan sumber pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intelegensi
Kata intelegensi berasal dari bahasa Inggris, yaitu intelligence yang berawal pula dari
bahasa Latin, yaitu intellectus dan intellegere atau intelligentia. Menurut beberapa sumber
disebutkan bahwa Charles Darwin merupakan tokoh yang memperkenalkan teori intelegensi.
Akan tetapi, beberapa sumber lain menyebutkan bahwa Spearman dan Wynn Jones Pol yang
pertama kali mengemukakan teori intelegensi pada tahun 1951.
Spearman dan Wynn menjelaskan bahwa ada konsep lama tentang suatu kekuatan
atau power yang dapat melengkapi akal dan pikiran manusia yang tunggal dengan
pengetahuan sejati. Kekuatan yang disebutkan oleh Spearman dan Wynn disebut
sebagai nous dalam bahasa Yunani dan pengguna dari kekuatan tersebut disebut dengan
nama noeseis. Menurut bahasa Yunani, intelegensi dapat diartikan sebagai perilaku atau
aktivitas yang menjadi wujud dari daya maupun potensi ketika memahami sesuatu.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), intelegensi ialah daya
reaksi atau disebut pula sebagai penyesuaian yang tepat serta cepat, baik itu dalam fisik
maupun mental pada pengalaman yang baru, dan membuat pengalaman serta pengetahuan
yang telah dimiliki oleh seseorang siap untuk digunakan jika dihadapkan pada suatu fakta
atau kondisi yang baru, dan bisa pula dikatakan sebagai kecerdasan.
David Wechsler mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan yang
digunakan oleh individu untuk bertindak dengan terarah, berpikir dengan cara yang rasional
serta menghadapi lingkungan dengan cara efektif. Secara garis besar, Wechsler
menyimpulkan intelegensi sebagai suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh sebab itu, intelegensi tidak bisa diamati dengan langsung dan
harus disimpulkan dengan berbagai macam tindakan nyata yang menjadi manifestasi dari
sebuah proses berpikir rasional.
Intelegensi juga didefinisikan oleh Edward Thorndike sebagai kemampuan yang
dimiliki oleh individu untuk memberikan respons yang tepat dan baik pada stimulasi yang
akan diterima oleh individu tersebut.
2.2 Tokoh-Tokoh Perkembangan Tes Intelegensi
2.2.1 Alfred Binet
Menurut Binet Intelegensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus
berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang yang menggambarkan
intelegensi sebagai sesuatu yang fungsional, untuk melihat apakah seseorang cukup
intelegen atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk mengubah dan
melakukan suatu tindakan.
2.2.2 Edward Lee Thorndike

3
Menurut Thorndike, intelegensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang
ditampakkan dalam wujud perilaku intelegen. Ia mengklasifikasikan intelegensi dalam
bentuk tiga kemampuan, yaitu (a) Kemampuan Abstraksi, yakni kemampuan untuk bekerja
dengan menggunakan gagasan dan simbol-simbol. (b) Kemampuan Mekanik, yaitu
kemampuan menggunakan alat-alat mekanis dan pekerjaan memerlukan aktifitas indra-
gerak. (c) Kemampuan Sosial, kemampuan untuk menghadapi orang lain.
2.2.3 Charles E. Spearman
Definisi intelegensi menurut Spearman mengandung dua komponen kualitatif yang
penting yaitu edukasi relasi dan edukasi korelasi. Edukasi relasi adalah kemampuan untuk
menemukan suatu hubungan dasar yang berlaku di antara dua hal. Sedangkan Edukasi
Korelasi adalah kemampuan menerapkan hubungan dasar yang telah ditemukan dalam
proses edukasi. Di samping itu, Spearman mengemukakan lima prinsip, yaitu energi
mental, kekuatan menyimpan, kelelahan, kontrol konaktif dan potensi primordial.
2.2.4 Louis Leon Thurstone & Thelma Gwinn Thurstone
Menurut Thurstone intelegensi dapat di gambarkan terdiri atas sejumlah
kemampuan mental primer. Intelegensi dapat diukur dari melihat sampel prilaku seseorang
dalam 6 bidang, yaitu verbal, number, spatral, word fluency, memory dan reasoning.
2.2.5 Cyril Burt
Dalam teorinya, ia mengatakan bahwa kemampuan mental terbagi atas beberapa
faktor yang terbagi pada tingkatan-tingkatan berbeda. Faktor- faktor tersebut adalah suatu
faktor umum (general), faktor kelompok besar (broad group), faktor kelompok kecil
(narrow group), faktor spesifik (specific).
2.2.6 Philip Ewart Vernon
Vernon (1950) mengemukakan model hierarkis dalam menjelaskan teorinya
mengenai intelegensi Mengenai factor spesifik, Vernon berpendapat lebih baik
membicarakan faktor-faktor lebih umum karena faktor umum berkorelasi lebih konsisten
dan substansial.
2.2.7 Joy Paul Guilford
Teorinya mengenai structure of intelled. Guilford berusaha menyertakan kategorisasi
perbedaan individual diberbagai faktor kemampuan mental dalam usahanya memahami dan
menggambarkan proses-proses mental yang mendasari perbedaan individual tersebut.
2.2.8 Halstead
Teori Halstead merupakan teori intelegensi yang menggunakan pendekatan
neurobiologis Halstead mengemukakan 4 faktor intelegensi:
1. Factor Central Integrative (C)
Faktor ini berupa kemampuan untuk mengorganisasikan pengalaman.

