Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Intelegensi dan Teori Berpikir


Mata Kuliah : Psikologi Belajar
Dosen Pengampu : Dra. Selfie L Kumesan, M.Si

Kelompok Cewek :

1. Rismauli Damayanti Br Sinaga (21504024) 11. Ulita Y. O Gultom (21504030)

2. Shalomita J Paramulia (21504004) 12. Catriona Cein Sasauw (21504014)


3. Adewia Yunisti Lumonang (21504008) 13. Putri K Tendean (21504057)
4. Natalie Vanessa Tambaani (21504005) 14. Rianita Kakalang (21504086)
5. Chavara Shere Shawa Tururadja (21504070) 15. Gebi Bone (21504037)
6. Cellin Jacklyn Ompi (21504025) 16. Annisa Husin (21504028)
7. Priscilla E. Ch. Sumarjanto (21504053) 17. Putri Budikasi (21504011)
8. Christyana M. J Tombokan (21504034) 18. Alvionita Pontoh (21504065)
9. Oriental Queendika Bitjoli (21504060) 19. Yulia Agnes Zega (21504048)
10. Meisty Breinda Dinur (21504066) 20. Virgina V Walean (21504051)

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN KEBUMIAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO

1
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-Nya sehingga
kami bisa menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Intelegensi dan Teori Berpikir”.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah “Psikologi Belajar” dan juga dapat
menambah wawasan kita dan pembaca mengenai materi ini.
Ucapan terima kasih diberikan kepada Dra. Selfie L Kumesan, M.Si. Sebagai dosen pengampu
untuk mata kuliah “Psikologi Belajar”.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan ada saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kami memohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini. Terima kasih.

Tondano, 14 November 2022

Kelompok Cewek

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................................6
A. Hakikat Intelegensi......................................................................................................6
B. Pengertian Intelegensi..................................................................................................7
C. Multipel Intelegensi.....................................................................................................8
D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi .....................................................11
E. Indikator – Indikator Intelegensi................................................................................13
F. Intelegensi Question (IQ) ..........................................................................................15
G. Pengukuran Dan Klasifikasi (IQ) ..............................................................................15
H. Kecerdasan Emosional.............................................................................................. 17
I. Pengertian Teori Berpikir .........................................................................................19
J. Proses Berpikir...........................................................................................................19
K. Berpikir Kreatif..........................................................................................................22
L. Hambatan Dalam Proses Berpikir..............................................................................22
BAB III : PENUTUP..............................................................................................................23
A. Kesimpulan..................................................................................................................23
B. Saran............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia yang dicipta oleh Tuhan sebagai Khalifah atau pemimpin di muka bumi ini mempunyai
berbagai keistimewaan dan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan dan keistimewaan
ini ialah karena manusia dikaruniai akal. Akal pikiranlah yang membedakan secara kualitatif, di antara
manusia dan hewan.
Berpikir merupakan suatu aktivitas akal dan rohani yang berlaku pada seseorang akibat adanya
kecenderungan mengetahui dan mengalami. Manusia diberi daya kognitif yang membolehkannya
berpikir. Manusia juga diberi daya efektif yang membolehkan emosi, perasaan dan kerja hati hubungan
dengan daya kognitif. Oleh sebab itu, lahir pemikiran. Pemikiran yang berkembang dapat memberi
dasar kepada lahirnya ilmu.
Akal atau pikiran adalah sumber ilmu intelektual yang menghasilkan transfer knowledge dan transfer
velue melalui proses pemikiran melalui akal. Kemampuan menggunakan buah pikiran yang baik dan
berguna inilah yang mengangkat derajat keinsanian manusia dibanding hewan. Jadi, berpikir adalah
sesuatu yang menjadi tuntutan dan seharusnya dilakukan oleh manusia dalam setiap aktivitas dan tindak
tanduk yang dilakukan.
Intelegensi berasal dari kata latin intelligere yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau
menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to bind together). Intelegensi adalah keahlian
memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-
hari. Sudut pandang dari evolutionary perspective, intelegensi adalah suatu kemampuan untuk
memecahkan masalah yang berhubungan dengan adaptasi. Sudut pandang dari behavior perspective,
intelegensi adalah suatu kapasitas untuk mencapai tujuan dalam berperilaku. Dan sudut pandang dari
cognitive perspective, intelegensi adalah suatu proses nalar yang diterapkan untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat intelegensi!
2. Apa pengertian intelegensi?
3. Bagaimana multipel intelegensi!
4. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi ?
5. Apa saja indikator – indikator intelegensi?
6. Apa itu intelegensi question (IQ) ?
7. Bagaimana pengukuran dan klasifikasi (IQ)!
8. Bagaimana kecerdasan emosional!
9. Apa pengertian teori berpikir ?
10. Bagaimana proses berpikir!
11. Seperti apa berpikir kreatif?
12. Bagaimana hambatan dalam proses berpikir!

4
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami hakikat intelegensi
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian intelegensi
3. Untuk mengetahui dan memahami multipel intelegensi
4. Untuk mengetahui dan memahami faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi
5. Untuk mengetahui dan memahami indikator – indikator intelegensi
6. Untuk mengetahui dan memahami intelegensi question (IQ)
7. Untuk mengetahui dan memahami pengukuran dan klasifikasi (IQ)
8. Untuk mengetahui dan memahami kecerdasan emosional
9. Untuk mengetahui dan memahami pengertian teori berpikir
10. Untuk mengetahui dan memahami proses berpikir
11. Untuk mengetahui dan memahami berpikir kreatif
12. Untuk mengetahui dan memahami hambatan dalam proses berpikir

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Intelegensi
Mengenai hakikat intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat antara para ahli. Variasi dalam
pendapat tampak bila pandangan ahli yang satu dibanding dengan pendapat ahli yang lain. Pendapat-
pendapat itu antara lain :
1. Terman: intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Thorndike: intelegensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat (baik)
terhadap stimulasi yang diterimanya, misalnya orang mengatakan “meja”, bila melihat sebuah benda
berkaki empat dan mempunyai permukaan datar. Maka makin banyak hubungan (koneksi) semacam itu
yang dimiliki seseorang, makin inteligenlah orang itu.
3. Wechlsler: intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu tujuan, untuk
berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara efektif.
Sedangkan Breckenridge dan Vincent berpendapat bahwa “intelegensi adalah kemampuan seseorang
untuk belajar, menyesuaikan diri dan memecahkan masalah baru.
Istilah intelegensi sangat akrab dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Hal ini disebabkan
karena pendidikan yang diberikan pada anak-anak dengan berbagai kemampuan intelegensi. Pendidik
harus memahami keragaman intelegensi anak didik. Pemahaman tentang Keragaman intelegensi
tersebut sangat diperlukan untuk dapat memberikan layanan yang tepat agar dapat mencapai tujuan
pendidikan. Dalam bidang pendidikan juga dimanfaatkan untuk mengetahui sejauh mana prestasi
belajar yang dapat dicapai oleh individu. Individu dalam menyelesaikan masalah (apakah cepat atau
lambat) ikut ditentukan oleh faktor intelegensi dari individu yang bersangkutan. (Walgito, 2010:
210)Kata intelegensi sangat erat kaitannya dengan kata intelek. Hal tersebut dikarenakan keduanya
berasal dari bahasa Latin yang sama, yaitu orang pintar, yang berarti memahami. Intellectus atau intelek
adalah bentuk pasif dari kecerdasan; sedangkan Intelegensi atau intelegensi adalah bentuk aktif dari
kata intellegere. Bentuk-bentuk kata ini memberikan indikasi kepada kita bahwa intelek lebih bersifat
pasif atau statis (makhluk, potensi); sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif (menjadi, aktualisasi).
Berdasarkan pemahaman ini, dapat Kunci bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk memahami,
sedangkan intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi
tersebut. Hubungan dengan pengertian intelegensi ini, ada yang mendefinisikan intelegensi sebagai
“kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Colvin).
Untuk memperoleh pengertian yang lain tentang intelegensi, berikut akan dikemukakan definisi
yang dirumuskan oleh para ahli, antara lain: sebuah SC Utami Munandar Secara umum, intelegensi
dapat dirumuskan sebagai berikut:
-Kemampuan untuk berpikir abstrak
-Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar

6
-Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru
Perumusan pertama melihat intelegensi sebagai kemampuan berpikir; perumusan kedua sebagai
kemampuan untuk belajar; dan perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. sidang
menunjukkan aspek-aspek yang berbeda dari intelegensi, ketiga aspek tersebut saling berkaitan.

