MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan
yang diampu oleh Riza Noviana Khoirunnisa, S.Psi., M.Psi
Oleh :
Penyusun
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1. Pengertian motivasi
Motivasi melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan
mempertahankan perilaku. Dengan kata lain motivasi adalah proses memberi
dorongan pada kebutuhan psikis seseorang. Perilaku yang termotivasi adalah
perilaku yang mendapatkan energi, terarah, dan berkelanjutan.
2. Perspektif humanistik
3. Perspektif kognitif
Dalam perspektif kognitif pada motivasi, pikiran siswa mengarahkan
motivasi mereka. Perspektif kognitif berfokus pada motivasi internal siswa
untuk berprestasi, atribusi mereka (persepsi tentang penyebab keberhasilan
atau kegagalan, terutama persepsi tentang bahwa usaha merupakan faktor
penting dalam prestasi), dan keyakinan siswa bahwa mereka secara efektif
dapat mengendalikan lingkungan mereka, dan penetapan tujuan,
perencanaan, dan pemantauan tujuan menuju tujuan.
Jadi, perspektif perilaku memandang motivasi murid sebagai konsekuensi
dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif memiliki pendapat
jika tekanan eksternal tidak seharusnya dilebih-lebihkan.
Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W. White
yang mengusukan konsep kompetensi, yaitu ide bahwa orang – orang yang
termotivasi secara internal melakukan hal-hal untuk berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan. Konsep motivasi kompetensi juga menjelaskan
mengapa orang-orang termotivasi untuk mencapai inovasi ilmiah dan
teknologi.
4. Perspektif Sosial
Perspektif sosial menekankan pada kebutuhan afiliasi (motif untuk dapat
terhubung dengan orang lain) , yang dapat tercermin terhadap motivasi
siswa untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman sebaya ,keterikatan
mereka dengan orang tua, dan keinginan mereka untuk memiliki relasi
yang positif dengan guru. Siswa yang memiliki hubungan interpersonal
yang penuh perhatian dan mendukung nya disekolah lebih mungkin untuk
memiliki sifat akademik serta nilai yang lebih positif, dan juga merasa lebih
puas dengan sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa faktor penting
motivasi dan prestasi belajar pada siswa adalah persepsi mengenai
hubungan mereka dengan guru. Mengacu kepada hal positif atau tidak.
Dalam penelitian lain, nilai matematika siswa sekolah menengah
meningkat saat memiliki seorang guru yang dianggap sangat mendukung.
Motivasi disekolah saat ini lebih kepada perspektif kognitif dan penekanan
untuk menemukan proses penting yang terkait dalam prestasi belajar siswa.
Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa strategi kognitif efektif dalam
meningkaatkan motivasi berprestasi. Dan akan dibahas juga mengenai
perbedaan krusial antara motivasi ekstrinsik (eksternal) dan motivasi intrinsik
(internal).
3. Minat
Minat dikonseptualisasikan lebih positif daripada motivasi
intrinsik. Minat positif terkait dengan belajar. Terdapat perbedaan
antara minat individu yang dianggap stabil dengan minat
situasional yang diyakini dihasilkan oleh aspek-aspek tertentu
kegiatan tugas. Minat individu terkait dengan kemampuan
matematika apapun yang dibawa siswa keruang kelas. Seperti
prestasi jangka panjang dimata pelajaran ini, sedangkan minat
situasional terkait dengan seberapa menarik guru mengajarkan
matematika.
Penelitian minat dan hubungan minat dengan pembelajaran
menemukan bahwa minat terkait dengan langkah-langkah
pembelajaran yang mendalam seperti mengingat ide utama dan
menjawab pertanyaan pemahaman yang sulit daripada belajar
ditingkat permukaan seperti menjawab pertanyaan sederhana dan
menjawab teks.
Mengintegrasikan teknologi kedalam pengalaman belajar juga
dapat merangsang minat siswa terhadap proses belajar itu sendiri.
dapat mendorong motivasi belajar siswa penelitian yang dilakukan
telah menemukan bahwa mengintegrasikan teknologi kedalam
kelas dapat meningkatkan motivasi,keterlibatan, perilaku, dan
kehadiran siswa disekolah. Selain itu, siswa juga dapat belajar lebih
terorganisir dan lebih mandiri.