4
2. Factor Abstraction (A)
Kemampuan untuk melihat kesamaan dan perbedaan yang terdapat diantara
benda-benda, konsep-konsep, dan peristiwa-peristiwa.
3. Factor Power (P)
Merupakan kekuatan otak (power) dalam arti tenaga otak yang utuh.
4. Factor Directional (D)
Kemampuan yang memberikan arah dan sasaran bagi kemampuan-
kemampuan individu.
2.2.9 Donald Olding Hebb
Hebb membedakan intelegensi atas dua macam, yaitu intelegensi A merupakan
kemampuan dasar manusia untuk belajar dari lingkungan dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
Intelegensi B merupakan tingkat kemampuan yang diperlihatkan oleh seseorang
dalam membentuk perilaku yang dapat diamati. Intelegensi B tidak berasal dari gen yang
dibawa sejak kelahiran, akan tetapi tidak pula diperoleh sebagai hasil belajar dari
lingkungan.
2.2.10 Raymond Bernard Cattell
Dalam teorinya mengenai organisasi mental, Cattell (1963) mengklasifikasikan
kemampuan mental menjadi 2 macam, yaitu Inteligensi fluid (gf) yang merupakan
faktor bawaan biologis, dan intelegensi crystallized (gc) yang merefleksikan adanya
pengaruh pengalaman, pendidikan, kebudayaan, dan diri sendiri. (Mouly, 1973)
2.2.11 Jean Piaget
Menurut Piaget teorinya menekankan pada aspek perkembangan kognitif, tidak
merupakan teori yang mengenai struktur intelegensi semata-mata. Piaget tidak melihat
intelegensi sebagai suatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif, akan tetapi ia
menyimpulkan dalam prinsip teorinya bahwa daya fikir atau kekuatan mental anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Periode Perkembangan Biologis:
1. Intelegensi Praktis
Nama lain intelegensi motor-indra yang tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan motor-indra (usia 0-2 tahun).
2. Intelegensi Praoperasional
Setelah anak memasuki periode perkembangan praoperasi (usia 2-7 tahun)
berkembanglah perkembangan kognitifnya.
3. Intelegensi Operasional

5
Disekitar (usia 5-7 tahun) anak memasuki perkembangan dasar intelegensi
operasional dengan mulainya anak memahami apa yang disebut sebagai operasi nyata
(concrete uperation).
4. Intelegensi Operasional Formal
Dalam tahap ini batasan intelegensi operasional telah teratasi.
2.2.12 Howard Gardner
Gardner merumuskan teori intelegensi ganda yang didorong pendapatnya bahwa
pandangan dari sisi psikometri dan kognitif saja terlalu sempit untuk menggambarkan
konsep intelegensi.
Dalam usahanya melakukan identifikasi Gardner menggunakan beberapa macam
kriteria yaitu:
1. Pengetahuan mengenai perkembangan individu yang normal dan yang superior
2. Informasi mengenai kerusakan otak
3. Studi mengenai orang-orang eksepsional seperti individu yang luar biasa pintar,
juga individu idiot savant dan orang-orang autistic
4. Data psikometrik
5. Studi pelatihan psikologis
Tujuh macam intelegensi berhasil di identifikasi Gardner:
1. Intelegensi Linguistik
Banyak terlibat dalam membaca, menulis, berbicara, mendengar.
2. Intelegensi Matematik-logis
Digunakan untuk memecahkan problem berbentuk logika simbolis dan
matematika abstrak.
3. Intelegensi Spatial
Digunakan dalam mencari cara untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain.
4. Intelegensi Musik
Menyusun lagu, menyanyi, memainkan alat musik.
5. Intelegensi Kelincahan
Diperlukan dalam aktifitas atletik, menari, berjalan dan lainnya.
6. Intelegensi Interpersonal
Digunakan dalam berkomunikasi, saling memahami dan berinteraksi dengan orang
lain.
7. Intelegensi Intrapersonal

