Anda di halaman 1dari 17

MUHKAM DAN MUTASYABIH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi satu tugas mata kuliah

Studi Qur‟an

Oleh:

M. Agussalim Nur

NIM: 80700223001

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang dengan rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Muhkam dan Mutasyabih
dalam Al-Quran". Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, utusan Allah yang membimbing umat manusia menuju jalan yang
benar.

Makalah ini bertujuan untuk membahas konsep penting dalam memahami Al-
Quran, yaitu Muhkam dan Mutasyabih. Konsep ini menjadi kunci untuk memahami
berbagai ayat dalam Al-Quran yang mungkin menimbulkan tafsiran beragam di kalangan
umat Islam. Muhkam mengacu pada ayat-ayat yang jelas dan tegas, sedangkan
Mutasyabih adalah ayat-ayat yang memiliki kecenderungan untuk dapat diartikan dengan
berbagai cara.

Dalam proses penulisan makalah ini, kami melakukan studi mendalam terhadap
kitab suci Al-Quran, mempelajari pandangan ulama-ulama terkemuka, dan menggali
berbagai sumber rujukan terpercaya. Kami berharap makalah ini dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat dalam upaya memperdalam pemahaman kita terhadap Al-
Quran.

Tentu saja, makalah ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis dalam mengakses
seluruh sumber dan memahami sepenuhnya kompleksitas tema yang dibahas. Oleh
karena itu, kami sangat menghargai setiap kritik, saran, dan masukan yang dapat
diberikan untuk penyempurnaan lebih lanjut.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menjadi sumber
inspirasi bagi pembaca dalam memahami dan mengamalkan ajaran suci Al-Quran dengan
lebih baik. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan keberkahan kepada
kita semua.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Polewali Mandar, 02 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................3

B. Macam-macam Muhkam Mutasyabih ......................................................................5

C. Sebab-sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur‟an ...............................................7

D. Pandangan dan Sikap Ulama‟ Dalam Menghadapi Ayat Mutasyabihat ...................9

E. Hikmah Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat ...................................................11

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................13

B. Saran .......................................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran adalah kitab suci bagi umat Islam, dianggap sebagai firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad (SAW) melalui malaikat Jibril. Al-Quran adalah
pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan mereka, memberikan
petunjuk tentang ajaran, etika, hukum, dan nilai-nilai moral yang harus diikuti. Namun,
seiring dengan kedalaman dan kompleksitas pesan Al-Quran, sering kali ada bagian-
bagian yang memerlukan pemahaman lebih mendalam.

Salah satu konsep yang sering dibahas dalam konteks Al-Quran adalah perbedaan
antara ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih. Ayat-ayat Muhkam adalah ayat-ayat yang
jelas dan tegas dalam arti maknanya, tidak menimbulkan keraguan atau ambiguitas, dan
memberikan hukum atau petunjuk yang mudah dipahami. Sementara itu, ayat-ayat
Mutasyabih adalah ayat-ayat yang memiliki makna yang lebih kompleks atau bersifat
metaforis, dan mungkin memerlukan interpretasi lebih mendalam untuk memahaminya.

Pentingnya memahami perbedaan antara ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih tidak


hanya terletak pada upaya untuk mengartikan pesan Al-Quran dengan benar, tetapi juga
dalam konteks menjalani kehidupan sehari-hari. Pemahaman yang tepat tentang kedua
jenis ayat ini dapat membantu umat Islam dalam mengambil keputusan yang bijak,
mempraktikkan ajaran agama dengan benar, dan memperdalam pengabdian mereka
kepada Allah.

Namun, perbedaan antara Muhkam dan Mutasyabih juga dapat menimbulkan


tantangan dan kontroversi di kalangan para ulama dan cendekiawan Islam. Beberapa ayat
Al-Quran mungkin menampilkan karakteristik dari kedua kategori, menyebabkan debat
dan interpretasi yang beragam. Oleh karena itu, penting untuk memahami prinsip-prinsip
dan metodologi interpretasi yang digunakan dalam menghadapi ayat-ayat yang bersifat
Mutasyabih.

Dalam konteks latar belakang ini, makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi
konsep Muhkam dan Mutasyabih dalam Al-Quran, menganalisis metodologi interpretasi
yang digunakan oleh para ulama, dan mengidentifikasi implikasi penting dari perbedaan
antara kedua jenis ayat ini dalam praktek keagamaan umat Islam. Melalui penelitian ini,
1
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam memperdalam pemahaman
terhadap teks suci Al-Quran dan membantu umat Islam dalam mengaplikasikan ajaran
agama secara tepat dan benar.

