Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Mantuq Dan Mafhum

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Ulumul Quran

Dosen Pengampu : Darmaizar Arif, Lc.,M. Ag

Disusun Oleh:

Ninda Julianur Emeldy (21421150 )


Tiwi Lestari (2142115018)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji Syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa kami haturkan Sholawat serta salam kepada
junjunan Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita ke zaman yang terang
benderang.
Kami juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh kekurangan baik
dari segi penulisan, penjelasan dan lainnya. Maka dari itu, kami sangat memerlukan kritik ataupun
saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi menyempurnakan makalah ini dari
kekurangan-kekurangan yang ada.
Akhir kata kami berharap makalah ini dapat menjadi bahan informasi dan sumber tambahan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Samarinda, 11 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Mantuq..................................................................................................................................6
B. Mafhum.................................................................................................................................9
BAB III..........................................................................................................................................13
PENUTUP.....................................................................................................................................13
A. Kesimpulan.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika kita berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-Quran, sebenarnya
dari semua ayat yang ada didalam Al-Quran tersebut tidak semuanya memberikan arti dan
pemahaman yang jelas terhadap kita. Jika kita mau telusuri, ternyata banyak sekali ayat-ayat yang
masih butuh penjelasan yang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam ayat
tersebut.
Sebagai sumber hukum Islam, tidak dibenarkan jika memahami Al-Qur’an hanya dengan
mengandalkan pemahaman teks belaka. Dibutuhkan juga pemahaman yang lebih dari sekedar teks.
Dalam ilmu tafsir kita akan menemukan sebuah pembahasan tentang mafhum dan mantuq.
Mengingat teks Al-Qur’an tidak serta merta memberi makna yang jelas tentang apa yang
dikandungnya, para mufassir membuat pembahasan ini untuk mempermudah kita memahami
kandungan teks.
Jika kita meneliti ayat-ayat Al-Qur’an, akan kita temukan beberapa ayat yang memberikan
pemahaman secara langsung dan jelas, jugaada ayat yang maknanya tersirat didalam ayat tersebut.
Oleh karena itu, agar kita semua memahami dan mengetahui hukum/makna yang terdapat didalam
ayat-ayat Al-Quran, penulis akan memaparkan sedikit penjelasan mengenai pengertian, pembagian,
contoh dari mantuq dan mafhum serta kehujahannya.

B. Rumusan

1. Apa yang dimaksud dengan Mantuq ?

2. Berapa jenis pembagian Mantuq ?

3. Apa yang dimaksud dengan Mafhum ?

4. Berapa jenis pembagian Mafhum ?

C. Tujuan

a. Memahami maksud dari lafadz mantuq.

b. Mengetahui dan memahami pembagian Mantuq.

4
c. Memahami maksud dari lafadz mafhum dari sebuah nash.

d. Mengetahui dan Memahami pembaian-pembagian mafhum.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mantuq

Secara etimologi manthuq berasal bahasa Arab (‫ ينطق‬- ‫ )نطق‬yang artinya berbicara, ‫منطوق‬
(isim maful) berarti yang dibicarakan Manthuq ialah arti yang diperlihatkan oleh lafaz yang
diungkapkan (yakni, petunjuk arti tidak keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan). 1 Menurut
Syafi'i Karim, mantuq artinya sesuatu yang ditunjuki lafal dan ucapan lafal itu sendiri. 2 dan
menurut Mudzakir, ialah suatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafaz berdasarkan ucapannya, yakni
penunjukkan makna sesuai materi huruf-huruf yang diucapkan.3

Berdasarkan definisi ini diketahui bahwa bila suatu makna yang ditunjukkan oleh suatu
lafaz menurut ucapan (makna tersurat), yakni memberikan makna yang berdasarkan materi huruf-
huruf yang diucapkan dianggap pemahaman secara manthuq.

Contoh:

ْ ‫ُور ُكم ِّم ْن نِّ َسٓاِئ ُك ُم ٱ ٰلَّتِى د‬


‫َخَلتُم بِ ِه َّن‬
ٰ
ِ ‫َو َربَآِئبُ ُك ُم ٱلَّتِى فِى ُحج‬
Artinya: Diharamkan bagi kamu (menikahi) anak-anak tiri yang berada dalam asuhan kamu dari
istri-istri yang telah kamu gauli... (QS. An-Nisa' : 23)

Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa manthuq nya ialah menunjukan secara jelas
bahwa haram menikahi anak-anak tiri yang berada dalam asuhan suami dari istri-istri yang sudah
digauli.

