Anda di halaman 1dari 28

MOTIVASI,PENGAJARAN,DAN PEMBELAJARAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan
yang diampu oleh Riza Noviana Khoirunnisa, S.Psi., M.Psi

Oleh :

1. DHEA KARINA PRAMESTA (17010664076/Psikologi2017D)


2. RIYA ULFA JUNIATIN (17010664156/Psikologi2017D)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang tak
henti-hentinya mencurahkan segala rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Motivasi,Pengajaran,Dan Pembelajaran”
demi memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum.
makalah “Motivasi, pengajaran, Dan Pembelajaran” ini berisi tentang definisi tentang
motivasi , hubungan antara motivasi dengan prestasi dan konteks sosiokultural.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat adanya kerjasama antar kelompok. Oleh karena
itu penyusun mengucapkan terimakasih. Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, sehingga penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik
guna Pengembangan diri.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi yang
bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 11 Februari 2018

Penyusun
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Motivasi adalah komponen penting dalam prinsip-prinsip psikologis. Motivasi


adalah salah satu sarana agar dapat mencapai suatu tujuan tertentu. Motivasi
merupakan aspek penting pengajaran dan pembelajaran,terutama bagi peserta
didik. Hal tersebut Karena motivasi sendiri dapat mendorong siswa untuk
menimbulkan keinginan meraih prestasi. Sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan dan sesuai dengan kurikulum lembaga penidikan dimana ia belajar.

Siswa dalam melakukan proses belajar biasanya memiliki kemampuan yang


berbeda – beda. Masalah tentang prestasi dapat muncul saat siswa tidak dapat
merencanakan bagaimana mencapai tujuan mereka, dan tidak cukup memantau
perkembangan mereka menuju tujuan. Oleh karena itu, motivasi memiliki peran
penting bagi siswa untuk menunjang baik proses belajar maupun untuk meraih
prestasi. Siswa tanpa motivasi cenderung tidak akan mengerahkan upaya yang
dibutuhkan untuk belajar. Namun, siswa dengan motivasi yang tinggi kebanyakan
menunjukkan proses pelajaran dan prestasi yang lebih baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu kiranya permasalahan tersebut untuk


dikaji lebih lanjut.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi motivasi ?
2. Apa saja perspektif mengenai motivasi?
3. Bagaimana proses dalam memotivasi prestasi?
4. Apa saja proses-proses kognitif?
5. Bagaimana hubungan motivasi dengan konteks sosiokultural?
6. Bagaimana karakteristik murid berprestasi rendah dan sulit didekati?
1.3 tujuan penulisan
1. mengetahui definisi motivasi
2. . mengetahui perspetif mengenai motivasi
3. memahami proses dalam memotivasi prestasi
4. mengetahui proses-proses kognitif
5. . mengetahui hubungan motivasi dengan konteks sosiokultural
6. mengetahui karakteristik murid berprestasi rendah dan sulit didekati

1.4 manfaat penulisan :

a. Dapat memberikan informasi baik untuk sesama mahasiswa maupun masyarakat


semua pihak mengenai motivasi dalam pengajaran dan pembelajaran
b. Dapat memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian motivasi
Motivasi melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan
mempertahankan perilaku. Dengan kata lain motivasi adalah proses memberi
dorongan pada kebutuhan psikis seseorang. Perilaku yang termotivasi adalah
perilaku yang mendapatkan energi, terarah, dan berkelanjutan.

2. Perspektif mengenai motivasi


perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda. Dan
berdasarkan perspektif yang berbeda pula. Terdapat empat perspektif dalam
psikologi, yaitu : behavioral, humanistik, kognitif, dan sosial.

1. Perspektif perilaku (behivioral)


Perspektif perilaku tentang motivasi yang menekankan imbalan dan
hukuman eksternal merupakan faktor kunci penentu motivasi siswa,
insentif adalah rangsangan positif atau negatif, atau peristiwa yang dapat
memotivasi perilaku siswa.
Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat
menambah minat atau kesenangan pada pelajaran,dan mengarahan
perhatian terhadap perilaku yang tepat serta menjauhkan mereka dari
perilaku yang tidak tepat.
Insentif yang dilakukan oleh guru termasuk nilai angka dan nilai huruf
yang memberikan umpan balik terhadap kualitas pekerjaan siswa, dan
centang atau bintang jika pekerjaan diselesaikan dengan baik. Insentif
lainnya seperti memberi contoh pengakuan siswa. Misalnya, menampilkan
karya mereka, memberikan sertifikat, memasukkan mereka dalam daftar
siswa berprestasi, dan menyebutkan prestasi mereka secara lisan. Tipe
insentif lainnya adalah memperbolehkan siswa melakukan hal yang
istimewa, seperti bermain permainan kompputer atau pergi karya wisata
seiring dengan imbalan atas hasil yang baik.