Para peneliti telah menemukan saat siswa naik kelas dari tahun-tahun awal
sekolah dasar hingga SMA, motivasi intrinsik mereka menurun. Terutama
selama tahun-tahun pada sekolah menengah terjadi penurunan besar pada
motivasi intrinsik dan peningkatan pada motivasi ekstrinsik.
Salah satu alasan mengapa terjadi pergeseran pergeseran ke arah motivssi
ekstrinsik saat siswa naik kelas adalah praktik pemberian nilai sekolah
memperkuat orientasi motivasi eksternal. Artinya, seiring mereka
bertambah besar mereka akan lebih fokus terhadap nilai sehingga motivasi
internal mereka menurun. Perubahan tertentu pada konteks sekolah dapat
menjelaskan menurunnya motivasi intrinsik. Sekolah menengah pertama
(SMP) lebih impersonel, lebih formal, lebih evaluatif, dan lebih kompetitif
dibandingkan dengan sekolah dasar. Siswa lebih membandingkan diri
mereka dengan siswa yang lain karena performa semakin dinilai melalui
tugas dan ujian standar. Penelitian menemukan bahwa guru justru lebih
mengendalikan pada saat remaja mencoba untuk mandiri. Dan hubungan
guru dengan siswa menjadi lebih impersonel saat siswa sedang mencari
kebebasan dan memerlukan dukungan lebih banyak dari orang dewasa
lainnya. Seperti layaknya Transisi saat memasuki masa sekolah pertama,
saat memasuki sekolah menengah umum siswa dapat menghasilkan
masalah yang sama. Sekolah menengah umum biasanya lebih besar dan
lebih birokatis dibandingkan sekolah menengah pertema. Disekolah
tersebut, perasaan komunitas biasanya diabaikan, dengan sedikitnya
kesempatan bagi siswa dan guru untuk mengenal satu sama lain. akan
berdampak pada ras ketidakpercayaan antara siswa dan guru , dan terjadi
sedikit komunikasi tentang tujuan dan nilai-nilai siswa. Hal terseut dapat
membahayakan bagi motivasi siswa yang tidak memiliki prestasi akademis
yang baik.
D. Kesimpulan motivasi intrinsik dan ekstrinsik
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik seringkali diadu seperti dua kutub yang
berlawanan. Namun, dalam kehidupan siswa motivasi ekstrinsik dan
intrinsik terjadi. Baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik dapat berjalan
bersamaan. Dengan demikian, siswa mampu belajar dengan tekun dalam
suatu mata pelajaran karena ia menikmati materi dan suka mempelajarinya
(intrinsik). Dan juga mendapatkan nilai yang baik (ekstrinsik). Disisi lain,
guru juga harus mendorong siswa untuk menjadi termotivasi secara
intrinsik dan mampu menciptakan lingkungan belajar yang meningkatkan
keterlibatan kognitif siswa dan tanggung jawab dalam diri sendiri untuk
belajar.
a. Atribusi
Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk
menemukan penyebab performa dan perilaku mereka sendiri.
teori atribusi menyebutkan bahwa siswa bagaikan ilmuwan
intuitif, berusaha menjelaskan penyebab dibalik yang terjadi
seperti “apakah nilai saya bagus karena saya belajar keras atau
karena tes yang dibuat guru mudah, atau keduanya?” pencarian
penyebab paling mungkin dimulai ketika ada kejadian tidak
terduga, dan penting berakhir kegagalan. Seperti saat seorang
siswa yang baik mendapatkan nilai rendah. Penyebab yang
seringkali dikaitkan dengan kebehasilan dan kegagalan adalah
kemampuan,usaha,kemudahan atau kesulitan tugas,
keberuntungan , mood dan bantuan atau hambatan dari orang
lain.
b. Penguasaan Motivasi
Terlibat secara koginitif dan motivasi yang berguna dalam
proses memperbaiki diri tercermin pada diri remaja dengan
penguasaan motivasi. anak-anak ini memiliki pola pikir
berkembang bahwa mereka dapat menghasilkan hasil positif
jika mereka terus melakukan usaha.
