Anda di halaman 1dari 20

Munasabah Al-Qur’an

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah :


Studi Al-Qur’an

Dosen Pengajar :
M. Maulana Asegaf Lc. M.H.I

Disusun oleh :
Kelompok 5
Hogie Dwi Putri Natalis : 08040322094
Nico Zilbram Devano : 08020322064
Nurul Hidayah : 08020322065

Kelas C
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan kita limpahan nikmat dan rahmatnya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada bapak M. Maulana Asegaf Lc.
M.H.I sebagai pengajar mata kuliah Studi Al-Quran yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu, penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, 08 September 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................3
2.1 Pengertian Munasabah......................................................................................................3
2.2 Macam-Macam Munasabah dalam Al Qur’an.................................................................3
2.3 Objek dan Metode Studi Munasabah...............................................................................8
2.4 Kedudukan munasabah dalam tafsir...............................................................................11
2.5 Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah...........................................................13
BAB III.....................................................................................................................................15
Kesimpulan...........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di antara kitab-kitab suci lainnya, Al-Qur'an adalah kitab yang paling
baik. Al-Qur'an dulunya diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara
Malaikat Jibril secara bertahap. Dulu dikirim sebagai rahmat bagi seluruh dunia
dan panduan bagi umat manusia. Al-Qur'an adalah pemasok semua fakta dan
pasokan proposal bagi siapa pun. E-book Al-Qur'an berisi sejumlah macam
pedoman dan peraturan yang ditentukan untuk lebih dari beberapa alasan dan
kebijaksanaan.
Ayat-ayat tersebut diterbitkan sesuai dengan keadaan dan kondisi yang
mengharuskannya. Penggabungan ayat-ayat dan surat-suratnya diatur sesuai
dengan yang terdapat dalam aturan mahfudh, sehingga tampak adanya kesesuaian
antara ayat yang satu dengan yang lain dan antara surat yang satu dengan yang
lainnya. [1] Meskipun bahasa Al-Qur'an itu indah, tidak ada lagi orang yang dapat
memahami maknanya tanpa kesulitan. Oleh karena itu, lahirlah ilmu tafsir,
sedangkan ilmu tafsir itu sendiri tidak lagi sempurna kecuali tanpa memahami
munasabah.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu definisi dari munasabah ?
b. Ada berapa macam munasabah al-Qur’an ?
c. Bagaimana objek dan metode studi munasabah ?
d. Bagaimana kedudukan munasabah dalam tafsir ?
e. Bagaimana urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah ?

1.3 Tujuan
a. Memahami definisi dari munasabah
b. Memahami macam-macam munasabah al-Qur’an

1
c. Memahami objek dan metode studi munasabah
d. Memahami kedudukan munasabah dalam tafsir
e. Memahami urgensi dan kegunaan mempelajari munasabah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Munasabah


Secara etimologi, ”munasabah” semakna dengan “musyakalah” dan
“muraqobah”, yang berarti serupa dan berdekatan. Secara istilah, “munasabah”
berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat al- Qur’an.
Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Syayuti, mendefinisikan
“munasabah” itu kepada “Keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an antara sebagiannya
dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi
dan sistematis.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “munasabah” adalah
suatu ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau keserasian ayat-ayat al-
Qur’an antara satu dengan yang lain.
Az-Zarkasy mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian dengan
sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh
dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunann yang amat kokoh.”
Qadi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: “Mengetahui sejauh mana hubungan
antara ayat- ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu
kata, yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.”
Sehingga munasabah dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang
membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya. Tokoh yang
memelopori munasabah adalah Abu Bakar an-Naysaburi. Beliau adalah soerang
alim berkebangsaan Irak yang sangat ahli ilmu syariah dan kesustraan Arab.
Selain itu, ada pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi
Munasabah Tartib Suwar a l-Qur’an”, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya
“Nuzhum Adh-Dhurar fi Tatanasub A l-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan
karyanya “Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub As-Suwar”.