2. Perspektif humanistik

Perspektif humanistik menekankan kapasitas murid untuk


mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib sendiri, dan
kualitas positif mereka (seperti peka terhadap orang lain). Menurut hierarki
kebutuhan Maslow, kebutuhan individu terpuaskan berdasarkan urutan ini
:
a. Fisiologis. lapar,haus,tidur
b. Keamanan. Menjamin kelangsungan hidup, seperti perlindungan
dari perang dan kejahatan
c. Cinta dan rasa memiliki, keamanan,kasih sayang,dan perhatian
orang lain
d. Penghargaan. Merasa baik tentang diri sendiri
e. Aktualisasi diri. Realisasi yang potensial
Dengan demikian, menurut pandangan Maslow, siswa harus
memenuhi kebutuhan pangan sebelum mereka dapat berprestasi.
Pandangan Maslow tersebut memberikan penjelasan mengapa
anak-anak yang berasal dari pemukiman miskin atau keras
cenderung kurang berprestasi dibandingkan anak-anak yang
kebutuhan dasarnya terpenuhi.
Aktualisasi diri merupakan yang tertinggi dan tersulit dalam konsep
hierarki kebutuhan Maslow yang paling sukar dipahami.
Aktualisasi diri adalah motivasi untuk mengembangkan potensin
diri secara penuh sebagai manusia. Aktualisasi diri hanya mungkin
setelah kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi. Menurut Maslow,
kebanyakan orang berhenti menjadi dewasa setelah mencapai harga
diri yang tinggi dan karena itu tidak pernah mencapai aktualisasi
diri. Ciri-ciri individu beraktualisasi diri adalah spontan,berpusat
pada masalah daripada berpusat pada diri sendiri, dan kreatif.

3. Perspektif kognitif
Dalam perspektif kognitif pada motivasi, pikiran siswa mengarahkan
motivasi mereka. Perspektif kognitif berfokus pada motivasi internal siswa
untuk berprestasi, atribusi mereka (persepsi tentang penyebab keberhasilan
atau kegagalan, terutama persepsi tentang bahwa usaha merupakan faktor
penting dalam prestasi), dan keyakinan siswa bahwa mereka secara efektif
dapat mengendalikan lingkungan mereka, dan penetapan tujuan,
perencanaan, dan pemantauan tujuan menuju tujuan.
Jadi, perspektif perilaku memandang motivasi murid sebagai konsekuensi
dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif memiliki pendapat
jika tekanan eksternal tidak seharusnya dilebih-lebihkan.
Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W. White
yang mengusukan konsep kompetensi, yaitu ide bahwa orang – orang yang
termotivasi secara internal melakukan hal-hal untuk berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan. Konsep motivasi kompetensi juga menjelaskan
mengapa orang-orang termotivasi untuk mencapai inovasi ilmiah dan
teknologi.

4. Perspektif Sosial
Perspektif sosial menekankan pada kebutuhan afiliasi (motif untuk dapat
terhubung dengan orang lain) , yang dapat tercermin terhadap motivasi
siswa untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman sebaya ,keterikatan
mereka dengan orang tua, dan keinginan mereka untuk memiliki relasi
yang positif dengan guru. Siswa yang memiliki hubungan interpersonal
yang penuh perhatian dan mendukung nya disekolah lebih mungkin untuk
memiliki sifat akademik serta nilai yang lebih positif, dan juga merasa lebih
puas dengan sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa faktor penting
motivasi dan prestasi belajar pada siswa adalah persepsi mengenai
hubungan mereka dengan guru. Mengacu kepada hal positif atau tidak.
Dalam penelitian lain, nilai matematika siswa sekolah menengah
meningkat saat memiliki seorang guru yang dianggap sangat mendukung.

3. Proses dalam memotivasi prestasi

Motivasi disekolah saat ini lebih kepada perspektif kognitif dan penekanan
untuk menemukan proses penting yang terkait dalam prestasi belajar siswa.
Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa strategi kognitif efektif dalam
meningkaatkan motivasi berprestasi. Dan akan dibahas juga mengenai
perbedaan krusial antara motivasi ekstrinsik (eksternal) dan motivasi intrinsik
(internal).

A. Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik


Motivasi ekstrinsik melibatkan melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain. (sarana untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik
sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman.
Misalnya, seorang siswa dapat belajar keras menjelang ulangan agar
mendapat nilai yang baik.
Motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal. Dalam melakukan sesuatu
demi minat sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, seorang siswa belajar
dengan keras menjelang ujian karena ia menyukai mata pelajaran itu
sendiri.
Perspektif perilaku lebih menekankan kepada pentingnya motivasi
berprestasi ekstrinsik, sedangkan perspektif humanistik dan kognitif lebih
menekankan kepada pentingnya motivasi intrinsik untuk belajar.
Sejumlah penelitian saat ini sangat mendukung dalam membangun iklim
kelas agar siswa termotivasi secara intrinsik untuk belajar, penelitian yang
dilakukan oleh Vansteenkiste dan rekan-rekan sejawatnya terhadap siswa
kelas 3 sampai kelas 8 menemukan bahwa motivasi intrinsik positif terkait
dengan nilai dan skor tes standar. Sedangkan motivasi ekstrinsik memiliki
korelasi negatif dengan hasil prestasi.
Praktik motivasi intrinsik atau ekstrinsik orang tua juga berkaitan dengan
motivasi anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh Gottfried dan rekan-
rekan sejawatnya menemukan bahwa anak-anak memiliki motivasi
intrinsik yang lebih tinggi dalam matematika dan sains dari usia 9 hingga
17 tahun saat orang tua mereka terlibat dalam pengerjaan tugas yang
intrinsik (mendorong kesenangan dan keterlibatan anak-anak dalam
belajar) daripada saat orang tua mereka terlibat dalam pengerjaan tugas
yang ekstrinsik (memberikan imbalan eksternal dan konsekuensi
bergantung pada hasil anak-anak),

Terdapat empat jenis motivasi intrinsik yaitu, :


1. Penentuan nasib sendiri dan pilihan pribadi
Salah satu pandangan motivasi intrinsik adalah menitikberatkan
pada penentuan nasib sendiri. Artinya, siswa-siswa harus percaya
bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan
karena keberhasilan atau imbalan eksternal. Para peneliti
menemukan bahwa motivasi internal siswa dan minat intrinsik
dalam tugas-tugas sekolah meningkat jika siswa memiliki beberapa
pilihan dan beberapa peluang untuk mengemban tanggung jawab
pribadi dalam pembelajaran.