Anak-anak menunjukkan dua perilaku berbeda terhadap
keadaan sulit atau menantang. Anak-anak yang
menampilkan penguasaan motivasi memiliki ciri-ciri lebih
berorientasi pada tugas yang ada daripada kemampuan
mereka. Lebih berkonsetrasi pada strategi pembelajaran dan
proses pencapaian daripada hasilnya. Mereka yang memiliki
orientasi tidak berdaya biasanya terjebak oleh pengalaman
kesulitan dan mengatribusi kesulitan mereka karena
kemampuan yang kurang. Meskipun sebelumnya mereka
menunjukkan kemampuan mereka melalui keberhasilan,
namun setelah mereka melihat perilaku mereka setelah
mengalami kegagalan, mereka akan sering merasa
cemas,dan memperburuk performa mereka. Sebaliknya,
anak dengan penguasaan orientasi, akan merasa senang dan
merasa tertantang pada tugas-tugas sulit, Bukan merasa
terancam, mereka berkonsentrasi pada strategi dan
pencapaian, bukan pada performa hasil. Anak-anak dengan
orientasi performa difokuskan untuk menang, bukan
terhadap hasil prestasi. Mereka percaya bahwa sukses adalah
hasil dari menang. Anak- anak yang berorientasi pada
kekuasaan dan pada performa terjadi penekanan atau
tingkatan. Bagi anak-anak dengan orientasi penguasaan
bukan tidak suka untuk menang, hanya saja menang bagi
mereka bukan segalanya. Untuk individu yng berorientasi
pada performa, pengembangan keterampilan dan efikasi diri
lebih mendasar daripada menang. Penguasaan dan performa
tidak harus selalu terpisah, penguasaan yang
dikombinasikan dengan tujuan performa seringkali
membawa keberhasilan bagi siswa.
c. Pola pikir
Menurut Carol Dweck pola pikir adalah pandangan kognitif
yang dikembangkan individu untuk diri mereka sendiri.
individu memiliki satu dari dua pola pikir. Yaitu pola pikir
tetap, adalah saat mereka percaya bahwa kualitas mereka
terukir di batu dan tidak dapat diubah. Atau pola pikir
berkembang, yaitu saat mereka percaya jika kualitas mereka
dapat berubah dan dapat diperbaiki jika mereka berusaha.
Pola pikir tetap memiliki kemiripan dengan orientasi tidak
berdaya, sedangkan pola pikir berkembang jauh seperti
orientasi penguasaan. Pola pikir individu dapat
memengaruhi apakah mereka akan berusaha untuk mencapai
suatu tujuan, dan mempengaruhi aspek kehidupan mereka
Termasuk prestasi dan keberhasilan. Aspek kunci untuk
perkembangan remaja adalah dengan membimbing mereka
dalam mengembangkan pola pikir berkembang. .
d. Efikasi Diri
Menurut Bandura, Efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang
dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Menurut
pandangan Dale Schunk, efikasi diri memengaruhi pilihan tindakan
siswa. Dengan kata lain efikasi diri adalah keyakinan sesorang
mengenai kemampuannya yang di implementasikan melalui
tindakan, untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu. Siswa dengan
efikasi diri yang rendah dalam belajar cenderung menghindari
banyak tugas-tugas belajar, terutama yang menantang, siswa
dengan efikasi diri yang tinggi akan bersemangat mendekati tugas-
tugas belajar. Efikasi diri pada guru memiliki dampak besar pada
kualitas pembelajaran yang dialami siswa. Guru yang memiliki
efikasi diri tinggi lebih memungkinkan bagi siswa untuk belajar
lebih banyak pada guru tersebut dibandingkan dengan guru yang
dilanda keraguan diri. Guru dengan efikasi diri rendah cenderung
tidak memiliki keyakinan pada kemampuan mereka untuk
mengelola kelas, cenderung menjadi stres, dan marah pada
kenakalan siswa, pesimistis pada kemampuan siswa untuk
meningkatkan diri, sering mengandalkan mode disiplin yang
membatasi dan menghukum, dan berkata jika dapat mengulang
semuanya mereka tidak akan memilih profesi sebagai guru.
e. Penerapan tujuan
Para peneliti telah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi
meningkat saat menetapkan tujuan yang spesifik, proksimal, dan
menantang. Terdapat beberapa macam tujuan yaitu, :
1. Tujuan jangka panjang dan jangka pendek
Untuk dapat meraih tujuan jangka panjang (distal) maka siswa
harus membuat tujuan jangka pendek (proksimal) sebagai
langkah-langkah menuju jalan selanjutnya. Misalnya, jika
seorang siswa ingin melanjutkan ke perguruan tinggi (tujuan
jangka panjang) maka mereka harus berusaha menapatkan nilai
yang bagus (tujuan jangka pendek) Saat siswa menetapkan
tujuan dan rencana, mereka juga harus diingatkan untuk
menjalani langkah demi langkah
2. Tujuan menantang
Tujuan yang menantang adalah komitmen untuk perbaikan diri.
