Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, adapun penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mala kuliah Psikologi Pendidikan Anak Usia SD yang berjudul "Intelegensi".

Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan. sampai penulisan kami
mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih terutama kepada dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Pendidikan Anak Usia SD yakni Ibu Dr. Novitawati, S.Psi., M.Pd yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari Ibu untuk perbaikan dimasa yang akan datang, dan kami juga berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi teman-teman. Demikian kata pengantar kami sampaikan atas perhatian
bapak dan pembaca sekalian penulis ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling terkait. Pada umumnya
anak yang memiliki intelegensi tinggi akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan
dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan. Secara umum intelegensi
itu pada hakikatnya adalah merupakan suatu kemampuan umum untuk memperoleh suatu
kecakapan yang mengandung berbagai komponen. Untuk mengungkap kemampuan individu
biasanya dipergunakan instrumen tes intelegensi.

Tes intelegensi mengukur kecakapan potensial yang bersifat umum. Kecakapan ini berkenaan
dengan kemampuan untuk memahami, menganalisis, memecahkan masalah dan mengembangkan
sesuatu dengan menggunakan rasio atau pemikirannya. Tes intelegensi sebagai suatu instrumen tes
psikologis dapat menyajikan fungsi-fungsi tertentu, diantaranya: dapat memberikan data untuk
membantu peserta didik dalam meningkatkan pemahaman diri (self understanding), penilaian diri
(self evaluation), dan penerimaan diri (self acceptance). Hasil pengukuran dengan menggunakan tes
intelegensi juga dapat meningkatkan persepsi dirinya secara maksimal dan mengembangkan
eksplorasi dalam beberapa bidang tertentu. Hal ini diperlukan untuk mendukung siswa dalam
mencapai prestasi yang optimal di sekolah.
Prestasi yang optimal terkait dengan kemampuan orang tua dan guru dalam memahami peserta
didik sebagai individu yang unik. Dengan adanya tes intelegensi, potensi individu akan terlihat bahwa
masing- masing memiliki potensi yang berbeda. Dengan demikian, hasil tes intelegensi akan
memberikan arahan bagi pendidik dalam mengembangkan potensi peserta didik secara seimbang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari intelegensi?

2. Apa saja pendekatan-pendekatan intelegensi?

3. Apa saja teori-teori intelegensi?

4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi? 5. Apa latar belakang dari tes intelegensi?

6. Bagaimana penggunaan tes intelegensi?

7. Apa saja keterbatasan dari tes intelegensi?

8. Apa saja jenis-jenis tes intelegensi?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari intelegensi

2. Untuk mengetahui apa saja pendekatan-pendekatan intelegensi 3. Untuk mengetahui teori-teori


intelegensi

4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi 5. Untuk mengetahui latar


belakang dari tes intelegensi

6. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan tes intelegensi

7. Untuk mengetahui keterbatasan dari tes intelegensi 8. Untuk mengetahui jenis-jenis tes
intelegensi

D. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai materi "Intelegensi" yang
nantinya akan berguna untuk ke depannya.

2. Bagi Dosen

Dosen dapat mengetahui kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi "Intelegensi dan
sebagai bahan pertimbangan dosen dalam mencegah kesalahan mahasiswa dalam mengerjakan
tugas untuk ke depannya, serta dosen dapat menemukan langkah- langkah yang tepat dalam
memperbaiki strategi belajar mengajar pada materi "Intelegensi".
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Intelegensi

Intelegensi berasal dari bahasa Inggris yaitu Intelligence. Intelligence sendiri adalah terjemahaan dari
bahasa Latin yaitu intellectus dan intelligentia. Teori tentang intelegensi pertama kali dikemukakan
oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951 Spearman dan Wynn mengemukakan adanya
konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia tunggal
pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut Nous, sedangkan penggunaan
kekuatan disebut Noesis. Para ahli belum sepakat mengenai berbagai hal tentang inteligensi.
Konsensus mengenai arti inteligensi hampir tidak mungkin. Tahun 1921 diadakan simposium tentang
inteligensi yang dilaporkan dalam Journal of Educational Psychology. Dari 12 orang psikolog yang
diminta pandangannya, terdapat 12 pandangan yang berbeda (Woolfolk dan Nicolich. 1984: 130).

