Anda di halaman 1dari 19

PENGUKURAN INTELEGENSIA

Disusun Oleh :

Gustiana Satra Dewi (1614301041)


Risa Hairun Nisyah (1614301042)
Linda Safitri (1614301043)
Iis Komang Reni (1614301044)
Rizqo Aditya Utama (1614301045)
Mega Meilisa Manara (1614301046)
Aprilia Cahyaningrum (1614301047)
Anggun Karunia Putri (1614301048)
Marhamah (1614301049)
Ikhsan Aji Dwi Wibowo (1614301050)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

PRODI DIV KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AKADEMIK 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Ucapan terimakasih
pun kami haturkan kepada teman-teman kelompok, dan sumber yang membantu.

Makalah ini berjudul “Pengukuran Intelegensia”, untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen mata kuliah Psikologi. Selain itu juga, makalah ini diharapkan mampu menjadi
sumber pembelajaran bagi kita semua untuk mengerti tentang Pengukuran intelegensia dalam
psikologi.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca sekalian. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Bandar Lampung, Maret 2017

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .....................................................................
C. Tujuan Penulisan .......................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Defini Intelegensi........................................................................
B. Cara Pengukuran Intelegensi ...................................................
C. Macam-Macam Intelegensi .......................................................
D. Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi .................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Di zaman modern saat ini, masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang
menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang
dihadapi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa
yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan di
kelasnya. Bahkan Gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih,
berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkacamata. Sebaliknya, gambaran anak yang
berinteligensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi
belajarnya rendah, dan mulut lebih banyak menganga disertai tatapan mata bingung.

Pandangan awam sebagaimana digambarkan di atas, walaupun tidak memberikan arti yang jelas
tentang inteligensi namun pada umumnya tidak berbeda jauh dari makna inteligensi sebagaimana
yang dimaksudkan oleh para ahli. Adapun definisinya, makna inteligensi memang
mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan.

Pada umumnya, para ahli menerima pengertian akan inteligensi sebagaimana istilah tersebut
digunakan oleh orang awam. Kekaburan lingkup konsep mengenai inteligensi menyebabkan
sebagian ahli bahkan tidak merasa perlu untuk berusaha memberikan batasan yang pasti. Bagi
mereka ini banyak diantara definisi yang telah dirumuskan ternyata terlalu luas untuk dapat
disalahkan dan terlalu kabur untuk dapat dimanfaatkan.

I.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari inteligensi?
2. Bagaimanakah cara pengukuran intelegensi?
3. Apa saja macam-macam intelegensi ?
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi ?
5. Apa saja hal-hal yang berhubungan dengan intelegensi ?

4
6. Apa saja tahapan perkembangan intelegensi ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Mahasiswa mampu memahami pengertian intelegensi
2. Mahasiswa mengerti cara pengukuran intelegensi
3. Mahasiswa mampu mengerti tentang macam-macam intelegensi
4. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi
5. Mahasiswa mampu mengetahui hal-hal yang mempengaruhi intelegensi
6. Mahasiswa mampu mengetahui tahapan-tahapan perkembangan intelegensi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intelegensi