Minat yang kuat dan keterlibatan dalam kegiatan yang dipicu
oleh tantangan. Tujuan yang mudah dicapai menghasilkan
sedikit minat atau usaha. Namun, tujuan harus optimal dengan
disesuaikan pada tingkat keterampilan siswa, jika tujuan yang
terlalu tinggi hasilnya siswa mengulangi kegagalan dan
menurunkan efikasi diri siswa.
3. Tujuan Pribadi
Strategi lainnya yang baik untuk mendorong siswa dalam
penetapan tujuan adalah membimbing mereka mengembangkan
tujuan pribadi. Tentang keadaan masa depan yang diinginkan
dan tidak diinginkan. Sering kali guru tidak menyadari tujuan
pribadi dan keinginan yang ingin dicapai siswa. Tujuan pribadi
merupakan kunci motivasi siswa untuk dapat menghadapi
tantangan dan juga peluang hidup.
g. Ekspektasi Guru
motivasi dan kinerja murid mungkin dipengaruhi oleh ekspektasi
guru. Guru seringkali mempunyai ekspektasi lebih positif untuk
murid berkemampuan tinggi daripada murid berkemampuan
rendah. Ekspektasi ini mungkin dapat memengaruhi sikap dan
perilaku murid terhadap guru. Contohnya, guru menyuruh murid
berkemampuan tinggi untuk belajar lebih keras, mau meluangkan
waktu lebih lama untuk menunggu jawaban dari mereka,
merespons mereka dengan lebih banyak informasi yang lebih
mendalam,tidak terlalu sering menegur, lebih sering memuji,lebih
ramah pada mereka, lebih sering memanggil mereka,menempatkan
mereka dibangku yang lebih dekat dengan meja guru, dan lebih
mungkin untuk memberikan tambahan nilai kepada mereka. Dan
sebaliknya untuk anak berkemampuan rendah. Salah satu strategi
pengajaran yang penting adalah memantau ekspektasi anda dan
pastikan anda memiliki ekspektasi yang positif terhadap semua
murid. Termasuk yang berkemampuan rendah.
a. Motif Sosial
Latar belakang sosial anak akan memengaruhi kehidupan mereka di
sekolah.Setiap hari murid membangun dan mempertahankan
hubungan sosial. Kebutuhan sosial siswa tercermin dalam keinginan
mereka untuk menjadi populerdenagn rekan sebaya. Memiliki teman-
teman dekat, dan daya tarik kuat dari yang lain. Beberapa siswa ingin
dikelilingi oleh banyak teman –teman dekat ,dan daya memiliki
kebutuhan afiliasi, atau keterkaitan , beberapa memiliki kebutuhan
kuat dari yang lain. Kebutuhan ini membutuhkan pembentukan,
pemeliharaan, dan pemulihan hubungan yang akrab , hangat dan
personal . kebutuhan sosial direfleksikan dalam ke inginan mereka
untuk popular di mata sebaya dan kebutuhan punya satu kawan akrab
atau lebih, dan keinginan untuk menarik di mata orang yang mereka
sukai.
b. Hubungan Sosial
Hubungan murid dengan orang tua, teman sebaya, kawan, guru dan
mentor dan orang lain,dapat memengaruhi prestasi dan motivasi
sosial mereka. Penelitian telah dilakukan pada hubungan antara
orangtua dan motivasi belajar siswa (Duchesne & Ratelle, 2010;
Pomerantz & Mooorman, 2010). Orang tua. Telah dilakuakn riset
tentang hubungan antara parenting denagn motivasi murid. Studi-
studi tersebut mengkaji karakteristik demografis,praktik,pengasuhan
anak, dan provisi pengalaman spesifik di rumah (Eccles,Wigfield,
&Schiefele, 1998)
d. Guru.
Guru. Banyak anak yang tidak bagus belajar di sekolah punya
hubungan yang negatif dengan guru mereka. Mereka sering kali
mengalami masalah karena misalnya, tidak mengerjakan tugas, tidak
memperhatikan, atau karena bikin onar. Dalam banyak kasus, mereka
pantas ditegur dan dihukum, akan tetapi sering kali situasi kelas
menjadi sangat tidak menyenangkan bagi mereka. Motivasi murid
akan bertambah jika guru memberi tugas yang menantang dalam
lingkunganyang mendukung proses penguasaan materi. Guru mesti
memberi dukungan emosional kognitif, memberi materi yang berarti
dan menarik untuk di pelajari dan dikuasai,dan memberi dukungan
yang cukup bagi terciptanya kemandirian bagi terciptanya
kemandiriaan dan inisiatif murid.