B. Pengertian Intelegensi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris “Intelligence” yang juga berasal dari bahasa Latin yaitu
“Intellectus dan Intelligentia”. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan
Wynn Jones Pol pada tahun 1951 yang mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan
(power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous” sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noeseis”
Intelegensi atau kecerdasan diartikan dalam berbagai dimensi oleh para ahli. Donald Stener, seorang
Psikolog menyebut intelegensi sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah
ada untuk memecahkan berbagai masalah. Tingkat intelegensi dapat diukur dengan kecepatan
memecahkan masalah-masalah tersebut. Intelegensi secara umum dapat juga diartikan sebagai suatu
tingkat kemampuan dan kecepatan otak mengolah suatu bentuk tugas atau keterampilan tertentu.
Kemampuan dan kecepatan kerja otak ini disebut juga dengan efektivitas kerja otak.
Intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir dan dianggap sebagai kemampuan
tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia, yang dengan kemampuan
intelegensi ini memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Inteligensi dapat
diartikan sebagai kemampuan berpikir secara abstrak, memecahkan masalah dengan menggunakan
simbol-simbol verbal dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri dengan pengalaman
hidup sehari-hari.
Adapun pengertian intelegensi menurut para ahli :
• Menurut David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir
secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional
• Menurut Thorndike. Intelegensi sebagai kemampuan individu untuk memberikan respon yang
tepat terhadap stimulasi yang diterimanya. Misalnya orang mengatakan "kursi", bila melihat sebuah
benda berkaki empat dan memiliki permukaan datar. Maka makin banyak hubungan atau koneksi
semacam itu yang dimiliki seseorang, makin inteligenlah orang tersebut.
• Menurut H.H Goddard, Intelegensi yaitu tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk
menyelesaikan masalah yang langsung dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah yang akan datang.
• Menurut Ormrod J.E. Intelegensi sebagai kemampuan menerapkan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya secara fleksibel untuk mengetahui tugas-tugas baru yang menantang.
• Menurut Super dan Cites dalam Garret, Intelegensi didefinisikan sebagai kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman, dimana manusia hidup dan
berinteraksi di dalam lingkungannya yang kompleks sehingga memerlukan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Selain itu intelegensi mencakup tentang kemampuan yang
diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan

7
simbol-simbol. Oleh karena manusia hidup senantiasa menghadapi permasalahan dan setiap
permasalahan harus dipecahkan agar manusia memperoleh keseimbangan (homeostasis) dalam hidup.
Menurut M Dalyono (2004: 124) intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk
mengadakan penyesuaian terhadap sesuatu situasi atau masalah, yang meliputi berbagai jenis
kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa,
dan sebagainya. Intelegensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu (M Ngalim Purwanto, 2004: 52).
Intelegensi sendiri dalam perspektif psikologi memiliki arti yang beraneka ragam antara lain yang
paling pokok adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi baru secara cepat dan efektif.
Dengan demikian, inteligensi dapat disinonimkan dengan kecerdasan. Inteligensi sangat erat kaitannya
dengan kemampuan mental anak (bukan kemampuan psikomotorik).

C. Multipel Intelegensi
Teori multiple inteligensi atau kecerdasan majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Howard
Gardner, seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education,
Harvard Univercity, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk
memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu aturan yang bermacam-macam dan
dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa inteligensi bukanlah
kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari
lingkungannya. Akan tetapi inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan
yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam.
Gardner menekankan pada kemampuan memecahkan persoalan yang nyata, karena seseorang
memiliki kemampuan inteligensi yang tinggi bila ia dapat menyelesaikan persoalan hidup yang nyata,
bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan mampu menyelesaikan persoalan kehidupan
yang situasinya bermacam-macam dan kompleks, semakin tinggi inteligensinya. Penemuan Gardner
tentang intelegensi seseorang telah mengubah konsep kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan
seseorang diukur bukan dengan tes tertulis, tetapi bagaimana seseorang dapat memecahkan problem
nyata dalam kehidupan. Intelegensi seseorang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan jumlahnya
banyak, hal ini berbeda dengan konsep lama yang menyatakan bahwa inteligensi seseorang tetap mulai
sejak lahir sampai kelak dewasa, dan tidak dapat diubah secara signifikan. Bagi Gardner suatu
kemampuan disebut inteligensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang untuk
memecahkan masalah dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya.
Hal ini memicu upaya keras dari Howard Gardner untuk melakukan penelitian dengan melibatkan
para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya melahirkan teori multiple intelligences
(kecerdasan jamak). Multiple intelelligences yang telah dikemukakan Gardner diterjemahkan dalam
kata yang berbeda pada beberapa buku.
1. Pada Alder (2001) dalam Andi Ichsan Mahardika (2011: 23) diterjemahkan sebagai
kecerdasan yang berlipat ganda
2. Uno (2009: 123) dalam Andi Ichsan Mahardika (2011: 23) mengartikan sebagai kecerdasan
ganda.
3. Efendi (2005:135) dalam Andi Ichsan Mahardika (2011: 23) diterjemahkan sebagai
kecerdasan majemuk, dengan menggunakan serapan diartikan sebagai multiple inteligensi.
Gardner (2003) mengemukakan kecerdasan majemuk didasari bahwa orang mempunyai kekuatan
memahami berbeda dan gaya pemahaman yang kontras. Membawa visi alternatif yang didasarkan pada
pandangan mengenai pikiran yang berbeda secara radikal, dan visi menghasilkan pandangan mengenai
sekolah yang amat berbeda, sekolah yang terpusat pada individual, yang menerima pandangan multiple
dimensi dari kecerdasan.

8
Delapan inteligensi/kecerdasan yang kemudian disebut multiple inteligensi. Delapan jenis kecerdasan,
yakni:
A. kecerdasan verbal-linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk bahasa
ibu dan bahasa-bahasa asing, untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran dan
memahami orang lain. Menggunakan kata merupakan cara utama untuk berpikir dan
menyelesaikan masalah bagi orang yang memiliki kecerdasan ini. Kecerdasan linguistik disebut
juga kecerdasan verbal karena mencakup kemampuan untuk mengekspresikan diri secara lisan
dan tertulis serta kemampuan untuk menguasai bahasa asing. Mereka menggunakan kata untuk
membujuk, mengajak, membantah, menghibur, atau membelajarkan.

B. kecerdasan logika matematik


Kecerdasan logika matematis merupakan kecerdasan dalam menganalisis masalah secara logis,
memecahkan permasalahan dengan pola atau rumus, serta melakukan analisis. Biasanya,
seseorang yang menonjol dalam kecerdasan logika matematikanya akan menyukai kegiatan
atau aksi eksperimental untuk menjawab rasa penasarannya.

C. Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan visual adalah kemampuan untuk memahami gambar-gambar dan bentuk. Orang
yang memiliki kecerdasan ini cenderung berpikir dengan gambar dan sangat baik ketika belajar
melalui presentasi visual seperti film, gambar, video, dan demonstrasi yang menggunakan alat
peraga. kecerdasan visual spasial yang berkaitan dengan kemampuan imajinasi dan memahami
berbagai pola bentuk. Seseorang yang pandai menghafal letak suatu benda, rute perjalanan
dengan mudah adalah contoh seseorang yang kecerdasan spasial-visualnya menonjol.