6
Dibutuhkan untuk memahami diri sendiri.
2.2. 12 Robert J. Sternberg
Teori Stenberg berangkat dari ketidakpuasan terhadap pendekatan kognitif
dan psikometri semata, akan tetapi Sternberg lebih menekankan teorinya pada kesatuan
dari berbagai aspek intelegensi sehingga teorinya lebih berorientasikan pada proses
(Sternberg dan Frensch, 1990). Teorinya berisikan tiga sub teori, yaitu teori konteks
(contextual), subteori pengalaman (experiential), sub komponen (componential).
Subteori konteks berusaha menunjukkan dan menjelaskan perilaku yang dianggap
perilaku intelegen pada lingkungan budaya tertentu yaitu intelegensi konstektual. Subteori
pengalaman mengatakan bahwa perilaku intelegen menurut konteksnya tidak selalu berarti
intelegen pula menurut pengalamannya. Subteori komponen menunjukkan dan
menjelaskan struktur proses kognitif yang mendasari semua perilaku intelegen, yaitu yaitu
intelegensi komponensial.
Komponen-komponen intelegensi menurut teori Sternberg
1. Metakomponen
Merupakan proses kendali tingkat tinggi yang digunakan dalam perencanaan
pelaksanaan (bersifat eksekutif), pemantauan dan evaluasi performasi seseorang dalam
mengerjakan suatu tugas.
2. Komponen Performasi
Merupakan proses-proses tingkat rendah yang digunakan dalam melaksanakan
berbagai strategi untuk melakukan performasi.
3. Komponen Penerimaan Pengetahuan
Adalah proses yang terlibat untuk mempelajari informasi-informasi yang baru dan
penyimpanannya dalam memori.
Sternberg mengemukakan empat cara yang digunakan berbagai komponen
berinteraksi:
1. Aktifitas satu jenis komponen oleh komponen jenis lain secara langsung.
2. Aktifitas satu jenis komponen oleh komponen lainnya melalui perantara komponen
jenis ke tiga.
3. Umpan balik langsung dari satu jenis komponen ke komponen jenis lain.
4. Umpan balik tidak langsung dari satu jenis komponen-komponen lainnya melalui
perantaraan komponen jenis ketiga.
2.3 Jenis Intelegensi
1. Intelegensi kolektif
Definisi intelegensi kolektif merupakan pengertian intelegensi yang telah
disetujui oleh lebih dari seorang individu dan dianggap telah mewakili pendapat dari
beberapa orang maupun organisasi. Pengertian intelegensi secara kolektif ini banyak
diambil dari kamus-kamus maupun artikel ilmiah.

