Oleh:
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PADANG
TAHUN 2018
PRATIKUM I
MENGUKUR TEKANAN DARAH DAN
MENGHITUNG DENYUT NADI
A. Pengantar
Tubuh akan memberikan respon terhadap setiap perubahan fungsi tubuh. Respon tersebut
dapat diketahui dari adanya perubahan tanda vital, antara lain tekanan darah dan nadi.
Perawat harus trampil untuk melakukan pengukuran tekanan darah dan menghitung denyut
nadi.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan pratikum mahasiswa mampu melakukan pengukuran
tekanan darah dan menghiting denyut nadi.
C. Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi
2. Simulasi
D. Teori
1. Tekanan Darah
Saat jantung berkontraksi dan relaksasi, sirkulasi darah menyebabkan tekanan pada
dinding arteri. Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan
diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah
biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap satuan luas dinding
pembuluh darah (arteri). Tekanan ini harus adekuat, yaitu cukup tinggi untuk menghasilkan
gaya dorong terhadap darah dan tidak boleh terlalu tinggi yang dapat menimbulkan kerja
tambahan bagi jantung. Umumnya, dua harga tekanan darah diperoleh dalam pengukuran,
yakni tekanan sistole dan diastole.
Bunyi yang didengar saat auskultasi pemeriksaan tekanan darah disebut dengan bunyi
korotkoff, yakni bunyi yang ditimbulkan karena turbulensi aliran darah yang ditimbulkan
karena oklusi parsial dari arteri brachialis.
Sistole dan diastole merupakan dua periode yang menyusun satu siklus jantung.
Diastole adalah kondisi relaksasi, yakni saat jantung terisi oleh darah yaitu aliran darah dari
atrium menuju ventrikel yang kemudian diikuti oleh periode kontraksi atau sistole (ventrikel
berkontraksi darah akan dipompakan keseluruh tubuh.
Satu siklus jantung tersusun atas empat fase (Saladin, 2003),
Maka yang dimaksud dengan tekanan sistole adalah tekanan puncak yang ditimbulkan
di arteri sewaktu darah dipompa ke dalam pembuluh tersebut selama kontraksi ventrikel,
sedangkan tekanan diastole adalah tekanan terendah yang terjadi di arteri sewaktu darah
mengalir ke pembuluh hilir sewaktu relaksasi ventrikel. Selisih antara tekanan sistole dan
diastole, ini yang disebut dengan blood pressure amplitude atau pulse pressure (Stegemann,
1981).
a. Anjurkan kepada pasien untuk tidak minum kopi, merokok atau minum obat
simpatomimetik sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah
b. Pertahankan agar kandung kemih tidak penuh
c. Hindari tindakan yang menyebabkan nyeri . Bila terpaksa dilakukan, tunggu sampai 1
jam setelah dilakukan tindakan yang menimbulkan rasa nyeri
d. Pasien duduk, biarkan duduk 5 menit sebelum dilakukan pengukuran TD.
e. Melakukan pengukuran tekanan darah di ruang yang tenang dan nyaman
Posisi pasien
a. Posisi duduk
b. Posisi lengan supine
c. Kaki rileks
d. Kaki tidak boleh bergoyang-goyang.
Posisi lengan
a. Lengan rileks dan agak fleksi.