5
Apabila kita telusuri asal usulnya, kata “intelegensi” erat sekali hubungannya dengan kata
“intelek”. Hal itu bias dimaklumi sebab keduanya berasal dari kata latin yang sama, yaitu
intellegere, yang berarti memahami. Intellectus atu intelek adalah bentuk participium perpectum
(pasif) dari intellegere; sedangkan intellegens atau inteligensi adalah bentuk participium praesens
(aktif) dari kata yang sama. Bentuk-bentuk kata ini memberikan indikasi kepada kita bahwa
intelek lebih bersifat pasif atau statis (being, potensi), sedangkan inteligensi lebih bersifat aktif
(becoming, aktualisasi). Berdasarkan pemahaman ini, bisa kita simpulkan bahwa intelek adalah
daya atau potensi untuk memahami, sedangkan inteligensi adalah aktivitas atau perilaku
yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi tersebut.
Sehubungan dengan pengertian inteligensi ini, ada yang mendefinisikan inteligensi
sebagai: “Kemampuan untuk berpikir secara abstrsk” (Terman); “Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Colvin); ada pula yang mendefinisikan inteligensi
sebagai “intelek plus pengetahuan” (Henmon); “Teknik untuk memproses informasi yang
disediakan oleh indera” (Hunt).
Untuk memperoleh pengertian yang lebih luas dan lebih jelas tentang inteligensi, berikut
ini akan dikemukakan beberapa definisi yang dirumuskan oleh para ahli.
1. S.C Utami Munandar
Secara umum inteligensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Kemampuan untuk berpikir abstrak;
b. Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar;
c. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
2. Alfred Binet
Alfred Binet, dikenal sebagai pelopor dalam menyusun tes inteligensi, mengemukakan
pendapatnya mengenai inteligensi sebagai berikut (Effendi & Praja, 1993):
Inteligensi mempunyai tiga aspek kemampuan, yaitu:
a. Direction, kemampuan untuk memusatkan kepada suatu masalah yang harus dipecahkan.
b. Adaptation, kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya
atau fleksibel dalam menghadapai masalah.
c. Criticism, kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi
maupun terhadap dirinya sendiri.
3. L.L Thurstone

6
Ia mengemukakan teori multi faktor yang meliputi 7 faktor dasar (primary abilities), yaitu:
a. Verbal comprehension (V), kecakapan untuk memahami pengertian yang diucapkan kata-
kata;
b. Word fluency (W), kecakapan dan kefasihan mengggunakan kata-kata;
c. Number (N), kecakapan untuk memecahkan masalah matematika (penggunaan angka-
angka/bilangan);
d. Space (S), kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti
menggambar design from memory;
e. Memory (M), kecakapan untuk mengingat;
f. Perceptual (P), kecakapan mengamati dan menafsirka, mengamati persamaan dan
perbedaan suatu objek;
g. Reasoning (R), kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip-prinsip.
4. Edward Thorndike
Sebagai seorang tokoh psikologi koneksionisme, Thorndike mengemukakan bahwa: “Inteligensi
adalah kemampuan individu untuk memberikan respons yang tepat (baik) terhadap stimulasi
yang diterimanaya”
5. George D. Stodard
inteligensi adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah laku, yang memiliki cirri-ciri sebagai
berikut:
a. Mempunyai tingkat kesukaran;
b. Kompleks;
c. Abstrak;
d. Ekonomis;
e. Memiliki nilai-nilai social;
f. Memiliki daya adaptasi dengan tujuan;
g. Menunjukkan kemurnian (original);
6. William Stern
“Inteligensi merupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu secara sadar untuk
menyesuaikan pikirannya pada situasi yang dihadapinya”.
7. Lewis Medison Terman
Inteligensi terdiri atas dua faktor, yakni:

7
“General ability (faktor G), yaitu kecakapan umum” dan “Special ability (faktor S), yaitu
kecakapan khusus”. Faktor G dan faktor S bukan suatu faktor yang terpisah, tetapi bekerjasama
sebagai kesatuan yang bulat. Teori dari Terman ini dikenal sebagai teori dwi faktor (two factor
theory).
8. Carl Whitherington
Menurut Whitherington, sebutan inteligensi atau kecerdasan sebetulnya kurang tepat.
Yang lebih tepat adalah “kelakuan cerdas”. Alasannya, kalau disebut inteligensi, seakan-akan
inteligensi itu melekat pada badan, seperti hidung, telinga, sedangkan menurutnya, inteligensi
bukan merupakan suatu benda (substansi), melainkan suatu pengertian. Jadi, inteligensi tidak lain
dari pengertian, kumpulan kelakuan yang menunjukkan hal yang cerdas. Pengertian inteligensi,
menurut Whitherington, mempunyai ciri-ciri hakiki berikut:
1. Cepat; makin cepat pekerjaan diselesaikan, makin cerdaslah orang yang menyelesaikan.
2. Cekatan; biasanya dihubungkan dengan pekerjaan tangan; dengan mudah dan ringkas
menjelaskan sesuatu.
3. Tepat; sesuai dengan tuntutan keadaan; misalnya mengukur jalan yang panjang dengan
besaran yang benar pula. Juga berarti mengukur dengan tepat, tidak kurang pula.
Dengan demikian, dapatlah disebut bahwa inteligensi adalah kesempurnaan perbuatan
kecerdasan. Yang dimaksud kecerdasan adalah kecerdasan (activity) yang efisisen. Dan
dikatakan efisien apabila memenuhi tiga cirri-ciri hakiki inteligensi tadi.