7
Salah satunya dari kamus All Word tahun 2006. Pada kamus tersebut, intelegensi
dimaknai sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuan, memori,
pengalaman, penalaran, pemahaman, penilaian, serta imajinasi untuk dapat
menyelesaikan masalah serta melakukan adaptasi dengan lingkungan baru.
Sedangkan definisi intelegensi kolektif menurut American Psychological
Association ialah bahwa seorang individu memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya
dalam kemampuan untuk memahami ide yang kompleks, kemampuan untuk beradaptasi
secara efektif dengan lingkungan serta untuk melakukan penalaran agar mampu
menyelesaikan masalah.
2. Intelegensi psikologis
Jenis kedua dari intelegensi ialah definisi intelegensi psikologis. Definisi secara
psikologis ini dikemukakan oleh ahli-ahli psikologis. Berikut beberapa definisi
intelegensi menurut psikologis.
Menurut Anastasi, intelegensi didefinisikan sebagai sebuah kemampuan yang
tidak bersifat tunggal, akan tetapi suatu gabungan dari beberapa fungsi. Oleh karena itu,
maka intelegensi yang dimiliki oleh individu memerlukan suatu kombinasi dari beberapa
kemampuan untuk dapat bertahan sekaligus berkembang dalam suatu kultur.
Sedangkan menurut Dearborn, intelegensi merupakan kemampuan yang dimiliki
untuk belajar maupun mengambil suatu keuntungan dari pengalaman.
3. Intelegensi AI Researcher
Definisi dari intelegensi AI Researcher mengacu pada definisi yang telah
diungkapkan oleh peneliti yang bergerak di bidang artificial intelligence. Salah satu
definisi intelegensi dari AI Researcher diungkapkan oleh J.S. Albus.
S. Albus mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan di sebuah sistem
untuk mampu bertindak sesuai dengan lingkungan yang tak pasti. Tindakan yang diambil
tersebut sesuai untuk dapat meningkatkan kemungkinan guna mencapai suatu kesuksesan
serta kesuksesan merupakan pencapaian yang akan didukung oleh tujuan utama dari
suatu sistem.
2.4 Faktor yang Memengaruhi Intelegensi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi intelegensi, berikut penjelasannya.
1. Faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukan bahwa IQ seseorang akan sangat
berpengaruh dan berkorelasi dengan keluarganya. Saudara kembar memiliki korelasi IQ
yang cukup tinggi, yaitu kurang lebih 0,90. Sedangkan untuk saudara jauh, artinya tidak
kandung, memiliki korelasi intelegensi yang cukup rendah, yaitu sekitar 0,20. Lalu, anak
yang diadopsi memiliki tingkat korelasi intelegensi yang cukup tinggi dengan ayah
maupun ibu kandungnya, kurang lebih 0,40 atau hingga mencapai 0,50. Kemudian
korelasi intelegensi antara anak angkat dengan orang tua angkat sangat rendah, yaitu

8
berkisar 0,10 hingga 0,20 saja. Menurut penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
intelegensi seseorang memiliki korelasi yang kuat dengan saudara atau orang tua
kandungnya. Hal tersebut menunjukan pula, bahwa lingkungan seseorang akan
memengaruhi tingkat kecerdasan yang dimiliki oleh seorang individu serta banyak hal
yang tidak dapat diubah dalam hal intelegensi.
2. Faktor lingkungan
Intelegensi atau kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat dipisahkan
dari otak. Makanan yang dikonsumsi oleh seseorang pun akan memiliki dampak yang
cukup besar pada perkembangan otak seseorang. Oleh sebab itu, ada hubungan antara
makanan yang memiliki gizi baik dengan kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang.
Mengonsumsi makanan dengan nilai gizi yang baik merupakan salah satu dari contoh
pengaruh lingkungan yang cukup penting.
Selain makanan bergizi, faktor lingkungan lain yang dapat memengaruhi
intelegensi ialah rangsangan dari emosional kognitif yang berasal dari lingkungan.
Rangsangan emosional dari lingkungan tersebut memainkan peran yang dinilai penting.
Bahkan, beberapa penelitian pun menunjukan bahwa intelegensi seseorang dapat
menurun, dikarenakan tidak adanya stimulasi khusus pada kehidupan pertama yang
dialami oleh seorang individu.
Dalam sebuah studi longitudinal yang dituliskan oleh Skeels dan Skodak,
keduanya menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan pada lingkungan yang
terganggu, keras, serta kurang memberikan semangat pada anak tersebut, akan memiliki
tingkat intelegensi yang berbeda dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam
lingkungan yang mendukung, peduli, hangat, serta percaya diri. Biasanya, anak yang
besar dalam lingkungan kurang mendorong atau keras akan memiliki tingkat kecerdasan
yang lebih rendah dibandingkan dengan anak lain yang dibesarkan dalam lingkungan
yang peduli dan hangat.
Sementara itu sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Zajonc menyebutkan
bahwa anak pertama umumnya akan lebih cerdas dibandingkan adik-adiknya. Hal ini
karena anak pertama dikelilingi oleh orang-orang dewasa untuk waktu yang cukup lama
dibandingkan dengan adiknya.
3. Stabilitas intelegensi dan IQ
Kecerdasan tidak sama dengan IQ, secara umum kecerdasan ialah suatu konsep
umum di mana individu memiliki kemampuan tertentu. Sedangkan IQ ialah hasil dari
sebuah tes kecerdasan tertentu. Stabilitas kecerdasan mengacu pada sebuah konsep
umum mengenai keterampilan yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan yang dimiliki
oleh seseorang pun sangat dipengaruhi oleh perkembangan dari otak secara organik.
Menurut tahapan pada perkembangan otak, masa pertumbuhan otak berlangsung
hingga kurang lebih usia 20 tahun. Selama periode itu, kecerdasan seseorang akan dapat
terus meningkat. Akibatnya, akan ada periode yang stabil. Sehingga, nantinya akan