D. kecerdasan berirama-musik
Kecerdasan berirama-musik adalah kapasitas berpikir tentang musik seperti mampu
mendengar, mengenal, mengingat, dan bahkan memanipulasi pola-pola musik. Orang yang
memiliki kecerdasan musik dianggap memiliki apresiasi yang kuat terhadap musik, dengan
mudah mengingat lagu-lagu dan melodi, mempunyai pemahaman tentang warna nada dan
komposisi, dapat membedakan perbedaan antara pola nada dan pada umumnya senang
terbenam dalam musik. Kemampuan memainkan instrumen datang dengan alamiah pada diri
orang yang memiliki kecerdasan musik. Kecerdasan musik juga meliputi kemampuan
memersepsi dan memahami, mencipta dan menyanyikan bentuk-bentuk

E. Kecerdasan jasmaniah-kinestetik
Kecerdasan kinestetik atau kecerdasan gerak tubuh merupakan kecerdasan dalam mengontrol
dan mengordinasikan anggota tubuh dengan baik. Biasanya orang dengan kecerdasan kinestetik
menyukai kegiatan yang melibatkan fisik atau gerak tubuh. Orang dengan kecerdasan kinestetik
antara lain atlet dan penari.

F. kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk membaca tanda dan isyarat sosial,
komunikasi verbal dan non-verbal, dan mampu menyesuaikan gaya komunikasi secara tepat.
Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi melakukan negosiasi hubungan
dengan keterampilan dan kemahiran karena orang tersebut mengerti kebutuhan tentang empati,

9
kasih sayang, pemahaman, ketegasan, dan ekspresi dari kebutuhan dan keinginan. Orang seperti
ini mengetahui bagaimana pentingnya berkolaborasi dengan orang lain, memimpin ketika
diperlukan, mengikuti jika memang keikutsertaan sangat diperlukan, bekerja sama dengan
orang-orang yang memiliki keterampilan komunikasi yang berbeda-beda. Kecerdasan
interpersonal berhubungan dengan konsep interaksi dengan orang lain di sekitarnya. Interaksi
yang dimaksud bukan hanya sekedar berhubungan biasa saja seperti berdiskusi dan membagi
suka dan duka, melainkan juga memahami pikiran, perasaan, dan kemampuan untuk
memberikan empati dan respons.

G. kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal merupakan kecerdasan yang bersumber pada pemahaman diri secara
menyeluruh guna menghadapi, merencanakan, dan memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi. Orang yang memiliki kecerdasan ini cenderung memiliki kesadaran diri yang tinggi
di mana mereka mampu memproses tujuan yang jelas tentang segala sesuatu yang dilakukan
sekarang dan masa yang akan datang. Pada umumnya, mereka memilih untuk bekerja sendiri
dalam menyelesaikan proyek-proyek meskipun kadang-kadang memerlukan perhatian ekstra.
Mereka bukan hanya cenderung untuk selalu menyendiri dan tidak mau bergaul dengan yang
lain, tetapi juga berhubungan dengan kemampuannya untuk merefleksi diri. Mereka dapat
menghabiskan waktu dalam kehidupan sehari-hari untuk merefleksi diri memikirkan tujuan dan
keberadaan diri mereka. Jika tidak memiliki tujuan tertentu yang harus dilakukan di luar, seperti
pergi ke sekolah atau kegiatan lain, maka mereka mungkin tidak akan pernah meninggalkan
rumah mereka selama beberapa waktu tertentu.

H. Kecerdasan Naturalistik
Kecerdasan naturalistik adalah kemampuan dalam mengenal dan mengklasifikasi berbagai
spesies termasuk flora dan fauna dalam suatu lingkungan. Orang yang memiliki kecerdasan
naturalistik yang kuat mempunyai ketertarikan pada dunia luar atau dunia binatang, ketertarikan
ini mulai muncul sejak dini. Mereka menyukai subjek, cerita-cerita, dan pertunjukan yang
berhubungan dengan binatang dan fenomena alam. Bahkan, mereka menunjukkan minat yang
luar biasa pada mata pelajaran seperti biologi, ilmu hewan (zoologi), ilmu tumbuh-tumbuhan,
ilmu tanah (geologi), ilmu cuaca (meteorology), ilmu falak (astronomi), dan paleontologi.
Kecerdasan naturalistik disebut juga cerdas alam karena sangat peka terhadap perubahan dalam
lingkungan, sekalipun perubahan tersebut dalam hitungan menit dan sangat perlahan yang bagi
orang lain pada umumnya sama sekali tidak merasakan. Hal ini terjadi karena tingkat persepsi
sensori yang dimilikinya jauh lebih tinggi dari kebanyakan orang. Kekuatan perasaan yang
berhubungan dengan alam dapat memberi pemahaman tersendiri dalam mengamati persamaan,
perbedaan, dan perubahan pada alam jauh lebih cepat dibandingkan orang lain pada umumnya.
Oleh karena itu, orang yang cerdas pada alam sangat mudah untuk mengategori dan membuat
katalog terhadap sesuatu.

D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi


Setiap orang memiliki inteligensi yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari tingkah laku
dan perbuatannya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
inteligensi seseorang. Menurut Utami Munandar (1992:19) tingkat kecerdasan atau inteligensi
seseorang ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya)
maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh
seseorang terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan
seseorang.

10
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah anak-anak di daerah pedesaan dan
perkotaan membuktikan bahwa walaupun potensi atau kemampuan-kemampuan yang terpendam dari
anak-anak pedesaan dan anak-anak perkotaan sama, taraf inteligensi nyata mereka cukup berbeda.
Anak-anak pedesaan ternyata kurang taraf inteligensinya dibandingkan dengan anak-anak perkotaan.
Hal ini dapat dimengerti karena rangsangan-rangsangan yang didapat oleh sejumlah anak didaerah yang
berbeda ini juga berbeda hingga menghasilkan pengaruh yang berbeda pula. Sejalan dengan itu,
Sutratinah Tirtonegoro (1984:20) mengungkapkan lebih detail tentang pengaruh faktor-faktor bawaan
dan lingkungan tersebut terhadap inteligensi, yaitu:
1). Faktor Keturunan/Hereditas
Berdasarkan Teori Nativisme dari Schopenhauer & Lombrosso mengatakan bahwa
perkembangan individu itu bergantung sepenuhnya pada faktor hereditas. Maksudnya hereditas
adalah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui plasma benih. Sifat yang dibawa anak sejak lahir merupakan perpaduan antara
kromosom ayah dan kromosom ibu. Dalam hal ini yang diturunkan adalah strukturnya, artinya
bukan bentuk-bentuk tingkah lakunya melainkan ciri-ciri fisik ditentukan oleh keturunan,
antara lain struktur otak. Kecerdasan/inteligensi sangat tergantung kepada ciri-ciri anatomi otak
dan fungsi otak apabila kedua orang tua memiliki faktor hereditas cerdas, kemungkinan sekali
dapat menurunkan anak-anak yang cerdas pula. Hal ini juga sudah banyak dibuktikan oleh
banyak peneliti yang mengadakan studi korelasi akan nilai-nilai di antara anak dan orang tua,
atau dengan kakek neneknya, menunjukkan adanya pengaruh faktor keturunan terhadap
tingkatan kemampuan seseorang pada tingkat tertentu.