B. Rumusan Masalah

Dari pernyataan di atas, maka dirumuskan masalah berikut ini:

1. Apa yang dimaksud dengan muhkam dan mutasyabih?


2. Bagaimana jenis-jenis muhkam dan mutasyabih?
3. Bagaimana pendapat ulama mengenai ayat-ayat mutasyabih dan muhkam?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Muhkam dan Mutasyabih

Al-Qur`an menampilkan kata “muhkam” yang terkait dengannya sebanyak tiga


kali dalam bentuknya yang berbeda-beda, yaitu “muhkamat (QS. Ali-`imran[3]:7),
uhkimat (QS. Hud[11]: 1), dan muhakkamah (QS. Muhammad [47]: 20). Sementara
kata “mutasyabih” dalam berbagai ragam dan bentuknya dikemukakan sebanyak dua
belas kali yang terpencar dalam beberapa surah dan ayat di dalam Al-Qur`an. Kedua
kata tersebut memiliki beragam arti baik menurut etimologi maupun terminologi.1

Muhkam secara etimologis adalah sesuatu yang tidak ada perselisihan dan kekacauan di
dalamnya, dan ada yang mengatakan bahwa Muhkam ialah sesuatu yang belum menjadi
mutasyabih karena keterangannya sudah tegas dan tidak membutuhkan kepada yang lain.
Muhkam merupakan derivasi dari kata ahkama yaitu atqana. Ahkama al-kalam berarti
mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah.2 Dengan
demikian Muhkam dapat berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan bermaksud
membedakan antara informasi yang hak dan yang bathil, serta memisahkan urusan yang
lurus dari yang sesat.3 Al-qur`an seluruhnya muhkamah, jika yang dimaksud dengan
kemuhkamahannya ialah susunan lafadz al-qur`an dan keindahan nazhamnya, sungguh
sangat sempurna, tidak ada sedikitpun terdapat kelemahan padanya, baik dari segi lafadz
maupun maknanya.4 Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah yakni:

‫ت ِمن لَّ ُد ْن َح ِك ٍيم َخبِ ٍي‬ ِ ْ ‫ُح ِك َم‬


ّ ُ‫ت َء َٰايَتُوُۥ ُُثَّ ف‬
ْ َ‫صل‬ ْ‫بأ‬
ِ
ٌ َ‫الٓر ۚ ك َٰت‬
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (QS. Hud [11] : 1)

1
Usman, Ulumul Qur`An, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 219-220.
2
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur`An, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 93.
3
Usman, Ulumul Qur`An .................................. , hlm. 220.
4
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur`An (Ulum al-Qur`an), (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2010), hlm. 158.

3
Adapun mutasyabih secara etimologis berarti tasyabuh, yakni apabila salah satu
dari dua hal serupa dengan yang lain. Syuhbah ialah keadaan dimana salah satu dari dua
hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena kemiripan di antara keduanya.
Mutasyabih secara bahasa berarti sesuatu yang menyerupai dari segala segi antara satu
dengan yang lain.5 Mutasyabih juga terkadang dipadankan dengan mutamatsil dalam
perkataan dan keindahan. Dengan ungkapan tasyabuh al-kalam dapat diartikan
“kesamaan dan kesesuaian dalam perkataan, karena sebagiannya membenarkan sebagian
yang lain dalam kesempurnaannya dan sesuai pula dengan makna yang
dimaksudkannya.6 Dapat dikatakan bahwa seluruh Al-Qur`an adalah mutasyabihah,
bahwa masing-masing kemutamatsilan (keserupaan atau sebanding) ayat-ayatnya, baik
dalam bidang balaghah maupun dalam bidang i`jaz dan kesulitan kita memperlihatkan
kelebihan sebagian sukunya atau yang lain.7 Dengan pengertian inilah yang dapat kita
ambil berdasarkan firman Allah:

ِ ِ َّ ُ ُ‫ش ِع ُّر ِم ْنوُ جل‬ ََٰ َ‫يث كِ َٰتَبًا ُّمت‬


َ ‫شبِ ًها َّمثَ ِاِنَ تَ ْق‬ ِ ‫َحسن ٱ ْْل ِد‬
‫ني‬
ُ ‫ش ْو َن َربَّ ُه ْم ُُثَّ تَل‬
َ ْ‫ين ََي‬
َ ‫ود ٱلذ‬ ُ َ َ َ ْ ‫ٱ َّّللُ نَ َّز َل أ‬