9
muncul tren menurun sesuai dengan pembusukan organik pada otak. Sementara itu,
stabilitas IQ tidak dapat hanya diukur dengan perubahan fisik atau usia seseorang saja.
4. Kematangan Seseorang
Faktor keempat yang memengaruhi intelegensi seseorang adalah pertumbuhan,
atau kematangannya. Hal ini dikarenakan kecerdasan atau intelegensi yang dimiliki oleh
seseorang memiliki sifat tidak statis atau tidak tetap. Kecerdasan yang dimiliki oleh
seseorang mampu tumbuh serta berkembang. Seseorang mampu memiliki kecerdasan
yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan serta perkembangannya dan sebagian besar
dipengaruhi oleh usia individu tersebut serta keterampilan dan perkembangan fisik.
2.5 Teori-Teori Intelegensi
Intelegensi merupakan bahasan yang sudah ada sejak perkembangan awal ilmu
psikologi, terutama pada psikologi Pendidikan. Penggambaran secara sepintas tentang
intelegensi sebagai suatu kemampuan dasar yang bersifat umum telah berkembang menjadi
berbagai teori intelegensi.
Ada beberapa teori intelegensi yang menjadi kiblat perkembangan teori intelegensi,
diantaranya adalah:
1. Teori Uni faktor
Teori ini dipandang sebagai teori yang tertua. Alfred Binet termasuk salah satu ahli
psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang
dari satu faktor satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi
tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan
seseorang.
Teori ini dipandang sebagai teori yang tertua. Alfred Binet termasuk salah satu ahli
psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang
dari satu faktor satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi
tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan
seseorang. Binet menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga
memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan
individu berdasar suatu kriteria tertentu. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup
cerdas atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk melakukan suatu
tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu.
Inilah yang dimaksud dengan komponen arah, adaptasi dan kritik dalam definisi
inteligensi.
2. Teori Dwifaktor (The Two-Factor Theory)
Teori dwifaktor dikembangkan oleh Charles Spearman seorang psikolog dan ahli
statistik dari Inggris. Spearman (1927) mengusulkan teori kecerdasan dua faktor yang
menurutnya dapat menjelaskan pola hubungan antara kelompok tes kognitif yang ia
analisis. Dalam bentuknya yang paling sederhana, teori ini menyatakan bahwa kinerja

10
pada setiap tugas kognitif tergantung pada faktor 3 umum (g) ditambah satu atau faktor
yang lebih spesifik dan unik untuk tugas tertentu (s) (Aiken, 1997).
Kedua faktor ini, baik faktor “g” maupun faktor “s” bekerja bersama-sama sebagai
suatu kesatuan. Semua faktor yang spesifik akan bersama-sama membentuk single
common factor “g” faktor. Spearman berpendapat bahwa kemampuan seseorang
bertindak dalam setiap situasi sangat bergantung pada kemampuan umum maupun
kemampuan khusus. Jadi setiap faktor baik faktor “g” maupun faktor “s” memberi
sumbangan pada setiap perilaku yang intelegen.
3. Teori Multifaktor (Multiple factor Theory)
Teori multifaktor dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike (1916). Menurut teori
ini, inteligensi terdiri dari hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon.
Hubungan-hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku indivivu.
Pada dasarnya teori. Thorndike menyatakan bahwa inteligensi terdiri atas berbagai
kemampuan spesifik yang ditampakkan dalam wujud perilaku intelegen. Thorndike
mengemukakan empat atribut inteligensi, yaitu: Tingkatan, Rentang, Daerah, dan
Kecepatan.
4. Teori Hirearki
Model Hirearki dicetuskan oleh Vernon. Dalam menjelaskan teori inteligensinya,
teori ini menempatkan satu faktor kognitif umum (g) dipuncak hierarki, kemudian
dibawahnya terdapat dua faktor inteligensi utama (mayor) yaitu verbaleduacitional
(v:ed) dan practical-mechanical-spatial (k:m). Setiap kelompok mayor tersebut
kemudian terpecah ke dalam beberapa faktor kelompok minor. Sebagai contoh, v: ed
terdiri dari kemampuan seperti kefasihan verbal, kemampuan numerik, dan mungkin
kreativitas. Beberapa faktor kelompok kecil di bawah k:m adalah pemahaman mekanik,
kemampuan psikomotorik, serta hubungan spasial yang kemudian terpecah lagi menjadi
bermacammacam faktor spesifik pada tingkat hierarki yang paling rendah. Dalam
model hirarki kemampuan mental Vernon apabila semakin tinggi posisi faktor dalam
diagram maka semakin luas rentang perilakunya.
5. Teori Primary Mental Ability
Teori ini dikembangan oleh L.L. Thurstone berdasarkan analisis faktor dengan
mengkolerasikan 60 tes, yang akhirnya disusun menjadi kecakapan-kecakapan primer.
Thurstone menjelaskan mengenai organisasi inteligensi yang abstrak atau biasa disebut
dengan “Primary-Mental Ability”. Thurstone berpendapat bahwa inteligensi terdiri dari
faktor yang jamak (multiple factors), mencakup tujuh kemampuan mental utama
(primary mental abilities), yaitu:
1) Verbal meaning (V): Memahami gagasan dan arti kata, yang diukur dengan tes kosa
kata.
2) Number (N): Kecepatan dan akurasi melakukan perhitungan aritmatika.
3) Space(S): Kemampuan visualisasi hubungan yang berbentuk dalam tiga dimensi,
seperti dalam mengenali gambar dalam orientasi berbeda.