3
2.2 Macam-Macam Munasabah dalam Al Qur’an
Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan
persambungannya, maka munasabah itu ada dua macam yaitu;
a. Persesuaian yang nyata (zahir al-irtibat) atau persesuaian yang tampak jelas,
yaitu yang persambungan atau persesuaian antara bagian Al Qur’an yang
satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu
dengan yang lain erat sekali, sehingga kalimat yang satu tidak bisa menjadi
kalimat yang sempurna, jika dipisahkan dengan kalimat yang lain. Hubungan
tersebut kadang berupa: penguat (tawkid), penafsir, penyambung (‘atf),
penjelas (bayan), pengecualian (istisna’), pembatasan (hasr), menengahi
(i’tirad), dan mengakhiri (tadhyil). Contoh; korelasi dalam Q.S.al-Isra’:1-2:
Contoh:

J‫صا الَّ ِذيْ ٰب َر ْكنَا‬ ِ ‫ُسب ْٰحنَ الَّ ِذيْٓ اَس ْٰرى بِ َع ْب ِد ٖه لَ ْياًل ِّمنَ ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام اِلَى ْال َمس‬
َ ‫ْج ِد ااْل َ ْق‬
ِ َ‫َحوْ لَهٗ لِنُ ِريَهٗ ِم ْن ٰا ٰيتِن َۗا اِنَّهٗ ه َُو ال َّس ِم ْي ُع ْالب‬
‫ص ْي ُر‬

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu


malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjid al-Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.
Ayat tersebut menerangkan isra’ Nabi Muhammad SAW,
selanjutnya ayat 2 surat al-Isra’ tersebut berbunyi:

‫ي َو ِك ْياًل‬Jْ ِ‫ ِم ْن ُدوْ ن‬J‫ب َو َج َع ْل ٰنهُ هُدًى لِّبَنِ ْٓي اِ ْس َر ۤا ِء ْي َل اَاَّل تَتَّ ِخ ُذوْ ا‬
َ ‫ ْال ِك ٰت‬J‫َو ٰاتَ ْينَا ُموْ َسى‬

Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab
Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu
mengambil penolong selain Aku”.
Ayat tersebut menjelaskan turunya kitab Taurat kepada Nabi Musa
a.s. Persesuaian atau korelasi kedua ayat tersebut sangat jelas, yaitu kedua

4
Nabi dan Rasul Allah (Muhammad SAW dan Musa a.s.) diutus dalam
rangka menyampaikan hidayah Allah kepada manusia.

b. Persambungan yang tidak jelas (khafiyyu al-Irtibat) atau samarnya


persesuaian antara bagian al-Qur’an dengan yang lain, sehingga tidak
tampak adanya pertalian untuk keduanya, bahkan seolah-olah masing-
masing ayat atau surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu
itu diathafkan kepada yang lain, atau karena yang satu bertentangan dengan
yang lain. Contoh: Seperti hubungan antara ayat 189 Al Qur’an Surah al-
Baqarah dengan ayat 190 Al Qur’an Surah al-Baqarah. Ayat 189 Al Qur’an
Surah al-Baqarah berbunyi:

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit


itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan
bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung.
Ayat tersebut menerangkan bulan sabit atau tanggal masuknya
waktu ibadah haji.Sedangkan ayat 190 Al Qur’an Surah al-Baqarah
berbunyi;

‫م َواَل تَ ْعتَ ُدوْ ا ۗ اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ُم ْعتَ ِديْن‬Jْ ‫َوقَاتِلُوْ ا فِ ْي َسبِي ِْل هّٰللا ِ الَّ ِذ ْينَ يُقَاتِلُوْ نَ ُك‬

5
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada orang-
orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut
seperti tidak ada hubunganya, atau hubungan ayat yang satu dengan yang
lainnya samar. Padahal sebenarnya, ada hubungan antara kedua ayat berikut,
yaitu ayat 189 Al Qur’an Surah al-Baqarah mengenai soal waktu untuk haji,
sedangkan ayat 190 Al Qur’an Surah al-Baqarah menerangkan
sesungguhnya waktu ibadah haji itu umat Islam dilarang melakukan perang,
akan tetapi jika umat Islam itu diserang terlebih dahulu, maka serangan-
serangan musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.

