Anda di halaman 1dari 10

Volume 8 Nomor 1, Juni 2022

Analisis Pendidikan Agama Kristen Terhadap Emotional Intelligence


dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak

Esti Regina Boiliu


Universitas Kristen Indonesia
estireginaboiliu02@gmail.com

Abstract: Emotional intelligence is a positive quality that everyone can possess.


Emotional intelligence refers to a person's ability to behave in both a self and other-
directed manner. Emotional intelligence plays a key part in the sphere of education,
notably Christian religious education, in helping students inspire themselves and
achieve positive learning outcomes. In Christian religious education's opinion, the
purpose of writing this article is to provide an analysis of how to regulate children's
emotional intelligence in order to promote learning achievement. For the purpose of
creating this article, the author employs a qualitative approach in which sources are
gathered from a variety of textual materials, including books, scientific articles, coran,
and so on, all of which are linked to the study's theme. The findings of this study will
help people comprehend that everyone has many intelligences, and that these
intelligences can be enhanced to improve learning outcomes, particularly emotional
intelligence.

Keywords: Christian Religious Education, emotional intelligence, learning achievement

Abstrak: Emotional intelligence (kecerdasan emosional) merupakan salah satu


kemampuan yang positif untuk dimiliki oleh setiap orang. Kecerdasan emosional
berbicara tentang kemampuan seseorang dalam berperilaku, baik terhadap dirinya
maupun orang lain. Dalam ranah pendidikan termasuk Pendidikan Agama Kristen,
kecerdasan emosional mengambil bagian penting dalam diri seseorang yaitu bisa
menolong memotivasi diri, dan lain sebagainya, peserta didik juga akan mencapai
prestasi belajar yang baik. Dengan demikian, maka penulisan artikel ini bertujuan
untuk menganalisis bagaimana mengelola kecerdasan emosional anak untuk
meningkatkan prestasi belajar dengan ditinjau dari sudut pandang Pendidikan Agama
Kristen. Penulis menggunakan metode kualitatif untuk proses penulisan artikel ini,
yang mana sumber-sumber dikumpulkan dari berbagai sumber tertulis seperti buku-
buku, artikel ilmiah, koran, dan lain sebagainya yang tentunya berhubungan dengan
judul penelitian yang dikaji. Hasil penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman
setiap orang memiliki beberapa kecerdasan, kecerdasan tersebut dapat
dimaksimalkan untuk meningkatkan prestasi belajar, dalam konteks ini adalah
kecerdasan emosional.
Kata Kunci: kecerdasan emosional, Pendidikan Agama Kristen, prestasi belajar
JURNAL
LUXNOS
Pendahuluan
Berbicara tentang kecerdasan emosional, tentunya sangat berhubungan dengan
kerja otak yang menjadi mesin penggerakan tingkah laku setiap individu, dan cara
kerjanya berkaitan erat dengan seluruh sistem yang lain serta mendorong kemampuan
kognitif (kecerdasan). Dengan demikian, kecerdasan emosional menjadi salah satu
fokus dari proses pembalajaran yang diperlukan dalam prestasi belajar. Menurut
Goleman dalam Solechan, kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk
melakukan beberapa hal, yakni pengenalan perasaan secara pribadi dengan orang lain,
memotivasi diri sendiri, pengelolaan emosi dalam diri sendiri dengan baik, dan menjaga
hubungan dengan orang lain.1 Banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana orang
mengandalkan kecerdasan otak dengan mempelihatkan gelarnya yang tinggi, namun
tidak sukses dalam praktiknya yaitu dunia pekerjaan. Goleman pun sependapat dengan
hal ini bahwa kecerdasan dimiliki oleh banyak orang dalam dunia pendidikan ketika
berbicara teori, namun gagal ketika berada di dunia pekerjaan, di mana bintang kelas
menjadi anak buah teman kelasnya.2
Selanjutnya, Fauziah mengemukakan presentasi kontribusi kecerdasan
intelektual terhadap kesuksesan hidup seseorang hanya sebanyak 20%, sementara 80%
ditentukan oleh faktor-faktor lain, dan salah satunya adalah kecerdasan emosional. 3
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan adanya pengembangan
kecerdasan emosional, seperti: inisiatif, optimis, ketangguhan, kerja sama tim,
keterampilan, kemampuan beradaptasi, dan lain sebagainya. Kehadiran kecerdasan
emosional dapat menjadikan seseorang mampu mengenali, berempati, mencintai,
termotivasi, terinspirasi, berasosiasi dan dapat menyambut kesedihan dan kegembiraan
secara tepat. Selain itu, kemampuan untuk mengelola kecerdasan emosional juga sangat
mempengaruhi keberhasilan ataupun kegagalan dari berbagai sisi kehidupan, yaitu:
keluarga, pekerjaan, lingkungan sekitar, termasuk pendidikan yang berkaitan dengan
prestasi belajar.
Peningkatan prestasi belajar acapkali menjadi tujuan yang dicapai dalam
pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode. Hal ini ditemukan dalam
berbagai bidang, termasuk pendidikan. Yesi Ike, Riswan Jaenudin dan Ikbal Barlian
menuliskan hal ini dalam suatu artikel dengan menjelaskan bahwa prestasi belajar
sebagai sebuah cerminan berupa hasil belajar yang diperoleh selama mengikuti proses