11
4) Perceptual speed (P): Kemampuan untuk membedakan detail visual, serta
menetapkan persamaan dan perbedaan antara obyek dalam gambar secara cepat.
5) Word fluency (W): Kecepatan dalam memikirkan katakata, seperti dalam membuat
puisi atau dalam memecahkan anagram.
6) Memory(M): Kemampuan untuk menghafal katakata, angka, huruf, dan sejenisnya,
dengan Inductive reasoning (I) cara menulis.
7) Kemampuan untuk menurunkan aturan dari informasi yang diberikan, seperti dalam
menentukan aturan dari serangkaia angka dari hanya sebagian dari rangkaian angka
tersebut.
2.6 Pengukuran Intelegensi
Pengukuran inteligensi adalah prosedur pengukuran yang meminta peserta untuk
menunjukkan penampilan maksimum, sehingga pengukuran inteligensi dilakukan
menggunakan tes yang dikenal dengan tes inteligensi. Tes inteligensi awalnya dikembangkan
oleh Sir Francis Galton. Dia tertarik dengan perbedaan individu dari teori evolusi Charles
Darwin.
Dilihat dari segi pelaksanaannya tes inteligensi dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu tes individual dan kelompok. Termasuk dalam tes individual adalah skala Stanford-
Binet dan Wechler. Tes kelompok diberikan kepada sejumlah siswa dengan jawaban tertulis.
Tes ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat selama Perang Dunia I berupa Army
Alpha Test dan Army Beta Test. Army Alpha Test digunakan untuk menyeleksi calon prajurit
yang dapat membaca, menulis dan berbahasa Inggris. Army Beta Test digunakan untuk
menyeleksi calon prajurit yang buta huruf dan tidak bisa berbahasa Inggris (Abror, 1993: 53
– 57).
Inteligensi diramalkan berhubungan dengan prestasi, baik dalam kehidupan maupun di
sekolah. Oleh karenanya prestasi yang hendak diramalkan oleh tes inteligensi dapat bersifat
umum dan khusus. Prestasi umum adalah keberhasilan hidup secara umum. Secara khusus
prestasi adalah prestasi dalam bidang tertentu di sekolah, misalnya matematika, bahasa, dan
sebagainya. Oleh karenanya Winkel (1996:142) membagi tes inteligensi menjadi tes
inteligensi umum (general ability test) dan tes inteligensi khusus (specific ability test). Tes
inteligensi umum terdiri dari butir soal dalam berbagai bidang penggunaan seperti bahasa,
bilangan, ruang, dan sebagainya. Tes inteligensi khusus mengarah untuk menyelidiki siswa
yang mempunyai bakat khusus dalam bidang studi tertentu seperti bahasa, matematika, dan
sebagainya. Tes-tes inteligensi biasanya mengacu pada konsep inteligensi sebagai inteligensi
umum. Terdapat bermacam-macam tes inteligensi yang dapat digunakan, di antaranya tes
Stanford-Binet dan Wechler.
Tes pertama yang merupakan tes inteligensi moderen dikembangkan oleh ahli psikologi
Perancis Alfred Binet pada tahun 1881. Pada saat itu pemerintah Perancis mengeluarkan
Undangundang yang mewajibkan semua anak masuk sekolah. Pemerintah meminta Binet
untuk membuat tes guna mendeteksi anak-anak yang terlambat intelektualnya (Atkinson,
Atkinson, Smith dan Bem, t.th: 152). Tes-tes inteligensi kemudian banyak mengacu pada tes
yang telah dikembangkan oleh Binet. Tes inteligensi Binet mengalami beberapa kali revisi.
Revisi terakhir adalah revisi yang dikerjakan bersama Terman dari Universitas Stanford yang