Ditinjau dari segi materinya dalam al-Qur'an sekurang-kurangnya terdapat


tujuh macam munasabah, yaitu;
a. Munasabah antara surat dengan surat sebelumnya. Satu surah berfungsi
menjelaskan surah sebelumnya, contoh, di dalam Q.S.al-Fatihah: ayat 6
disebutkan;
ْ ‫ص َراطَ ْال ُم‬
ۙ‫ستَقِ ْي َم‬ ِّ ‫اِ ْه ِدنَا ال‬
“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus”.
Lalu dijelaskan di dalam ayat 2 Q.S. al-Baqarah, bahwa jalan yang
lurus itu ialah mengikuti petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan;

َ‫ْب فِي ِه هُدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬


َ ‫ك ْال ِكتَابُ اَل َري‬
َ ِ‫َذل‬

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa”.
b. Munasabah antara nama surat dengan isi atau tujuan surah. Nama-nama
surah biasanya diambil dari suatu masalah pokok di dalam satu surah,
misalnya Q.S.an-Nisa' (perempuan) karena di dalamnya banyak
menceritakan tentang persoalan perempuan. Contoh yang lain, nama Al

6
Qur’an Surah al-Baqarah, yang berisi tentang kisah sapi betina
sebagaimana Al Qur’an Surah al-Baqarah: 67-69;

‫َواِ ْذ قَا َل ُموْ ٰسى لِقَوْ ِم ٖ ٓه اِ َّن هّٰللا َ يَْأ ُم ُر ُك ْم اَ ْن ت َْذبَحُوْ ا بَقَ َرةً ۗ قَالُ ْٓوا اَتَتَّ ِخ ُذنَا هُ ُز ًوا ۗ قَا َل اَ ُعوْ ُذ‬
ٌ‫ك يُبَي ِّْن لَّنَا َما ِه َي ۗ قَا َل اِنَّهٗ يَقُوْ ُل اِنَّهَا بَقَ َرة‬ َ َّ‫ع لَنَا َرب‬ ُ ‫بِاهّٰلل ِ اَ ْن اَ ُكوْ نَ ِمنَ ْال ٰج ِهلِي ْقَالُوا ا ْد‬
‫ك يُبَي ِّْن لَّنَا‬
َ َّ‫ع لَنَا َرب‬ ُ ‫ان بَ ْينَ ٰذلِكَ ۗ فَا ْف َعلُوْ ا َما تُْؤ َمرُوْ ن َقالُوا ا ْد‬ ٌ ۢ ‫ارضٌ َّواَل بِ ْك ۗ ٌر ع ََو‬ ِ َ‫اَّل ف‬
ٰ
َ‫ص ْف َر ۤا ُء فَاقِ ٌع لَّوْ نُهَا تَسُرُّ النّ ِظ ِر ْين‬
َ ٌ‫َما لَوْ نُهَا ۗ قَا َل اِنَّهٗ يَقُوْ ُل اِنَّهَا بَقَ َرة‬

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya


Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata:
"Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab:
"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada
Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina
apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan
antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka
berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia
menerangkan kepada kami apa warnanya". Musa menjawab:
"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang
yang memandangnya".
Cerita tentang lembu betina dalam Al Qur’an Surah al-Baqarah di
atas mengandung inti pembicaraan, sedang tujuan surat ini adalah
menyangkut kekuasaan Tuhan dan keimanan pada hari kemudian.
c. Hubungan antara fawatih as-suwar (ayat pertama yang terdiri dari
beberapa huruf) dengan isi surah. Hubungan fawatih as-suwar dengan isi
surahnya bisa dilacak dari jumlah huruf-huruf yang dijadikan sebagai
fawatih as-suwar. Misalnya jumlah huruf alif, lam, dan mim pada surah-
surah yang dimulai dengan alif-lam-mim semuanya dapat dibagi menjadi
19.

7
d. Hubungan antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat. Misalnya
dalam Q.S. al-Fatihah ayat 1; “Segala puji bagi Allah”, lalu sifat Allah
dijelaskan pada kalimat berikutnya ayat: “Tuhan semesta alam”.
e. Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu Surah.
Misalnya Q.S. al - Mukminun: 1 dimulai dengan:

َ‫قَ ۡد اَ ۡفلَ َح ۡال ُم ۡؤ ِمنُ ۡو ۙن‬

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”.