Menurut Muhammad al-Khudariyy (2001: 122), al-Mantuq dapat dibahagikan menjadi dua
yaitu al-Mantuq Sarih (‫ريح‬44‫وق الص‬44‫ )المنط‬adalah setiap lafaz yang menunjukkan makna yang
sebenarnya dan sempurna atau setiap yang lafaz yang menunjukkan terhadap sebahagian atau
setengah dari pada penggunaan makna yang dikehendaki (Abdul Latif Muda dan Rosmawati Ali,
2001: 365) dan al-Mantuq Ghayr Sarih (‫ )المنطوق غير الصريح‬atau bukan sarih ialah setiap lafaz
yang menunjukkan makna yang tidak jelas.4
1
Rosion. Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur'an (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 233
2
Syafi'i Karim, Fiqih Ushul Fiqih (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 177
3
Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Qur'an, (Bogor Litern Antar Nusa, 2007), h. 358
4
Mohd Syahmi Bin Mohd Miswan, Asas Dilalat Dalam Kaedah Penyelidikan Berteraskan Islam.(Universiti
Sains Malaysia, 2013), h.5.
6
B. Jenis Mantuq

Mantuq teebagi menjadi 5 jenis diantaranya ada nash, zahir, mu awal, Iqtidha dan Isyarah.
Nash, zahir, mu awal sendiri termasuk pada bagian Mantuq Sarih, sedangkan Iqtidha dan
Isyarah termasuk pada bagian Mantuq Ghayr Sarih

1. Nash

Nash (lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti) ialah lafaz yang bentuknya
sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas (sarih), tidak mengandung
kemungkinan makna lain. Pengertian nash yang lain yaitu merupakan suatu lafadz yang bentuknya
sendiri telah dapat menunjukan makna yang dimaksud secara tegas, tidak mengandung
kemungkinan makna lain.
Contoh pada penggalan Q.S Al-Baqarah ayat 196:
ٌ‫صيَا ُم ثَ ٰلثَ ِة اَي ٍَّام فِى ْال َحجِّ َو َس ْب َع ٍة اِ َذا َر َج ْعتُ ْم ۗ تِ ْلكَ َع َش َرةٌ َكا ِملَة‬
ِ َ‫ۗ ف‬
Artinya: "Maka (wajib) berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu
telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna".

Penyipatan sepuluh" dengan "sempuma" telah mematahkan kemungkinan "sepuluh" ini


diartikan lain secara majaz (metafora). Inilah yang dimaksud dengan nash. Dalam contoh lain
penggalan Q.S Al-Baqarah ayat 275:

‫َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا‬


Artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba"."

Sangat jelas dan tegas sekali ayat ini menunjukkan tentang kehalalan jual beli serta
keharaman riba.

2. Zahir

Zahir ialah lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang lebih diunggulkan. Zahir artinya
lafaz yang memberikan sesuatu makna yang segera dipahami ketika diucapkan namun disertai
kemungkinan makna lain yang lemah (marjuh)." Jadi, zahir itu sama dengan nash dalam hal
penunjukkannya kepada makna yang sesuai pada ucapan. Akan tetapi dari segi lain dia tidak sama
dengannya sebab nash hanya memberikan satu makna secara tegas serta tak mengandung
kemungkinan menerima makna lain, sedangkan zahir memberikan satu makna ketika
diucapkanjuga disertai kemungkinan mendapatkan makna lain meskipun lemah. Contohnya seperti
didalam penggalan Surah Al-Baqarah ayat 173 yaitu:

‫اغ َواَل عَا ٍد فَاَل ِإ ْث َم َعلَ ْي ِه ۚ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
ٍ َ‫فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬
7
Artinya: “Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas…” (QS. Al-Baqarah: 173).