‫ضلِ ِل ٱ َّّللُ فَ َما لَوُۥ‬ َِّ ‫َ ى َد ٱ‬


َ َ‫ّلل يَ ْه ِد بِ ِوۦ َمن ي‬ ِ ِ
ْ ُ‫شآءُ ۚ َوَمن ي‬ ُ َ ‫ود ُى ْم َوقُلُوبُ ُه ْم إِ َ ََٰل ِذ ْك ِر ٱ َّّلل ۚ ََٰذل‬
ُ ُ‫ُجل‬
ٍ ‫ِمن َى‬
‫اد‬ ْ
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur`an yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit
dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan
Kitab itu dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya, dan barangsiapa yang
disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” (QS. Az-
Zumar [39] : 23)

Secara epistemologi, para ulama berbeda pendapat dalam istilah muhkam dan
mutasyabih. Muhkam yaitu lafadz yang artinya menunjukkan dalalah yang jelas dan
pasti yang tidak memungkinkan untuk menta`wilkannya, ditakhsisikan, ataupun
dinasakh.
5
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur`An , hlm. 93.
6
Usman, Ulumul Qur`An......................., hlm. 221.
7
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur`An (Ulum al-Qur`an, hlm.158

4
Pendapat lain sebagaimana dikutip oleh al-Suyuthi bahwa:

1. Muhkam adalah yang dapat diketahui maksudnya dengan nyata dan jelas
maupun dengan cara ta`wil. Sedangkan mutasyabih adalah sesuatu yang hanya
diketahui oleh Allah seperti kedatangan hari kiamat dan maksud dari huruf-
huruf terpisah yang terdapat pada beberapa awal surah.
2. Muhkam adalah yang tidak dapat dita`wilkan kecuali hanya dengan satu
penta`wilan saja, sedangkan mutasyabih adalah yang mungkin dapat dita`wilkan
dengan banyak penta`wilan.
3. Muhkam adalah ayat yang menerangkan tentang faraidl, ancaman, dan harapan.
Sedangkan mutasyabih adalah tentag ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah-
kisah dan amstal.
4. Muhkam adalah lafadz yang tidak diulang-ulang. Sedangkan mutasyabih adalah
sebaliknya.
5. Muhkamat adalah ayat-ayat yang tidak dinasakh, maka mutasyabihat adalah
ayat-ayat atau ajaran-ajaran yang telah dinasakh.
6. Muhkam adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan halal dan haram, sedangkan
mutasyabih adalah ayat-ayat selain yang berkenaan dengan halal dan haram.8

Dari berbagai macam pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan muhkam adalah kekokohan lafadz ayat dan kemantapannya serta tidak akan
terjadi perselisihan dan kekurangan dalam al-qur`an. Sedangkan yang dimaksud dengan
mutasyabih adalah penyerupaan antara bagian yang satu dari al-qur`an dengan bagian
yang lain dalam hal kebenaran, ketepatan, dan i`jaznya. Lebih jelasnya mutasyabih
adalah sesuatu yang telah diketahui artinya namun mustahil untuk dikatakan
sebagaimana yang dimaklumi, seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat
Allah subhanahu wa ta`aala.9.
B. Macam-macam Muhkam Mutasyabih

Muhkam dan Mutasyabih masing-masing dapat dibagi ke dalam dua kategori,


yaitu :
1. Muhkam

8
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur`An , hlm. 95
9
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur`An ............................... , hlm. 96

5
a. Muhkam li dzatihi, yaitu muhkam yang semata-mata karena arti yang
ditunjukinya itu tidak mungkin dapat dimansukhkan. Misalnya adalah
keharusan beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta`ala semata
dan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah dalam surat al-isra` ayat 23 :

‫َح ُد ُُهَآ أ َْو‬


‫أ‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ِ ‫َ أَََّّل تَ عب ُدٓو۟ا إََِّّلٓ إِ ََّّيهُ وبِٱل َْٰولِ َدي ِن إِح َٰسنًا ۚ إِ َّما ي ب لُغَ َّن ِعن َد َك ٱل‬
‫ْك‬ َ ُّ‫ض َٰى َرب‬
َ َ‫َوق‬
َ ََ َْ َْ ْ َ َ ُْ