Kemudian di bagian akhir surat ayat 117 ditemukan kalimat;

‫اِنَّهٗ اَل يُ ْفلِ ُح ْال ٰكفِرُوْ ن‬

“….Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak beruntung”.


f. Hubungan antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu Surah. Misalnya
kata “Muttaqin” di dalam Q.S. al-Baqarah ayat 2 dijelaskan pada ayat
berikutnya mengenai ciri-ciri orang yang bertaqwa.
g. Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya, misalnya
akhir Q.S. al-‌Waqi’ah:96;
‫ك ْال َع ِظيْم‬
َ ِّ‫فَ َسبِّحْ بِاس ِْم َرب‬
“maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Besar”.
Lalu surah berikutnya, yakni Q.S. al-Hadid: 1;

‫ز ْال َح ِك ْي ُم‬Jُ ‫ض َوهُ َو ْال َع ِز ْي‬ ‫هّٰلِل‬


ِ ۚ ْ‫ت َوااْل َر‬
ِ ‫َسبَّ َح ِ َما فِى السَّمٰ ٰو‬

“semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada


Allah(menyatakan kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. Munasabah al Qur’an diketahui berdasarkan ijtihad, bukan
berdasarkan petunjuk Nabi SAW (tawqifi). Setiap orang bisa saja
menghubung-hubungkan antara berbagai hal di dalam kitab Al Qur’an.

8
2.3 Objek dan Metode Studi Munasabah
Al-Quran merupakan petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.Di
dalamnya serat dengan informasi yang selalu hangat dan aktual dari zaman ke
zaman. Dan walaupun segala usaha telah dikerahkan untuk menggali. dan
menyelami isi kandungan al-Quran, hal itu tidak pernah akan habis-
habisnya.Berbagai ilmu yang mendukung untuk lebih memahami isi
kandungannya telah melahirkan berbagai disiplin ilmu yang terkait dengannya,
seperti: ilmu asbab nuzul, makki madani, munasabah dan yang lainnya.
Ilmu munasabah disebut juga Ilmu Tanasub Al Ayat yaitu ilmu yang
menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat yang sebelumnya dan
dengan ayat yang sesudahnya. Munasabah itu kepada ‘keterkaitan ayat-ayat Al-
Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai
suatu ungkapan yang rapih dan sistematis.
Berdasarkan kajian munasabah, ayat –ayat Al-Qur’an dianggap tidak
terasing antara satu dari yang lain. Ia mempunyai keterkaitan, hubungan, dan
keserasian. Hubungan itu terletak antara ayat dengan ayat, antara nama surat
dengan isi surat, awal surat dengan akhir surat, antara kalimat-kalimat yang
terdapat dalam setiap ayat dan lain sebagainya. Objek yang difokuskan dalam
munasabah bukan hanya surah ke surah melainkan banyak yang bisa dilihat lebih
jauh.
Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat
ijtihad. Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena
tidak ditemukan riwayat, baik dari nabi maupun para sahabatnya. Oleh karena itu,
tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya, Al-Quran
diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa
yang ada. Oleh karena itu, terkadang seorang mufasir menemukan keterkaitan
suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak.
Ketika tidak menemukan keterkaitan itu ia tidak diperkenankan
memaksakan diri. Dalam hal ini, Syekh ‘Izzuddin bin ‘Abd As-Salam berkata:
“Munasabah adalah sebuah ilmu yang baik, tetapi kaitan antar kalam
mensyaratkan adanya kesatuan dan keterkaitan bagian awal dengan bagian
akhirnya. Dengan demikian, apabila terjadi pada berbagai sebab yang berbeda,

9
keterkaitan salah satunya dengan lainya tidak menjadi syarat. Orang yang
mengaitkan tersebut berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya.
Kalaupun itu terjadi, ia mengaitkannya hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang
pembicaraan yang baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik.
Munasabah antara surat dengan surat sebelumnya seperti yang tertulis
dalam Al-Qur’an surat al-Fatihah ayat 6
‫ص َراطَ ْال ُم ْستَقِ َي‬
ِّ ‫ا ْه ِدنَا ال‬