Dalam hal definisi, terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli dengan beberapa
variasi perbedaan. Definisi Thornburg. Freeman dan Robinson & Robinson mempunyai banyak
kesamaan. Menurut Thornburg (1984: 179), inteligensi adalah ukuran bagaimana individu
berperilaku. Inteligensi diukur dengan perilaku individu, interaksi interpersonal dan prestasi.
Inteligensi dapat didefinisikan dengan beragam cara: (1) kemampuan berpikir abstrak. (2)
kemampuan mempertimbangkan, memahami dan menalar, (3) kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan, dan (4) kemampuan total individu untuk bertindak dengan sengaja dan secara rasional
dalam lingkungan. Menurut Freeman (Abror, 1993:43), inteligensi mempunyai pengertian: 1)
inteligensi adalah adaptasi atau penyesuaian individu dengan ke seluruhan lingkungan. 2) inteligensi
adalah kemampuan untuk belajar, dan 3) inteligensi adalah kemampuan berpikir abstrak. Sedang
menurut Robinson dan Robinson (Woolfolk dan Nicolich, 1984: 130), inteligensi didefinisikan
sebagai: 1) kapasitas untuk belajar; 2) total pengetahuan yang dicapai seseorang: dan 3) kemampuan
beradaptasi secara sukses dengan situasi baru dan lingkungan pada umumnya.

Winkel dan Suryabrata membuat pengelompokkan definisi dengan cara yang berbeda. Menurut
Winkel (1996:138), inteligensi dapat diberikan pengertian luas dan sempit. Dalam arti luas,
inteligensi adalah kemampuan mencapai prestasi dalam berbagai bidang kehidupan. Sedang dalam
arti sempit, inteligensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah. Inteligensi dalam
pengertian sempit mempunyai pengertian yang sama dengan kemampuan intelektual atau
kemampuan akademik. Suryabrata (2002 124 134) mengelompokkan beragam definisi menjadi lima
kelompok, yaitu: 1) Konsepsi yang bersifat spekulatif. Konsepsi ini memandang inteligensi sebagai
taraf umum dari sejumlah besar daya khusus: 2) Konsepsi yang bersi fat pragmatis. Menurut
konsepsi ini inteligensi adalah apa yang dites oleh tes inteligensi (intelligence is what the tests test);
3) Konsepsi yang didasarkan pada analisis faktor. Menurut konsepsi ini, penyelidikan dan pencarian
sifat hakikat inteligensi harus mempergunakan teknik analisis faktor: 4) Konsepsi yang bersifat
operasional. Menurut konsepsi ini, faktor-faktor yang mendukung sifat dan hakikat inteligensi sudah
diketahui. Pengujian dimaksudkan untuk mencari letak faktor: 5) Konsepsi yang didasarkan pada
analisis fungsional. Menurut konsepsi ini, sifat dan hakikat inteligensi disusun berdasarkan
bagaimana berfungsinya inteligensi.
B. Pendekatan-pendekatan Intelegensi

Dalam memahami hakikat intelegensi. Maloney dan Ward (dalam Saifudin Azwar, 2002:11)
mengemukakan empat umum, yaitu: (a) pendekatan teori belajar (learning theory), (b) pendekatan
neurobiologis, (c) pendekatan teori-teori psikometri, dan (d) pendekatan teori-teori perkembangan.
Keempat cara pendekatan tersebut tidak terpisah secara eksklusif, akan tetapi saling tumpah tindih
sampai taraf tertentu. Berikut ulasan pendekatan-pendekatan tersebut:

1. Pendekatan Teori Belajar

Inti belajar mengenai masalah hakikat intelegensi terletak pada pemahaman mengenai hukum-
hukum dan prisip umum yang dipergunakan oleh individu untuk memperoleh bentuk-bentuk
perilaku baru. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini para ahli lebih memusatkan perhatian pada
perlikau yang tampak dan bukan pada pengertian mengenai konsep mental dari intelegensi itu
sendiri. Inilah bedanya dengan pendekatan umum yang biasanya yang menganggap intelegensi
sebagai suatu struktur dalam atau sifat kepribadian yang dimilki oleh individu.

Bagi para ahli teori belajar, suatu perilaku intelegensi adalah perilaku yang berisi proses belajar
(learning process) pada level fungsional tingkat tinggi dan merupakan respon khusus terhadap
tuntutan dari luar. Hal itu berarti adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya dimana
intelegensi dinilai dari kelayakan perilakunya dibandingkan dengan suatu kriteria yang berlaku
sebagai norma relatif.