1 Solechan, “Pengembangan Kecerdasan Emosional di SMA Primaganda Bulurejo Diwek

Jombang,” Jurnal Ilmuna 1, no. 2 (2019): 43-64.


2 Nasril dan Ulfatmi, “Melacak Konsep Dasar Kecerdasan Emosional,” A-Irsyad: Jurnal bimbingan

dan konseling Islam (2018): 16-25.


3 Fauziah, “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Semester II

Bimbingan Konseling UIN AR-RANIRY,” Jurnal Ilmiah Edukasi 1, no. 1 (2015): 90-98.

2
JURNAL
LUXNOS
belajar mengajar.4 Terdapat beberapa faktor yang menunjang dalam meningkatkan
prestasi belajar yang perlu dimiliki oleh setiap peserta didik, dan salah satu yang
diperlukan adalah kecerdasan emosional, di mana akan membuat peserta didik
memiliki semangat yang tinggi dalam mengikuti proses belajar mengajar. Dalam
penelitiannya, Kharirul Bariyyah dan Leny Latifah mengemukakan bahwa peserta didik
yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik, cenderung akan tampil lebih baik
dalam hal belajar, mudah menerima pelajaran yang dari guru, mudah memahami
keadaan orang lain, dan tentunya memiliki nilai akademisi yang baik pula. 5 Jadi, peserta
didik dapat mencapai prestasi belajar yang baik apabila memiliki kecerdasan emosional
yang baik tanpa mengesampingkan faktor kecerdasan lainnya.
Masalah di atas memberikan gambaran secara langsung dalam konteks
pendidika agama Kristen untuk lebih memperhatikan peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan yang dimiliki, tentunya peserta didik dilengkapi dengan
perintah-perintah Allah dalam Alkitab agar peserta didik mendapatkan pemahaman
yang benar sejak dini dalam mengembangkan kemampuannya dengan mengelola emosi
secara baik dan benar. Oleh karena itu, artikel ini akan mengulas bagaimana analisis
pendidikan agama Kristen terhadap kecerdasan emosional anak dalam meningkatkan
prestasi belajar.

Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini, penulis hendak menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan literature review, di mana penulis mengumpulkan berbagai sumber,
berupa buku, jurnal ilmiah terpublikasi, internet, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang
berhubungan dengan kajian pembahasan dalam artikel ini. Setelah mendapatkan data-
data, penulis membandingkan dan menganalisisnya kembali serta memberikan
pemahaman yang baru tentang kecerdasan emosional anak membawa pengaruh untuk
presetasi belajar yang dianalisis dari segi Pendidikan Agama Kristen (PAK).