Ihdinas shirātal mustaqīma Artinya, “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Lalu
dijelaskan dalam surat selanjutnya al-baqarah “bahwa jalan yang lurus itu ialah
mengikuti petunjuk Al-Qur’an
َ‫ْب فِي ِه هُدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬
َ ‫ك ْال ِكتَابُ اَل َري‬
َ ِ‫َذل‬
Dzālikal kitābu lā rayba fīhi hudal lil muttaqīna. Artinya, “Itu kitab tiada terdapat
keraguan di dalamnya sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa.”
Munasabah antara nama surat dengan isi atau tujuan surat seperti yang
tertulis dalam Al-Quran surat An-Nisa (perempuan) yang didalamnya
menjelaskan banyak hal tentang perihal perempuan. Hubungan antara kalimat
dengan kalimat lain dalam satu ayat, tertulis dalam Al-Fatihah ayat 1 yang artinya
“Segala puji bagi Allah”, lalu sifat Allah dijelaskan pada kalimat berikutnya ayat “
Tuhan semesta alam”.
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam Al-
quran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Sayuti
menjelaskan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menemukan
munasabah yaitu:
1. Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek
pencarian.
2. Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas
dalam surat.
3. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau
tidak.
4. Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-
ungkapan bahasanya dengan dengan benar dan tidak berlebihan.

10
Empat langkah yang diungkapkan Al-Suyuthi di atas hanya berupa
petunjuk bagi mereka yang ingin menemukan munasabah. Langkah-langkah
tersebut tentunya harus dibarengi dengan keahlian dalam rasa bahasa (dzauq
al-lughawi), penalaran, dan kecermatan yang memadai.
Kemampuan-kemampuan inilah yang lebih dominan sehingga
seseorang mufassir dapat melihat hubungan yang ada dalam berbagai bentuk.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa ulama terdahulu pada umumnya
menempuh satu di antara tiga cara berikut dalam menjelaskan hubungan antar
ayat.
Dalam kajian munasabah para ulama mempunyai beberapa pegangan
yang di jadikan rujukan dalam mencari keterkaitan-keterkaitan yang ada
dalam al-Quran. as-Suyuthi menukil dari perkataan ualama-ulama
muta’akhirin yang dijadikan dasar ulama-ulama sekarang untuk mencari
adanya hubungan antar ayat dalam satu surah maupun hubungan antar surah,
beliau mengatakan :
“Sebagian dari mutaakhirin menggunakan cara yang baik dan
menyeluruh untuk dapat mengetahui munasabah antara ayat-ayat dalam al-
qur’an, yaitu dengan jalan engkau harus melihat maksud atau tujuan yang
mewarnai suatu surah, dan juga harus melihat faktor apa kira-kira yang
dibutuhkan dalam mencapai tujuan tersebut, kamu juga harus mencermati
keterkaitan kalimat dekat (zahir) dan jauh (khafiy) dari yang diminta, dan
melihat juga ditarik kemanakah perkataan, hingga dapat menyentuh perasaan
pendengar sesuai dengan prinsip-prinsip yang dikehendaki dalam kajian
sastra, sebagai oabat yang dapat menghalangi ketidakmampuan dalam
merasakannya. Inilah hal-hal dengannya hubungan seluruh bagian-bagian dari
Al-Qur’an dapat diupayakan”.

2.4 Kedudukan Munasabah dalam Tafsir


Menurut Dr. Hasani, Alquran diidealisasikan sebagai nilai sakral,
sementara itu realitas sosial yang harus dibimbingnya sangat pragmatis ,rasional
dan matrealistis, oleh karena itu seolah-olah nilai-nilai alquran dihadapkan dengan