Dalam pendekatan ini perlu ditekankan bahwa hampir semua ahli teori belajar, intelegensi bukanlah
sifat kepribadian (trait) akan tetapi merupakan kualitas hasil belajar yang telah terjadi. Lingkungan
belajar sendiri menentukan kualitas dan keluasan cadangan perilaku seseorang dan karenanya
dianggap menetukan relativitas intelegensi individu.

2. Pendekatan Neurobiologis

Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis. Perilaku
intelegen, menurut pendekatan ini dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan proses
neurofisiologisnya. Oleh karena itu dalam berbagai riset, selalu dipentingkan untuk melihat
korelasikorelasi intelegensi pada aspek- aspek anatomi, elektokimia, atau fisiologi.

Pendekatan ini menimbulkan berbagai teori intelegensi yang mengaitkan perilaku intelegensi serta
ciri-cirinya dengan aspek-aspek biologis. 3. Pendekatan Psikometris

Ciri utama pendekatan ini adalah adanya anggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak
(construct) atau sifat (trait) psikologis yang berbeda-beda kadarnya bagi setiap orang. Namun
dikarenakan para ahli psikometri biasanya lebih tertarik pada masalah pengukuran psikologis, maka
mereka lebih mengutamakan perhatian mereka pada cara praktis untuk melakukan klasifikasi dan
prediksi berdasarkan hasil pengukuran intelegensi daripada meneliti hakikat intelegensi itu sendiri.

Sigel (dalam Saifudin Azwar. 2002:13) mengatakan bahwa suatu, kritik terhadap pendekatan
psikometris adalah penekanan berlebihan dari pihak perancang tes pada aspek kuantitatif
intelegensi dan kurangnya perhatian pada aspek kualitatif. Penekanan tersebut tampak dalam arah
perhatian pendekatan psikometris yang lebih ditunjukan pada skor individu yang dilihat secara
kuantitatif dari banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes intelegensi.

Dalam pendekatan ini terdapat dua arah studi, yaitu pertama yang bersifat praktis dan lebih
menekankan pada pemecahan masalah dan kedua adalah yang lebih menekankan pada konsep dan
penyusunan teori. Pendekatan psikometris inilah yang melahirkan berbagai skala- skala pengukuran
intelegensi yang menjadi awal skala yang banyak dikenal sekarang.

4. Pendekatan Teori Perkembangan

Dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi secara kualitatif dalam kaitannya dengan
tahap-tahap perkembangan biologis individu. Sebagai contoh, Jean Piaget (Ginsburg & Opper, 1989;
Saifudin Azwar. 2002:14) mengawali konsepsi mengenai tes intelegensi dengan melihat pada
respon-respon yang salah yang dilakukan oleh anak-anak dalam tes intelegensi. Tampak oleh Piaget
bahwa terdapat pola respon tertentu yang ada kaitannya dengan tingkatan usia tertentu pula. Studi
selanjutnya meyakinkannya bahwa memang terdapat perbedaan kualitatif dalam cara berfikir anak
pada masing-masing kelompok usia.

[12/1 22.49] humbas: C. Teori-teori Intelegensi

Intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat
sesuatu dengan cara tertentu. Intelegensi juga bias dikatakan sebagai suatu umum untuk
mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah kemampuan yang bersifat umum
tersebut meliputi berbagai jenis psikis seperti abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami,
mengingat bahasa dan sebagainya. Pendefinisian intelegensi memang tidak terlepas dari yang
namanya teori-teori intelegensi. Berikut ini teori-teori yang berkaitan dengan intelegensi adalah:

1. Teori Uni Faktor

Pada tahun 1911. Welhelm Stern memperkenalkan suatu teori tentang intelegensi yang disebut Uni
Factor Theory. Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori ini intelegensi
merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara kerja intelegensi juga bersifat
umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau
memecahkan sesuatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat
pertumbuhan fisiologi ataupun akibat belajar. Kapasitas umum (General Capacity) yang ditimbulkan
itu lazim dikemukakan dengan kode "G".
2. Teori Two Factor

Pada tahun 1904 yaitu sebelum Stern, seorang ahli matematika bernama Charles Spearman,
mengajukan sebuah teori tentang intelegensi. Teori Spearman itu dikenal dengan sebutan two kinds
of factors theory. Spearman mengembangkan teori intelegensi berpasarkan suatu faktor mental
umum yang diberi kode "G" serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanda "S" menentukan tindakan-
tindakan mental untuk mengatasi permasalahan. Orang yang intelegensinya mempunyai faktor "G"
luas, memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Dia dapat mempelajari
bermacam-macam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah, dan sebagainnya. 3. Teori
Multi Faktor