Hasil dan Pembahasan


Mengenal dan Memahami Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)
Salah satu tokoh yang menggagas kecerdasan emosional (emotional intellegence)
adalah Daniel Goleman yang diuraikan dalam buku dengan judul “Working with
Emotional in Intelligence” menggambarkan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
untuk mengenali perasaan dalam diri sendiri dan orang lain, kemampuan untuk

4 Yesi Ike, Riswan Jaenudin, dan Ikbal Barlian, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap

Prestasi Belajar Akuntansi Keuangan Siswa Kelas Xi di SMK Negeri 5 Palembang Tahun Pelajaran
2015/2016,” Jurnal Profit 3, no. 2 (2016):139-148.
5 Khairul Bariyyah dan Leny Latifah, “Kecerdasan Emosi Siswa di tinjau dari Jenis Kelamin dan

Jenjang Kelas,” JPGI: Jurnal Penelitian Guru Indonesia 4, no. 2 (2019): 68-75.

3
JURNAL
LUXNOS
memotivasi, serta kemampuan untuk mengelola emosi.6 Selanjutnya Endang Mei
Yunalia dan Arif Nurma Etika mengatakan bahwa; tidak sebatas mengenal diri sendiri
dan orang lain, tetapi tahu bagaimana mengelola emosi, menjadi motivator dan
inspirator untuk diri sendiri serta mempu menggunakan informasi yang baik dan tepat
dalam bertindak.7 Kecerdasan emosional menurut Hamzah Uno B., sebagaimana dikutip
oleh Solechan merupakan kemampuan, kemampuan untuk menjadi motivator bagi diri
sendiri dan bertahap menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan dari hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, manajemen suasana hati, menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.8 Nasril dan Ulfatmi
menyimpulkan beberapa pengertian kecerdasan emosional, dengan mengatakan bahwa
kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali, mengelola dan
mengontrol emosi agar memiliki respon yang positif kepada orang lain.9 Berbagai
penelitian psikolog yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional yang tinggi dapat
terlihat melalui sikap bahagia, percaya diri, lebih sukses, karena mereka mampu
mengelola gejolak emosi yang dialami, sehingga mental dapat terjaga dengan baik.10

Konsep Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)


Sawaf Copper, Masruroh Anisatul merumuskan konsep kecerdasan emosional
dalam 4 hal, antara lain: Emotional literary (kecerdasan emosi), emotional fitness
(kebugaran emosi), emotional depth (kedalaman emosi), dan emotional alchemy (alkemi
emosi). Pertama, kecerdasan emosi, tujuannya adalah untuk meningkatkan perasaan
percaya diri yang dapat dilakukan melalui berkata jujur saat emosi, respons terhadap
perasaan emosi, intuisi, rasa tanggung jawab dan keterhubungan. Kedua, kebugaran
emosi, bertujuan untuk mempertegas kesejatiaan, yaitu sifat dapat dipercaya, keuletan,
kemampuan untuk mendengarkan, mengelola masalah, mengatasi kekecewaan dengan
cara yang dinginkan. Ketiga, kedalaman emosi, bertujuan untuk mengeluarkan
kemampuan yang dimiliki, yaitu potensi dan bakat ketulusan, kesetiaan pada janji dan
bertanggung jawab. Keempat, alkemi emosi, bertujuan untuk memperdalam rasa
kepekaan, kreatif dalam mengatasi masalah.11

6 Daniel Goleman, Working with Emotional in Intelligence (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2005), 512.
7
Endang Mei Yunalia dan Arif Nurma Etika, “Analisis Kecerdasan Emosional Remaja Tahap Akhir
Berdasarkan Jenis Kelamin,” Jurnal Keperwatan Jiwa 8, no. 4 (2020): 477-484.
8 Solechan, “Pengembangan Kecerdasan Emosional di SMA Primaganda Bulurejo Diwek

Jombang," 48.
9 Nasril dan Ulfatmi, “Melacak Konsep Dasar Kecerdasan Emosional, " 18.
10 Ibid.
11 Anisatul Masruroh, “Konsep Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Pendidikan Islam,”

Mudarrisa: Jurnal Kajian Pendidikan Islam 6, no. 1 (2014): 61-87.