2. Pengalaman dan aliran yang optimal


Pengalaman- pengalaman yang optimal melibatkan perasaan
kegembiraan dan kebahagiaan yang mendalam. Csikszentmihalyi
menggunakan istilah aliran untuk menggambarkan pengalaman
hidup yang optimal. Yang melibatkan rasa penguasaan dan
konsentrasi saat melakukan suatu kegiatan. Ia menemukan aliran
terjadi saat individu menghadapi tantangan yang tidak terlalu sulit
atau terlalu mudah. Contoh aliran terjadi saat siswa akan merasa
sangat konsenttasi dalam sebuah proyek ilmu yang diracang
gurunya pada tingkat menantang, tetapi tetap tidak melampaui
kemampuan siswa. Tingkat perspesi, keterampilan dapat
menghasilkan hasil yang berbeda. Aliran kemungkinan besar
terjadi saat siswa ditantang dan menganggap diri mereka memiliki
keterampilan yang tinggi. Saat siswa memiliki kemampuan tinggi
tetapi aktivitas memberi sedikit tantangan hasilnya adalah
kebosanan. Saat baik tantangan maupun keterampilan rendah,
siswa dapat merasa apatis. Saat siswa menghadapi tugas yang
menantang bahwa mereka tidak percaya jika memiliki kemampuan
yang memadai untuk menguasai, mereka akan mengalami
kecememasan.

3. Minat
Minat dikonseptualisasikan lebih positif daripada motivasi
intrinsik. Minat positif terkait dengan belajar. Terdapat perbedaan
antara minat individu yang dianggap stabil dengan minat
situasional yang diyakini dihasilkan oleh aspek-aspek tertentu
kegiatan tugas. Minat individu terkait dengan kemampuan
matematika apapun yang dibawa siswa keruang kelas. Seperti
prestasi jangka panjang dimata pelajaran ini, sedangkan minat
situasional terkait dengan seberapa menarik guru mengajarkan
matematika.
Penelitian minat dan hubungan minat dengan pembelajaran
menemukan bahwa minat terkait dengan langkah-langkah
pembelajaran yang mendalam seperti mengingat ide utama dan
menjawab pertanyaan pemahaman yang sulit daripada belajar
ditingkat permukaan seperti menjawab pertanyaan sederhana dan
menjawab teks.
Mengintegrasikan teknologi kedalam pengalaman belajar juga
dapat merangsang minat siswa terhadap proses belajar itu sendiri.
dapat mendorong motivasi belajar siswa penelitian yang dilakukan
telah menemukan bahwa mengintegrasikan teknologi kedalam
kelas dapat meningkatkan motivasi,keterlibatan, perilaku, dan
kehadiran siswa disekolah. Selain itu, siswa juga dapat belajar lebih
terorganisir dan lebih mandiri.

4, keterlibatan kognitif dan tanggung jawab pribadi


Motivasi intrinsik yang penting juga didukung oleh guru untuk
menciptakan lingkungan belajar yang mendorong siswa untuk
terlibat secara kognitif dan bertanggung-jawab atas pembelajaran.
Tujuannya adalah agar siswa termotivasi dalam mencurahkan
upaya untuk bertahan dan menguasai mata pelajaran daripada
belajar secukupnya untuk lulus.

B. Ganjaran motivasi ekstrinsik dan intrinsik

Ganjaran ekstrinsik tidak selalu bermakna negatif. Hal tersebut sangat


bergantung terhadap cara yang digunakan. Apakah suatu Cara ganjaran
ekstrinsik tersebut dapat meningkatkan atau melemahkan motivasi
intrinsik. Jenis imbalan tertentu terkadang dapat meningkatkan motivasi
intrinsik
Imbalan dikelas dapat memiliki kegunaan seperti : seiring dengan insentif
untuk melibatkan dalam tugas-tugas dalam hal ini tujuannya adalah untuk
mengontrol perilaku siswa dan untuk menyampaikan informasi tentang
penguasaan. Saat imbalan yang ditawarkan memberikan informasi tentang
penguasaan, perasaan kompetensi siswa cenderung meningkat. Imbalan
yang sering digunakan seiring dengan insentif menimbulkan persepsi
bahwa perilaku siswa disebabkan oleh imbalan eksternal bukan oleh
motivasi siswa sendiri untuk menjadi kompeten.
Contohnya adalah : -seorang guru menempatkan sistem penghargaan
sehingga lebih banyak siswa bekerja,semakin banyak akan mendapatkan
poin. Siswa akan termotivasi untuk bekerja untuk mendapatkan poin
karena diberitahu bahwa poin dapat ditukar dengan hak istimewa. Selain
itu, poin juga dapat memberikan informasi tentang kemampuan mereka.
Semakin banyak poin yang diperoleh, mereka semakin tahu tugas yang
telah dicapai. Saat mengumpulkan poin siswa cenderung merasa
kompeten. Sebaliknya, jika poin diberikan hanya untuk menghabiskan
waktu pada tugas, tugas mungkin dianggap sebagai sarana untuk mencapai
tujuan. Dalam kasus ini, karena poin tidak menjelaskan apa apa mengenai
kemampuan mereka, siswa cenderung merasa imbalan seiring dengan
pengendali perilaku mereka.
Imbalan juga tidak selalu menurunkan motivasi intrinsik siswa. Terkadang,
penghargaan secara lisan seperti pujian dapat digunakan untuk
meningkatkan motivasi intrinsik siswa.

