Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

INTELEJENSI BAKAT DAN KREATIFITAS


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas psikologi

Disusun oleh :

Anis andansari

Asep somipan

Delia nur utami

Indri andriani

Puri Rahayu

Kelompok 6

Tingkat 1D

Akper Bhakti Kencana Bandung

2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, dimana atas rahmat dan
karunia-Nyakami dapat menyusun makalah yang mengangkat tentang intelegensi dan kreativitas.
Dalam proses penyusunan makalah ini tentunya kami kelompok ! mengalami bebagai masalah.
Namum berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, kelompok 1 mengucapkan trima kasih kepada dosen
mata perkuliahan psikologi, yaitu ibu Yunita Sumangkul S.psi yang telah membimbing kami
dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika
penulisannya, maka dari itu kelompok 1 berterima kasih apabila ada kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, smoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya program studi
psikologi nantinya.

2
Daftar Isi
Kata pengantar .............................................................................................. 2

Daftar isi ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah .................................................................................. 4

1.2 Rumusa Masalah ............................................................................................. 4

1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intelejensi ..................................................................................... 6

A.hubungan antara intelejensi dengan kreatifitas .......................................... 6

2.2 Pengertian Bakat ............................................................................................. 7

2.3 Pengertian Kreatifitas ................................................................................... 11

A.pribadi ............................................................................................................

B.proses …………………………………………………………………………………………………………

C.produk…………………………………………………………………………………………………………..

D.dorongan…………………………………………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

2.4 Kesimpulan .................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Bakat adalah anugrah yang tidak boleh disia – siakan dan harus dikembangkan secara
maksimal. Setiap manusia terlahir dengan memiliki bakat tertentu. Bakat adalah sesuatu yang
sudah dimiliki secara alamiah, yang mutlak memerlukan latihan untuk membangkitkan dan
mengembangkannya Seperti halnya bakat, kreativitas yang dimiliki oleh seseorang juga anugrah
yang harus dipergunakan secara tepat sasaran.
Kreativitas, disamping bermakna baik untuk pengembangan diri maupun untuk
pembangunan masyarakat , juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kreativitas
erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kreativitas selalu berada dibelakang sebuah
penemuan besar.
Kreativitas dan bakat sangat dibutuhkan individu untuk bisa melewati seleksi alam. Perpaduan
keduanya juga sangat diperlukan untuk menghasilkan produk kreativitas yang bermanfaat. Maka
dari itu, Pemakalah mengangkat tema kreativitas dan intelegensi.

BAB 11 PEMBAHASAN
1. Pengertian kreativitas,
2. Pengertian intelegensi
3. Hubungan antara kreativitas dan intelegensi

1.3 Tujuan Makalah


Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Kreativitas dan intelegensi serta untuk menambah
pengetahuan dan wawasan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Intelejensi


Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk
mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam
mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan
berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi
sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dari dan
sampai ketingkatan usia tertentu secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial
Dengan menggunakan hasil pengukuran test inteligensi yang mencakup general (Infomation and
Verbal Analogies, Jones and Conrad telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan
Inteligensi, yang dapat di tafsirkan anatara lain sebagai berikut :
1) Laju perkembangan Inteligensi pada masa anak-anak berlangsung sangat pesat,
2) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan
khusus tertentu.
Bloom melukiskan berdasarkan hasil studi longitudinal, bahwa dengan berpatokan
kepada hasil test IQ dari masa-masa sebelumnya yang di tempuh oleh subyek yang sama, kita
akan dapat melihat perkembangan prosentase taraf kematangan dan kemamppuannya sebagai
berikut :
a. Usia 1 tahun berkembang sampai sekitar 20%-nya
b. Usia 4 tahun sekitar 50%-nya
c. Usia 8 tahun sekitar 80%-nya
d. Usia 13 tahun sekitar 92%-nya
Hasil studi Bloom ini tampaknya juga menugaskan bahwa laju perkembangan IQ itu bersifat
proposional.
Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli psikologi tentang pengertian Intelegensi yaitu
sebagai berikut :
a) Claparde dan Stern mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan
diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru.
b) K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman
atau pengertian.
c) David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas
untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya.
Namun di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
d) William Stern mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi ialah kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai
dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung
dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada
intelegensi seseorang.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi merupakan salah satu
masalah pokok; karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak di kupas orang,
baik secara khusus maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan yang lain.
Tentang peran inteligensi itu dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian
pentingnya sehingga di pandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam
hal belajar; sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa inteligensi tidak lebih
mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa inteligensi
merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar
seseorang; terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar
pengaruhnya.
Adapun pembahasan mengenai inteligensi itu secara teknis pada pokoknya dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
1) Pembahasan mengenai sifat hakekat inteligensi, dan
2) Pembahasan mengenai penyelidikan inteligensi itu
Hal yang sama lebih bersifat teoritis-konsepsional, sedangkan hal yang kedua lebih
bersifat teknis metodologisnya. Dalam pada itu harus diingat bahwa penggolongan seperti yang
dikemukakan itu hanyalah bersifat teknis bukan prinsip. Sebab kedua hal itu pada hakekatnya
tidak dapat di pisah-pisahkandengan tajam.
Inti persoalan daripada sifat hakikat inteligensi itu dirumuskan dengan pertanyaan : Apakah
inteligensa itu ? Pertanyaan ini justru dalam bentuknya yang demikian itu, menjadi obyek diskusi
yang hangat bagi banyak ahli-ahli psikologi, terutama disekitar tahun-tahun 1900-1925.
Persoalannya sendiri sudah tua sekali, lebih dari padaitu psikologi itu sendiri, karena hal tersebut
telah di bahas oleh ahli-ahli filsafat dan kemudian ahli-ahli biologi sebelum psikologi sebagai
ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri ahli.
Menurut konsepsi iniinteligensi ini adalah persatuan (kumpulan yang di persatukan)
daripada daya-daya jiwa yang khusus. Karenna itu pengukuran mengenai inteligensi juga dapat
di tempuh dengan cara mengukur daya-daya jiw khusus itu, misalnya daya mengamati, daya
mereproduksi, daya berfikir dan sebagainya.
Konsep-konsep yang timbul dari keyakinan, bahwa apa yang di selidiki (di test) dengan
testinteligensi itu adalah inteligensi umum. Jadi inteligensi di beri defenisi sebagai taraf umum
yang mewakili daya-daya khusus.
Piaget menemukan tahap berfikir praoprasional, suatu tahap yang berlangsung dari usia
dua atau tiga tahun sampai tujuh atau delapan tahun
A.Hubungan antara intelegensi dengan kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga
merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara
kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada
anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi,
tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang
rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ,
tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih
terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya
hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk
memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes
inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi
yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang
memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat
berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

Secara global hakekat intelegensi bisa diilustrasikan sebagai berikut:


a.Kemapuan memahami sesuatu
Makin tinggi intelegensi seseorang, maka makin cepatlah ia memahami sesuatu yang dihadapi.
b.Kemampuan berpendapat
Makin cerdas seseorang, makin cepat pula mengambil ide,langkah penyelesaian masalah, memilicara-cara
yang tepat diantara sekian alternatif penyelesaian segera dipilih mana yang paling ringan dan kecil resikonya
dan besar manfaatnya.
c. Kemampuan kontrol dan kritik
Makin cerdas seseorang makin tinggi pula daya kontrol dan kritiknya terhadap apa yang diperbuat, sehingga
tidak diulangi lagi, paling tidak frekuensi pengulangan kesalahan kecil.
Hubungan inteligensi dengan kehidupan memang kecerdasan/intelijensi seseorang
memainkan peranan yang penting dalam kehidupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat
kompleks, intelejensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan
seseorang. Banyak lagi faktor yang lain, seperti faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan.
Orang yang sakit-sakitan saja meskipun intelejensinya tinggi dapat gagal dalam usaha
mengembangkan dirinya dalam kehidupannya. Demikian pula meskipun cerdas jika tidak ada
kesempatan mengembangkan dirirnya dapat gagal pula.
Juga watak (pribadi) seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Banyak di
antara orang-orang yang sebenarnya memiliki intelejensi yang cukup tinggi, tetapi tidak
mendapat kemajuan dalam kehidupannya. Ini disebabkan/karena misalnya, kekurangan-
mampuan bergaul dengan orang-orang lain dalam masyarakat,atau kurang memiliki cita-cita
yang tinggi, sehingga tidak/kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelejensi yang sedang saja,
dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan keuletannya
dan tidak banyak faktor-faktor yang menggagu atau yang merintanginya. Akan tetapi intelejensi
yang rendah menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orang itu
ulet dan bertekun dalam usahanya. Sebagai kesimpulan dapat kita katakan: Kecerdasan atau
intelejensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu
dalam kehidupannya. Sampai di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula
kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.
2.2 Pengertian bakat
Menurut M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan disebutkan bahwa
kata bakat lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan pembawaan,
yaitu yang mengenai kesanggupan-kesanggupan (potensi-potensi) yang tertentu.[1]