2.2 Pengukuran Intelegensi


Dalam psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan menggunakan alat-alat
psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil pengukuran intelegensi
biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat menyataakan tinggi rendahnya
intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence Quotioent). Intelegensi pada setiap anak tidak
sama. Untuk mengukur perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah
mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet (1857-1911), seorang
dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas sebagai orang yang paling berjasa dalam
mempelopori pengembangan tes intelegensi ini.

8
Tes intelegensi yang dirancang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental Age-
MA) yang dikembangkannya. Binet menganggap anak-anak yang terbelakang secara mental
akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang berusia lebih muda. Ia
megembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50 orang anak-anak dari usia 3 hingga
11 tahun yang tidak terbelakang secara mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara
mental juga diuji, dan performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia
kronologisnya sama di dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental (MA) dengan
usia-usia kronologis (CA) usia sejak lahir inilah yang digunakan sebagai ukuran intelegensi.
Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang bodoh memiliki MA di bawah
CA.
Contoh tabel Alfret Binet (1857-1911).

PERCENT OF THE
IQ CLASSIFICATION
POPULATION

Over 140 1 Genius


130-139 2 Very superior
120-129 8 …
110-119 16 Superior
100-109 23 Average
90-99 23 …
80-89 16 Dull average
70-79 8 Borderline
60-69 2 Mentally deficient
Bellow 60 1 …

William Stern (1871-1938), seorang psikolog Jerman, kemudian menyempurnakan tes


intelegensi Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat populer hingga sekarang,
yaitu Inteligence Quotient (IQ). IQ menggambarkan intelegensi sebagai rasio antara usia
mental (MA) dan usia kronologis (CA), dengan rumus :
Angka 100 digunakan sebagai bilangan penggali supaya IQ bernilai 100 bila MA sama
dengan CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya, jika MA lebih

9
besar dari CA, maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes intelegensi yang disebarkan ke
sejumlah besar orang, baik anak-anak Maupun orang dewasa dari usia yang berbeda, ditemukan
bahwa intelegensi diukur dengan perkiraan distribusi normal Binet. Distribusi
normal ialah simetris (mengenai keseimbangan letak unsur ) dengan kasus mayoritas yang
berada di tengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah yang tampak pada kedua titik
ekstrim skor. Sebaran atau distribusi intelegensi dari yang terendah sampai yang tertinggi, dapat
dilihat pada tabel klasifikasi IQ.
Dewasa intelegensi tes-tes telah dipergunakan secara luas untuk menempatkan anak
sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk menerima mahasiswa di suatu perguruan
tinggi, untuk menyeleksi calon pegawai negeri sipil, untuk memiliki individu yang akan
ditempatkan pada jabatan tertentu, dan sebagainya.