C. Perubahan perkembangan pada motivasi intrinsik dan ekstrinsik

Para peneliti telah menemukan saat siswa naik kelas dari tahun-tahun awal
sekolah dasar hingga SMA, motivasi intrinsik mereka menurun. Terutama
selama tahun-tahun pada sekolah menengah terjadi penurunan besar pada
motivasi intrinsik dan peningkatan pada motivasi ekstrinsik.
Salah satu alasan mengapa terjadi pergeseran pergeseran ke arah motivssi
ekstrinsik saat siswa naik kelas adalah praktik pemberian nilai sekolah
memperkuat orientasi motivasi eksternal. Artinya, seiring mereka
bertambah besar mereka akan lebih fokus terhadap nilai sehingga motivasi
internal mereka menurun. Perubahan tertentu pada konteks sekolah dapat
menjelaskan menurunnya motivasi intrinsik. Sekolah menengah pertama
(SMP) lebih impersonel, lebih formal, lebih evaluatif, dan lebih kompetitif
dibandingkan dengan sekolah dasar. Siswa lebih membandingkan diri
mereka dengan siswa yang lain karena performa semakin dinilai melalui
tugas dan ujian standar. Penelitian menemukan bahwa guru justru lebih
mengendalikan pada saat remaja mencoba untuk mandiri. Dan hubungan
guru dengan siswa menjadi lebih impersonel saat siswa sedang mencari
kebebasan dan memerlukan dukungan lebih banyak dari orang dewasa
lainnya. Seperti layaknya Transisi saat memasuki masa sekolah pertama,
saat memasuki sekolah menengah umum siswa dapat menghasilkan
masalah yang sama. Sekolah menengah umum biasanya lebih besar dan
lebih birokatis dibandingkan sekolah menengah pertema. Disekolah
tersebut, perasaan komunitas biasanya diabaikan, dengan sedikitnya
kesempatan bagi siswa dan guru untuk mengenal satu sama lain. akan
berdampak pada ras ketidakpercayaan antara siswa dan guru , dan terjadi
sedikit komunikasi tentang tujuan dan nilai-nilai siswa. Hal terseut dapat
membahayakan bagi motivasi siswa yang tidak memiliki prestasi akademis
yang baik.
D. Kesimpulan motivasi intrinsik dan ekstrinsik
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik seringkali diadu seperti dua kutub yang
berlawanan. Namun, dalam kehidupan siswa motivasi ekstrinsik dan
intrinsik terjadi. Baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik dapat berjalan
bersamaan. Dengan demikian, siswa mampu belajar dengan tekun dalam
suatu mata pelajaran karena ia menikmati materi dan suka mempelajarinya
(intrinsik). Dan juga mendapatkan nilai yang baik (ekstrinsik). Disisi lain,
guru juga harus mendorong siswa untuk menjadi termotivasi secara
intrinsik dan mampu menciptakan lingkungan belajar yang meningkatkan
keterlibatan kognitif siswa dan tanggung jawab dalam diri sendiri untuk
belajar.

4. Proses Kognitif Lainnya

a. Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk
menemukan penyebab performa dan perilaku mereka sendiri.
teori atribusi menyebutkan bahwa siswa bagaikan ilmuwan
intuitif, berusaha menjelaskan penyebab dibalik yang terjadi
seperti “apakah nilai saya bagus karena saya belajar keras atau
karena tes yang dibuat guru mudah, atau keduanya?” pencarian
penyebab paling mungkin dimulai ketika ada kejadian tidak
terduga, dan penting berakhir kegagalan. Seperti saat seorang
siswa yang baik mendapatkan nilai rendah. Penyebab yang
seringkali dikaitkan dengan kebehasilan dan kegagalan adalah
kemampuan,usaha,kemudahan atau kesulitan tugas,
keberuntungan , mood dan bantuan atau hambatan dari orang
lain.

Strategi terbaik bagi guru untuk membantu siswa yang


mengalami kegagalan dan mengubah atribusi mereka adalah
dengan memberikan berbagai strategi untuk mereka seperti : 1.
Berkonsentrasi pada tugas yang mereka lakukan daripada
khawatir gagal, 2. Mengatasi kegagalan dengan menelusuri
kembali langkah-langkah mereka untuk menemukan kesalahan
atau dengan mengnalisis masalah untuk menemukan
pendekatan lain dan 3. Kaitkan kegagalan mereka untuk
kurangnya upaya dan bukan karena kurangnya kemampuan.

Strategi saat ini tidak bertujuan menunjukkan orang-orang


teladan pada siswa dengan mudah dan memamerkan
keberhasilan mereka, tetapi menujukkan bahwa orang-orang
teladan berusaha berjuang mengatasi masalah mereka
sebelumnya hingga akhirnya berhasil. Dengan cara ini siswa
belajar menangani frustasi,bertahan dalam menghadapi
kesulitan, dan konstruktif dalam menghadapi kegagalan.