4
JURNAL
LUXNOS
Pengelompokkan Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)
Kecerdasan emosional dikelompokkan dalam beberapa ranah, yang meliputi: 1)
Intrapribadi, yang berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri. 2) Antar pribadi,
yang berkaitan dengan kemampuan dalam pergaulan dan interaksi dengan orang lain.
3) Penyesuain diri, yang berkaitan dengan sikap dalam menyelesaikan masalah yaitu
lentur dan realistis. 4) Pengendalian stress. 5) Suasana hati, berkaitan dengan sikap
optimis dan realistis dalam menghadapi masalah.12 Sementara Cahyo Tri Wibowo
mengemukakan beberapa indikator kecerdasan emosional, yakni: pengaturan mood
yang berbicara tentang pengelolaan emosi; keterampilan sosial, yang berbicara tentang
respons terhadap orang lain; pemanfaatan emosi, yang berbicara tentang peralihan
sasaran dan tujuan emosi; penilaian emosi, yang berbicara tentang mengetahui kondisi
emosi dalam diri sendiri dan orang lain.13

Aspek-aspek Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence)


Menurut Goleman sebagaimana dikutip oleh Yesi Ike, dkk., menyebutkan bahwa;
ada 5 (lima) parameter kecerdasan emosi, yaitu: 1) Kesadaran diri, terdiri dari:
perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya secara pribadi, mampu
memahami penyebab timbulnya perasan emosi, mengenali perbedaan antara perasaan
dan tindakan; 2) Mengelola emosi, terdiri dari: memiliki sikap toleransi terhahap
frustasi dan pengelolaan amarah; meminimalkan ejekan verbal, perkelahian dan
gangguan dalam kelas; mampu menjelaskan amarah dengan sikap dingin sehingga tidak
menimbulkan perkelahian; menahan diri untuk tidak emosi yang berlebihan; 3)
Memotivasi diri, terdiri dari: bertanggung jawab; memusatkan dan menaruh perhatian
pada apa yang sedang dikerjakan; penguasaan diri; meningkatkan nilai tes; 4) Empati
yang meliputi: terbuka dan menerima pendapat orang lain, empati dan peka terhadap
keadaan orang lain, mendengarkan orang lain; 5) Membina hubungan yang
menekankan tentang bagaimana seseorang terus meningkatkan kemampuan dalam
mengenali dan menganalisis keadaan hubungan, meningkatkan sikap responsif, dan
bersikap positif untuk mengatasi masalah yang terjadi dala hubungan.14
Dalam konteks pembelajaran, maka hal-hal di atas berperan penting dalam
kehidupan peserta didik termasuk prestasi belajarnya. Mengutip pendapat Goleman,
Retno Susilowati menguraikan 7 (tujuh) kemampuan anak dalam kecerdasan emosi,
yakni: pertama, keyakinan. Anak memiliki keyakinan bahwa ia akan selalu berhasil
karena ada orang-orang dewasa di sekitarnya yang dapat menolongnya. Kedua, rasa

12 Ibid.
13 Cahyo Tri Wibowo, “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (
SQ ) Pada Kinerja Karyawan,” Jurnal Bisnis & Manajemen 15, no. 1 (2015): 1-16.
14 Ike, Jaenudin, dan Barlian, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar

Akuntansi Keuangan Siswa Kelas Xi di SMK Negeri 5 Palembang Tahun Pelajaran 2015/2016," 141-142.