2) Faktor Lingkungan
Menurut John Locke yang dikutip oleh Anwar Prabu Mangkunegara (1993:22)
menyatakan bahwa “manusia dilahirkan sebenarnya suci atau tabularasa. Perkembangan
manusia sangat ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari
lingkungan hidupnya”. Meskipun faktor lingkungan sangat berpengaruh bagi perkembangan
manusia, namun faktor hereditas yang membawa sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua
kepada anak mempunyai peranan penting juga dalam menentukan perkembangan seseorang
sebagaimana diungkapkan Saifuddin Aswar (1996:87) bahwa “peranan faktor hereditas dan
faktor lingkungan dalam menentukan tingkat inteligensi saling berinteraksi dalam
mempengaruhi perilaku”. Dengan kata lain, hereditas menentukan sesuatu yang dapat
dilakukan oleh individu, sedangkan lingkungan menentukan sesuatu yang akan dilakukan oleh
individu.
Oleh karena itu jika dianalisis, ternyata faktor hereditas dan lingkungan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan inteligensi. Tidak disangkal bahwa sebagai manusia
setiap kita mewarisi setiap unsur yang dipunyai sebagai manusia, kemudian unsur-unsur yang
diwariskan tersebut berinteraksi dengan lingkungan. Dalam proses interaksi antara faktor
keturunan dan faktor lingkungan ini, faktor keturunan dikembangkan melalui olahan
lingkungan. William Sterm dalam teori konvergensinya mengatakan bahwa hereditas dan
lingkungan adalah suatu gabungan. Berdasarkan teorinya perkembangan tingkat inteligensi
seseorang sangatlah bergantung pada faktor lingkungan hidupnya. Berkaitan dengan faktor
lingkungan ini, Juhana Wijaya (1988:68) menyatakan bahwa: kemungkinan berkembangnya
hal-hal yang diturunkan tadi dibatasi oleh lingkungan dengan cara sebagai berikut:
1). Lingkungan memungkinkan munculnya kebiasaan atau kemampuan yang terpendam
(laten), dan ia dapat menekan munculnya kemampuan lainnya diakibatkan oleh tidak adanya
kesempatan untuk berfungsinya kemampuan tersebut.
2). Lingkungan menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk melatih atau mengulang-ulang
suatu ketrampilan, baik ketrampilan fisik maupun ketrampilan mental

11
3). Lingkungan membantu menjuruskan, spesialisasi, mengarahkan secara khusus, misalnya
ketrampilan motorik
4). Lingkungan juga memberikan “hadiah” atau goal yang sesuai yang menyebabkan
peningkatan dorongan belajar mengenai suatu segi dan mengurangnya kesempatan belajar pada
segi yang lain.
Selain itu Juhana juga menyebutkan bahwa ada berbagai macam lingkungan yang dihadapi oleh
seseorang dalam keseharian kehidupannya. Dan lingkungan yang dapat mempengaruhi pengembangan
kecerdasan dapat berupa:
1). Lingkungan sosial, proses pengembangannya melalui proses sosialisasi, misalnya
bagaimana kebudayaan tertentu membentuk tingkah laku tertentu.
2). Lingkungan edukasi, pengembangannya melalui proses pendidikan formal seperti
bagaimana yang diajarkan sekolah
3). Besarnya atau banyaknya latihan, pengembangan melalui proses training atau latihan pada
ketrampilan tertentu itu.
4). Hambatan-hambatan yang didapat atau ada dalam lingkungan, misalnya: “kemiskinan
rangsangan mental”, cara pengasuhan anak yang khusus, dan sebagainya.
5). Dan kemungkinan untuk mengekspresikan atau mengutarakan bakat, misalnya apakah
diberikan les atau latihan yang cukup, apakah tersedia alat musik, dan sebagainya.

Sejalan dengan teori diatas, Ngalim Purwanto (1990:56) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi seseorang dengan yang lain adalah
1. Pembawaan
Pembawaan adalah sebuah sifat yang memang dibawanya sejak lahir. Misalnya seorang
anak yang bisa memecahkan persoalan akan dipengaruhi juga dengan pembawaan dirinya
sendiri. Meskipun pelatihan yang dilakukan sama, namun cara seseorang dalam memutuskan
hal akan bisa kita lihat perbedaannya. Hal ini yang bisa dikatakan dengan sebuah hal
pembawaan.

2. Faktor lingkungan
Hal yang satu ini juga bisa berkaitan dengan psikologi sosial seseorang, dimana untuk ciri-
cirinya sendiri memang sudah dibawa oleh seseorang tersebut ketika dia dilahirkan. Psikologi
lingkungan akan sangat berpengaruh dalam hal ini. Dimana dengan adanya lingkungan bisa
sangat mempengaruhi perubahan-perubahan yang ada di dalam diri seseorang tersebut.

3. Kematangan seseorang
Perkembangan dan juga pertumbuhan organ tubuh manusia pastilah akan terus
berkembang. Sehingga dalam hal ini juga bisa berkaitan dengan pencapaian seseorang untuk
bisa menyanggupi dan juga menjalankannya fungsinya masing - masing.
Ketika anak- anak bisa memecahkan sebuah persoalan tertentu bisa dikatakan bahwa organ
tubuhnya sudah berkembang dengan matang, tapi sebaliknya jika seorang anak bisa dengan
mudah memecahkan sebuah persoalan tertentu maka organ tubuhnya memang sudah matang.
Sehingga dalam hal ini akan berkaitan erat juga.

4. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang juga bisa sangat mempengaruhi intelegensi
seseorang. Dengan usia yang cukup matang biasanya tingkat intelegensi seseorang akan
berbeda dengan anak yang belum memiliki intelegensi yang belum matang. Sehingga

12
keterkaitan umur atau usia bisa dikatakan cukup memiliki pengaruh yang sangat penting dan
juga berkaitan erat.

5. Minat seseorang
Hal lainnya yang bisa dikatakan berkaitan erat dengan faktor yang mempengaruhi
intelegensi seseorang adalah minat. Untuk minat yang satu ini pastinya bisa diarahkan dengan
sebuah tujuan yang berkaitan dengan adanya sebuah perbuatan yang berkaitan dengan
dorongan pada seseorang dilakukan dengan motif tertentu.
Untuk hal yang satu ini juga bisa dikaitkan dengan adanya manipulasi dan juga eksplorasi yang
dilakukan pada dunia luar, bahkan lama kelamaan juga bisa menimbulkan minat pada diri
seseorang, sehingga mendorong seseorang juga agar bisa dan mau berbuat baik.

6. Kebebasan
Faktor yang satu ini bisa berkaitan erat dengan adanya sebuah kebebasan yang kita miliki,
misalkan dengan adanya metode yang dilakukan dalam melakukan pemecahan masalah, dan
juga ketika kita memiliki hal- hal yang bisa dilakukan dengan penyesuaian dan juga kebutuhan
yang kita miliki. adanya sebuah kebebasan ini juga merupakan tujuan dari pertimbangan adanya
intelegensi seseorang.

7. Stabilitas intelegensi dan IQ


Yang harus kita ketahui adalah bahwa intelegensi ini memiliki perbedaan dengan yang
namanya IQ. Karena kedua konsep tersebut juga berkaitan dengan cara seseorang atau
kemampuan seorang individu. Sedangkan IQ merupakan hasil dari adanya tes intelegensi yang
telah dilakukan, sehingga tergantung dari adanya perkembangan organic otak yang dimiliki.
8. Diri sendiri
Salah satu faktor lainnya yang bisa berkaitan erat adalah dari diri dia sendiri. Dimana
seseorang yang memiliki intelegensi cukup tinggi bisa jadi hal yang menjadi latar belakang nya
tersebut adanya kemampuan dari dirinya sendiri. misalnya seseorang tersebut memiliki
kemampuan dan juga rajin, sehingga intelegensi yang dimilikinya sangatlah tinggi.