b. Penguasaan Motivasi
Terlibat secara koginitif dan motivasi yang berguna dalam
proses memperbaiki diri tercermin pada diri remaja dengan
penguasaan motivasi. anak-anak ini memiliki pola pikir
berkembang bahwa mereka dapat menghasilkan hasil positif
jika mereka terus melakukan usaha.
Anak-anak menunjukkan dua perilaku berbeda terhadap
keadaan sulit atau menantang. Anak-anak yang
menampilkan penguasaan motivasi memiliki ciri-ciri lebih
berorientasi pada tugas yang ada daripada kemampuan
mereka. Lebih berkonsetrasi pada strategi pembelajaran dan
proses pencapaian daripada hasilnya. Mereka yang memiliki
orientasi tidak berdaya biasanya terjebak oleh pengalaman
kesulitan dan mengatribusi kesulitan mereka karena
kemampuan yang kurang. Meskipun sebelumnya mereka
menunjukkan kemampuan mereka melalui keberhasilan,
namun setelah mereka melihat perilaku mereka setelah
mengalami kegagalan, mereka akan sering merasa
cemas,dan memperburuk performa mereka. Sebaliknya,
anak dengan penguasaan orientasi, akan merasa senang dan
merasa tertantang pada tugas-tugas sulit, Bukan merasa
terancam, mereka berkonsentrasi pada strategi dan
pencapaian, bukan pada performa hasil. Anak-anak dengan
orientasi performa difokuskan untuk menang, bukan
terhadap hasil prestasi. Mereka percaya bahwa sukses adalah
hasil dari menang. Anak- anak yang berorientasi pada
kekuasaan dan pada performa terjadi penekanan atau
tingkatan. Bagi anak-anak dengan orientasi penguasaan
bukan tidak suka untuk menang, hanya saja menang bagi
mereka bukan segalanya. Untuk individu yng berorientasi
pada performa, pengembangan keterampilan dan efikasi diri
lebih mendasar daripada menang. Penguasaan dan performa
tidak harus selalu terpisah, penguasaan yang
dikombinasikan dengan tujuan performa seringkali
membawa keberhasilan bagi siswa.

c. Pola pikir
Menurut Carol Dweck pola pikir adalah pandangan kognitif
yang dikembangkan individu untuk diri mereka sendiri.
individu memiliki satu dari dua pola pikir. Yaitu pola pikir
tetap, adalah saat mereka percaya bahwa kualitas mereka
terukir di batu dan tidak dapat diubah. Atau pola pikir
berkembang, yaitu saat mereka percaya jika kualitas mereka
dapat berubah dan dapat diperbaiki jika mereka berusaha.
Pola pikir tetap memiliki kemiripan dengan orientasi tidak
berdaya, sedangkan pola pikir berkembang jauh seperti
orientasi penguasaan. Pola pikir individu dapat
memengaruhi apakah mereka akan berusaha untuk mencapai
suatu tujuan, dan mempengaruhi aspek kehidupan mereka
Termasuk prestasi dan keberhasilan. Aspek kunci untuk
perkembangan remaja adalah dengan membimbing mereka
dalam mengembangkan pola pikir berkembang. .

d. Efikasi Diri
Menurut Bandura, Efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang
dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Menurut
pandangan Dale Schunk, efikasi diri memengaruhi pilihan tindakan
siswa. Dengan kata lain efikasi diri adalah keyakinan sesorang
mengenai kemampuannya yang di implementasikan melalui
tindakan, untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu. Siswa dengan
efikasi diri yang rendah dalam belajar cenderung menghindari
banyak tugas-tugas belajar, terutama yang menantang, siswa
dengan efikasi diri yang tinggi akan bersemangat mendekati tugas-
tugas belajar. Efikasi diri pada guru memiliki dampak besar pada
kualitas pembelajaran yang dialami siswa. Guru yang memiliki
efikasi diri tinggi lebih memungkinkan bagi siswa untuk belajar
lebih banyak pada guru tersebut dibandingkan dengan guru yang
dilanda keraguan diri. Guru dengan efikasi diri rendah cenderung
tidak memiliki keyakinan pada kemampuan mereka untuk
mengelola kelas, cenderung menjadi stres, dan marah pada
kenakalan siswa, pesimistis pada kemampuan siswa untuk
meningkatkan diri, sering mengandalkan mode disiplin yang
membatasi dan menghukum, dan berkata jika dapat mengulang
semuanya mereka tidak akan memilih profesi sebagai guru.

e. Penerapan tujuan
Para peneliti telah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi
meningkat saat menetapkan tujuan yang spesifik, proksimal, dan
menantang. Terdapat beberapa macam tujuan yaitu, :
1. Tujuan jangka panjang dan jangka pendek
Untuk dapat meraih tujuan jangka panjang (distal) maka siswa
harus membuat tujuan jangka pendek (proksimal) sebagai
langkah-langkah menuju jalan selanjutnya. Misalnya, jika
seorang siswa ingin melanjutkan ke perguruan tinggi (tujuan
jangka panjang) maka mereka harus berusaha menapatkan nilai
yang bagus (tujuan jangka pendek) Saat siswa menetapkan
tujuan dan rencana, mereka juga harus diingatkan untuk
menjalani langkah demi langkah
2. Tujuan menantang
Tujuan yang menantang adalah komitmen untuk perbaikan diri.
Minat yang kuat dan keterlibatan dalam kegiatan yang dipicu
oleh tantangan. Tujuan yang mudah dicapai menghasilkan
sedikit minat atau usaha. Namun, tujuan harus optimal dengan
disesuaikan pada tingkat keterampilan siswa, jika tujuan yang
terlalu tinggi hasilnya siswa mengulangi kegagalan dan
menurunkan efikasi diri siswa.
3. Tujuan Pribadi
Strategi lainnya yang baik untuk mendorong siswa dalam
penetapan tujuan adalah membimbing mereka mengembangkan
tujuan pribadi. Tentang keadaan masa depan yang diinginkan
dan tidak diinginkan. Sering kali guru tidak menyadari tujuan
pribadi dan keinginan yang ingin dicapai siswa. Tujuan pribadi
merupakan kunci motivasi siswa untuk dapat menghadapi
tantangan dan juga peluang hidup.

f. . perubahan perkembangan dan penerapan tujuan


Terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam transisi
memasuki sekolah menengah cenderung meningkatkan
motivasi belajar siswa untuk mencapai tujuan performa, bukan
tujuan penguasaan. Pertimbangan pada transisi ini termasuk
penurunan nilai,kurangnya dukungan untuk otonomi,organisasi
tugas untuk seluruh kelas,dan pengelompokan kemampuan
antar kelas yang kemungkinan memungkinkan terjadinya
peningkatan perbandingan sosial,kekhawatiran mengenai
evaluasi, dan daya saing.