William B. Michael memberi definisi mengenai bakat sebagai berikut :


An aptitude may be defined as a person’s capacity, or hypothetical potential, for acquisition of a
certain more or less weeldefined pattern of behavior involved in the performance of a task
respect to which the individual has had little or no previous training (Michael, 1960: 59).

Jadi Michael meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk melakukan
sesuatu tugas, yang sedikit sekali tergantung kepada latihan mengenai hal tersebut.

Woodworth dan Marquis memberikan definisi demikian: “aptitude is predictable achievement


and can be measured by specially devised test” (Woodworth dan Marquis, 1957: 58). Bakat
(aptitude), oleh Woodworth dan Marquis dimasukkan dalam kemampuan (ability). Menurutnya
ability mempunyai tiga arti, yaitu :

Achievement yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau tes
tertentu.
Capacity yang merupakan potential ability, yang dapat diukur secara tidak langsung dengan
melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, di mana kecakapan ini berkembang dengan
perpaduan antara dasar dengan training yang intensif dan pengalaman.
Aptitude, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkap/diukur dengan tes khusus yang sengaja
dibuat untuk itu.[2]

Menurut Guilford bakat itu mencakup tiga dimensi pokok, yaitu :


Dimensi Perseptual
Dimensi perseptual meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi, dan ini meliputi faktor-
faktor antara lain :

 Kepekaan indera
 Perhatian
 Orientasi waktu
 Luasnya daerah persepsi
 Kecepatan persepsi, dan sebagainya.
 Dimensi Psiko-motor
Dimensi psiko-motor ini mencakup faktor, yaitu :

 Faktor kekuatan
 Faktor impuls
 Faktor kecepatan gerak
Faktor ketelitian/ketepatan, yang terdiri atas dua macam, yaitu :

 Faktor kecepatan statis, yang menitikberatkan pada posisi.


 Faktor ketepatan dinamis, yang menitikberatkan pada gerakan.

Faktor koordinasi
Faktor keluwesan (flexibility).

Dimensi Intelektual
Dimensi inilah yang umumnya mendapat penyorotan secara luas, karena memang
dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat luas. Dimensi ini meliputi lima faktor, yaitu:

Faktor ingatan, yang mencakup:

 Faktor ingatan mengenai substansi


 Faktor ingatan mengenai relasi
 Faktor ingatan mengenai system

Faktor pengenalan, yang mencakup:

 Pengenalan terhadap keseluruhan informasi


 Pengenalan terhadap golongan (kelas)
 Pengenalan terhadap hubungan-hubungan
 Pengenalan terhadap bentuk dan struktur
 Pengenalan terhadap kesimpulan.

Faktor evaluatif, yang meliputi:

 Evaluasi mengenai identitas


 Evaluasi mengenai relasi-relasi
 Evaluasi terhadap system
 Evaluasi terhadap penting tidaknya problrm (kepekaan terhadap problem yang dihadapi).

Faktor berpikir konvergen, yang meliputi:

 Faktor untuk menghasilkan nama-nama


 Faktor untuk menghasilkan hubungan-hubungan
 Faktor untuk menghasilkan system-sistem
 Faktor untuk menghasilkan transformasi
 Faktor untuk menghasilkan implikasi-implikasi yang unik.
Faktor berpikir divergen, yang meliputi:

 Faktor untuk menghasilkan unit-unit


 Faktor untuk pengalihan kelas-kelas secara spontan
 Faktor kelancaran dalam menghasilkan hubungan-hubungan.
 Faktor untuk menghasilkan system
 Faktor untuk transfomasi divergen

Faktor untuk menyusun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka. [3]
Dengan sengaja pendapat Guilford ini dikemukakan dengan agak lengkap, tidak karena pendapat
tersebut dianggap sebagai satu-satunya pendapat yang benar, akan tetapi berlebih-lebih sebagai
ilustrasi untuk menunjukkan betapa rumitnya kualitas manusia yang kita sebut itu.