b. Lengan bawah disangga setinggi jantung
c. Telapak tangan menghadap ke atas
2. Menghitung Denyut Nadi
Nadi adalah sensasi denyutan seperti gelombang yang dapat dirasakan/ dipalpasi di
arteri perifer, terjadi karena gerakan atau aliran darah ketika kontraksi Jantung. Nadi adalah
gelombang darah yang dibuat oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Pada orang dewasa
kontraksi jantung 60 – 100 x/mnt saat istirahat. Cardiac output adalah volume darah yang
dipompakan ke dalam arteri oleh jantung = SVxHR. Ada dua pemeriksaan denyut nadi:
1. Nadi Perifer: nadi yang berada jauh dari jantung, seperti: kaki, radialis, leher
2. Nadi apical: nadi sentral, lokasinya di apex jantung
Penghitungan denyut nadi normal dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Penghitungan nadi normal Rentang Normal Rata-Rata
(Usia)
BBL 120 – 160 140
1 – 12 BL 80 – 140 120
1 – 2 TH 80 – 130 110
3 – 6 TH 75 – 120 100
7 – 12 TH 75 – 110 95
REMAJA 60 – 100 80
DEWASA 60 – 100 80
Irama Nadi
a. Reguler: Pola dan jarak waktu denyutan pada tiap denyutan teraba sama/teratur
Normal
b. Irreguler/ Arrhythmia/dysrhythmia: Pola dan jarak waktu denyutan pada tiap
denyutan teraba tidak sama / tidak teratur
Isi denyut adalah kualitas denyutan yang teraba yang berhubungan dengan jumlah darah yang
dipompakan oleh jantung ketika berkontraksi
a. Temporal
b. Carotid
c. Apical
d. Brachial
e. Radial
f. Femoral
g. Poplitea
h. Posterior tibial
i. Dorsalis pedis
E. Prosedur Tindakan
Fase Orientasi/Perkenalan
1. Mengucapkan salam dan kenalkan diri
2. validasi pasien (ikuti SOP yang digunakan rumah sakit)
3. Validasi kondisi pasien melalui observasi dan wawancara
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
5. Memberi kesempatan bertanya
6. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
Fase Kerja
Prosedur Pelaksanaan :
1. Tidak dilakukan
2. Dilakukan tetapi perlu banyak perbaikan
3. Dilakuakan tetapi sedikit perbaikan
4. Sempurna dilakukan
Nilai Akhir: total skor tindakan yang dilakukan/total skor tindakan X 100%
1 2 3 4
1. Tidak dilakukan
2. Dilakukan tetapi perlu banyak perbaikan
3. Dilakukan tetapi sedikit perbaikan
4. Sempurna dilakukan
Nilai Akhir: total skor tindakan yang dilakukan/total skor tindakan X 100%
PEMERIKSAAN RUMPEL-LEEDE
A. Pengantar
Pemeriksaan Rumpel-Leede didefinisikan oleh WHO sebagai salah satu syarat yang
diperlukan untuk diagnosis DBD. Perawat harus trampil untuk melakukan pemeriksaan Rumpel-
leed untuk dapat mendeteksi secara dini masalah pasien.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan pratikum mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
Rumpel-Leede
C. Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi
2. Simulasi
D. Teori
Tes Tourniquit dikenal juga dengan Rumpel-Leede test atau tes kerapuhan kapiler. Tes
ini merupakan cara sederhana dalam mendeteksi dini demam berdarah. Tes ini tidak
memerlukan tindakan invansive. Rumpel-Leede merupakan tes yang sederhana untuk melihat
gangguan pada vaskuler maupun trombosit. Tes ini akan positif jika ada gangguan pada
vaskuler maupun trombosit. Tes ini merupakan metode diagnostik klinis untuk menentukan
kecendrungan perdarahan pada pasien. Tes ini menilai kerapuhan dinding kapiler dan
digunakan untuk mengidentifikasi trombositopenia. Menurut WHO penghitungan dengan
jumlah petekie dalam daerah seluas 1 inci 2 (1 inci = 2,5 cm). Jika ketahanan kapiler turun
akan timbul petechie dikulit. Hasil pemeriksaan jika < 10 normal (negatif), 10-20 (ragu-
ragu), > 20 (positif). Tes hanya menggunakan pengukuran tekanan darah dengan alat tensi
meter
E. Prosedur Tindakan
Persipan alat
1. Tensi meter
2. Stetoskop
3. Alat tulis
1. Pengertian
Beberapa pemeriksaan memerlukan sampel urine 24 jam yaitu urine yang
dikumpulkan selama 24 jam penuh tanpa terputus. Pemeriksaan yang lazim
menggunakan sampel urine 24 jam antara lain pemeriksaan berat jenis urine,
kadar protein dalam urine, pengujian pemekatan dan pemeriksaan CCT.