Teori intelegensi multi faktor dikembangkan oleh E.L. Thorndike, Teori ini tidak berhubungan dengan
konsep general ability atau faktor "G". Menurut teori ini, intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-
hubungan neural antaradan respon. Hubungan-hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan
tingkah laku individu. Ketika seorang dapat mentebutkan sebuah kata, menghafal sajak,
menjumlahkan bilangan. atau melakukan pekerjaan, itu berarti bahwa dia dapat melakukan itu
karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar atau latihan, Jadi,
intelegensi menurut teori ini adalah jumlah koneksi actual dan potensial di dalam sistem syaraf. 4.
Teori Primary Mental Ability

Para ahli lain menyoroti teori ini sebagai teori yang mengandung kelemahan karena menganggap
adanya pemisahan fungsi atau kemampuan pada mental individu. Menurut mereka setiap
kemampuan individu adalah saling berhubungan secara integrative.

5. Teori Sampling Untuk menyelesaikan tentang intelegensi, Godfrey R Thomson pada tahun 1916
mengajukan sebuah teori yang disebut teori sampling. Teori ini kemudian disempurnakan lagi dari
berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai bidang pengalaman itu terkuasai oleh
pikiran manusia tetapi Tidak semuanya. Masing-masing bidang hanya dikuasai sebagian sebagian
saja. Ini mencerminkan kemampuan mental manusia. Intelegensi beroperasi dengan terbatad pada
setiap sampel dsri berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata.

[12/1 22.50] humbas: D. Faktor-faktor yang memengaruhi Intelegensi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi sehingga terdapat perbedaan intelegensi


seorang dengan yang lain, ialah:

1. Pembawaan
Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi taraf
intelegensi seorang. Artinya, jika kedua orang tua memiliki intelegensi, besar kemungkinan anaknya
memiliki intelegensi tinggi pula. Akan tetapi hal inipun tidak terjadi demikian. Sebagian pakar
berpendapat bahwa pengaruh orang tua yang sedemikian besar terhadap perkembangan intelegensi
anak adalah disebabkan oleh upaya orang tua itu sendiri dalam memberdayakan anak-anaknya.
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir.

2. Kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik atau
psikis) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih
terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi fungsi jiwanya masih belum matang
untuk melakukan mencernai soal itu. Kematangan hubungan erat dengan umur.

3. Pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah
dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). 4. Minat dan Pembawaan Khas

Minat mengarahkan perbuatan pada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
Dalam diri manusia terdapat dorongan- dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and
exploring motives). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama-
kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu.

5. Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih Metode yang tertentu dalam memecahkan
masalah masalah. Manusia mempunyai kebebasan-kebebasan memilih metode, juga bebas dalam
memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat
itu tidak selamanya menajdi syarat dalam perbuatan intelegensi

6. Lingkungan

Lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak


bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi.
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan
yang amat penting.

Pengembangan potensi anak mencapai aktualisasi optimal bukan hanya dipengaruhi faktor bakat,
melainkan faktor lingkungan yang membimbing dan membentuk perkembangan anak. Faktor
lingkungan dalam banyak hal justru memberi andil besar dalam kecerdasan anak. Seperti yang
dikemukakan oleh Conny Semiawan dalam bukunya yang berjudul Belajar dan Pembelajaran dalam
Taraf Pendidikan Usia Dini. Dalam buku ini dinyatakan bahwa: "Seseorang secara genetis telah lahir
dengan suat prganisme yang disebut intelegensi yang bersumber dari otaknya, kalau struktur otak
sudah ditentukan oleh biologis. berfungsinya otak tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan
lingkungannya."

E. Latar Belakang Tes Intelegensi

Pada awalnya telah dipraktekan oleh negara cina sejak sebelum dinasti Han, yang dilakukan oleh
jenderal cina, untuk menguji rakyat sipil yang ingin menja legislatif berdasarkan pengetahuan
menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial (Dalam Dewa Ketut Sukardi, 2009:13).