Mengenali Bakat Seseorang


Menurut sejarahnya usaha pengenalan bakat itu mula-mula terjadi pada bidang kerja (atau
jabatan), tetapi kemudian juga dalam bidang pendidikan. Bahwa dewasa ini dalam bidang
pendidikanlah usaha yang paling banyak dilakukan. Dalam praktiknya hampir semua ahli yang
menyusun tes untuk mengungkap bakat bertolak dari dasar pikiran analisis faktor.

Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasar atas dalam lapangan apa
bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika, bakat bahasa, bakat olah raga, dan
sebagainya. Dengan demikian, maka macamnya bakat akan sangat tergantung pada konteks
kebudayaan di mana seseorang individu hidup. Mungkin penamaan itu bersangkutan dengan
bidang studi, mungkin pula dalam bidang kerja.

Sebenarnya setiap bidang studi atau bidang kerja dibutuhkan lebih dari satu faktor bakat
saja. Bermacam-macam fakor mungkin diperlukan berfungsinya untuk suatu lapangan studi atau
lapangan kerja tertentu. Suatu contoh misalnya bakat untuk belajar di Fakultas Teknik akan
memerlukan berfungsinya faktor-faktor mengenali bilangan, ruang, berpikir abstrak, bahasa,
mekanik, dan mungkin masih banyak lagi. Karena tiu ada kecenderungan di antara para ahli
sekarang untuk mendasarkan pengukuran bakat itu pada pendapat, bahwa ada setiap individu
sebenarnya terdapat semua faktor-faktor yang diperlukan untuk berbagai macam lapangan, hanya
dengan kombonasi, konstelasi, dan intensitas yang berbeda-beda. Karena itu biasanya yang
dilakukan dalam diagnosis tentang bakat adalah membuat urutan (ranking) mengenai berbagai
bakat pada setiap individu.

Prosedur yang biasanya ditempuh adalah melaksanakan analisis jabatan atau analisis
lapangan studi untuk menemukan faktor-faktor apa saja yang diperlukan supaya orang dapat
berhasil dalam lapangan tersebut.
Dari hasil analisis itu dibuat pencandraan jabatan atau pencandraan lapangan studi.
Dari Pencandraan jabatan atau pencandraan lapangan studi itu diketahui persyaratan apa yang
harus dipenuhi supaya individu dapat lebih berhasil dalam lapangan tertentu.
Dari persyaratan itu sebagai landasan disusun alat pengungkapan (alat pengungkap bakat), yang
biasanya berwujud tes.[4]
Dengan jalan pikiran seperti yang digmbarkan di atas itulah pada umumnya tes bakat itu
disusun. Sampai sekarang boleh dikata belum ada tes bakat yang cukup luas daerah pemakainya
(seperti misalnya tes inteligensi), berbagai tes bakat yang telah ada seperti misalnya FACT
(Flanagan Aptitude Clasification Test) yang disusun oleh Flanagan, DAT dan lain sebagainya.