E. Indikator – Indikator Intelegensi


1. Kemampuan verbal.
a. Analisis linguistik (bunyi bahasa).
b. Mengenal kembali dan mengingat.
c. Memahami dan menciptakan kelucuan atau humor.
d. Menjelaskan sesuatu dalam proses belajar mengajar.
e. Meyakinkan seseorang agar bersedia melakukan sesuatu.
f. Memahami perintah dengan tepat.
2. Kemampuan mengamati dan rasa ruang.
a. Khayalan.
b. Menyusun kerangka pikir.
c. Menemukan jalan dalam konsep ruang.
d. Memanipulasi imajinasi.
e. Menginterpretasikan grafik/bagian/model.
f. Mengenal hubungan objek dalam ruang.
g. Memiliki persepsi yang cermat melalui berbagai sudut pandangan
3. Kemampuan gerak kinetis fisik.

13
a. Mengatur/mengelola gerak refleks.
b. Mengatur/mengelola gerak terencana.
c. Memperluas kesadaran melalui tubuh.
d. Peduli hubungan antar bagian tubuh.
e. Meningkatkan fungsi tubuh.
4. Kemampuan logika/matematika
a. Pengenalan pola-pola abstraksi.
b. Pertimbangan induktif.
c. Pertimbangan deduktif.
d. Cerdas dalam menangkap hubungan dan kaitan
e. Menyelesaikan kalkulasi kompleks.
f. Pertimbangan ilmiah.
5. Kemampuan dalam hubungan intra-personal
a. Konsentrasi dalam berpikir.
b. Keberhati-hatian.
c. Melakukan meta kognisi.
d. Kesadaran dan ekspresi berbagai perasaan.
e. Kesadaran atas dirinya.
f. Tingkat pemikiran-penalaran.

6. Kemampuan dalam hubungan inter-personal.


a. Menciptakan dan mengelola sinergi.
b. Daya melampaui perspektif orang lain.
c. Bekerja sama dalam kelompok.
d. Mengenal dan membuat sesuatu yang berbeda dengan lainnya.
e. Komunikasi verbal dan non verbal.
7. Kemampuan dalam musik/irama.
a. Struktur musik.
b. Skematis dalam mendengarkan musik.
c. Sensitif terhadap suara.
d. Kreatif dalam melodi dan irama.
e. Sensitif dalam nada.
secara umum, Carl Witherington dalam Suharsimi Arikunto (1990:97) menyebutkan ada enam
buah indikator yang menunjuk pada inteligensi, yaitu:
1. Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan
2. Kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik.
3. Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru.
4. Kemampuan untuk mengingat-ingat.
5. Kemampuan untuk memahami hubungan.
6. Kemampuan untuk berfantasi.

14
Keenam indikator ini tidak selalu muncul pada seseorang dalam jumlah yang utuh sama tinggi.

F. Intelegensi Question (IQ)


IQ atau singkatan dari intelligence Quotient adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes
kecerdasan. Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa inteligensi
adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan
mampu menyesuaikan diri dengan cara yang tepat. IQ menggambarkan kemampuan seseorang dalam
berpikir, mengingat, memahami, mengevaluasi, mengolah, menguasai lingkungan, dan bertindak secara
terarah. Biasanya, IQ memiliki kaitan yang erat dengan intelektual, logika, kemampuan menganalisis,
pemecahan masalah matematis, dan strategis. Selain itu, IQ juga memiliki keterkaitan dengan
keterampilan berkomunikasi, merespons atau menanggapi hal-hal yang ada di sekitarnya, serta
kemampuan mempelajari materi-materi bilangan, seperti matematika.

IQ atau nilai kecerdasan seseorang. Sebenarnya konsep yang sudah ada sejak akhir abad 19, kira-
kira di tahun 1890-an, yang pertama kali dipikirinya oleh Francis Galton (sepupunya Charles Darwin,
Bapak Evolusi). Berlandaskan dari teori sepupunya mengenai konsep survival dari individu dalam suatu
spesies, yang disebabkan oleh “keunggulan” sifat-sifat tertentu dari individu yang diturunkan dari orang
tua masing-masing, Galton menyusun sebuah tes yang rencananya mengukur intelegensi dari aspek
kegesitan dan refleks otot-otot dari manusia. Baru pas awal abad 20, Alfred Binet
Psikolog dari Perancis, mengembangi alat ukur intelegensi manusia yang mulai ke pakai sama orang-
orang. Dari alat ukur ciptaan Binet ini, akhirnya berkembang alat-alat ukur IQ sampai yang kita kenal
dan sampai sekarang.

G. Pengukuran Dan Klasifikasi (IQ)


Untuk mengetahui intelegensi seseorang secara pasti harus diukur terlebih dahulu. Menurut Utami
Munandar (1999:19) menyatakan bahwa “keberhasilan dalam penyesuaian diri seseorang tergantung
dari kemampuannya untuk berpikir dan belajar”. Sejauh mana seseorang dapat belajar dari pengalaman-
pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya. Ungkapan-ungkapan pikirannya, cara bicara,
cara mengajukan pertanyaan, kemampuan memecahkan masalah dan sebagainya mencerminkan
kecerdasan. Akan tetapi diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan seseorang
berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu tepat. Oleh karena itu, para ahli
telah menyusun bermacam-macam tes intelegensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif
cepat mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Alat untuk mengukur intelegensi tersebut adalah
disebut tes intelegensi.
Menurut Sumadi Soeryabrata (1960) yang dikutip oleh Sutratinah Tirtonegoro (1984:23)
menyatakan bahwa “tes adalah perintah-perintah yang harus dijalankan berdasarkan atas bagaimana
test menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau melakukan perintah itu. Penyelidikan mengambil
kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan standart atau test yang lain”. Jensen (1969) dalam
Suharsimi Arikunto (1990:95) menyatakan bahwa test IQ merupakan suatu alat ukur yang bercirikan:
1. Hasil tidak hanya menunjukkan kesuksesan hasil belajar disekolah tetapi juga mengukur
dasar kemampuan intelektual anak.
2. Hasil tes menunjukkan juga kemampuan yang bersifat umum, yang dikenal dengan “factor
g” (general factor)
3. Inteligensi umum cenderung menunjukkan ukuran yang relatif tetap meskipun apabila
dilakukan pengukuran beberapa kali terlihat perbedaan-perbedaan kecil.

15
4. Hasil pengukuran bagi individu secara perseorangan maupun perbedaan dalam kelompok
cenderung tetap. Perbedaan layanan atau perlakuan yang bersifat pengalaman dapat
mengakibatkan perbedaan pencapaian tetapi tidak dapat mengubah kemampuan dasar itu
sendiri.
5. Inteligensi hanya menunjukkan lebih pada aspek pencapaian akademik saja. Intelegensi ini
kemudian seolah-olah dijadikan sebagai ukuran pencapaian bagi pemiliknya. Jika sesudah ada
perlakuan hasilnya berada di bawah ukuran yang diharapkan maka mereka disebut
“underachiever”, karena hanya dapat mencapai di bawah tingkat pencapaian seharusnya.
Sebaliknya jika anak-anak dapat mencapai sesuatu yang melebihi ukuran pencapaian yang
diharapkan maka mereka disebut “overachiever”.
Di bawah ini terdapat beberapa klasifikasi yang merupakan tingkatan IQ dan bisa diukur ketika
seseorang mendapat hasil skornya sebagai berikut.
1. Idiot: IQ 0-29
Pada klasifikasi ini ditempati oleh individu terbelakang yang paling rendah. Meskipun telah menginjak
usia dewasa, perkembangan kecerdasan individu ini sama seperti anak umur 2 tahun. Mereka hanya
bisa berbicara beberapa kata saja, tidak dapat mengurus diri sendiri, tubuhnya rentan penyakit, dan
sering tidak berumur panjang. Mereka tinggal di tempat tidur selamanya.
2. Imbicile: IQ 30-40
Kemampuan kecerdasan yang dimiliki individu ini sama dengan anak-anak yang berkisar antara umur
3-7 tahun. Mereka dapat melakukan hal secara mandiri dan berkata-kata, tetapi harus dengan adanya
pengawasan dan perlu sekolah khusus karena tetap bergantung ke orang lain.