ٍّ ‫كِ ََل ُُهَا فَ ََل تَ ُقل ََّّلَُمآ أ‬


‫ُف َوََّل تَ ْن َه ْر ُُهَا َوقُل ََّّلَُما قَ ْوًَّل َك ِرميًا‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah


selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. ”

b. Muhkam li ghairihi, adalah ayat-ayat yang belum dinasakh pada zaman


Rasulullah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Baazdawi dalam Kasyf
al-Asrar yang dikutip oleh al-`Aks, “ yang tidak dinasakh sehingga
terputusnya wahyu dan Nabi telah wafat, maka ini dinamakan muhkam
li ghairihi, jenis ini mencakup al-dzahir, al-nash, al-mufassar, dan al-
muhkam”, karena masing-masing belum terkena nasakh hingga
muhkam yang disebabkan oleh terputusnya kemungkinan adanya
nasakh. Artinya dianggap muhkam ini karena suatu lafadz yang
menunjukkan atas keabadian berlakunya, sehingga tidak dapat
dimansukhkan, atau muhkam karena faktor luar bila tidak dapatnya
lafadz itu dinasakh bukan karena nash atau teks nya itu sendiri tetapi
karena tidak ada nash yang menasakhnya.

6
Contohnya yakni muhkam yang terdapat pada Q.S An-Nur [24]: 4;
۟ َِٰ‫ت ُُثَّ ََل َيْتُ ۟وا ِِبَرب ع ِة ُشه َدآء فَٱجلِ ُدوىم َث‬
ِ َ‫وٱلَّ ِذين ي رمو َن ٱلْم ْحص َٰن‬
‫ني َج ْل َد ًة َوََّل تَ ْقبَ لُوا ََّلُ ْم‬‫ن‬َ
َ ْ ُ ْ َ َ َ َْ َْ َ ُ َُْ َ َ
ٓ۟
َ ِ‫َش ََٰه َد ًة أَبَ ًدا ۚ َوأُوَٰلَئ‬
‫َ ُى ُم ٱلْ ََٰف ِس ُقو َن‬

“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina)


dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk
selama-lamanya.”

Ayat ini menjelaskan bahwa tidak dapat menerima kesaksian orang yang
berbuat jarimah qodzaf untuk selama-lamanya karena pada ayat tersebut
disertai lafadz `abadan (selama-lamanya). Ketentuan tentang lafadz muhkam
bila menyangkut hukum, yakni wajib. Juga tidak pula dipahami dari lafadz
tersebut melalui alternatif lain, serta tidak mungkin pula dinasakh oleh dalil
yang lain.
2. Mutasyabih

a. Mutasyabih ayat yang terdapat dalam lafadz huruf berupa huruf-huruf pada
permulaan beberapa surah dalam Al-Qur`an.
b. Mutasyabih yang terdapat dalam mafhum ayat seperti yang terdapat pada
ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah.10
C. Sebab-sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Al-Qur‟an

Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih tidak dapat diketahui takwilnya
oleh siapapun kecuali Allah sendiri. Mereka menyatakan agar orang-orang tidak mencari-cari
takwilnya dan menyerahkan persoalan itu kepada Allah Swt. Sedangkan orang yang mendalam
ilmunya mereka berkata “Kami mengimaninya, semua datang dari Tuhan kami”. Sebagian
yang lain ada yang beranggapan, bahwa orang-orang yang mendalam ilmunya dapat
mengetahui takwil ayat-ayat mutasyabihat. Mereka mengatakan: pengetahuan Allah mengenai
takwil ayat-ayat mutasyabihat itu dilimpahkan juga kepada orang-orang atau para ulama yang
mendalam ilmunya. Sebab firman Allah yang diturunkan bagi mereka itu adalah pujian, kalau
10
Mawardi Abdullah, Ulumul Qur`An , hlm. 96-97.

7
mereka tidak mengetahui maknanya, berarti mereka tidak berbeda dengan orang awam yang
juga sama tidak faham betul dengan maknanya.