2. Tujuan
1. Mengkaji volume urine selama 24 jam
2. Mengukur berat jenis urine
3. Mengevaluasi jumlah asupan dan haluaran cairan
4. Mengkaji kadar zat tertentu dalam urine
5. Mengkaji fungsi ginjal
3. Persiapan alat
1. Botol penampung urine berukuran 1000-2000 ml
2. Kertas label
3. Alas botol
4. Prosedur pelaksanaan
1. Jelaskan tujuan pelaksanaan prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
2. Beri nomor penampung urine, meliputi: apa yang diperiksa.
3. Letakkan botol penampung urine pada tempat yang aman
4. Minta klien untuk menampung urine ke dalam botol yang telah
dipersiapkan setiap kali berkemih
5. Ukur volume urine yang tertampung selama 24jam dan dokumentasikan
hasil dalam catatan medis klien
6. Setelah selesai, buang urine dan rendam botol penampung didalam
larutan disenfektan
B. Mengukur Asupan dan Haluaran
1. Pengertian
Mengukur asupan dan haluaran adalah tindakan mengukur jumlah cairan yang
masuk kedalam (asupan) dan keluar dari (haluaran) tubuh
2. Tujuan
1. menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien
2. menentukan tingkat dehidrasi klien
Macam dehidrasi
a. Dehidrasi berat
- kehilangan cairan 4-6 L
- Serum natrium 159 – 166 mEq/L
- Hipotensi
- Turgor kulit buruk
- Oliguria
- Nadi & pernafasan meningkat
- kehilangan cairan mencapai > 10% BB
b. Dehidrasi sedang
- kehilangan cairan 2-4L atau antara 5-10% BB
- serum natrium 152-158 mEq/L
- mata cekung
c. Dehidrasi ringan
- kehilangan cairan 5 % BB atau 1,5
–2L
Odema Pitting
a. +1: Setelah dipalpasi oleh pemeriksa (dengan jari telunjuk) maka
daerah yang odema akan menampakkan/memperlihatkan cekungan
sedalam 2 mm
b. +2: Setelah dipalpasi oleh pemeriksa (dengan jari telunjuk) maka
daerah yang odema akan menampakkan/memperlihatkan cekungan
sedalam 4 mm
c. +3: Setelah dipalpasi oleh pemeriksa (dengan jari telunjuk) maka
daerah yang odema akan menampakkan/memperlihatkan cekungan
sedalam 6 mm
d. +4: Setelah dipalpasi oleh pemeriksa (dengan jari telunjuk) maka
daerah yang odema akan menampakkan/memperlihatkan cekungan
sedalam 8 mm
3. Prosedur pelaksanaan
1. tentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh klien yang dapat
berasal dari minuman, cairan dalam makanan, cairan hasil oksidasi
(metabolisme) dan cairan intravena
2. tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien, yang meliputi urine,
keringat, feses, muntah, pendarahan, drainase cairan, atau kehilangan
cairan tanpa disadari misal melalui paru dan kulit
3. tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan menggunakan rumus:
Keseimbangan cairan tubuh = asupan – haluaran
Insesible Water Loss
a. Dewasa : 15 cc/kg BB/hr
b. Anak : (30 – usia(th) cc/kg BB /hr
c. Jk ada kenaikan suhu badan : IWL + 200 (suhu bdn skrg –36,8ºC)
Air Metabolisme
a. Dewasa : 5 ml/kg BB/hr
b. Anak : 12 – 14th = 5 – 6 ml/kg BB/hr
c. Anak : 7 – 11th = 6 – 7 ml/kg BB/hr
d. Anak : 5 – 7 th = 8 – 8,5 ml/kg BB/hr
e. Balita = 8 ml/kg BB/hr
Contoh
1. Tn. A usia 40 th dirawat dengan KU: lemah, BB 50kg terpasang infus
selama 24 jam habis1500 ml, injeksi transamin 2x1ampul (1ampul=5cc),
terpasang NGT = 150 cc x 5/hr, dower cateter (DC) = 1500 cc slm 24
jam, feces 1 x konsistensi lembek/hr, suhu badan 37,5ºC. Hitung
keseimbangan cairan Tn. A
2. Tn. B usia 50 th dirawat dengan KU: lemah, BB 54 kg, terpasang infus
500 ml dalam 8 jam, injeksitransamin 3x1ampul (1 ampul = 5cc),
terpasang NGT = 210 cc x 4/hr, Kencing mll dower cateter (DC) = 1400
cc slm 24 jam, feces 100cc/hr, suhu badan 38,5ºC. Hitung keseimbangan
cairan Tn. B
3. Tn W 40 th BB = 50 kg, C. infus = 1500 ml, Injeksi 3 x 1ampul (5cc) =
NGT 250 x 4, DC = 1500 cc, suhu tubuh 37,6ºC, feces 1 x dengan
konsistensi encer. Berapa keseimbangan cairan ?