3. Moron (Mentally Retarded): IQ 50-69


Memiliki kemampuan dalam membaca, menulis, dan perhitungan sederhana. Selain itu, individu ini
juga bisa diberikan tugas tanpa perencanaan dan pemecahan. Biasanya mereka disekolahkan di sekolah
luar biasa (SLB).
4. Dull (Borderline): IQ 70-79
Mereka adalah kelompok orang yang berada di bawah kelompok orang normal. Mereka berusaha susah
payah untuk menyelesaikan pekerjaannya. Biasanya, seseorang dengan IQ dull bisa menempuh jenjang
pendidikan sampai SMP, tetapi dengan susah payah menyelesaikan pelajaran kelas 3.
5. Normal: 80-119
Seseorang dengan IQ normal terbagi atas tiga macam, antara lain sebagai berikut.
1. Normal rendah (80-89) termasuk ke dalam normal sedang paling bawah. Biasanya mereka
bisa lulus SMA tetapi mengalami sedikit kesulitan saat menempuh pembelajaran di SMA.
2. Normal sedang (90-109) merupakan kelompok normal rata-rata atau sedang. Kelompok ini
memiliki jumlah paling besar dalam populasi penduduk.
3. Normal tinggi (110-119) merupakan kelompok individu yang normal, tetapi berada pada
tingkat yang tinggi.
6. Cerdas (Superior): IQ 120-129

16
Dalam jenjang pendidikan yang dilaluinya, kelompok ini berhasil dalam memperoleh prestasi
akademik.
7. Sangat Cerdas (Very Superior): IQ 130-139
Kelompok ini lebih cakap dalam membaca dan mempunyai pengetahuan sangat baik tentang bilangan,
perbendaharaan kata dan memahami hal yang abstrak. Faktor ketangkasan, kekuatan, dan kesehatan
lebih menonjol dari pada anak normal.
8. Genius: IQ >140
Kelompok ini merupakan tingkatan teratas yang memiliki kategori sangat luar biasa karena mereka
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menemukan sesuatu yang baru meskipun
tidak bersekolah. Kelompok ini tersebar disemua ras dan bangsa dengan berbagai tingkat ekonomi
maupun jenis kelamin. Tokoh terkenal yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah Einstein dan
Thomas Alva Edison

H. Kecerdasan Emosional
Pada tahun 1990, Psikolog Salovey dari University Harvard dan Mayer dari University New
Hampshire, melontarkan untuk pertama kalinya tentang istilah kecerdasan emosional. Hal ini mereka
gunakan untuk menjelaskan hubungan kausalitas antara empati, mengungkapkan dan memahami
perasaan marah, pengendalian amarah, kemampuan menyelesaikan masalah secara mandiri, berdiskusi,
memecahkan masalah, keramahan serta adanya sikap hormat. Kedua psikolog ini juga menjelaskan
mengenai pengertian dari kecerdasan emosional, yang diartikan sebagai suatu kemampuan atau
intelegensi yang di dalamnya terdapat kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang
lain.
Hal ini berguna untuk memindai hal apa yang akan dilakukan selanjutnya, karena sudah memahami
situasi dan suasana yang terjadi. Pada dasarnya kemampuan emosional bukalah lawan dari kecerdasan
intelektual. Kedua hal tersebut seharusnya bisa dikembangkan secara seimbang. Kecerdasan emosional
biasanya lebih mempengaruhi kehidupan sosial yang terjadi, karena saat berkehidupan sosial kita
bertemu manusia lain, dan dalam hal ini pengendalian emosi dibutuhkan dengan sangat.
Bisa dikatakan sangat penting untuk memiliki kecerdasan emosional. Kapan kita harus berempati,
kapan kita harus memahami orang lain, kapan kita harus marah dengan orang lain, dan bagaimana cara
menghormati orang lain, hal-hal ini sangat berhubungan dengan kecerdasan emosional. Semakin baik
pengelolaan emosi, maka sebaik itu pula kita diterima oleh lingkungan masyarakat.
Untuk mengembangkan kecerdasan emosional sendiri, dapat dimulai sejak dini, dimana setiap orang
tua harus memahami betapa pentingnya membekali anak dengan keterampilan intelektual yang
dibutuhkan agar bisa bergabung ke lingkungan nantinya. Berbagai petunjuk dan ajaran tersebut bisa
dipelajari melalui buku Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak.

• Komponen Kecerdasan Emosional


Setelah memahami tentang kecerdasan emosional membuat kita memahami apa yang dimaksud dari
kecerdasan tersebut. Selanjutnya kita akan memahami komponen-komponen dalam pembentukan
kecerdasan emosional. Dalam pembentukan kecerdasan emosional terdapat komponen-komponen yang
menjadi pembentuk dari kecerdasan emosional, hal tersebut yaitu:
1. Memiliki Kesadaran Diri

17
Komponen pertama adalah kesadaran diri. Menurut KBBI kesadaran diri diartikan sebagai kesadaran
yang dimengerti seseorang, mengenai keadaan dirinya sendiri. Dalam hal ini maksudnya, kesadaran ini
adalah kesadaran yang mana Anda mampu memahami mengenai emosi yang ada di dalam diri Anda.
Hal ini merupakan aspek terpenting dalam kecerdasan emosional. Semakin memahami kondisi emosi
yang ada di dalam diri dan pengendaliannya, semakin baik juga kondisi kecerdasan emosi yang
terbentuk.
Sebenarnya selain memahami tentang emosi yang ada di dalam diri, seseorang juga harus sadar akan
dampak akan tindakan, suasana hati dan emosi ketika berinteraksi dengan orang lain. Individu harus
memiliki kontrol terhadap emosi yang ada di diri, untuk membentuk kesadaran diri, selain punya akses
kontrol akan emosi diri, harus mengerti juga akan reaksi akan emosional yang tidak sama, dan mampu
memahami emosi apa yang tengah muncul.
2. Membentuk Regulasi Diri
Sesuai dengan komponen pertama, untuk komponen kedua adalah membentuk regulasi diri. Regulasi
memiliki pengertian sebagai pengaturan. Dalam hal ini maksudnya ialah individu harus memiliki
pengaturan emosi yang baik.
Setelah mampu untuk menyadari adanya emosi di dalam diri, akan memunculkan dampak bagi orang
lain, maka dalam kinerjanya, kecerdasan emosional harus mampu untuk mengelola emosi dan
mengaturnya.
3. Memiliki Keterampilan Sosial
Aspek penting dalam kecerdasan emosional merupakan kemampuan berinteraksi sosial dengan baik.
Sejatinya, pemahaman emosional bukan hanya melibatkan memahami emosi diri sendiri, melainkan
memahami emosi orang lain. Semakin sering berinteraksi dan menerapkan pemahaman terhadap emosi
diri sendiri dan orang lain, hal ini akan membantu dalam membentuk kecerdasan emosi yang semakin
tinggi.

4. Mempunyai Empati
Mempunyai empati merupakan salah satu komponen dari kecerdasan emosi. Empati diartikan sebagai
kemampuan diri untuk lebih memahami perasaan orang lain, dan hal ini sangat penting bagi
pengembangan kecerdasan emosi. Empati yang ada membentuk pemahaman mengenai emosi yang
sedang dirasakan lawan bicara kita, ataupun orang di sekitar kita.
5. Memiliki Motivasi Diri
Peran kunci dalam membentuk kecerdasan emosional dipegang oleh motivasi dalam diri sendiri. Orang
cerdas secara emosional memiliki kecenderungan termotivasi di luar motivasi eksternal seperti
mendapatkan ketenaran, pujian, uang dan pengakuan. Mereka cenderung memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhan diri dan kebutuhan batin dari mereka sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi
diri cenderung kompeten dan cenderung berorientasi pada tindakan-tindakan pengendalian. Sehingga
kalau dilihat orang yang memiliki kecerdasan emosional mampu berkomitmen dan sangat pintar dalam
mengambil inisiatif.

• Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi

18
Setelah mengetahui komponen-komponen kecerdasan emosional, selanjutnya akan memahami tentang
ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional. Ada beberapa ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan emosional, yaitu:
1. Mampu mengenali perasaan diri sendiri;
2. Mampu membaca perasaan orang lain;
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri;
4. Tidak mudah tersinggung;
5. Cenderung menjadi pendengar yang baik;
6. Berpikiran secara terbuka dan mampu menerima pendapat orang lain;
7. Tidak malu untuk minta maaf duluan.
Tingkat kecerdasan emosional sendiri juga dapat berpengaruh terhadap kemandirian belajar seseorang,
sehingga prestasi orang tersebut cenderung meningkat atau bahkan tinggi, seperti halnya yang dibahas
pada buku Kiat Sukses Melalui Kecerdasan Emosional dan Kemandirian Belajar.

I. Pengertian Teori Berpikir


Definisi yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam
Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung
melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri
seseorang yang berupa pengertian-pengertian.
“Berpikir” mencakup banyak aktivitas mental. Kita berpikir saat memutuskan barang apa yang
akan kita beli di toko. Kita berpikir saat melamun sambil menunggu kuliah pengantar psikologi dimulai.
Kita berpikir saat mencoba memecahkan ujian yang diberikan di kelas. Kita berpikir saat menulis
artikel, menulis makalah, menulis surat, membaca buku, membaca koran, merencanakan liburan, atau
mengkhawatirkan suatu persahabatan yang terganggu.

• Konsep Berpikir
Di dalam berpikir, tentunya kita menggunakan simbol-simbol atau penggambaran. Nah, konsep
merupakan konstruksi simbolik yang menggambarkan ciri atau beberapa ciri umum sesuatu objek dan
kejadian. Kita ambil contoh pengertian handphone, dalam pikiran kita apa yang menjadi gambaran
tentang handphone? Tentunya kita dapat memberi gambaran tentang alat komunikasi yang dapat dibawa
ke mana-mana. Dengan proses ini, kita dapat mengklasifikasikan yang mana handphone, yang mana
bukan handphone.
Ada beberapa macam dari konsep itu sendiri:
1. Konsep-konsep yang sederhana
2. Konsep yang kompleks
3. Konsep Konjungtif
4. Konsep Disjungtif
5. Konsep Rasional

J. Proses Berpikir

19
Proses berpikir erat kaitannya dengan bahasa, sebab manusia dapat membentuk ratusan bahkan
ribuan simbol-simbol dalam otak. Namun bukan hanya dengan bahasa saja proses berpikir itu muncul,
tetapi dapat juga degan image. Seperti contoh, dari SMA kita mendapat informasi bahwa kuliah itu
sangat jauh berbeda dengan dunia SMA. Nah, dari gambaran itu, kita akan mulai berpikir untuk
mempersiapkan apa-apa saja yang kita butuhkan dan lewati menuju proses dunia kampus tersebut.
Hal itu yang disebut dengan visual map yaitu gambaran tentang apa yang akan kita hadapi.
Gambaran yang kita dapatkan itu perlahan akan dapat kita klasifikasikan. Namun hal terbesar dalam
proses berpikir ialah bahasa, karena dengan bahasa biasa digunakan seseorang untuk mengeluarkan
hasil pikirannya.

• Cara Memperoleh Konsep


Proses memperoleh konsep ada yang secara disengaja dan ada juga yang secara tidak sengaja.
Sengaja dalam hal ini ialah dapat dikatakan konsep ilmiah yaitu konsep yang didapatkan. Konsep ini
memiliki prosedur tertentu dikarenakan perolehannya yang betul-betul teliti dan menggunakan dasar-
dasar ilmiah. Seperti: (menganalisis cahaya)
1. Tingkat analisis
Tingkat ini mengacu perhatian pada setiap sumber-sumber cahaya. Mengenai sifatnya, dan dicatat
sebagai suatu penelitian.
2. Tingkat Komperasi
Tingkat ini menemukan sifat umum dan sifat khusus dari cahaya yang telah diteliti sebelumnya.
3. Tingkat abstraksi
Pada tingkatan ini, kita mencari perbedaan sifat dari masing-masing sumber cahaya tadi.
4. Menyimpulkan
Tingkat ini adalah hasil dari penelitian sebelumnya yang akan memberi informasi atau gambaran bahwa
“cahaya adalah kumpulan beberapa zat yang dapat memberi penerangan dan memiliki massa”.
Tidak sengaja dalam memperoleh konsep adalah mengacu pada pengalaman yang sebenarnya
memberikan konsep kepada kita walaupun kita tidak membutuhkan itu. Tetapi hal itu dapat memberikan
gambaran yang nyata bagi kita. Misalkan pengertian cinta, kita mengetahuinya mulai dari proses suka
kepada seseorang, sakit hati dan seterusnya.

• Penyelesaian Masalah
Masalah adalah ketika terdapat perbedaan atau konflik pada pencapaian tujuan. Masalah ini tentu
punya problem solving yang memiliki kaidah atau aturan (rules). Ada banyak kaidah dalam
penyelesaian masalah, namun ada dua yang pokok yaitu:
1. Kaidah algoritma
Kaidah ini menjanjikan keberhasilan. Contoh: Jika seseorang mendapatkan soal tentang
trigonometri yang terlihat rumit, maka kaidah menjanjikan keberhasilan apabila seseorang memiliki
kemampuan dasar segitiga dan hitungan yang baik.
2. Kaidah Horistik

20
Kaidah ini adalah proses mencoba-coba hingga ada jalan atau problem solving yang terlihat.
Misalkan seseorang diperintahkan menghitung banyaknya kombinasi penyelesaian pada lantai dasar
rubik yang berwarna putih. Dalam proses ini seseorang akan mencoba-coba memutar rubik tersebut
hingga lantai dasarnya dapat diselesaikan.

Pandangan Thorndike VS. Kohler mengenai problem solving


1. Percobaan Thorndike yang menggunakan kucing yang dikurung di dalam sangkar, dan makanan
yang ada diluar sangkar. Sangkar akan terbuka apabila kendali di dalam kandang ditarik atau tertarik.
Nah, eksperimen pertama kucing berlari-lari dan mengangguk-angguk. Pada suatu kesempatan ia tiba-
tiba menarik kendali secara tidak sengaja dan akhirnya pintu sangkar terbuka.
Begitu seterusnya eksperimen ini diulangi dan ternya si kucing semakin cepat dalam problem
solving dalam hal ini mengambil makanan diluar kandang. Dari hasil percobaannya ia menyimpulkan
bahwa problem solving diperoleh karena proses coba-salah (trial eror).
2. Percobaan Kohler digunakan pada simpanse. Prosesnya hampir sama yaitu pisang diletakkan diluar
kurungan simpanse, dan diberikan tongkat di sekitar simpanse. Simpanse ini mencoba mengambil
pisang yang berada diluar kandang namun gagal, tetapi pada saat ia menggunakan tongkat barulah ia
mampu mengambilnya.
Kesimpulan Kohler ialah bahwa problem solving itu didapatkan dari insight atau pengertian
(pemahaman). Dalam kasus ini simpanse paham bahwa dengan menggunakan tongkat ia akan dapt
mengambil pisang yang berada di luar kurungannya itu.