Dalam suatu penelitian, menemukan dalam ruang kelas SMP


dan SMA saat guru menciptakan tujuan penguasaan untuk kelas
mereka, siswa lebih termotivasi secara intrinsik dan memiliki
konsep diri akademik yang tinggi. Sebaliknya, dalam kelas
yang struktur tujuan berorientasi kepada performa, siswa
kurang termotivasi intrinsik dan memiliki konsep diri akademik
yang lebih rendah,

g. Perencanaan dan pemantauan diri


Perencanaan merupakan hal yang penting, baik bagi guru maupun
siswa. Tidak cukup jika hanya melakukan penetapan tujuan,
perencanaan juga penting untuk mencapai tujuan. Seorang
perencana yang baik adalah yang mengelola waktu secara efektif,
menetapkan prioritas, dan terorganisasi. Siswa ditingkat SMP dan
SMA penting untuk mendapatkan praktik untuk mengelola waktu,
menetapkan prioritas, dan terorganisasi.

f. Kecemasan dan Prestasi


Kecemasan adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas
dan tidak menyenangkan. Suatu hal yang normal jika murid kadan
merasa khawatir atau cemas saat saat menghadapi kesulitan
disekolah, seperti saat akan mengerjakan ujian. Para periset
menemukan, banyak murid sukses mempunyai kecemasan pada
level moderat. Tetapi, beberapa murid memiliki tingkat kecemasan
yang tinggi dan konstan. Sehingga bisa menganggu kemampuan
mereka untuk meraih prestasi.
Beberapa anak mengidap kecemasan tingkat tinggi karena orang
tuanya memberikan standar prestasi yang tidak realistis pada diri
anak mereka. Banyak anak merasa bertambah cemas saat mereka
naik kelas karena mereka menghadapi lebih banyak ulangan,
perbandingan sosial, dan beberapa kegagalan. Ketika sekolah
menciptakan suasan seperti itu maka akan menaikkan tingkat
kecemasan pada murid.

g. Ekspektasi Guru
motivasi dan kinerja murid mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi
guru. Guru seringkali mempunyai ekspektasi lebih positif untuk
murid berkemampuan tinggi daripada murid berkemampuan
rendah. Ekspektasi ini mungkin dapat memengaruhi sikap dan
perilaku murid terhadap guru. Contohnya, guru menyuruh murid
berkemampuan tinggi untuk belajar lebih keras, mau meluangkan
waktu lebih lama untuk menunggu jawaban dari mereka,
merespons mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih
mendalam,tidak terlalu sering menegur, lebih sering memuji,lebih
ramah pada mereka, lebih sering memanggil mereka,menempatkan
mereka dibangku yang lebih dekat dengan meja guru, dan lebih
mungkin untuk memberikan tambahan nilai kepada mereka. Dan
sebaliknya untuk anak berkemampuan rendah. Salah satu strategi
pengajaran yang penting adalah memantau ekspektasi anda dan
pastikan anda memiliki ekspektasi yang positif terhadap semua
murid. Termasuk yang berkemampuan rendah.

5. MOTIVASI,HUBUNGAN DAN KONTEKS


SOSIOKULTURAL
Motivasi mengandung komponen sosial.selain motif untuk
berprestasi,murid juga punya motif sosial. Bahasa kita tentang dimensi sosial
dari motivasi ini akan difokuskan pada motivasi sosial, hubungan sosial dan
konteks sosiokultural dari murid.

a. Motif Sosial
Latar belakang sosial anak akan memengaruhi kehidupan mereka di
sekolah.Setiap hari murid membangun dan mempertahankan
hubungan sosial. Kebutuhan sosial siswa tercermin dalam keinginan
mereka untuk menjadi populerdenagn rekan sebaya. Memiliki teman-
teman dekat, dan daya tarik kuat dari yang lain. Beberapa siswa ingin
dikelilingi oleh banyak teman –teman dekat ,dan daya memiliki
kebutuhan afiliasi, atau keterkaitan , beberapa memiliki kebutuhan
kuat dari yang lain. Kebutuhan ini membutuhkan pembentukan,
pemeliharaan, dan pemulihan hubungan yang akrab , hangat dan
personal . kebutuhan sosial direfleksikan dalam ke inginan mereka
untuk popular di mata sebaya dan kebutuhan punya satu kawan akrab
atau lebih, dan keinginan untuk menarik di mata orang yang mereka
sukai.

b. Hubungan Sosial
Hubungan murid dengan orang tua, teman sebaya, kawan, guru dan
mentor dan orang lain,dapat memengaruhi prestasi dan motivasi
sosial mereka. Penelitian telah dilakukan pada hubungan antara
orangtua dan motivasi belajar siswa (Duchesne & Ratelle, 2010;
Pomerantz & Mooorman, 2010). Orang tua. Telah dilakuakn riset
tentang hubungan antara parenting denagn motivasi murid. Studi-
studi tersebut mengkaji karakteristik demografis,praktik,pengasuhan
anak, dan provisi pengalaman spesifik di rumah (Eccles,Wigfield,
&Schiefele, 1998)