4. Ny. R usia 52 th, KU: lemah, BB: 48kg, terpasang infus 500 ml hbs 12
jam, injeksi cefotaksin 3x1gr/hr (1gr=5cc), NGT 200 cc x 4/hr, DC
selama 24 jam 1500cc, suhu 37.6ºC, feces 1 x konsisten lembek. Hitung
keseimbangan cairan Ny. R
5. Tn. S tdk sadar usia 60 th, KU: lemah, BB: 58kg, terpasang infus 500 ml
habis 12 jam, injeksi Ampicilin 3x1gr/hr (1gr=4cc), NGT 150 cc x 5/hr,
terpasang DC selama urin 24 jam =1400cc, feces 1x pagi lembek, suhu
37,5ºC. Hitung keseimbangan cairan Tn. S
6. Ny. X usia 50 tahun dengan Keadaan umum lemah. BB 50 kg terpasang
infus 8 jam/klof . Injeksi transamin 2x1 ampul (1ampul 5 cc). Terpasang
NGT untuk intake makanan (MC 5 x 150 cc/hr).Pasien juga terpasang
dower cateter 1520 cc selama 24 jam. Pasien bab 1x/hr. Suhu 37,5 c.
Hitung keseimbangan cairan Ny X.
PRATIKUM III
PERAWATAN PASIEN
DALAM PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA (INFUS)
A. Pengantar
Pemberian cairan intravena adalah suatu tindakan memberi cairan intravena melalui
akses vena yang telah dibuat. Akses vena diperoleh dengan melakukan pungsi vena, yaitu
tindakan penusukan vena melalui transkutan menggunakan stilet tajam yang kaku, seperti
angiokateter atau jarum yang disambungkan pada spuit.
B. Tujuan Pembelajaran
Terapi Cairan
1. Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum dan menurunkan osmolaritas serum.
Contohnya : NaCl 0,45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Contohnya : Ringer-Laktat (RL), dan
normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) disebut cairan kristaloid
3. Cairan hipertonik:
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit
dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah),
dan albumin disebut Cairan koloid
C. Tindakan
1. Pemasangan Infus
a. Persiapan alat
b. Prosedur pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Atur peralatan yang dibutuhkan disamping tempat tidur klien
3. Buka kemasan cairan intravena steril menggunakan teknik aseptik
4. Gunakan prinsip “12 benar” pemberian obat untuk memastikan ketepatan cairan yang
akan diberikan. Pastikan aditif yang diresepkan seperti kalium dan vitamin telah
disiapkan, periksa cairan dan zat aditif untuk warna, kejernihan dan tanggal
kadaluarsa
5. Buka set infus dan pertahankan sterilitas pada kedua ujung selang.
6. Geser klem hingga mencapai sekitar 2-5cm dibawah bilik tetes , kemudian tutup klem
7. Lepaskan penutup botol cairan intravena, atau lapisan plastik yang menutup porta
slang intervena pada kantong cairan intravena.
8. Bersihkan karet penyumbat botol atau kantung intravena menggunakan kapas alkohol
kemudian tusukkan set infus kedalamnya.
9. Tekan bilik tetes kemudian lepaskan untuk mengisinya dengan cairan intravena
biarkan terisi hingga 1/3-1/2
10. Lepaskan pelindung jarum dan buka klem aar cairan dapat mengalir melalui selang ke
adaptor jarum. Tutup kembali klem dan pasang pelindung jarum setelang slang berisi
cairan
11. Pastikan slang bebas dari udara dan gelembung udara dengan membiarkan cairan
mengalir melalui slang hingga gelembung udara keluar
12. Pilih jarum intravena yang sesuai atau over needle catheter (ONC)
13. Pilih lokasi vena yang akan digunakan
14. Jika terdapat banyak rambut dilokasi penusukan , lakukan pegguntingan
15. Pasang torniket sekitar 10-12cm diatas lokasi penusukkan, torniket seharusnya
menyumbat akiran vena, bukan arteri. Periksa adanya nadi distal.
16. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai. Pelindung mata dan masker dapat
dingunakan jika perlu.
17. Letakkan adaptor jarum set infus dekat degan kasa steril atau handuk
18. Dilatasi atau lebarkan vena dengan cara:
- Menggosokkan ekstremitas vena yang akan menjadi lokasi pungsi dari
distal ke proksimal
- Mengepalkan dan membuka kepalan tngan klien
- Menepuk vena klien secara perlahan
- Menggunakan kompres hangat pada ekstremitas, misalnya dengan waslap
hangat
19. Bersihkan lokasi insersi dengan gerakan sirkular yang tegas menggunakan kapas
alkhohol.hindari menyentuh lokasi yang sudah di bersihkan dan dibiarkan lokasi
tersebut mengering
20. Lakukan pungsi vena. Fiksasi vena dengan menekankan ibu jari anda pada vena klien
kemudian menariknya kearah berlawanan dengan arah pungsi sejuh 5-7,5cm, jika
menggunakn jarum kupu-kupu, pegang jarum atau ONC pada sudut 20-30 derjat
dengan bevel vena. Masukkan jarum paralel terhadap vena
21. Perhatikan keluarnya darah melalui slang jarum kupu-kupu atau bilik flashback ONC
yang menandakan bahwa jarum telah memasuki vena. Masukkan jarum atau ONC
hingga bagian tengah, kemudian dorong kateter hingga hub melekat pada lokasi
pungsi vena. Dorong kateter ONC 0,6cm ke dalam vena, kemudian lepaskan stilet.
Jangan pernah memasukkan kembali stilet setelah dilepaskan.
22. Tahan kateter pada satu tangan dan lepaskan torniket. Hubungkan adaptor jarum set
infus ke hub dan ONC. Jangan menyentuh porta adaptor jarum.
23. Buka klem untuk memulai infus pada kecepatan yang sesuai untuk pertahankan
kepatenan aliran IV. Tindakan ini tidak diperlukan pada heparin lock
24. Fiksasi kateter prosedur dapat berbeda. Periksa kebijakan institusi.
- Pasang plester kecil (1,25 cm) dibawah kateter denan sisi yang berperekat
menghadap ke atas, kemudian silangkan plester diatas kateter.
- Jika menggunakan balutan kasa, oleskan salep povidone iodine ditempat
fungsi vena. Jika menggunakan balutan transparan, oleskan povidone
iodine pada lokasi fungsi vena. Biarkan cairan mengering.
- Pasang plester kedua tepat menyilang hub kateter.
- Letakkan bantalan kasa berukuran 2x2cm pada lokasi insersi dan hub
kateter, kemudian fiksasi plester 2,5cm atau pasang balutan transparan.
Jangan menutup hubungan antara slang IV dan hub kateter.
- Letakkan lengkungan slang infus pada balutan menggunakan plester 2,5cm
- Untuk pemberian cairan IV atur kecepatan aliran hingga jumlah tetesan
tepat permenit
- Untuk heparin lock, bilas dengan normal, salin kosong, atau normal salin
bercampur heparin steril 1-3ml (10-100 U/ml)
- Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta ukuran jarum yang
digunakan pada balutan.
25. Lepaskan sarung tangan, rapikan peralatan dan cuci tangan
26. Dokumentasikan dalam catatan perawatan mengenai jenis cairan yang diberikan, letak
insersi, kecepatan aliran, ukuran dan jenis kateter atau jarum, waktu infus dipasang.
Dan toleransi klien terhadap prosedur, mungkin digunakan lembar kerja terapi khusus
parenteral.
c. Perhatian:
1. Pungsi vena tidak boleh dilakukan pada lokasi yang menunjukkan tanda infeksi atau
mengalami penyumbatan oleh trombosit.