• Cara Mengambil Kesimpulan


Tujuan dari berpikir adalah untuk memperoleh problem solving sesuai dengan maslah yang kita
hadapi. Tentunya dalam proses penarikan kesimpulan, ada beberapa cara yaitu:
1. Kesimpulan yang ditarik berdasarkan analogi
Kesimpulan yang ditarik menggunakan proses adalah dengan memanfaatkan peristiwa dan kondisi
yang sama. Misalkan : Seorang anak yang pulang sekolah melihat ada rambutan yang jatuh di depan
rumah, dan ketika itu setelah ia masuk rumah ia melihat ada nenek datang dari kampung. Di hari yang
lain ketika rambutan nampak jatuh di depan rumahnya, nenek pada saat itu juga ada. Nah, dari proses
ini, anak akan membuat kesimpulan bahwa setiap ada rambutan yang jatuh, maka nenenk juga pasti
ada, walaupun itu belum tentu kebenarannya.
2. Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara induktif
yaitu keputusan yang diambil dari pendapat - pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
Misalnya :
• Tembaga di panaskan akan memuai
• Perak di panaskan akan memuai
• Besi di panaskan akan memuai
• Kuningan di panaskan akan memuai
Jadi (kesimpulan), bahwa semua logam kalau dipanaskan akan memuai.

21
3. Kesimpulan yang ditarik atas dasar cara deduktif
Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus , Jadi berlawanan dengan keputusan
induktif. Misalnya : Semua logam kalau dipanaskan memuai (umum), tembaga adalah logam. Jadi
(kesimpulan) : tembaga kalau dipanaskan memuai Contoh lain : Semua manusia terkena nasib mati, Si
Karto adalah manusia Jadi pada suatu hari si Karto akan mati. Kesimpulan ini sama dengan silogisme

K. Berpikir Kreatif
Inti dari berpikir ialah menemukan problem solving. Namun, dalam beberapa analisis data
seseorang, ia menemukan hal baru yang bisa saja belum ada sebelumnya. Seperti dalam dunia para
pembuat cerita, ia menemukan ide dalam cerita barunya. Ilmuwan, ia menemukan landasan teori yang
akurat dalam percobaannya. Walaupun begitu, segala sesuatu yang didapatkan dalam hal ini berupa ide
baru dari hasil berpikir kreatif, kita harus tetap menggunakan teori-teori yang pernah ada sebelumnya.
Adapun hal lain dalam berpikir kreatif ialah:
1. Tingkatan-tingkatan dalam berpikir kreatif
a. Persiapan
Pada tahap persiapan seseorang akan memformulasikan masalah dengan teori atau fakta yang
berguna untuk memperoleh pemecahan masalahnya.

b. Tingkat inkubasi
Yaitu proses berlangsungnya masalah dalam diri seseorang yang belum menemukan
pemecahan masalahnya.

c. Tingkat pemecahan
Tingkat ini, orang telah mendapatkan pemecahan masalahnya secara tiba-tiba.

d. Tingkat evaluasi
Disini, orang mulai mengecek apakah itu cocok atau tidak dalam penyelesaian masalah
tersebut.

e. Tingkat revisi
Apabila tingkat evaluasi tidak cocok, maka akan dilakukan tahap revisi ini.
2. Sifat-sifat pemikir kreatif
a. Memilih penampakan yang kompleks.
b. Dominan dan lebih besar pertahanan diri
c. Menolak suppresssion sebagai mekanisme kontrol
d. Mempunyai psikodinamika yang kompleks, dan skope yang luas
e. Dalam judgment-nya lebih mandiri.

L. Hambatan Dalam Proses Berpikir


Hambatan dalam proses berpikir bisa saja terjadi. Semisal, menghitung perkalian 8 x 7 akan lebih
mudah dibandingkan dengan mengerjakan soal fisika murni. Hambatan ini muncul akibat dari
(1) Kurangnya data yang kita dapat
(2)pertentangan data yang satu dengan data yang lain.

22
Dalam proses berpikir, terdapat hambatan apabila data itu kurang atau data tersebut tidak jelas adanya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah intelegensi sangat akrab dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena
pendidikan yang diberikan pada anak-anak dengan berbagai kemampuan intelegensi. Pendidik harus
memahami keragaman intelegensi anak didik. Pemahaman tentang Keragaman intelegensi tersebut
sangat diperlukan untuk dapat memberikan layanan yang tepat agar dapat mencapai tujuan pendidikan.

23
Intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir dan dianggap sebagai kemampuan tertinggi dari
jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia, yang dengan kemampuan intelegensi ini
memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
Faktor – faktor yang mempengaruhi intelegensi : faktor keturunan, faktor lingkungan, faktor
pembawaan, faktor usia, faktor kematangan seseorang, faktor minat seseorang, faktor kebebasan, faktor
stabilitas intelegensi, dan faktor diri sendiri.
Indikator – indikator Intelegensi : Kemampuan verbal, Kemampuan mengamati dan rasa ruang,
Kemampuan gerak kinetis fisik, Kemampuan logika/matematika, Kemampuan dalam hubungan intra-
personal, Kemampuan dalam hubungan inter-personal, kemampuan dalam musik.
IQ atau singkatan dari intelligence Quotient adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan.
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah
kemampuan yang dibawa sejak lahir untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan mampu
menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.
kecerdasan emosional, yang diartikan sebagai suatu kemampuan atau intelegensi yang di dalamnya
terdapat kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang lain.
Definisi yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam
Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Proses berpikir erat kaitannya dengan bahasa,
sebab manusia dapat membentuk ratusan bahkan ribuan simbol-simbol dalam otak. Namun bukan
hanya dengan bahasa saja proses berpikir itu muncul, tetapi dapat juga dengan image. Inti dari berpikir
ialah menemukan problem solving. Namun, dalam beberapa analisis data seseorang, ia menemukan hal
baru yang bisa saja belum ada sebelumnya. Seperti dalam dunia para pembuat cerita, ia menemukan ide
dalam cerita barunya.
Hambatan dalam proses berpikir bisa saja terjadi. Semisal, menghitung perkalian 8 x 7 akan lebih
mudah dibandingkan dengan mengerjakan soal fisika murni. Hambatan ini muncul akibat dari
(1) Kurangnya data yang kita dapat
(2)pertentangan data yang satu dengan data yang lain.

B. Saran
Dari hasil makalah kami ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Penyusun sadar
bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi
kami harapkan saran yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Hakikat Intelegensi _ http://digilib.uinsby.ac.id/9336/5/bab2.pdf_ di akses 14 November 2022

24
Artikel Kenali Potensi Belajar_ https://tanjabbarkab.go.id/site/kenali-potensi-intelegensi-
anda/#:~:text=Intelegensi%20atau%20kecerdasan%20diartikan%20dalam,kecepatan%20memecahkan
%20masalah%2Dmasalah%20tersebut_ di akses 14 November.

Dinar Salsabila _ Multiple Intelegensi_ di akses pada 14 November 2022_


https://yoursay.suara.com/health/2022/02/04/223205/multiple-intellegence-mengenali-macam-
macam-kecerdasan-manusia

Pengertian Multiple Intelegensi_ https://psikologi.uma.ac.id/wp-content/uploads/2018/12/

Faktor yang mempengaruhi intelegensi_ https://dosenpsikologi.com

Faktor – Faktor yang mempengaruhi_ https://www.psychologymania.com/2013/01/

Sugihartono_ indikator kemampuan intelegensi http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JURG/

Psikologi_Pengertian Intelegensi Question _ https://www-gramedia-com.cdn.ampproject.org

Luffiati Gina Puspita_ mengukur dan Klasifikasi IQ_ https://vocasia.id/blog/cara-mengukur-iq-diri-


sendiri/

Nandy_ Pengertian Kecerdasan Emosional_ https://www.gramedia.com/best-seller/kecerdasan-


emosional/

Teori Berpikir dalam Psikologi_ http://pusatilmupsikologi.blogspot.com/2012/03/teori-berpikir-


dalam-psikologi.html?m=1

25

Anda mungkin juga menyukai