1. Karakteristik demografis. Orang tua dengan pendidikan yang


lebih tinggi akan lebih memungkinkan percaya bahwa keterlibatan
mereka dalam pendidikan anak adalah penting dibandingkan
dengan orangtua kurang berpendidikan ,untuk menjadi peserta aktif
dalam pendidikan anak-anak mereka dan memiliki bahan yang
mestimulasisecara intelektual di rumah.
Praktik pengasuhan anak. Walaupun faktor demografis dapat
memengaruhi motivasi murid, faktor yang lebih penting adalah
paraktik pengasuhan anak oleh orang tuanya ( Eccles,
1993;Eccles, Wigfield,& Schiefele, 1998).
Berikut ini beberapa praktik parenting positif yang dapat
meningkatkan motivasi dan presentasi:
1. Mengenal betul anak dan memberi tantangan dan dukungan
dalam kadar yang tepat.
2. Memberikan iklim emosionalyang positif, yang memotivasi
anak untuk menginternalisasikan nilai dan tujuan orang tua.
3. Menjadi model prilaku yang memberi motivasi: bekerja keras
dan gigih menghadapi tantangan.

2. Provisi pengalaman spesifik di rumah. Selain praktik


pengeasuhan umum,orang tua dapat memberikan pengalaman
spesifik di rumah untuk membantu murid menjadi lebih
termotivasi.

c. Teman Sebaya (peer).


Teman sebaya dapat memengaruhi motivasi anak melalui
perbandingan sosial,kompetisi dan motivasi sosial, belajar bersama,
dan pengaruh kelompok teman sebaya (Eccles,.Wigfield,& Schiefele,
1998). Murid dapat membandingkan dirinya sendiri dengan teman
sebaya mereka secara akademik dan sosial (Ruble, 1983).
Dibandingkan dengan anak kecil, remaja lebih mungkin melakukan
perbandingan sosial, walaupun remaja lebih gampang menyangkal
bahwa mereka membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain
(Hater, 1990). Perbandingan sosial yang positif biasanya
menumbulkan penghargaan diri yang lebih tinggi, sedangkan
perbandingan negatif
menurunkan penghargaan l ebih tinggi.

d. Guru.
Guru. Banyak anak yang tidak bagus belajar di sekolah punya
hubungan yang negatif dengan guru mereka. Mereka sering kali
mengalami masalah karena misalnya, tidak mengerjakan tugas, tidak
memperhatikan, atau karena bikin onar. Dalam banyak kasus, mereka
pantas ditegur dan dihukum, akan tetapi sering kali situasi kelas
menjadi sangat tidak menyenangkan bagi mereka. Motivasi murid
akan bertambah jika guru memberi tugas yang menantang dalam
lingkunganyang mendukung proses penguasaan materi. Guru mesti
memberi dukungan emosional kognitif, memberi materi yang berarti
dan menarik untuk di pelajari dan dikuasai,dan memberi dukungan
yang cukup bagi terciptanya kemandirian bagi terciptanya
kemandiriaan dan inisiatif murid.

e. Guru dan Orang tua


Orang tua dalam perkembangan murid dan strategi yang dapat
digunakan guru untuk meningkatkan keterlibatan orang tua dalam
pendidikan anak mereka. Sekolah tidak terlalu memperhatiakan
kemungkinan bagaimana guru dapat meminta orangtua sebagi mitra
mereka dalam cukup untuk membangun kemitraan.

6. KONTEKS SOSIOKULTURAL
Dalam bagian ini kita akan fokus pada bagaimana latar belakang status sosioekonomi,
etnis dan gender bisa memengaruhi motivasi dan presentasi. Fokus utamanya adalah
pada diversitas.
1. Status Sosioekonomi dan Etnisitas.Diversitas dalam kelompok minoritas
etnis yang juga memengaruhi prestasi. Misalnya, banyak murid Asia punya
orientasi prestasi akademik yang kuat, tetapi sebagian tidak. Selain mengenal
diversitas prestasi,juga penting untuk membedakan antara perbandingan dan
definisi(kekurangan). Sering kali, prestasi murid minoritas etnis terutama
Afrika , Amerika ,Latino, dan suku asli Amerika diinterprestasikan
berdasarkan standar kulit putih bestatus sosioekonomi menengah. Mereka
diitetpretasikan sebagai murid yang kurang (deficit) berprestasi padahal pokok
masalah sebenarnya adalah perbedaan kultur.tantangan utama bagi banyak
murid dari etnis minoritas, khudusnya mereka yang dari keluarga miskin,
adalah soal prasangka rasial, konflik antara nilai kelompok mereka dengan
kelompok mayoritas, dan kurangnya orang dewasa yang berprestasi tinggi
dalam kelompok kultur mereka yang bertindak sebagi model peran positif
(McLoyd,2000; Spencer & Markstrom-Adams,1990). Lebih dari sepertiga
murid Afrika-Amerika dan hamper sepertiga murid Latino belajar di sekolah
di 47 kota besar di AS , sementara hanya 5 persen dari murid Kulit Putih dan
22 persen murid Asia-Amerika yang belajar disana.
2. Gender. Murid laki-laki punya keyakinan kompetensi yang lebih tinggi
ketimbang murid wanita untuk pelajaran matematika dan olahraga , sedangkan
murid keyakinan perempuan lebih tinggi ketimbang murid laki-laki untuk
pelajarn bahasa inggris, membaca, dan aktivitas sosial. Berdasarkan presentasi,
sejak SMA murid wanita tidak terlalu menghargai prestasi matematika di
bandingkan murid lelaki (Eccles,dkk, 1993). Murid wanita berbakat sering kali
mengalami konflik antara para gender dan prestasi. Sebuah studi terhadap
gadis berbakat menujukkan perasan mereka yang terjebak di antara prestasi
dan penampilan (Bell, 1989)