11
realitas sosial, oleh karena itu perlu ada tafsir untuk menjelaskan, mengungkap,
dan memahami kandungan dalam Al-Qur’an.
Pertama pihak yang menyatakan bahwa memastikan adanya pertalian erat
antara surat dan surat sehingga perlu adanya munasabah, menurut kelomok ini
munasabah adalah ilmu yang menjelaskan persyaratan baiknya kaitan
pembicaraan dan akhir pembicaraan yang tersusun menjadi satu kesatuan,Kedua,
golongan ini berpendapat bahwa tidak perlu adanya munasabah karna
peristiwanya saling berlainan, ada salah satu alasan yaitu alquran diturunkan dan
diberi hikmah secara tauqifi karena hal ini atas petunjuk dan kehendak Allah.
Dr. Hasani mengatakan ilmu munasabah erat kaitannya dengan latar
belakang diskursus kedudukan tartib al-mushhaf (penyusunan surah-surah dalam
mushaf). Ilmu munasabah ini melahirkan pro dan kontra, dalam buku ini secara
garis besar Dr. hasani membagi menjadi dua aliran mengenai perdebatan menyoal
munasabah. Dr. Hasani dalam penelitiaannya menemukan bentuk munasabah
dalam Tafsir Al-mishbah, dalam tafsir tersebut ditemukan dua macam munasabah
yaitu munasabah ayat dan munasabah surah, dalam dua macam munasabah
tersebut terdapat beberapa macam munasabah lagi sehingga jumlahnya menjadi
tiga belas.
Al-Zarkasyi (745-794 H), mengenalkan dua pola munasabah,yaitu : 1)
pola munasabah antarsurah tentang pembuka surah dengan akhir surah
sebelumnya,contoh surah al anam diawali dengan pujian bagi Allah swt sementara
pada akhir surat sebelumnya diakhiri dengan mengagungkan Allah, 2) pola
munasabah antarayat, ada tiga analisis yaitu, kalimat nersambung (ma’thufah) ,
sisipan (istithrad) , dan perumpamaan (tamtsil).
Dr. hasani mengatakan bahwa ilmu munasabah bisa jadi berperan
menggatikan ilmu asbab al-nuzul apabila seseorang tidak mengetahui sebab
turunnya suatu ayat, tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lainnya.
“Kemukjizatan alquran dalam sisi munasabah dapat dilihat dari keadaan
ayat yang diturunkan dalam waktu dan situasi yang berbeda,dalam alquran dikenal
dengan surah atau ayat yang diturunkan dimekkah, tetapi didalamnya terdapat
surat yang diturunkan dimadinah ,akan tetapi setelah ayat-ayat tersebut
disandingkan dengan ayat berikutnya ,ternyata memiliki keserasian, dengan

12
demikian ilmu munasabah menyumbang satu mukjizat sari sekian banyak
mukjizat alquran” kata Dr. Ahsin sakho Muhammad M.A. Jadi, studi tentang
munasabah atau korelasi ayat dengan ayat atau surah dengan surah memiliki arti
penting dalam memahami makna Alquran serta membantu dalam proses
penakwilan dengan baik dan cermat.
Ahli tafsir biasanya memulai penafsiran dengan mengemukakan lebih dulu
asbab al-nuzul ayat. Sebagian dari mereka sesungguhnya bertanya-tanya, yang
manakah yang lebih baik, memulai penafsiran dengan mendahulukan penguraian
tentang asbab al-nuzul atau dahulukan penjelasan tentang munasabah ayat ayat.
Pengetahuan mengenai korelasi atau munasabah antara ayat ayat atau surat-surat
bukanlah tauqifi (sesuatu yang ditetapkan Rasul), melainkan hasil ijitihad mufasir,
buah penghayatannya terhadap kemukjizatan Al-Qur’an, rahasia retorika dan
keterangannya.
Pendapat para Mufassir dalam menghadapi masalah munasabah pada garis
besarnya terbagi dua. Sebagian mereka menampung dan mengembangkan
munasabah dalam menafsirkan ayat, sebagian yang lain tidak memperhatikan
munasabah dalam menafsirkan ayat. Al-Razi adalah orang yang sangat
memfokuskan perhatiannya kepada munasabah, baik antar ayat atau antar surah.
Sedangkan Nizhamuddin al-Nizhamuddin dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya
menaruh perhatian besar pada munasabah antar ayat saja.
Al-Zarqani, seorang ulama dalam ilmu Al-Qur’an yang hidup pada abad
XVI, menilai bahwa kitab-kitab tafsir yang beliau jumpai penuh dengan
pembahasan munasabah. Mufassir yang kurang setuju pada analisis munasabah
antara lain Mahmud Shaltut, mantan Rektor Al-Azhar yang memiliki karya tulis
dalam berbagai cabang ilmu, termasuk tafsir Al-Qur’an. Beliau kurang setuju
terhadap mufassir yang membawa kotak munasabah dalam menafsirkan Al-
Qur’an.
Subhi al-Salih dalam bukunya Mabahith fi ‘Ulum Al-Qur’an,
mengemukakan bahwa mencari hubungan antara surah dengan surah yang lainnya
adalah sesuatu yang sulit dan sesuatu yang dicari-cari tanpa ada pedoman atau
petunjuk, kecuali hanya didasarkan atas tertib surah-surah yang tauqifi itu.
Padahal tertib surah-surah yang tauqifi tidaklah berarti harus ada relevansi antara