2. Infeksi ditandai dengan kemerahan, nyeri tekan, bengkak dan rasa hangat
3. Infiltrasi diidentifikasikan melalui adanya edema lokal, pucat dan dingin pada
jaringan sekitar sedangkan adanya nyeri, pembengkakan dan inflamasi di sepanjang
vena.
4. Untuk menghindari perubahan letak angiokateter, gunakan papan lengan.
a. Persiapan alat
b..Prosedur pelaksanaan:
1. Baca intruksi dokter dan lakukan prinsip “enam benar” untuk memastikan cairan yang
tepat
2. Cari tahu kalibrsi set infus per mililiter dalam tetes (sesuai dengan petunjuk pada
kemasan infus)
- Tetesan mikro (microdrip): 1cc sama dengan 60 tetes. Siang kicrodrip,
yang juga disebut siang pediatrik, umumnya memberi 1cc cairan dalam 60
tetes dan digunakan untuk pemberian cairan dengan volume kecil atau
dalam jumlah yang sangat tepat
- Tetesan makro (macrodrip): 1cc sama dengan 15 atau 20 tetes( lihat
petunjuk pada kemasan infus)
3. Pilih salah satu rumus berikut
- Mililiter perjam
- Tetes permenit
4. Pastikan ketepatan kecepatan aliran IV dengan menghitung jumlah tetesan pada bilik
tetes selama 1 menit menggunakan jam dengan jarum penunjuk detik. Selanjutnya,
atur klem untuk menambahkan atau mengurangi kecepatan infus. Periksa kecepatan
ini setiap jam.
5. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan dan jenis cairan serta kecepatan aliran
cairan pada catatan perawatan.
c. Perhatian
1. Durasi pemberian infus yang memanjang dapat menjadi tanda awal terjadinya
infiltrasi
2. Jika digunakan pompa infus, kecepatan aliran cairan intravena harus dipantau
minimal setiap jam.
Mengganti balutan dan melakukan perawatan pada area sekitar insersi intravena.
Prosedur ini dilakukan pada klien yang mendapat terapi cairan IV. Tujuan mengganti balutan
intravena adalah mencegah kompilasi terapi intravena seperti flebitis, pendarahan dan
infeksi.
a. Persiapan alat:
1. kasa steril berukuran 2x2 cm atau balutan transparan
2. cairan atau salep providone iodine
3. alkohol
4. kapas
5. plester
6. gunting
7. sarung tangan
8. bengkok
b. Prosedur pelaksanaan
1. jelaskan prosedur yang akan anda lakukan pada klien
2. cuci tangan
3. kenakan sarung tangan
4. lepaskan balutan transparan searah dengan arah pertumbuhan rambut klien atau
lepaskan plester yang meletakan balutan yang lama,kemudian membiarkan plester
yang memfiksasi jarum intravena.
5. Jika infus intravena mengalir dengan baik, lepaskam plester yang memfiksasi jarum
intravena dan stabilkan jarum dengan satu tangan
6. Gunakan alkohol untuk membersihkan kulit dan mengangkat sisa plester
7. Bersihkan lokasi insersi dengan gerakan memutar kemudian providone iodine dimulai
dari titik pungsi ke arah luar, kemudian biarkan mengering selama 30 detik
8. Fiksasi kembali kateter menggunakan plester yang menghadap keatas
9. Oleskan salep atay cairan providone iodine dilokasi pungsi vena, setelah kering
rekatkan plester kecil langsung diatas kateter
10. Pasang kasa ukuran 2x2 atau balutan transparan diatas lokasi pungsi vena. Jika
menggunakan balutan transparan, pasang balutan tersebut searah arah pertumbuhan
rambut
11. Fiksasi lingkungan selang intravena dengan plester tambahan
12. Tulis tanggal dan pergantian waktu balutan langsung pada balutan atau mengikuti
kebijakan institusi
13. Rapikan peralatan dan lepaskan sarung tangan kemudian cuci tangan
14. Kaji kepatenan akses intravena
15. Dokumentasikan pergantian balutan , jenis balutan yang digunakan serta jasil
observasi lokasi balutan pungsi vena.