5
JURNAL
LUXNOS
ingin tahu. Ingin mengetahui tentang sesuatu adalah sesuatu yang positif dan pasti
menimbulkan kesenangan dalam dirinya. Ketiga, niat. Memiliki kemampuan untuk
berpikir bahwa ia akan berhasil, sehingga ia akan bertindak sesuai dengan niatnya.
Keempat, pengendalian diri. Menyesuaikan dan mengendalikan tindakan, ini bersifat
batiniah. Kelima, keterkaitan. Mampu melibatkan diri orang lain. Keenam, kecakapan
berkomunikasi. Kemampuan bertukar pikiran dengan cara bertanya baik pada orang
seusianya maupun usia di atasnya. Ketujuh, koperatif. Kemampuan keseimbangan diri
dengan orang lain.15 Dengan demikian, ketujuh hal di atas dapat mempermudah anak
dalam belajar untuk mencapai apa yang diinginkan termasuk prestasinya.

Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sesuatu yang dicapai setelah mengikuti kegiatan belajar
belajar. Fauziah menjelaskan bahwa prestasi belajar berbicara tentang tercapainya
suatu hasil dari pengembangan mata pelajaran yang telah diikuti dan ditandai dengan
nilai yang memuaskan. Menurutnya, kesempurnaan nilai yang dicapai oleh peserta
didik setelah melewati proses berpikir 16, dan melakukan apa yang menjadi target dalam
mata pelajaran tersebut. Fauziah juga menjelaskan bahwa dapat disebut prestasi belajar
apabila dapat mencapai 3 (tiga) ranah dalam pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif
dan psikomotor.17 Sementara, sebaliknya hasil yang didapatkan tidak mamuaskan
termasuk dalam kurang atau bahkan tidak disebut prestasi belajar dan peserta didik
belum mencapai 3 (tiga) ranah dalam pendidikan. Menurut Sukmadinata sebagaimana
dikutip oleh Yesi Ike, dkk., mengemukakan bahwa hasil/prestasi belajar merupakan
realisasi dari kecapakan/kepintaran yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan menurut
Damyati dan Mudjiono, prestasi belajar sebagai puncak dari hasil belajar. 18 Menurut
Hamalik, Firdaus Daud berpandangan bahwa prestasi belajar juga merupakan
pengalaman yang didapatkan oleh siswa semasa mengikuti kegiatan pembelajaran. 19
Dengan demikian, maka penulis menyimpulkan bahwa ketika berbicara tentang
prestasi belajar, maka tidak terlepas dari 3 (tiga) ranah pendidikan, yaitu kognitif,
afektif dan psikomtor. Apabila ketiga hal tersebut dijalankan dengan maksimal maka
hasil yang didapatkan juga pasti memuaskan. Prestasi belajar sejalan dengan
kecerdasan emosional, di mana apabila peserta didik cerdas dalam mengelola

15 Retno Susilowati, “Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini,” Thufula 6, no. 1 (2018): 145-158.
16 Fauziah, “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Semester II
Bimbingan Konseling UIN AR-RANIRY," 93.
17 Ibid.
18
Ike, Jaenudin,dan Barlian, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi
Keuangan Siswa Kelas Xi di Smk Negeri 5 Palembang Tahun Pelajaran 2015/2016," 142.
19
F. Daud, “Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar
Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang
19, no. 2 (2012): 243-255.