12
dikenal dengan tes inteligensi Stanford-Binet. Tes terdiri dari 17 subtes yang dikelompokkan
dalam empat area teoretik yaitu penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran abstrak-
visual, dan ingatan jangka pendek (Good dan Brophy, 1990: 588).
Wechler menyusun tes inteligensi karena beberapa kelemahan yang terdapat pada tes
intekegensi Stanford-Binet. Kelemahan itu: 1) tes Stanford-Binet tidak dapat digunakan
untuk mengukur inteligensi orang dewasa; 2) tes Stanford-Binet terlalu tergantung pada
kemampuan bahasa (Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem, t.th: 157). Wechler menyusun tiga
tes inteligensi yaitu 1) the Wechler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPI). Tes
ini digunakan untuk mengukur inteligensi anak prasekolah atau pada umur 4 – 5 tahun, 2)
the Wechler Intelligence Scale for Children (WISC). Tes ini digunakan untuk mengukur
inteligensi anak-anak umur 5 – 15 tahun, dan 3) the Wechler Adult Intelligence Scale
(WAIS). Tes ini digunakan untuk orang dewasa di atas umur 15 tahun. Menurut Abror (1993:
56), skala Wechler dibagi menjadi dua kelompok subtes yaitu tes verbal dan tes perbuatan
(performance). Tes verbal terdiri dari enam macam yaitu tes informasi, tes pemahaman
umum, tes penalaran berhitung, tes analogi, tes lamanya mengingat angka, dan tes
perbendaharaan kata sebanyak 40 buah kata yang disusun menurut urutan kesulitan. Tes
perbuatan terdiri dari lima macam yaitu tes simbol-angka yang meminta subjek untuk
menjodohkan simbol dengan angka, tes menyempurnakan gambar, tes potongan balok, tes
menyusun gambar, dan tes pemasangan objek.
Inteligensi ditetapkan dalam ukuran yang disebut intelligence quotient (IQ). Ukuran IQ
adalah nisbah atau rasio antara umur kecerdasan (mental age, disingkat MA) dengan umur
kalender (chronological age, disingkat CA) (Suryabrata, 2002: 152). MA diperoleh dari tes
psikologi dan CA dihitung dari tanggal kelahiran peserta tes. IQ dihitung dengan rumus
berikut:
MA
IQ = x100
CA
IQ dapat dihitung dengan langkah-langkah: (1) menghitung CA. CA dihitung atas
dasar kartu kelahirannya, (2) menghitung MA. MA dihitung dengan memberikan terlebih
dulu tes inteligensi. Awalnya tes diberikan dengan tes untuk umur yang paling rendah
(paling mudah), bertahap makin sukar sampai testi tidak dapat menyelesaikan sama
sekali, (3) menghitung IQ menggunakan rumus. Cara perhitungan IQ dapat diberikan
contohnya sebagai berikut.
Seorang anak bernama A berumur 5 tahun mengikuti tes inteligensi yang terdiri dari
enam butir soal tes inteligensi. Hasil yang diperoleh A dalam tes disajikan dalam tabel
berikut:

Contoh hasil uji inteligensi


Butir Butir ke
untuk
umur 1 2 3 4 5 6

13
3;0 x x x x x x
4;0 x x x x x x
5;0 x x x x x x
6;0 x x x x x x
7;0 x x x - - -
8;0 - - - - - -