Dalam kaitannya dengan pandangan-pandangan yang telah diketahui dan dikemukankan


oleh para ulama diatas dapat dikatakan, bahwa diantara sebab sebab terjadinya tasyabuh dalam
al qur‟an menurut hasil pengamatan dan penelitian para ulama yaitu disebabkan oleh
kebersembunyian maksud Allah dari kalam-Nya itu. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa
ketersembunyian itu dapat saja kembai kepada kesamaran lafal, kesamaran makna, dan
kesamaran pada lafal dan makna sekaligus. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini dapat
dipelajari sebagai berikut:11
1. Kesamaran pada lafal ayat

Adanya sebagian ayat ayat mutasyabihat didalam al qur‟an disebabkan oleh kesamaran
pada lafal mufrod maupun murakab (yang tersusun dalam kalimat). Yang dimaksud
dengan kesamaran pada lafal mufrad adalah adnya lafal tunggal yang maknanya tidak
jelas, baik disebabkan karena gharib (asing) atau musytarak ( bermakna ganda).
2. Kesamaran pada makna ayat

Kesamaran atau ketersembunyian yang terjadi pada makna ayat, umumnya adalah
berupa ayat ayat mutasyabihat yang berhubungan dengan sifat-sifat Allah.
3. Kesamaran pada lafal dan makna ayat sekaligus

Kesulitan memahami ayat-ayat mutasyabihat karena kesamaran atua ketersembunyian


maksud, dan juga dapat terjadi lafal dan makna secara sekaligus, namun meski demikian
kesulitan tersebut akan dapat teratasi apabila seseorang memiliki „‟sarana‟‟ yang memadai
untuk menyingkap maknanya yang tersirat dibali lafal dan maknanya yang tersurat itu,
sebagai contoh dapat dijumpai dalam firman Allah yaitu al qur‟an surat Al-Baqarah : ayat
189:
۟
‫وت ِمن‬
َ ُ‫ْب ِِبَن ََتْتُوا ٱلْبُ ي‬ ُّ ِ‫ َ ٱل‬ َ ‫َّاس َوٱ ْْلَ ِّج ۗ َولَْي‬ ِ ‫يت لِلن‬
ُ ِ‫َ َع ِن ٱ ْْل َِىلَّ ِة ۖ قُ ْل ِى َى َم ََٰوق‬ َ َ‫يَ ْسَلُون‬
۟ ۟
‫وت ِم ْن أَبْ ََٰوِِبَا ۚ َوٱتَّ ُقوا ٱ َّّللَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬ َّ ِ‫ظُ ُهوِرَىا َوَٰلَ ِك َّن ٱل‬
َ ُ‫ْب َم ِن ٱتَّ َق َٰى ۗ َوأْتُوا ٱلْبُ ي‬

11
Usman, Ulumul Qur`An , hlm. 237

8
„‟Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebaktian itu adalah kebaktian orang yang bertakwa, dan

masuklah kerumah rumah itu dari pintu pintunya dan bertakwalah kepada allah agar
kamu beruntung‟‟.
Dalam hubungannya kesamaran pada ayat-ayat tersebut, terdapat lima aspek yang terkait
dengan hal itu, yaitu:
1. Aspek kuantitas, baik yang berkaitan dengan masalah masalah yang umum maupun
yang khusus.
2. Aspek cara (Al Kaifiyah) yang termasuk dalam kategori ini adalah mengenai cara
melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh agama atau kelaksanakan
kesunahan.
3. Aspek waktu, dalam hal ini kesamaran atau ketersembunyian terletak pada
keumuman dari petunjuk yang dibawakan oleh ayat al Qur‟an itu sendiri.
4. Aspek tempat hal ini terkait erat dengan ketersembunyian atau kesamaran lafal dan
makna yang terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat.
5. Aspek syarat adalah syarat dalam melaksanakan suatu kewajiban, baik mengenai
ibadah maupun mu‟amalah tidak dirinci dalam ayat ayat tersebut.12
D. Pandangan dan Sikap Ulama‟ Dalam Menghadapi Ayat Mutasyabihat

Banyak terjadi pro dan kontra diantara para ulama‟ mengenai ayat-ayat mutasyabihat
yang berasal dari cara memahami firman Allah SWT:

‫ين ِِف قُلُوِبِِ ْم‬ ِ َّ ٌ ‫شبِ ََٰه‬


َ ‫ت ۖ فَأ ََّما ٱلذ‬ ََٰ َ‫ب َوأُ َخ ُر ُمت‬ ِ ‫ت ى َّن أ ُُّم ٱل‬
ِ َ‫ْك َٰت‬ ٌ َ‫ب ِم ْنوُ َء َٰاي‬
ُ ٌ ‫ت ُُّّْم َك ََٰم‬
ِ َ ‫ىو ٱلَّ ِذ ٓ أَنز َل َعلَي‬
َ َ‫َ ٱلْك َٰت‬ ْ َ َُ
‫شبَوَ ِم ْنوُ ٱبْتِغَآ َء ٱل ِْف ْت نَ ِة َوٱبْتِغَآ َء ََتْ ِويلِ ِوۦ ۗ َوَما يَ ْعلَ ُم ََتْ ِويلَٓوُۥ إََِّّل ٱ َّّللُ ۗ َوٱ ََّٰلر ِس ُخو َن ِِف ٱل ِْعل ِْم‬ََٰ َ‫َزيْ ٌغ فَ يَ تَّبِعُو َن َما ت‬

‫ب‬ِ َ‫ند َربِّنَا ۗ َوَما يَ َّذ َّك ُر إََِّّلٓ أ ُ۟ولُ ۟وا ٱ ْْلَل َْٰب‬
ِ ‫ي ُقولُو َن ءامنَّا بِ ِوۦ ُكلٌّ ِمن ِع‬
ّْ ََ َ

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-qur`an) kepada kamu. Di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-qur`an dan yang lain (ayat-
ayat) mutasyabihaat. Adapun orang-orang yang hatinya condong kepada kesesatan,

12
Usman, Ulumul Qur`An , hlm. 238

9
maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta`wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahuinya melainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata :
“kami beriman kepada ayat- ayat yang mutasyabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.” Dan tidak mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali Imran: 7)

Madzhab Ulama‟ Salaf mengatakan bahwa ayat mutasyabih itu tidak dapat diketahui
takwilnya oleh siapapun kecuali Allah sendiri, serta diwajibkan atas setiap orang agar tidak
mencari takwilnya dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. orang-orang berilmu
mendalam hanya berkata: “Kami mengimaninya, semuanya datang dari Tuhan kami”.13

Menurut madzhab ini, waqaf dalam ayat tersebut terletak pada lafal ُ‫َو َما يَ ْعلَ ُم ت َأ ْ ِويلَهۥُ ِإ اَّل ٱ اّلل‬
karena tidak ada yang mengetahuinya selain Allah SWT. Begitupula, pada lafal ‫لر ِس ُخونَ فِى ٱ ْل ِع ْل ِم‬ ‫َوٱ َّٰ ا‬
‫يَقُولُونَ َءا َمناا ِب ِهۦ‬ adalah huruf Isti‟naf (permulaan). Sehingga, orang-orang berpengetahuan
mendalam pun tidak mampu mengetahui takwil ayat-ayat mutasyabihat itu, namun cukup dengan
menyerahkan maknanya kepada Allah SWT.

Berbeda dengan madzhab ulama khalaf yang berpendapat, bahwa waqafdalam ayat Ali
Imran: 7 pada lafal ‫لر ِس ُخونَ فِى ٱ ْل ِع ْل ِم يَقُولُونَ َءا َمناا بِ ِهۦ‬
‫ َوٱ َّٰ ا‬. Jadi, selain Allah swt, orang-orang yang
berilmu mendalam juga dapat mengetahui takwilnya. Adapun huruf ‫( و‬wawu) pada ayat
‫ ٱ َّٰ ا‬di athafkan kepada lafal
tersebut berkedudukan sebagai huruf athat, oleh karena itu َ‫لر ِس ُخون‬
Allahpada kalimat sebelumnya. Pendapat ini diperjelas lagi oleh Abu Ishaq Al-Shirazi yang
mengatakan “Bahwa pengetahuan Allah mengenai takwil ayat-ayat mutasyabihat itu, juga
dilimpahkan-Nya kepada para ulama yang berilmu mendalam. Karena, apabila mereka
dianggap tidak mengetahui maknanya berarti mereka dianggap tidak mengetahui maknanya
berarti mereka sama dengan orang awam”.14
Mujahid dan sahabat-sahabatnya cenderung kepada pendapat ini, termasuk al-Nawawi
yang berpendapat bahwa “pendapat ini lebih layak diterima, sebab tidak mungkin Allah akan
mengkhitab hamba-Nya dengan sesuatu yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya”. Madzhab
khalaf berpendapat, bahwa hal yang seharusnya dilakukan dalam memahami ayat mutasyabihat

13
Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran, (Beirut: Dar al-ilmi li al-Milayin, 1972), hlm. 283
14
Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran. , hlm. 281