13
surah surah Al-Qur’an itu apabila ayat-ayat itu mempunyai asbab al-nuzul yang
berbeda-beda. Hanya biasanya, tiap surat itu mempunyai topik yang menonjol dan
bersifat umum yang kemudian di atas topik itu tersusun bagian-bagian surat itu
yang ada hubungannya antara semua bagiannya.

2.5 Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah


Ilmu munasabah Al-Qur’an sangat penting dikuasai dalam
menafsirkannya. Ia sangat membantu mufassir dalam memahami dan
mengeluarkan isi kandungannya. Memahami Al-Qur’an dengan bantuan ilmu
munasabah berarti mengistimbatkan makna ayat sesuai dengan konteksnya.
Tanpa memerhatikan aspek munasabah mungkin akan terjadi pemahaman diluar
konteks ayat, bahkan bisa keliru dalam memahaminya.
Ayat-ayat Al-Qur’an itu banyak bercerita tentang umat-umat terdahulu,
baik peristiwa yang berlaku pada mereka maupun kewajiban-kewajiban yang
pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa melihat
keterkaitannya dengan ayat-ayat yang lain, maka mungkin akan terjadi penetapan
hukum yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi
Muhammad, yang tidak diwajibkan kepada umat Muhammad.
Sebagaimana asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam
memahami Al-Qur’an. Muhammad ‘Abdullah Darraz berkata: “Sekalipun
permasalahan-permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak,
semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling
berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinya
ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan segala
permasalahannya”.
Kegunaan mempelajari munasabah antara lain sebagai berikut :
 Dapat menghilangkan anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an
kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian lainnya.
 Mengetahui adanya atau hubungan antara bagian-bagian Al-Qur’an, baik
antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih
memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an dan
memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.

14
 Dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan
konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta
persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang lain.
 Dapat membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui
hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ilmu munasabah Al-Qur’an sangat penting dikuasai dalam
menafsirkannya. Ia
sangat membantu mufassir dalam memahami dan mengeluarkan isi
kandungannya. Memahami Al-Qur’an dengan bantuan ilmu munasabah berarti
mengistimbatkan makna ayat sesuai dengan konteksnya. Tanpa memerhatikan
aspek munasabah mungkin akan terjadi pemahaman diluar konteks ayat, bahkan
bisa keliru dalam memahaminya.
Ayat-ayat Al-Qur’an itu banyak bercerita tentang umat-umat terdahulu,
baik peristiwa yang berlaku pada mereka maupun kewajiban-kewajiban yang
pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa melihat
keterkaitannya dengan ayat-ayat yang lain, maka mungkin akan terjadi penetapan
hukum yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi
Muhammad, yang tidak diwajibkan kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam
memahami Al-Qur’an. Muhammad ‘Abdullah Darraz berkata: Sekalipun
permasalahan-permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak,
semuanya merupakan satu keasatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling
berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat semestinya
ia memerhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memerhatikan segala
permasalahannya.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

 Coan Ceo, Studi Qur'an "Munasabah Al Quran", 29 oktober 2017


 http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/10/makalah-studi-quran-
munasabah-al-quran.html?m=1
 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj. Mudzakir AS.,
(Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2001)
 Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, [Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2004]
 Sekolah M, Tarbiyah T, Batam H. 2021. Munasabah Al-Qur'an Dalam
Menemukan Korelasi Ayat-Ayat Pendidikan
 Dr. Achmad Zuhdi, dkk, Studi Al-Qur’an Cetakan I, Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press

17

Anda mungkin juga menyukai