Keterangan: butir dapat dijawab benar (x), butir tidak dapat dijawab (-).
Dari data tersebut inteligensi A dapat dihitung sebagai berikut: (1) CA = 5 tahun, (2)
MA = 6 tahun + 3/6 tahun = 6,5 tahun, (3) IQ = (MA/CA) x 100 = (6,5/5) x 100 = 130.
IQ dapat diinterpretasikan dengan membandingkan antara CA dengan MA. Individu
dengan inteligensi normal mempunyai MA yang sama dengan CA. Mereka yang
mempunyai MA di atas CA mempunyai inteligensi di atas rata-rata, sedang yang
mempunyai MA di bawah CA mempunyai inteligensi di bawah rata-rata.
IQ juga dapat diinterpretasikan dengan membandingkan dengan skor kelompok
norma. Asumsinya, pada populasi, inteligensi mempunyai distribusi normal. Pada sampel
yang representatif, inteligensi mempunyai distribusi normal sebagaimana populasinya.
Sebagai sebuah distribusi normal, inteligensi dapat dibagi-bagi dalam daerah-daerah
kurva normal. Skor seseorang dalam tes inteligensi dapat diinterpretasikan mengacu
kepada daerah-daerah dalam kurva normal. Penggolongan daerah-daerah dapat mengikuti
klasifikasi IQ yang dibuat oleh Woodworth dan Marquis (Suryabrata, 2002: 157) sebagai
berikut:

Klasifikasi IQ
Skor IQ Kategori
Di atas 140 Luar biasa (genius)
120 – 139 Cerdas sekali (very superior)
110 – 119 Cerdas (superior)
90 – 109 Sedang (average)
80 – 89 Bodoh (dull average)
70 – 79 Anak pada batas (border line)
50 – 69 Debil (moron)
30 – 49 Ambisil (embicile)
Di bawah 30 Ideot
2.7 Aspek Intelegensi
Intelegensi yang dimiliki seseorang terdiri dari tiga aspek atau komponen, menurut
Binet, yaitu:
1. Memusatkan Pikiran Pada Masalah
Aspek yang pertama menentukan tingkat intelegensi seseorang adalah kemampuan
untuk memusatkan pikiran ada masalah. Aspek ini berbicara tentang kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk focus dan memusatkan pikiran pada masalah yang harus

14
diselesaikan. Pemusatan masalah ini harus dilakukan oleh seseorang sebelum beralih ke
masalah lainnya yang memerlukan perhatian. Tingkat intelegensi yang rendah pada
aspek ini akan membuat seseorang jadi tidak bisa atau tidak mudah memusatkan
pikirannya pada suatu masalah dan pikirannya mudah teralihkan.
2. Melakukan Adaptasi
Dapat melakukan adaptasi pada suatu masalah juga menjadi aspek intelegensi
lainnya. Kemampuan untuk melakukan adaptasi pada masalah ini berguna pada
kemungkinan dan kemampuan seseorang untuk memecahkan suatu masalah. Selain itu,
melakukan adaptasi juga berpengaruh pada kemampuan seseorang menghadapi dan
merespon masalah yang dihadapinya.
3. Melakukan Kritik
Aspek intelegensi yang ketiga adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kritik
dari masalah yang dihadapinya. Kecerdasan untuk melakukan kritik ini bisa dilakukan
terhadap dirinya maupun terhadap orang lain dalam menghadapi atau merespon
masalah yang dating.

15
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata intelegensi berasal dari bahasa Inggris, yaitu intelligence yang berawal pula dari
bahasa Latin, yaitu intellectus dan intellegere atau intelligentia. Menurut beberapa sumber
disebutkan bahwa Charles Darwin merupakan tokoh yang memperkenalkan teori intelegensi.
Akan tetapi, beberapa sumber lain menyebutkan bahwa Spearman dan Wynn Jones Pol yang
pertama kali mengemukakan teori intelegensi pada tahun 1951. Intelegensi merupakan
bahasan yang sudah ada sejak perkembangan awal ilmu psikologi, terutama pada psikologi
Pendidikan. Penggambaran secara sepintas tentang intelegensi sebagai suatu kemampuan
dasar yang bersifat umum telah berkembang menjadi berbagai teori intelegensi.
3.2 Saran
Melalui makalah ini saya berharap pembahasan mengenai intelegensi dapat di pahami
oleh pembaca, selain itu kami sebagai penulis mohon maaf apabila masih terdapat
kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dari makalah kami ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Rita L., Ricardh C. Atkinson, 1996, Pengantar Psikologi Edisi Kedelapan
Jilid 2, Jakarta: Erlangga.
Azwar, Saifuddin, 1996, Pengantar Psikologi Intelegensi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Walgito, Bimo, 1980, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi.

17

Anda mungkin juga menyukai