10
yakni dengan memalingkan lafal yang menyebabkan kebingungan bagi umat manusia,
sehingga tidak dibiarkan “terlantar” tidak bermakna. Selama ayat- ayat tersebut memungkinkan
untuk ditakwilkan dengan makna yang benar dan rasional, maka bagi orang-orang berilmu
mendalam tidak ada halangan untuk menakwilkan ayat tersebut.15 Karena tidak ada satupun
ayat di dalam al-Quran yang tidak mungkin tidak diketahui maksudnya. 16
Selain itu, ada pula madzhab yang menengahi keduanya, yakni madzhab yang
dipelopori oleh al-Raghib al-Ashfahaniy. Ia membagi ayat-ayat mutasyabihat menjadi tiga,
yakni:
1. Ayat-ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikat maknanya kecuali oleh Allah.Misal:
Saat tibanya hari kiamat, makna dari kata ‫ داﺑﺔ ﻣﻦ اﻻرض‬, dan sebagainya.
2. Ayat-ayat mutasyabih yang dapat diketahui maknanya oleh manusia melalui berbagai
sarana.Misal: Lafal-lafal asing dan hukum-hukum yang tertutup.

3. Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui maknanya oleh orang-orang yang
memiliki ilmu mendalam, seperti yang diisyaratkan oleh Rasulullah, yakni Ibnu Abbas.
“Yaa Allah berikanlah ilmu yang mendalam mengenai ilmu agama, dan limpahkanlah
pengetahuan tentang takwil kepadanya”.17

E. Hikmah Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Hikmah ayat-ayat muhkamat, yaitu :

1. Menjadikan kemudahan bagi manusia untuk mengetahui arti dan


maksudnya pada ayat-ayat muhkamat
2. Mendorong umat Islam untuk segera mengamalkan isi kandungan al- Qur‟an, karena
lafadz ayat-ayat-Nya telah mudah diktahui dan dipahami.
3. Menjadi rahmat bagi manusia khususnya orang yang lemah dalam berbahasa arab.18

Hikmah ayat-ayat mutasyabihat, yaitu:

1. Menunjukan kemukjizatan al-Qur‟an dan ketinggian satra serta balaghagnya, agar

15
Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran........................., hlm. 281
16
Muhammad „Abd „Azhim alpZarqaniy, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, j. 11(t.tp:al-Babi al- Halabi, t.th), hlm. 270.
17
Shubhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran........................., hlm. 282-283.
18
Muhammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Quran (Praktis Dan Mudah), (Yogyakarta: Teras, 2013), Hlm. 82.

11
manusia menyadari sepenuhnya bahwa al-Qur‟an merupakan wahyu ilahi.
2. Ujian pada umat manusia, apakah dengan adanya ayat-ayat mutasyabihat manusia masih
tetap beriman atau tidak.
3. Menambah pahala bagi yang benar benar mengkajinya, sebab semakin sulit pekerjaan,
semakin pula besar pahalanya.
4. Memperlihatkan kelemahan akal manusia agar manusia tidak sombong.

5. Mendorong umat Islam untuk giat belajar dan tekun, meneliti serta bertindak menalar.19

19
Muhammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Quran (Praktis Dan Mudah) , Hlm. 82.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari
ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan
mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan
keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya

Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Imam Ar-
Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur‟an menyatakan bahwa sebab adanya
kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja,
kesamaran dari aspek maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.

Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat Al-Qur‟an
terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian
ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur‟an mutasyabihat, niscaya akan padamlah
kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
saran dan kritikan yang membangun sangat dibutuhkan untuk penulisan yang lebih baik
kedepannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mawardi. “Ulumul Qur‟an.” Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Al-Shalih, Shubhi. “Mabahits fi „Ulum al-Quran, cet XVI.” Dar al-„ilm li al-malayin, Beirut,

1985.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. “Ilmu-ilmu al-Qur‟an: Ilmu-ilmu pokok Dalam

Menafsirkan Al-Qur‟an.” Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002.

Rahmawati, Mohammad Gufron. “Ulumul Qur‟an: Praktis dan Mudah.” Yogyakarta: Teras,

2013.

Usman. Ulumul Qur‟an. Yogyakarta: Teras, 2009.

Zurqani, Muhammad Abd al-Azim al-. Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur‟an. Dar Ihya al-Kutub

al-Arabiyah, 1918.

14

Anda mungkin juga menyukai