6
JURNAL
LUXNOS
emosional untuk mengikuti pembelajaran maka hasil yang terbaik pula akan
didapatkan.

Analisis Pendidikan Agama Kristen Tentang Kecerdasan Emosional (Emotional


Intelligence)
Manusia sebagai citra Allah yang secara langsung memberikan gambaran bahwa
manusia dilengkapi dengan akal budi yang baik untuk bisa mengenal kasih, kebaikan,
kebenaran, sopan santun, rasa hormat, ketaatan, ketekunan dan lain sebagainya. Rasul
Paulus dengan jelas dalam surat Galatia 5:22-23, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera,
kesabaran, kebaikan, kemurahan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.
Hal ini merupakan karunia-karunia Roh yang dipercayakan Allah kepada manusia. Yosia
Belo mengatakan bahwa karunia-karunia Roh merupakan tugas yang diberikan kepada
pengikut Yesus untuk dapat melayani dengan baik 20 secara pribadi maupun melayani
orang lain, dalam hal ini adalah kecerdasan emosional. Contoh lain dalam Alkitab yang
berkaitan dengan kecerdasan emosional adalah mampu menjadi garam dan terang
dunia (Mat. 5:13-16), menjadi surat Kristus yang terbuka (2 Kor. 3:3), mengasihi
sesama manusia (Mat. 22:39), dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, maka PAK
mendapatkan tanggung jawab untuk menerapkan hal ini kepada peserta didik.
Menurut Pazmino sebagaimana dikutip oleh Simanjuntak bahwa; PAK
merupakan upaya yang dilakukan untuk mentransformasikan karakter peserta didik
atas tuntunan dari Roh Kudus agar hidup berdasarkan kebenaran Alkitab dan menjadi
murid Kristus yang sejati.21 Khoe Yao Tung dengan jelas menyampaikan pusat dari pada
PAK adalah Allah.22 Selanjutnya, Simanjuntak kembali menegaskan bahwa pengenalan
akan Tuhan membawa pengaruh yang besar dalam diri peserta didik, baik dalam hal
sikap, perilaku, intelektual, terlebih spiritualnya.23 Menurut Robert L. Boehlke,
pendidikan agama Kristen merupakan usaha yang dilakukan untuk menolong orang
agar hidup di bawah pimpinan Roh Kudus. Sementara dalam bukunya, Werner C.
Graendorf mengatakan bahwa pendidikan agama Kristen merupakan proses pengajaran
yang dilakukan berdasarkan Alkitab, berpusat pada Yesus Kristus, dan bergantung pada
kuasa Roh Kudus, di mana dapat menuntun setiap pribadi untuk bertumbuh dan
semakin dewasa dalam Kristus.24 Mengacu pada pendapat Marthin Luther, Talizaro
Tafona’o lebih spesifik lagi menjelaskan bahwa pendidikan agama Kristen merupakan
20
Yosia Belo, “Buah Roh dalam Galatia 5:22-23 dan Penerapannya dagi Pendidikan Agama Kristen,”
Jurnal Luxnos 6, no. 2 (2020): 89-95.
21
Junihot Simanjuntak, Filsafat Pendidikan dan Pendidikan Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2013), 115.
22 Khoe Yao Tung, Filsafat Pendidikan Kristen: Meletakkan Fondasi dan Filosofi Pendidikan Kristen

di Tengah Tantangan Dunia (Yogyakarta: ANDI, 2013), 19.


23 Junihot Simanjuntak, Ilmu Belajar dan Didaktika Pendidikan Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2017),

26.
24 Hardi Budiyana, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen (Karanganyar: Berita Hidup Seminary,

2011), 6.