Kemudian dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM-200 M), namun seleksi ini tidak lagi
untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan
geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer Perancis dan Inggris.
Sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal dalam sehari semalam
dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya 1% sampai dengan 7 % yang diijinkan ikut ambil
bagian pada ujian tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (1992),
seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Cina yang kompleks.
Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima
dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif.

Tokoh-tokoh yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang
menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir, Wundt
mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Sedangkan Cattel
(1890) menemukan tes mental pertama kali. Yang memfokuskan pada tidak dapatnya membedakan
antara energi mental dan energi jasmani. Meskipun Pada dasarnya tes mental temuan Cattel ini
hampir sama dengan temuan Galton...

Tokoh yang tak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Selain kontribusi nyata pribadi beliau dengan
menciptakan tes intelegensi, beliau juga bekerja sama dengan Simon (1904) untuk membuat
instrumen pengukur intelegensi dengan skala pengukuran level umum pada soal-soal mengenai
kehidupan sehari-hari. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes
intelegensi dengan tiga puluh items berfungsi mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak. Tahun
1912, Stres membagi mental age dengan cronological age sehingga muncul konsep IQ.
Tokoh selanjutnya yang cukup berperan adalah Spearman dan Persun, dengan menemukan
perhitungan korelasi statistik. Perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu standar internasional yang
dibuat di Amerika Serikat berjudul "Standards for Psychological and Educational Test" yang
digunakan sampai sekarang. Kini tes psikologi semakin mudah, praktis, dan matematis dengan
berbagai macam variasinya namun tanpa meninggalkan pedoman klasiknya. Psikodiagnostik adalah
sejarah utama dari tes psikologi atau yang juga disebut psikometri.

[12/1 22.52] humbas: F. Penggunaan Tes Intelegensi

Tes-tes inteligensi umum yang dirancang untuk digunakan anak-anak usia sekolah atau orang
dewasa biasanya untuk mengukur kemampuan verbal untuk kadar lebih rendah, tes-tes ini
mencakup kemampuan- kemampuan yang berhubungan dengan simbol numerik dan simbol-simbol
abstrak lainnya. Kemampuan-kemampuan ini dianggap dominan dalam proses belajar di sekolah..

Kebanyak tes inteligensi dapar dipandang sebagai ukuran kemampuan belajar atau inteligensi
akademik. IQ adalah cerminan dari prestasi pendidikan sebelumnya dan alat prediksi kinerja
pendidikan selanjutnya. Karena fungsi-fungsi yang diajarkan dalam sistem pendidikan merupakan hal
yang penting yang mendasar dalam budaya yang modern dan maju secara teknologis, skor pada tes
intelegensi akademik juga merupakan alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang
pekerjaan serta aktivitas-aktivitas lain dalam hidup sehari-hari.

Ada banyak fungsi psikologis yang tidak pernah diukur oleh tes-tes intelegensi. Contohnya
kemampuan mekanik, motorik, musik, artistik, dll. Variabel-variabel motivasi, emosi, dan sikap
adalah penentu penting prestasi di semua bidang.

G. Keterbatasan Tes Intelegensi

Skor tes IQ sering dijadikan sebagai ukuran kecerdasan seorang anak di Indonesia. Padahal skor
tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan pola asuh. interaksi antara anak
dengan orang tua, pola belajar, dan faktor lingkungan. Intelegensi menurut para ahli adalah
kemampuan mental alam berfikir logis dengan melibatkan rasio.

Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan secermat pengukuran terhadap aspek fisik atau
terhadap materi konkret. Seperti yang kita pahami, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung,
namun intelegensi dapat diketahui dengan skor-skor tertentu, dan untuk memperoleh skor ini
kemudian diadakan tes-tes yang berupa sample perilaku yang merupakan manisfetasi dari proses
mental. Tes Intelegensi adalah alat ukur kecerdasan yang hasilnya berupa skor. Tetapi skor tersebut
hanya merupakan bagian kecil mengenai tingkat kecerdasan seseorang dan merupakan gambaran
kecerdasan secara keseluruhan.
Skor bukan satu-satunya hal mutlak untuk memutuskan tingkat kecerdasan seseorang. Howard
Gardner, psikolog pendidikan asal Amerika yang terkenal dengan teori multiple inttelligencenya
menyatakan bahwa kecerdasan intelektual merupakan satu dari beberapa kecerdasan yang dimiliki
seseorang. Kecerdasan-kecerdasan itu antara lain bahasa, matematis, berpikir logis, musik, visual,
dan gerak. Namun alat ukur kecerdasan ganda tersebut masih dikembangkan oleh Gardner.