2.3 Macam-macam InteIegensi


Ada beberapa macam intelegensi, antara lain :
 Inteligensi keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir secara logis dan abstrak untuk
menjawab sejumlah pertanyaan tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh
pertanyaannya “Apa persamaan Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi:
(penulis, jurnalis, pembicara).
 Inteligensi keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan
logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi.
Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut
penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda
dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur, akuntan)
 Inteligensi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka
kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif.
Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan
rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan

10
kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi profesi arsitek,
seniman, pelaut.
 Inteligensi kemampuan musical
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat
mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan musik.
Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosa
kata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah
komposisi music.
 Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak
dan menyentuh. Mereka memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan
keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung
berprofesi menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
 Inteligensi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang.
Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan
mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa
yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa harus
meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi teolog, psikolog.
 Inteligensi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar
menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat
berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang
lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.
 Inteligensi keterampilan naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system buatan manusia dan
alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang,
diusia yang sangat dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan
fenomena alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman,
dan tata surya.
 Inteligensi emosional

11
Yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif (seperti
memahami persfektif orang lain).
Orang yang berjasa menemukan tes inteligensi pertama kali ialah seorang dokter bangsa
Prancis Alfred Binet dan pembantunya Simon. Tesnya terkenal dengan nama tes Tes Binet-
Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi
nama : “Chelle Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon
terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan menurut
umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu sengaja dibuat mengenai
segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti mengulang kalimat,
dengan tes semacam inilah usia seseorang diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak
tentu bahwa usia kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan
demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie Quotient) pada tiap-
tiap orang/anak.
Dewasa ini perkembangan tes itu demikian majunya sehingga sekarang terdapat beratus-
ratus macam tes, baik yang berupa tes verbal maupun nonverbal. Juga dinegeri kita sudah mulai
banyak dipergunakan te, dalam lapangan pendidikan maupun dalam memilih jabatan-jabatan
tertentu. Klasifikasi IQ antara lain :
 Genius 140 ke atas
 Sangat Cerdas 130-139
 Cerdas (superior) 120-129
 Di atas rata-rata 110-119
 Rata-rata 90-109
 Di bawah rata-rata 80-89
 Garis Batas 70-79
 Moron 50-69
 Imbisil, Idiot 49 ke bawah

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Inteligensi


Intelegensi tiap individu cenderung berbeda-beda. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain sebagai
berikut:

12
1. Faktor Bawaan atau Keturunan
Faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan
seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena
itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, cukup pintar dan sangat pintar,
meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama. Penelitian membuktikan bahwa
korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi
nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ
mereka berkorelasi sekitar 0,40 – 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 –
0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan
secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak
pernah saling kenal.

2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas


Faktor minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Intelegensi bekerja dalam situasi yang berlain-
lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi persoalan ditentukan pula oleh
pembawaan.

3. Faktor Pembentukan atau Lingkungan


Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
intelegensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di
sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan
sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti.

Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh
gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

4. Faktor Kematangan

13
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ
manusia baik fisik mauapun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau
berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena
itu, tidak diherankan bila anak anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal
matematika di kelas empat sekolah dasar, Karena soal soal itu masih terlampau sukar bagi anak.
Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan
kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.

Kecerdasan tidak tetap statis, tetapi cepat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya
intelegensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur dan kemampuan-
kemampuan yang telah dicapai (kematangannya).

5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang
sesuai dengan kebutuhannya.[14]

Kelima faktor di atas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi,
untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada
salah satu faktor saja.

2.5 Beberapa hal yang berhubungan dengan Inteligensi


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah intelegensi, antara lain :
a. Inteligensi Dengan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kamampuan umum individu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam kemampuan yang umum ini terdapat keampuan-
kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan ini memberikan pada individu suatu kondisi yang
memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan tertentu setelah melalui
suatu latihan. Inilah yang disebut bakat atau aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak
dirancang khusus untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak
dengan segera diketahui lewat tes inteligensi. Demikian juga, karena rangsang lingkungan