2.3 Pengertian kreatifitas


Salah satu masalah yang kritis dalam meneliti, mengidentifikasi, dan mengembangkan
kreativitas ialah bahwa ada begitu banyak definisi tentang kreativitas, tetapi tidak ada satu
definisi pun yang dapat diterima secara universal. Mengingat kompleksitas dari konsep
kreativitas, agaknya hal ini tidak mungkin dan tidak perlu, karena kreativitas dapat ditinjau dari
berbagai aspek, yang kendatipun saling berkaitan tetapi penekanannya berbeda – beda. Rodhes
(1961, dalam Isaksen, 1987) dalam menganalisis lebih dari 40 definisi tentang kreativitas,
menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan dalam istilah pribadi (person),
proses, dan produk.
Kreativitas dapat pula ditinjau dari kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong
individu ke perilaku kreatif. Rodhes menyebut keempat jenis definisi tentang kreativitas ini
sebagai “four p’s of creativity “,yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product. Kebanyakan
definisi kreativitas berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini
saling berkaitan: pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam menghasilkan produk kreatif, dan
dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan menghasilkan produk kreatif. Torrance ( 1988)
yang memilih definisi proses tentang kreativitas, menjelaskan hubungan antara keempat P
tersebut sebagai berikut : dengan berfokus pada proses kreatif, dapat ditanyakan jenis pribadi
yang bagaimanakah akan berhasil dalam proses tersebut, macam lingkungan yang bagaimanakah
akan memudahkan proses kreatif, dan produk yang bagaimanakah yang dihasilkan dari proses
kreatif?
Berikut ini adalah pendapat beberapa ahli psikologi tentang pengertian Kreativitas yaitu sebagai
berikut :
a) David Campbell, Ph.D menyatakan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang
mendatangkan hasil dengan kandungan ciri ;
Inovatif : belum pernah ada, segar, menarik, aneh, mengejutkan dan teobosan baru.
Berguna : lebih enak, lebih baik, lebih praktis, mempermudah, mendorong, memecahkan
masalah, mengurangi hambatan.
Dapat dimengerti : hasil yang sama dapat dibuat pada waktu yang lain.
b) James R Evan, menyatakan kreativitas adalah keterampilan untuk membentuk
kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah ada dalam pikiran. Setiap kreasi
merupakan kombinasi baru dari ide-ide dan produk yang inovatif, seni dalam pemenuhan
kebutuhan manusia.
c) Michael A.West, menyatakan bahwa kreativitas merupakan penyatuan pengetahuan
berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide-ide baru yang lebih baik.
Kreativitas merupakan salah satu bagian dasar dari usaha manusia. Kreativitas melibatkan kita
dalam penemuan-penemuan terus-menerus cara baru dan baik dalam mengerjakan berbagai hal.
Atau dalam pengertian yang lebih luas, kreativitas terkait dengan penggunaan berbagai potensi
yang dimiliki, baik pengetahuan, intuisi maupun imajinasi sedemikian rupa sehingga dapat
menghasilkan ide-ide baru yang lebih baik dan bermanfaat.
d) Rawlinson (1979:9) mengemukakan Kreativitas merupakan kemampuan seseorang
untuk melahirkan sesuatu gagasan baru maupun karya nyata baru yang merupakan kombinasi
dengan hal-hal yang sudah ada sehingga relatif berbeda dengan yang telah ada.
Marilah kita melihat beberapa definisi tentang kreativitas berdasarkan empat P, menurut
para pakar.
A. pribadi
Menurut Hulbeck (1945) “ tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan
kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya”. Fokus pada segi pribadi jelas dalam definisi
ini.
Definisi yang lebih baru tentang kreativitas diberikan dalam “ three-facet model of creativity”
oleh Sternberg (1988), yaitu “kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut
psikologis : inteligensi, gaya kognitif, dan kepribadian/ motivasi. Bersama – sama ketiga segi
dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif “.
Inteligensi meliputi terutama kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan,
perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, ketrampilan pengambilan
keputusan, keseimbangan serta integrasi intelektual secara umum.
Gaya kognitif atau intelektual dari pribadi yang kreatif menunjukkan kelonggaran dari
keterikatan pada konvensi menciptakan aturan sendiri, melakukan hal dengan caranya sendiri,
menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur, senang menulis, merancang, lebih tertarik pada
jabatan yang kreatif, seperti pengarang, saintis, artis, atau arsitek.
Dimensi kepribadian/ motivasi meliputi ciri – ciri seperti fleksibilitas, toleransi terhadap
kedwiartian, dorongan untuk berprestasi dan mendapat pengakuan, keuletan dalam menghadapi
rintangan, dan pengambilan risiko yang moderat.
B.Proses
Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses
berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif.
Utami Munandar menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan.
Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi). Selain
pendapat yang diuraikan diatas ada pendapat lain yang menyebutkan proses terbentuknya
kreativitas sebagai berikut :
Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap dalam
proses kreatif yaitu :
1.Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk
memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai
pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.
Inkubasi; adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar.
Tahap ini berlangsung dalan waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan,
bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik). Dalam
tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat
kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap berikutnya.
2. Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk
memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti
dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata now, I see itu yang kurang lebihnya berarti “oh ya”.
3.Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara
kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.
Dari dua pendapat ahli diatas memandang kreativitas sebagai sebuah proses yang terjadi didalam
otak manusia dalam menemukan dan mengembangkan sebuah gagasan baru yang lebih inovatif
dan variatif (divergensi berpikir).
C.Produk
Barron ( 1969) menyatakan bahwa “ kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan /
menciptakan sesuatu yang baru “. Begitu pula menurut Haefele ( 1962) “ kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi – kombinasi baru yang mempunyai makna sosial “.
Definisi Haefele ini menunjukkan bahwa tidak keseluruhan produk itu harus baru, tetapi
kombinasinya. Unsur – unsurnya bisa saja sudah ada lama sebelumnya. Definisi Haefele
menekankan pula bahwa suatu produk kreatif tidak hanya harus baru tetapi juga diakui sebagai
bermakna.
D. Press/Dorongan
Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik
dorongan internal (diri sendiri) berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri
secara kreatif, maupun dorongan eksternal (dari lingkungan sosial dan psikologis). Definisi
Simpson (1982) dalam S. C. U. Munandar 1999, merujuk pada aspek dorongan internal dengan
rumusannya sebagai “The initiative that one manifests by his power to break away from the
usual sequence of thought”. Mengenai “press” dari lingkungan, ada lingkungan yang menghargai
imajinasi dan fantasi, dan menekankan kreativitas serta inovasi. Kreativitas juga kurang
berkembang dalam kebudayaan yang terlalu menekankan tradisi, dan kurang terbukanya
terhadap perubahan atau perkembangan baru.
- Pelatihan pemecahan masalah secara kreatif
Grossman dan wiseman (1993) mengusulkan beberapa perubahan terhadap model
pelatihan yang selama ini digunakan orang-orang di dalam pelatihan-pelatihan pemecahan
masalah secara kreatif. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan evektivitas pelatihan
pemecahan masalah secara kreatif. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan evektifitas
pelatihan pemecahan masalah secara kreatif (creative problem solving training). Prinsip-prinsip
ini didasarkan atas penelitian dan pengalaman mereka terlibat di dalam lembaga pelatihan
pemecahan masalah secara kreatif di buffalo, new york, AS dan sebagai konsultan di bidang
bisnis.
1. diciptakan situasi di depan (future state) untuk membangkitkan dan menarik pemikiran
kreatif.
2. penemuan fakta di awal proses hendaknya diabaikan untuk sementara waktu.
3. redefinisi masalah dering merupakan kejadian yang bersifat retrospektif.
4. kiasan dan analogi merupakan bahan baker proses kreatif.
5. pemaksaan hubungan-hubungan merupakan factor kunci proses kreatif.
6. konverjensi adalah sebagai proses kreatif yang sangat potensial, namun sering diabaikan.
7. tugas-tugas latihan hendaknya mengambil masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta.
9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kreativitas, disamping bermakna untuk pengembangan diri maupun pembangunan
masyarakat, juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan
perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi manusia ( Maslow, 1968 ).
Kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek, yaitu aspek pribadi,
pendorong, proses, dan produk. Ditinjau dari aspek pribadi, kreativitas muncul dari interaksi
pribadi yang unik dengan lingkungannya. Ditinjau dari proses, menurut Torrance ( 1988),
kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang
kekurangan ( masalah ) ini, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan
mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasil – hasilnya. Proses kreatif meliputi beberapa
tahap, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Definisi mengenai produk kreativitas
menekankan bahwa apa yang dihasilkan dari proses kreativitas, ialah sesuatu yang baru,
orisinalitas, dan bermakna. Ditinjau dari aspek pendorong kreativitas dalam perwujudannya
memerlukan dorongan internal maupun eksternal dari lingkungannya.
Jadi peranan Intelegensi / kecerdasan setiap orang sangat mempengaruhi kreativitas, bakat , dan
prestasi belajarnya. Seseorang yang Tingkat intelegensinya (IQ) tinggi belum tentu memiliki
kreativitas, bakat, dan prestasi belajarnya tinggi pula karena setiap individu memiliki motivasi
yang berbeda. Tetapi individu yang memiliki IQ lebih tinggi akan lebih mudah berkreativitas dan
meraih prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan yang memiliki IQ rendah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Munandar, Utami.2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT RINEKA


CIPTA.
http://sunartombs.wordpress.com/2009/08/09/pengertian-kreativitas-kreativitas;;pengertian
kreativitas2010-2011/.com
http://www.indosiar.com/ragam/21364/anak-berbakat-dalam-pendidikan
http://books.google.co.id/books?id
Gardner, H. (2003). Kecerdasan majemuk; teori dalam praktek. Alih bahasa oleh Alexander
sindoro dan lyndon saputra: batam: interaksara.
Suharnan (1998). Pengaruh platihan imajei dan penalaran terhadap kreativitas menurut prespektif
perbedaan individu. Disrtasi (tidak diterbitkan), program pascasarjana UGM Yogyakarta.
Suharnan (2005). Psikologi kognitif. Surabaya. Srikand

Anda mungkin juga menyukai