Lafadh “al-bagh” dipergunakan untuk makna al-jahil (bodoh dan tidak tahu) dan al-dhalim
(melampaui batas). Namun pemakaian untuk makna kedua lebih tegas dan popular sehingga makna
inilah yang kuat (rajah), sedangkan makna yang pertama lemah (marjuh) (al-Qatthan, 2002: 359).5

Ayat di atas mempunyai dua kemungkinan makna, kata thuhr dapat diartikan sebagai
berhenti haidh suci, dan mandi. Namun penunjukan kata thuhr dengan makna kedua yaitu mandi
lebih konkrit dan jelas (dhahir) sehingga itulah makna yang rajih, sedangkan penunjukan kepada
makna yang pertama adalah marjuh (al-Qatthan, 2002: 359).6

3. Mu awal

Mu'awwal ialah Lafaz yang diberi pemahaman dengan arti yang tidak diunggulkan (marjuh)
karena terdapat tanda ketidak-mungkinan diberi pemahaman dengan arti yang diunggulkan (rajih).
Mu'awwalialah lafaz yang diartikan dengan maknamarjuh sebab ada suatu dalil yang menghalangi
dimaksudkannya makna yang rajih. Mu'awwal tidak sama dengan zahir, zahir diartikan dengan
makna yang rajih karena tidak terdapat dalil yang memalingkan kepada yang marjuh. contohnya
firman Allah pada Q.S Al-Isra ayat ayat 24 yaitu:

َ ‫َاح ال ُّذلِّ ِمنَ الرَّحْ َم ِة َوقُلْ َربِّ ارْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّيَانِي‬
‫ص ِغيرًا‬ ْ ‫َو‬
َ ‫اخفِضْ لَهُ َما َجن‬
Artinya: "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil".(QS. Al-Isra’: 24).

Lafadh janah aslinya mempunyai arti sayap sedangkan dzull bermakna rendah, akan tetapi
ayat ini lebih condong dimaknai dengan rendah hati, tawadhu’ dan bergaul dengan baik kepada
kedua orang tua, tidak diartikan dengan makna yang pertama (al-Qatthan, 2002: 360).7

4. Dalalah Iqtidha

Dalalah iqtidha ialah keakuratan pemaknaan sebuah lafazh terkadang bergantung kepada
makna yang tidak disebutkan atau Bila kebenaran dalalah (petunjuk) suatu lafazh tergantung pada
yang tersembunyi.
Contohnya dalam firman Allah penggalan Q.S Al-Baqarah ayat 184 yaitu:

َ ‫فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َم ِريضًا َأوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َأي ٍَّام ُأ‬
‫خَر‬

5
Ahmad Tabik, “Peranan Mantuq dan Mafhum Dalam Menetapkan Hukum Qur’an dan Sunnah”, dalam
Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 6, No. 1, Juni 2015, h.103-104.
6
Ibibd.
7
Ahmad Tabik, “Peranan Mantuq dan Mafhum Dalam Menetapkan Hukum Qur’an dan Sunnah”, dalam
Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 6, No. 1, Juni 2015, h. 104.
8
Artinya: “Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa),
maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yangdia tidak berpuasa itu) pada hari- hari yang lain”.
(Q.S. Al-Baqarah: 184).

Pada ayat ini memerlukan lafazh yaitu ‫( فأفطر فعدة‬lalu ia berbuka maka)karena kewajiban
qadha puasa bagi musafir itu ialah ketika ia berbuka di dalamperjalanannya, apabila ia tidak
berbuka atau tetap melakukan puasa makabaginya tidak ada kewajiban untuk mengganti puasanya.8

5. Dalalah Isyarah

Dalalah isyarah artinya jika kebenaran dalalah tidak bergantung pada sesuatu yang
tersembunyi, dan lafazh menunjukkan suatu makna yang tidak dimaksud pada awalnya. seperti
penggalan firman Allah swt:

َ ِ‫ص ْينَا اِإْل ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
‫صالُهُ ِفي عَا َم ْي ِن َأ ِن ا ْش ُكرْ لِي‬ َّ ‫َو‬
‫صي ُر‬ ِ ‫ي ْال َم‬َّ َ‫َولِ َوالِ َد ْيكَ ِإل‬
Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu. (Q.S Luqman: 14)

Ayat ini menerangkan bahwasanya sah berpuasa bagi orang yang pagi-paginya masih
dalam keadaan junub, sebab ayat ini membolehkan “bercampur” hingga dengan fajar sehingga
tidak ada kesempatan untuk mandi. keadaan demikian mengakibatkan peluang seseorang
memasuki waktu pagi dalam keadaan junub.9