7
JURNAL
LUXNOS
usaha yang dilakukan untuk setiap orang hidup teratur, semakin menyadari
keberdosaannya masing-masing, di mana mengambil keputusan untuk tidak lagi hidup
dalam dosa serta bersukacita dalam Yesus Kristus yang memerdekakan 25 seperti yang
dijelaskan oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul 13:39a: Dan di dalam Dialah setiap
orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa.
Mardianto mengemukakan pendapatnya bahwa pendidikan agama Kristen
merupakan sebuah bidang pendidikan yang diajakan secara formal, informal maupun
non formal, kemudian juga memberikan sumbangsih dalam pembangunan karakter
peserta didik yang sedang dalam proses pendidikan. 26 Tentunya pembangunan karakter
yang dimaksud dalam karakter kristiani, karena setiap pelajaran yang dilakukan adalah
ajaran tentang iman Kristen, dan Mardianto menegaskan bahwa ajaran-ajaran
Kekristenan tersebut mencakup 3 (tiga) hal, yakni: kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap dan nilai-nilai), dan psikomotor (keterampilan) berdasarkan iman Kristen.27
Dengan demikian, dari keseluruhan pendapat di atas mengenai pendidikan agama
Kristen, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Kristen merupakan suatu
usaha untuk memperlengkapi orang percaya memiliki hidup yang berpusat pada
pribadi Yesus Kritus, dan menjadikan Alkitab sebagai sumber acuannya.
Berikut penulis menguraikan beberapa aspek kecerdasan emosional dari sudut
pandang pendidikan agama Kristen sebagaimana tercatat dalam kitab Galatia 5:22-23,
yaitu: pertama, kasih. Peserta didik dianggap memiliki kecerdasan emosional yang baik
apabila hidup mengasihi sesama seperti dirinya sendiri sebagaimana kasih Kristus
kepada manusia. Kedua, sukacita. Salomo mencatat bahwa hati yang gembira adalah
obat yang manjur. Di sini, peserta didik akan mengikuti proses belajar mengajar dengan
baik dan dapat mengerti setiap materi yang diberikan guru dengan baik pula, karena
peserta didik tersebut mengikutinya dengan penuh sukacita. Sebaliknya, kegiatan
belajar mengajar tidak akan diikuti dengan baik apabila terpaksa, tidak fokus, memiliki
rasa bosan, malas dan lain sebagainya. Ketiga, Damai sejahtera. Apabila seseorang
memiliki damai sejahtera dalam hatinya, maka kehadirannya pun akan selalu membawa
damai bagi keluarga, sekolah dan masyarakat. Keempat, kesabaran dan
kelemahlembutan. Kemampuan seseorang dalam menahan diri untuk melakukan
kejahatan, seperti: marah, balas dendam, berkata kasar, ramah dan lain sebagainya.
Kelima, kemurahan dan kebaikan menunjukan sikap peduli atau menolong orang lain.
Keenam, kesetiaan. Hal ini lebih menekankan tentang bagaimana membina hubungan
dengan orang lain agar dapat dipercaya, jujur dan selalu hadir dalam suka maupun

25 Talizaro Tafonao, “Peran Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga Terhadap Perilaku Anak,”
Edudikara: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 3, no. 2 (2018): 121-133.
26 Mardianto, “Pembangunan Sumber Daya Manusia Melalui Bidang Pendidikan Agama Kristen,”

Pasca: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 15 (2019): 28-32.


27 Ibid.

8
JURNAL
LUXNOS
duka. Ketujuh, penguasaan diri. Bagian ini merujuk kepada bagaimana menguasai dan
mengendalikan diri dari hal yang tidak berjalan sesuai dengan kehendak Allah.
Dengan demikian, maka dalam pembelajaran pendidikan agama Kristen tidak
serta merta hanya berbicara tentang teori dan pemahaman keagamaan, melainkan
pendidikan agama Kristen memiliki tanggung jawab yang besar dalam membimbing
dan mencerdaskan emosional peserta didik agar tumbuh kembang dengan nilai-nilai
Kristiani di tengah masyarakat luas. Nilai-nilai yang dimaksud adalah hidup
bertoleransi, tidak rasis, religius, jujur, sopan, disiplin, bertanggung jawab dan hidup
dalam kasih antar sesamanya. Dalam hal ini, memang pendidikan agama Kristen
menjadi suatu wadah strategi untuk membina kecerdasan emosional peserta didik guna
meningkatkan prestasi belajar yang diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan
Pendidikan agama Kristen merupakan wadah bagi peserta didik untuk
mendapatkan pembelajaran yang baik dan sesuai dengan perintah Allah dalam Alkitab.
Pendidikan agama Kristen bertugas menolong peserta didik untuk mampu mengelola
kecerdasan emosional mereka dengan cara memperkenalkan kepada siswa tentang
emosi yang sehat, baik secara verbal maupun secara nonverbal, mengajarkan tentang
norma-norma kebaikan, dalam hal ini adalah nilai-nilai agama Kristen seperti yang
terdapat dalam Galatia 5:22-23. Anak juga diajarkan untuk tetap hidup mengasihi diri
sendiri, sesama terlebih Tuhan. Dengan melakukan hal demikian, maka akan dengan
mudah anak dapat meniru dan melakukannya dan bisa dipastikan bahwa hal ini juga
akan meningkatkan prestasi belajar dari peserta didik tersebut.