14
dengan tidak sadar selalu diarahkan pada kemampuan-kemampuan khusus ini maka bakat tidak
selalu dengan sendirinya menampakkan diri.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut aptitude test atau
tes bakat. Karena sifatnya khusus, maka tes ini dirancang khusus untuk mengungkap kemampuan
yang amat spesifik.
b. Inteligensi dan Kreativitas
Kreatifitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena keativitas juga
merupakan manifestsi dari suatu proses kognitif, meskipun demikian, hubungan antara
kreativitas dengan inteligensi tidak selalu menunjukkan keselarasannya. Walaupun ada anggapan
kreatifitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tetapi bukti-bukti
yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung pendapat itu. Skor IQ yang rendah
memang diikuti tingkat kreativitas yang rendah, namun semakin tinggi skor IQ tidak selalu
diikuti oleh tingkat keativitas yang tinggi. Sampai pada skor IQ tertentu, masih dapat korelasi
yang cukup berarti.
Permasalahan diatas menimbulkan banyak pertanyaan mengapa ini terjadi. Salah satu
jawabannya diberikan oleh J. P. Guilfrod. Ia menjelaskan bahwa kreatifitas adalah suatu proses
berfikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan alternatif jawaban
berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk
mengukur proses berfikir yang bersifat konvergen, yakni kemampuan untuk memberikan satu
jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan

c. Hubungan inteligensi dengan kehidupan


Memang kecerdasan/intelegensi seseorang memainkan peranan yang penting dalam
kehidupannya. Akan tetapi kehidupan adalah sangat kompleks, intelegensi bukan satu-satunya
faktor yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Banyak lagi faktor yang lain,
seperti faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan. Orang yang sakit-sakitan saja meskipun
intelegensinya tinggi dapat gagal dalam usaha mengembangkan dirinya dalam kehidupannya.
Demikian pula meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan mengembangkan dirirnya dapat gagal
pula.
Juga watak (pribadi) seseorang sangat berpengaruh dan turut menentukan. Banyak di
antara orang-orang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak

15
mendapat kemajuan dalam kehidupannya. Ini disebabkan/karena misalnya, kekurangan-
mampuan bergaul dengan orang-orang lain dalam masyarakat,atau kurang memiliki cita-cita
yang tinggi, sehingga tidak/kurang adanya usaha untuk mencapainya.
Sebaliknya, ada pula seorang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang sedang saja,
dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan keuletannya
dan tidak banyak faktor-faktor yang menggagu atau yang merintanginya. Akan tetapi intelejensi
yang rendah menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orang itu
ulet dan bertekun dalam usahanya. Sebagai kesimpulan dapat kita katakan: Kecerdasan atau
intelejensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu
dalam kehidupannya. Sampai di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula
kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa tidak terdapat
korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi dengan tingkat kehidupan seseorang.

2.6 Tahapan perkembangan intelegensi


Adapun tahapan perkembangan Intelegensi pada anak adalah sebagai berikut:
a) Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
sebagaimana dikemukakan oleh I.P. Pavlov yang menjadi pendahulu refleksologi, satu
refleks bisa berpindah dan dikembangkan dengan reflek-reflek lain melalui kondisi-kondisi yang
dibuat dari luar (lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian gerak atau perbuatan yang sederhana,
terutama pada gerak motorik.
b) Tahap berpikir praoperasional (2-7 tahun)
kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni kemampuan untuk
mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya
sesuatu hal mewakili sesuatu yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata atau abstrak.
Misalnya pisau yang terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang
sesungguhnya.
c) Tahap berpikir operasional konkret (7-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacam-macam tugas.
Menurut Piaget, anak-anak pada masa operasional konkret ini bisa melakukan tugas-tugas
konservasi dengan baik.
d) Tahap berpikir operasional formal (11-15 tahun)

16
Pada tahap ini, seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir
abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin
terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang akan terjadi.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan :

3.2 Saran :

18
DAFTAR PUSTAKA
https://burangasitamaymo.wordpress.com/2015/06/26/makalah-pengukuran-intelegensi/
http://rudisiswoyo89.blogspot.co.id/2013/11/makalah-intelegensi.html
http://www.perkuliahan.com/makalah-tentang-intelegensi-kecerdasan/
http://thinksomegood.blogspot.co.id/2015/04/makalah-tes-intelegensi.html
http://precilnadlirin29.blogspot.co.id/2013/11/makalah-intelegensi-dan-bakat-psikologi.html

19

Anda mungkin juga menyukai