6. KONTEKS SOSIOKULTURAL
Dalam bagian ini kita akan fokus pada bagaimana latar belakang status sosioekonomi,
etnis dan gender bisa memengaruhi motivasi dan presentasi. Fokus utamanya adalah
pada diversitas.
1. Status Sosioekonomi dan Etnisitas.Diversitas dalam kelompok minoritas
etnis yang juga memengaruhi prestasi. Misalnya, banyak murid Asia punya
orientasi prestasi akademik yang kuat, tetapi sebagian tidak. Selain mengenal
diversitas prestasi,juga penting untuk membedakan antara perbandingan dan
definisi(kekurangan). Sering kali, prestasi murid minoritas etnis terutama
Afrika , Amerika ,Latino, dan suku asli Amerika diinterprestasikan
berdasarkan standar kulit putih bestatus sosioekonomi menengah. Mereka
diitetpretasikan sebagai murid yang kurang (deficit) berprestasi padahal pokok
masalah sebenarnya adalah perbedaan kultur.tantangan utama bagi banyak
murid dari etnis minoritas, khudusnya mereka yang dari keluarga miskin,
adalah soal prasangka rasial, konflik antara nilai kelompok mereka dengan
kelompok mayoritas, dan kurangnya orang dewasa yang berprestasi tinggi
dalam kelompok kultur mereka yang bertindak sebagi model peran positif
(McLoyd,2000; Spencer & Markstrom-Adams,1990). Lebih dari sepertiga
murid Afrika-Amerika dan hamper sepertiga murid Latino belajar di sekolah
di 47 kota besar di AS , sementara hanya 5 persen dari murid Kulit Putih dan
22 persen murid Asia-Amerika yang belajar disana.
2. Gender. Murid laki-laki punya keyakinan kompetensi yang lebih tinggi
ketimbang murid wanita untuk pelajaran matematika dan olahraga , sedangkan
murid keyakinan perempuan lebih tinggi ketimbang murid laki-laki untuk
pelajarn bahasa inggris, membaca, dan aktivitas sosial. Berdasarkan presentasi,
sejak SMA murid wanita tidak terlalu menghargai prestasi matematika di
bandingkan murid lelaki (Eccles,dkk, 1993). Murid wanita berbakat sering kali
mengalami konflik antara para gender dan prestasi. Sebuah studi terhadap
gadis berbakat menujukkan perasan mereka yang terjebak di antara prestasi
dan penampilan (Bell, 1989)
Pada saat ini, Motivasi disekolah lebih didasarkan pada perspektif kognitif dan penekanan
untuk menemukan proses penting yang terkait dalam prestasi belajar siswa. Terdapat beberapa
strategi kognitif yang efektif dalam meningkatkan motivasi. Baik penentuan nasib sendiri,
minat, maupun keterlibatan kognitif merupakan contoh strategi yang bermanfaat untuk
meningkatkan motivasi. Terdapat pula Proses-proses kognitif memainkan peranan penting
dalam meningkatkan motivasi diantaranya seperti atribusi,penguasaan motivasi,pola pikir,
efikasi diri, penerapan tujuan. Terdapat juga proses kognitif yang dapat memengaruhi
motivasi yang berujung pada efek yang kurang baik atau negatif misalnya kecemasan dan
juga ekspektasi guru.
Selain hal tersebut diatas, Motivasi sendiri mengandung komponen sosial.selain motif untuk
berprestasi,murid juga memiliki motif sosial. Sehingga terdapat hubungan antara motivasi
dengan konteks sosial, seperti misalnya motivasi sosial, hubungan sosial dan konteks
sosiokultural dari murid. Selain berfokus pada motivasi yang akan diberikan perlu juga untuk
mengetahui karakteristik murid yang bersangkutan, misalnya, murid berprestasi rendah
dengan kemampuan rendah yang kesulitan untuk mengikuti pelajaran dan punya ekspektasi
presentasi yang rendah, murid dengan sindrom kegagalan, dan murid yang terobsesi untuk
melindungi harga dirinya dengan menghindari kegagalan.
DAFTAR PUSTAKA