C. Pengertian Mafhum

Secara etimologi pengertian al-mafhum adalah : sebuah ibarat dari kumpulan beberapa
sifat yang menjelaskan terhadap makna secara keseluruhan. al-mafhum itu sendiri berasal dari
kata "fahima as-Syaia fahman dari bab ta'iba" mempunyai arti : sebuah gambaran yang sangat
bagus.10 Sedangkan secara terminilogis makna al- mafhum adalah : lafadz yang menunjukkan
terhadap sesuatu diluar pembicaraan (fi ghairi mahalli an-nutqi), dan menjadi sebuah hukum
terhadap yang telah ditetapkan.11

8
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulum al-Quran, (maktabah wahbah), Kairo h.251-252
9
Ibid.

10
Al-Mu'jam al-Washith , Majma' Al Lugoh Al 'Arobiyah-Asy Syamilah (Kamus Bahasa Arab), hlm. 131

11
Imam as-Syaukani , Irsyad al-Fuhul Juz. 2, hlm 519
9
D. Jenis-jenis Mafhum

1. Mafhum Muwafaqah
Mafhum Muwafaqah yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh
bunyi lafadz. Atau Pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum itu selaras dengan yang dimiliki oleh
lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang hukumnya sesuai dengan mantuq.
Mafhum muwafaqoh terbagi menjadi dua yaitu

 Fahwal Khitab, apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan.
Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumnya, firman Allah pada QS. Al- Isra’ ayat 23
yang berbunyi :

‫ف َّواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِر ْي ًما‬


ٍّ ُ‫فَاَل تَقُلْ لَّهُ َمٓا ا‬

“Maka sekali -kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka”. (QS. Al- Isra’ : 23) 12
Dalam ayat di atas menerangkan bahwa kata-kata yang keji saja tidak boleh (dilarang) apalagi
memukulnya.

 Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan yang diucapkan,
seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 10:

‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ اَ ْم َوا َل ْاليَ ٰتمٰ ى ظُ ْل ًما اِنَّ َما يَْأ ُكلُوْ نَ فِ ْي بُطُوْ نِ ِه ْم نَارًا ۗ َو َسيَصْ لَوْ نَ َس ِع ْيرًا‬
“ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” .
(QS. An-Nisaa :Dalam ayat di atas menerangkan bahwa Membakar atau setiap cara yang menghabiskan
harta anak yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut yang berarti dilarang (haram).13

2. Pengertian Mafhum Mukhalafah


Mafhum mukhalafah adalah pengertian yang dipahami berbeda dengan ucapan, baik dalam istinbat
(menetapkan) maupun nafi (meniadakan). Oleh karena itu, hal yang dipahami selalu kebalikannya
daripada bunyi lafal yang diucapkan. Atau Pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum itu tidak

12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: CV Darus Sunnah,
2002), hlm. 285.
13
Ibid, hlm. 79.
10
selaras dengan yang dimiliki oleh lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang berbeda hukumnya dengan
mantuq.
Seperti dalam firman Allah swt :

‫ي لِلص َّٰلو ِ«ة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا اِ ٰلى ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َذرُوا ْالبَ ْي ۗ َع ٰذلِ ُك ْم خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُوْ ِد‬
َ‫اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬

“apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu
mengerjakan dan tinggalkan jual beli.” (QS. Al - jum’ah:9). 14

Dapat dipahami dari ayat di atas, bahwa boleh jual beli di hari jum’at sebelum adzan si mu’adzin dan
sesudah mengerjakan sholat.

mafhum mukhalafah terbagi menjadi 5 yaitu :15

 Mafhum shifat
Mafhum shifat yaitu menggantungkan hukum pada dzat dengan salah satu sifat.
Seperti firman Allah ta’ala pada kafarat pembunuhan :

‫َفتَحْ ِر ْي ُر َرقَبَ ٍة ُّمْؤ ِمنَ ٍة‬


“…hendaklah ia (yang membunuh) memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman”. (QS. An -
Nisaa : 92) 16
Mafhumnya, jika hamba sahaya yang dimerdekakan itu bukan termasuk orang beriman, maka tidak
diperbolehkan.