Referensi
Bariyyah, Khairul, dan Leny Latifah. “Kecerdasan Emosi Siswa di tinjau Dari Jenis
Kelamin Dan Jenjang Kelas.” JPGI: Jurnal Penelitian Guru Indonesia 4, no. 2 (2019):
68–75.
Yosia Belo. “Buah Roh dalam Galatia 5:22-23 dan Penerapannya Bagi Pendidikan Agama
Kristen.” Jurnal Luxnos 6, no. 2 (2020): 89-95.
Cahyo Tri Wibowo. “Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan
Spiritual ( SQ ) Pada Kinerja Karyawan.” Jurnal Bisnis & Manajemen 15, no. 1
(2015): 1-16.
Daniel Goleman. Working with Emotional in Intelligence. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2005.
Daud, F. “Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil
Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo.” Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Universitas Negeri Malang 19, no. 2 (2012): 243-255.
Endang Mei Yunalia dan Arif Nurma Etika. “Analisis Kecerdasan Emosional Rejama
Tahap Akhir Berdasarkan Jenis Kelamin.” Jurnal Keperwatan Jiwa 8, no. 4 (2020):
477-484.
Fauziah. “Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Mahasiswa

9
JURNAL
LUXNOS
Semester II Bimbingan Konseling UIN AR-RANIRY.” Jurnal Ilmiah Edukasi 1, no. 1
(2015): 90-98.
Hardi Budiyana. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen. Karanganyar: Berita Hidup
Seminary, 2011.
Ike, Yesi, Riswan Jaenudin, dan Ikbal Barlian. “Pengaruh Kecerdasan Emosional
Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Keuangan Siswa Kelas Xi Di Smk Negeri 5
Palembang Tahun Pelajaran 2015/2016.” Jurnal Profit 3, no. 2 (2016): 139-148.
Simanjuntak, Junihot. Filsafat Pendidikan dan Pendidikan Kristen. Yogyakarta: ANDI,
2013.
———. Ilmu Belajar dan Didaktika Pendidikan Kristen. Yogyakarta: ANDI, 2017.
Khoe Yao Tung. Filsafat Pendidikan Kristen: Meletakkan Fondasi dan Filosofi Pendidikan
Kristen di Tengah Tantangan Dunia. Yogyakarta: ANDI, 2013.
Mardianto. “Pembangunan Sumber Daya Manusia Melalui Bidang Pendidikan Agama
Kristen.” Pasca: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 15 (2019): 28-32.
Masruroh, Anisatul. “Konsep Kecerdasan Emosional dalam Perspektif Pendidikan
Islam.” Mudarrisa: Jurnal Kajian Pendidikan Islam 6, no. 1 (2014): 61-87.
Nasril dan Ulfatmi. “Melacak Konsep Dasar Kecerdasan Emosional.” A-Irsyad: Jurnal
bimbingan dan konseling Islam (2018): 16-25.
Solechan. “Pengembangan Kecerdasan Emosional di SMA Primaganda Bulurejo Diwek
Jombang.” Jurnal Ilmuna 1, no. 2 (2019): 43-64.
Susilowati, Retno. “Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini.” Thufula 6, no. 1 (2018): 145-
158.
Tafonao, Talizaro. “Peran Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga Terhadap Perilaku
Anak.” Edudikara: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 3, no. 2 (2018): 121-133.

Anda mungkin juga menyukai