7. MURID BERPRESTASI RENDAH DAN SULIT


DIDEKATI
1. Murid yang tidak bersemangat
Murid jenis ini mencakup: (1) murid berprestasi rendah dengan kemampuan
rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspektasi presentasi
yang rendah. (2) murid dengan sindrom kegagalan; dan (3) murid yang terobsesi
untuk melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.
1) Murid berprestasi rendah dengan ekspektasi yang rendah
Murid jenis ini terus –menerus diyakini bahwa mereka bisa mencapai
tujuan dan menghadapi tantangan yang telah di tentukan untuk mereka dan
perlu membantu mereka untuk mencapai kesuksesan
2) Murid dengan sindrom kegagalan
Sindrom kegagalan adalah murid ekspektasi rendah untk meraih
kesuksesan dan menyerah saat menghadapi kesulitan awal. Murid dengan
sindrom kegagalan berbeda dengan murid berprestasi rendah yang selalu
gagal meski sudah berusaha keras. Motivasi yang dapat dipakai untuk
murid yang mengalami sindrom kegagalan. Yang amat bermanfaat adalah
metode pelatiah ulang (retraining) kognitif, seperti reteaining kecakapan,
retraining atribusi.
3) Murid yang Termotivasi untuk Melindungi Harga dirinya dengan
Menghindari Kegagalan
Beberapa murid sangat ingin melindungi harga dirinya dan menghindari
kegagalan sehingga mereka tidak mau mengejar tujuan pembelajaran dan
menjalankan strategi pembelajaran yang tidak efektif . berikut ini strategi
untuk melindungi diri dan menghindari kegagalan mereka (Covington &
Teel, 1996)
a. Nonperformance. Strategi paling jelas untuk menghindari
kegagalan adalah tidak mau mencoba. Taktik tidak mau mencoba
ini antara lain: tampak ingin menjawab pertanyaan guru tetapi
berharap guru memanggil lain.menunduk di bangku agar tidak
dilihat oleh guru
b. Berpura-pura. Agar tidak dikritik karena tidak mau
mencoba,beberapa murid tampak berpartisipasi tetapi dia
melakukannya demi menghindari hukuman,tingkah pura-pura
yang lazim misalnya pura-pura bertanya padahal sudah tau
jawabannya.menampilkan ekspresi rasa ingin tahu dan
menghindari perhatian selama diskusi kelas
c. Menunda-nunda. Yang menunda belajar sampai menjelang ujian
dapat menghubungkan kegagalan mereka pada mengatur waktu
yang buru , dan karenanya orang lain tidak memperhatikan
kemungkinan bahwa dia sesungguhnya memang tidak
pandainatau kompeten.
d. “kaki kayu akademik”. Murid mengakui kelemahan personal
kecil agar kelemahanya yang lebih besar tidak diketahui.
Strategi untuk membantu murid mengurangi kesibukan melindungi harga
dirinya dan menghindari kegagalan:
1. Beri tugas murid yang menarik dan memicu untuk rasa ingin tahu mereka
2. Buat sistem imbalan sehingga semua murid bukan hanya murid yang
cerdas dan berprestasi saja tetapi dapat memperoleh hadiah itu jika mereka
mau bekerja keras,
3. Perkuat asosiasi antara usaha dan harga diri
4. Dorong murid untuk memegang keyakinan positif terhadapkemampuan
mereka sendiri
4) Murid yang tidak tertarik atau teralienasi (Terasing)
Brophy (1998) percaya bahwa problem motivasi paling sulit adalah yang
apatis.tidak tertarik belajar,atau teralienasi atau menjauhkan diri dari pembelajaran
sekolah
Beberapa cara untuk mendekati murid yang tidak tetarik atau tralienasi
(Brophy,1998)
1. Kembangkan hubungan positif dengan murid
2. Buat suasana disekolah menjadi menarik
3. Ajari mereka strategi untuk membuat belajar menjadi menyenangkan
4. Pertimbangan penggunaan mentor
KESIMPULAN

Motivasi merupakan suatu proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan


mempertahankan perilaku. Untuk dapat memahami motivasi Terdapat empat perspektif
dalam psikologi yang memiliki cara berbeda dalam memahami motivasi itu sendiri.

Pada saat ini, Motivasi disekolah lebih didasarkan pada perspektif kognitif dan penekanan
untuk menemukan proses penting yang terkait dalam prestasi belajar siswa. Terdapat beberapa
strategi kognitif yang efektif dalam meningkatkan motivasi. Baik penentuan nasib sendiri,
minat, maupun keterlibatan kognitif merupakan contoh strategi yang bermanfaat untuk
meningkatkan motivasi. Terdapat pula Proses-proses kognitif memainkan peranan penting
dalam meningkatkan motivasi diantaranya seperti atribusi,penguasaan motivasi,pola pikir,
efikasi diri, penerapan tujuan. Terdapat juga proses kognitif yang dapat memengaruhi
motivasi yang berujung pada efek yang kurang baik atau negatif misalnya kecemasan dan
juga ekspektasi guru.

Selain hal tersebut diatas, Motivasi sendiri mengandung komponen sosial.selain motif untuk
berprestasi,murid juga memiliki motif sosial. Sehingga terdapat hubungan antara motivasi
dengan konteks sosial, seperti misalnya motivasi sosial, hubungan sosial dan konteks
sosiokultural dari murid. Selain berfokus pada motivasi yang akan diberikan perlu juga untuk
mengetahui karakteristik murid yang bersangkutan, misalnya, murid berprestasi rendah
dengan kemampuan rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspektasi
presentasi yang rendah, murid dengan sindrom kegagalan, dan murid yang terobsesi untuk
melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP

Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan . Jakarta: Salemba Humanika

Anda mungkin juga menyukai