 Mafhum ‘ilat atau sebab


Mafhum ‘ilat yaitu menggantungkan atau menghubungkan hukum sesuatu karena sebab (illatnya). Seperti
pengharaman khamr karena memabukkan.

 Mafhum ‘adad atau bilangan


Mafhum ‘adad yaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Seperti Firman Allah
SWT dalam surat An-Nur ayat 4.

14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya , hlm.555.
15
Abdul hamid hakim, Ushul Fiqh (Jakarta : Maktabah Al-adiyat Qatran, 1927), hlm. 31
16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya , hlm. 94.
11
۟ ُ‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأت‬
ً‫وا بَِأرْ بَ َع ِة ُشهَدَٓا َء فَٱجْ لِ ُدوهُ ْم ثَ ٰ َمنِينَ َج ْل َدة‬ ِ َ‫ص ٰن‬
َ ْ‫َوٱلَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْٱل ُمح‬
“ Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera”.
(QS. An-Nur : 4) 17

 Mafhum ghayat atau tujuan


Mafhum ghayat yaitu membatasi hukum dengan kata “ila” atau “ hatta”.
Seperti firman Allah Ta’ala :

ِ ِ‫ياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
‫ق‬
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku".(QS. Al- Ma’idah)18
Mafhumnya, jika perempuan itu sudah menikah lagi dengan lelaki yang lain, maka si suami yang pertama
boleh merujuknya dengan menikahi kembali.

 Mafhum Hashr atau pembatas


Mafhum Hashr yaitu pemahaman dari redaksi yang menggunakan
hashr (pembatasan). Misalnya firman Allah dalam beberapa ayat Al quran
‫ال إله إال هللا‬
“Tidak ada Tuhan selain Allah”
Mafhumnya, selain Allah bukanlah Tuhan

‫اِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َواِيَّاكَ نَ ْست َِعي ُْن‬


“ hanya kepada-Mu-lah kami menyembah”
Mafhumnya, kami tidak menyembah kepada selain-Mu (Allah).19

17
Ibid, hlm.351.
18
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya , hlm. 109.
19
Alkautsar, kallebi. Ulumul Qur’an, dalam
12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Secara etimologi manthuq berasal bahasa Arab (‫ ينطق‬- ‫ )نطق‬yang artinya berbicara, ‫منطوق‬
(isim maful) berarti yang dibicarakan Manthuq ialah arti yang diperlihatkan oleh lafaz yang
diungkapkan (yakni, petunjuk arti tidak keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan).
 Jenis jenis Mantuq
1. Naskh
2. Zahir
3. Mu awal

4. Dalalah Iqtidha
5. Dalalah Isyarah
 Secara etimologi pengertian al-mafhum adalah : sebuah ibarat dari kumpulan beberapa sifat
yang menjelaskan terhadap makna secara keseluruhan, secara terminilogis makna al-
mafhum adalah : lafadz yang menunjukkan terhadap sesuatu diluar pembicaraan (fi ghairi
mahalli an-nutqi), dan menjadi sebuah hukum terhadap yang telah ditetapkan

 Jenis-jenis Mafhum

1. Mafhum Muwafaqah

2. Mafhum Mukhalafah

13
DAFTAR PUSTAKA

Khalil al-Qattan. Manna, Mabahis Fi Ulum al-Quran, (maktabah wahbah), Kairo.

Miswan, Mohd Syahmi Bin Mohd. Asas Dilalat Dalam Kaedah Penyelidikan Berteraskan Islam,
Universiti Sains Malaysia, tahun 2013.

Mudzakir AS, Studi Ilmu-ilmu Qur'an, Bogor Litern Antar Nusa, 2007.

Rosion. Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Syafi'i Karim, Fiqih Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Tabik, Ahmad, “Peranan Mantuq dan Mafhum Dalam Menetapkan Hukum Qur’an dan Sunnah”,
dalam Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 6, No. 1, Juni tahun 2015.

RI, Departemen Agama. 2002. Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta; CV Darus


Sunnah.

Hakim, Abdul hamid. 1927. Ushul Fiqh. Jakarta ; Maktabah Al-adiyat Qatran.

14
15

Anda mungkin juga menyukai