Yang patut dicemaskan saat ini adalah banyak lembaga pendidikan yang mewajibkan calon siswanya
untuk mengikuti tes IQ terlebih dahulu sebagai persyaratan mutlak penerimaan siswa baru. Bahkan
ada beberapa sekolah yang mensyaratkan tes IQ minimal 120 skala Weschler. Bahkan ada beberapa
anak yang disarankan untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa karena skor mereka kurang dari 120 skala
Weschler tanpa

mempertimbangkan latar belakang anak terlebih dahulu. Setidaknya ada tiga faktor yang
berhubungan dengan tes 1Q:

1. Reliabilitas, yaitu sejauh mana hasil tes tersebut dapat dipercaya.

2. Validitas, yaitu sejauh mana alat ini mampu mengukur apa yang hendak diukur.

3. Standarisasi, yaitu apakah alat yang dipakai sesuai dengan norma masyarakat sekitar.

[12/1 22.53] humbas: Oleh karena itu penggunaan tes IQ harus dilakukan dengan bijaksana. Tes IQ
jangan dijadikan sebagai tolak ukur satu-satunya dalam menentukan potensi seseorang. Hasil tes
inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang oleh faktor-
faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya.Jenis-jeniss Tes Intelegensi

H. Jenis-Jenis Tes Intelegensi

Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi (Dalam

Dewa Ketut Sukardi, 2009:20), yaitu:

a. Tes Intelegensi Individual, beberapa diantaranya:

1. Stanford-Binet Intelligence Scale


2. Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS)

3. Wechsler-Intelligence Scale for Chidren (WISC) 4. Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)

5. Wechsler Preshool and Primary Seal of Intelligence (WPPSI)

b. Tes Intelegensi Kelompok, beberapa diantaranya, yaitu:

1. Pintner Cunningham Primary Test

2. The California Test of Mental Maturity 3. Otis-Lennon Mental ability Test

4. Standard Progressive Matrices

c. Tes Intelegensi dengan Tindakan Perbuatan Untuk tujuan program layanan bimbingan disekolah
yang akan

dibahas selanjutnya adalah Tes Intelegensi Kelompok, berupa: 1. The California Test of Mental
Maturity (CTMM)

2. The Henmon-Nelson Test Mental Ability

3. Otis-Lennon Mental ability Test

4. The Coloured Progressive Matrices

[12/1 22.53] humbas: BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Intelegensi adalah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan di dalamnya seperti
ingatan, fantasi, perasaan, perhatian. minat dan sebagainya juga berpengaruh terhadapa intelegensi
seseorang. Intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi
atau kondisi baru serta perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.

Ciri-ciri intelegensi yaitu: merupakan suatu kemampuan mental yang

melibatkan proses berpikir secara rasional. tercermin dari tindakan yang

terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan pemecahan

masalah yang tombul daripadanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi: pengaruh faktor
bawaan. pengaruh faktor lingkungan, stabilitas intelegensi dan IQ, pengaruh faktor kematangan,
pengaruh faktor pembentukan, minat dan pembawaan yang khas, kebebasan.

B. Saran

Dalam belajar haruslah diperhatikan faktor yang mempebaruhi siswa dalam memperoleh dan
mengingat pengetahuan. Oleh sebab itu, guru haruslah memperhatikan hal tersebut dalam
melakukan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan hal tersebut pengetahuan yang diberikan
oleh guru akan menjadi ingatan yang setia dalam memori siswa.

[12/1 22.53] humbas: DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2002. Pengantar Inteligensi Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI)

Deetje J. S. 2008. Latihan Keterampilan Intelektual dan Kemampuan Pemecahan Masalah Secara
Kreatif. Jurnal Ilmu Pendidikan Jilid 15 Universitas

Negeri Manado

John W. Santrock. 2004. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group Magdalena, I. dkk. 2021. Psikologi Pendidikan Sekolah Dasar, Sukabumi: CV

Jejak.
Nurkancana, W. & Sumartana, P. 1996. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Purwanto, 2010. Konsep dan Pengukurannya. Jurnal Intelegensi: STAIN

Surakarta

Rohmah, U. (2011). Tes intelegensi dan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan.

Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, 9(1), 125-139. Sukardi. Dewa K dkk. 2009.
Analisis Tes Psikologis Teori dan Praktik dalam Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai