Anda di halaman 1dari 14

URGENSI MEMPELAJARI MUH{KAM DAN MUTASHABBIH

Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
`ulu>m al-qur’a>n

Oleh:

MUHAMMAD LUQMAN HAKIM AL QINDI (07020322061)


MUHAMMAD SYAHDAN AL GHONY (07040322117)

Dosen Pengampu:

DR. HJ. KHOIRUL UMAMI, M.AG

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

SURABAYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia yang tak terhingga kepada hamba-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah “Muḥkam dan mutashabbih dan Urgensi
Mempelajarinya” dengan tepat waktu. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi
tugas matakuliah ‘Ulum al-Qur’a<n. Selama proses pengerjaan makalah ini,
penyusun mendapatkan banyak bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak.
Para penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam kepada
Dr. Hj. Khoirul Umami, M.Ag selaku dosen pengampu matakuliah ‘Ulu<m al-
Qur’a<n dan teman-teman yang selalu memberi semangat serta motivasi untuk
menyelesaikan pembuatan makalah. Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk pengembangan
makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan yang
lebih luas bagi para pembaca.

Surabaya, 15 Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................
C. Tujuan Penelitian...............................................................................................................
BAB II KEGUNAAN MEMPELAJARI MUḤKAM DAN MUTASHABBIH ..........................
A. Pengertian Muḥkam dan Mutashabbih .............................................................................
B. Pendapat Ulama’ terhadap Muḥkam dan Mutashabbih.....................................................
C. Urgensi Mempelajari Muḥkam dan Mutashabbih..............................................................
BAB III.....................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al Qur’an adalah kitab suci yang menggunakan bahasa arab. Dalam
memahami bahasa arab, seseorang harus menguasai beberapa ilmu alat seperti
nahwu, sharaf dan sejenisnya. Namun, sebagaimana yang kita ketahui, bahwa Al
Qur’an adalah Kalamullah. Dalam artian, gaya bahasa yang digunakan dalam Al
Qur’an sangat tinggi sehingga kemungkinan untuk memahaminya sedikit susah.
Hal tersebut menyebabkan pada kebutuhan orang awam terhadap penafsiran para
mufassir agar dapat memahami makna Al Qur’an dengan benar.
Untuk menafsirkan Al Qur’an, para mufassir dituntut agar mampu
menguasai ulumul Qur’an dan seluruh ilmu alat yang dapat digunakan untuk
menafsirkan ayat Al Qur’an. Pada aspek ulumul Qur’an, terdapat 4 hal yang
menjadi pembahasan utama, salah satunya adalah kajian teks. Pembahasan
tersebut fokus pada kajian makna Al Qur’an. Makna yang dimaksud yakni makna
secara internal atau tidak keluar dari lafadz. Berbeda dengan kajian konteks, salah
satu pembahasan ulumul Qur’an, yang lebih memahami Al Qur’an secara
eksternal atau keluar dari lafadz.
Dalam pembahasan kajian teks melingkupi beberapa hal, salah satunya
muḥkam dan mutashabbih. Pengertian kedua hal tersebut berbeda-beda menurut
para ulama’. Pada umumnya, muḥkam adalah ayat yang mudah dipahami tanpa
memerlukan penafsiran yang mendalam. Sedangkan mutashabbih adalah ayat
yang dipahami dengan memerlukan penafsiran yang mendalam. Secara garis
besar, ayat muḥkam lebih mudah dipahami daripada ayat mutashabbih.
Pembahasan yang meliputi pengertian, perbedaan dan lain-lain akan dibahas lebih
jauh dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian muḥkam dan mutashabbih?

2. Apa urgensi mempelajari muḥkam dan mutashabbih?

3. Bagaimana tanggapan Ulama’ terhadap muḥkam dan mutashabbih?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian muḥkam dan mutashabbih.

2. Untuk mengetahui urgensi mempelajari muḥkam dan mutashabbih.

3. Untuk mengetahui tanggapan Ulama’ terhadap muḥkam dan mutashabbih.


BAB II
KEGUNAAN MEMPELAJARI MUḤKAM DAN
MUTASHABBIH

A. Pengertian Muḥkam dan Mutashabbih


Pengertian muḥkam dan mutashabbih dibagi mejadi dua pengertian,
yaitu pengertian secara umum dan khusus. Menurut bahasa mu{hkam berasal
berasal dari kata hakama dengan pengertian mana'a yaitu melarang untuk
kebaikan. Kata al-hukm berarti memutuskan antara dua hal atau perkara. Maka
hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan antara dua
pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang hak dengan yang batil
dan antara kebenaran dan kebohongan.1 Muḥkam berarti sesuatu yang
dikokohkan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan
memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari
yang sesat. Jadi, kalam mu{hkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya.
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Qur’an bahwa seluruhnya adalah
mu{hkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya dalam al-qur’an surah
Hud. 2

‫اۤلٰر ۗ ِكٰت ٌب ُاْح ِكَم ْت ٰاٰيُته َّمُث ُفِّصَلْت ِم ْن َّلُد ْن َح ِكْيٍم َخ ِبْي‬
Alif Lam Ra. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian
dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana,
Mahateliti.3

Adapun mutashabbih secara bahasa berarti tashabbuh, yakni bila


salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Kata shubhat adalah
merupakan keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan
dari yang lain karna adanya kemiripan di antara keduanya secara kongkrit

1
Diah Rusmala Dewi and Ghamal Sholeh Hutomo, “Hikmah dan Nilai-nilai Pendidikan Adanya
Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dalam Al-Qur’an,” ISLAMIKA 2, no. 1 (January 31,
2020): 65.
2
Yunahar Ilyas, Kuliah ulumul Qurʾan, Cetakan II. (Yogjakarta: ITQAN Publishing, 2013), 190.
3
Alquran, 11:1
maupun abstrak. Dikatakan pula mutashabbih adalah mutamathil (sama)
dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tashabuh al-kalam adalah kesamaan dan
kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagian yang lain. 4
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Qur’an seluruhnya adalah
mutashabbih, sebagaimana ditegaskan dalam al quran surah az zumar.5
‫ِل‬ ‫ِذ‬ ‫ِع ِم‬ ‫ِد ِث ِك‬ ‫ّٰل‬
‫َال ُه َنَّزَل َاْح َسَن اَحْل ْي ٰت ًبا ُّم َتَش اًهِبا َّم َثاِن َتْق َش ُّر ْنُه ُج ُلْو ُد اَّل ْيَن ْخَيَش ْو َن َرَّبُه ْم ۚ َّمُث َت ُنْي‬
‫ِم‬ ‫ِل ّٰل‬ ‫ّٰلِه ِد ِب‬ ‫ِا ِذ ّٰلِه ِل‬
‫ُج ُلْو ُدُه ْم َوُقُلْو ُبُه ْم ىٰل ْك ِر ال ۗ ٰذ َك ُه َد ى ال َيْه ْي ه َمْن َّيَش ۤاُءۗ َوَمْن ُّيْض ِل ال ُه َفَم ا َله ْن‬
‫اٍد‬
‫َه‬
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang
serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka
ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa dibiarkan sesat
oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.

Dari pernyataan yang telah dipaparkan, dapat dipahami bahwa


sebagian kandungan al-Qur;an serupa dengan sebagian yang lain dalam
kesempurnaan dan keindahannya. Sebagian juga membenarkan sebagian yang
lain serta sesuai pula maknanya. Inilah yang dimaksud dengan al-tashabuh
al-‘am atau mutashabbih dalam arti yang umum.6
Uraian yang telah dipaparkan sebelumnya adalah pengertian muḥkam
dan mutashabbih dalam arti yang umum. Sedangkan dalam pengertian yang
khusus terdapat perbedaan pendapat. Menurut istilah, para ulama berbeda-beda
dalam memberikan pengertian muḥkam dan mutashabbih, yakni sebagai
berikut:7
1. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin tela
dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafaz} mutashabbih termasuk
adalah lafal yang samar maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau
oleh akal pikiran manusia atau tidak tercantum dalam dalil-dalil nas (teks
dalil-dalil), sebab lafa{z mutashabbih termasuk hal-hal yang artinya hanya

4
Ibid., 191.
5
Alquran, 39:23
6
Ibid.
7
Ahmad Zuhdi et al., Studi Al Qur’an (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2021), 146.
diketahui oleh Allah. Contoh; peristiwa datangnya hari kiamat dan huruf-
huruf muqatta’ah pada awal surat Al-Qur’an. pendapat ini dianut oleh al-
Alusiy dan golongan Hanafiyah.
2. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang diketahui maknanya, baik karena memang
sudah jelas artinya maupun karena dengan ditakwilkan. Sedangkan lafaz}
mutashabbih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli oleh
Allah SWT, manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contoh; terjadinya
hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf muqatta’ah. Pendapat ini
dipilih oleh kelompok ahl al-sunnah.
3. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali hanya dari
satu arah atau satu segi saja. Sedangkan lafaz} mutashabbih adalah lafal yang
artinya dapat ditakwilkan dalam beberapa arah atau segi, karena memiliki
banyak makna. Misalnya; makna surga, neraka, dan sebagainya. Pendapat
ini dinisbahkan kepada Ibn ‘Abbas r.a dan mayoritas ulama ahli Usul al-
Fiqh.
4. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan
sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafaz}
mutashabbih adalah lafal yang tidak bisa berdiri sendiri, dan membutuhkan
penjelasan, karena adanya bermacam-macam takwilan terhadap lafal
tersebut. Misalnya; lafal yang bermakn ganda (lafaz} mushtarak), lafal yang
asing (gharib), lafal yang berati lain (lafaz} majaz), dan sebagainya.
Pendapat ini dianut oleh Imam Ahmad bin Hanbal.
5. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang tepat susunan dan rangkaiannya, sehingga
mudah dipahami arti dan maksudnya, sedangkan lafaz} mutashabbih adalah
lafal yang makna dan maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia,
kecuali jika disertai dengan adnya tanda-tanda atau isyarat yang
menjelaskannya. Contohnya; lafal yang mushtarak, mutlaq, khafi (samar),
dan sebagainya. Pendapat ini dianut oleh Imam al-Haramayn.
6. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak
mengakibatkan kemushkilan dan kesusahan arti. Sebab lafaz} mu{hkam itu
diambil dari lafaz} ihkam (ma’khudh al-ihkam) yang berarti baik atau bagus.
Contohnya seperti yang zahir, lafal yang tegas dan sebagainya. Sedangkan
lafa{z mutashabbih ialah sebaliknya, yakni yang sulit dipahami, sehingga
mengakibatkan kemusykilatan atau kesukaran. Contohnya seperti lafal
mushtarak, mutlaq, dan sebagainya. Pendapat ini diusung oleh sebagian
ulama muta’akhkhirin akan tetapi asalnya dari Imam al-Tibiy.
7. Lafaz} muḥkam adalah lafal yang petunjuknya kepada sesuatu makna itu
kuat, seperti lafal pada nas atau yang jelas dan sebagainya. Sedangkan lafaz}
mutashabbih ialah lafal yang petunjuknya tidak kuat, seperti lafal yang
global, yang mushkil,yang harus ditakwili, dan sebagainya. Pendapat ini
dianut oleh Imam Fakhr al-Din al-Raziy.
Jika semua definisi muḥkam tersebut dirangkum, maka pengertian
muḥkam adalah lafal yang artinya dapat diktahui dengan jelas dan kuat secara
berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak ada
kemushkilan, pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan dengan
mudah. Sedangkan pengertian mutashabbih adalah lafal yang artinya samar,
sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia karena memuat takwil yang
bermacam-macam, tidak dapat berdiri sendiri karna susunan tertibnya kurang
tepat, sehingga menimbulkan kesulitan, cukup diyakini adanya dan tidak perlu
diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli oleh Allah SWT.8

B. Pendapat Ulama’ terhadap Muḥkam dan Mutashabbih


Permasalahan tentang pemahaman ayat mutashabbih dapat dipahami
oleh manusia atau tidak menimbulkan banyak perbedaan pendapat di kalangan
ulama’. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa ayat mutashabbih hanya diketahui
oleh Allah SWT sedangkan seluruh manusia tidak dapat memahaminya.

8
Ibid., 148.
Pendapat ini berasal dari kebanyakan sahabat, tabi’in dan tabi’it
tabi’in dan di ikuti oleh golongan ahlusunnah wa al-jamaah. Pendapat yang
lain mengatakan bahwa ayat mutashabbih dapat dipahami oleh beberapa
manusia yang memiliki ilmu yang mendalam. Pendapat ini di pelopori ahli
tafsir dari kalangan tabi’in yang bernama Mujahid.9 Perbedaan pendapat
tersebut merujuk pada perbedaan pemahaman terhadap QS. Ali Imran ayat 7:10
‫َّلِذ‬ ‫ِب‬ ‫ِك ِب‬ ‫ِك ِم‬ ‫َّلِذ ْٓي‬
‫ُه َو ا َاْنَزَل َعَلْيَك اْل ٰت َب ْنُه ٰاٰيٌت ْحُّمَك ٰم ٌت ُه َّن ُاُّم اْل ٰت َوُاَخ ُر ُم َتٰش ٰه ٌت ۗ َفَاَّم ا ا ْيَن ْيِف‬
‫ِا ّٰل‬ ‫ِل‬ ‫ِم ِت ِف ِة ِت‬ ‫ِهِب‬
‫ُقُلْو ْم َزْيٌغ َفَيَّتِبُعْو َن َم ا َتَش اَبَه ْنُه اْب َغۤاَء اْل ْتَن َواْب َغۤاَء َتْأِوْي ۚه َوَم ا َيْع َلُم َتْأِوْيَله اَّل ال ُه‬
‫ۘ الَّراِس ُخ َن ىِف اْلِعْلِم ُق ُل َن ٰا َّنا ِبۙه ُك ٌّل ِّم ِعْنِد ِّبَناۚ ا َّذَّك ِآاَّل ُاوُلوا اَاْلْل اِب‬
‫َب‬ ‫َر َوَم َي ُر‬ ‫ْن‬ ‫َي ْو ْو َم‬ ‫ْو‬ ‫َو‬
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara
(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan
yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutash<abih daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal .

Tokoh sahabat seperti Ubay ibn Ka’ab, Ibn Mas’ud, Ibn Abbas dan
sejumlah sahabat lainnya, tabi’in dan ahlusunnah berpendapat bahwa waw pada
kalimat “war-rasikhuna fil ‘ilmi yaquluna amanna bihi” adalah waw isti’naf.
Pendapat ini didukung oleh hadits yang di keluarkan Abdurrazzak dalam
tafsirnya dan Hakim dalam kitab Mustadrak yang berasal dari Ibn Abbas
bahwa ia membaca “wama ya’lamu ta’wilahu illallah, wayaqulur rosikhuna fil
‘ilmu amanna bihi”.11 Pendapat kedua mengatakan makna ayat mutash<abih
dapat diketahui oleh orang yang mendalam ilmunya beralasan bahwa waw
yang ada pada kalimat “warrasikhuna fil ‘ilmi” adalah “waw athaf” bukan
“waw isti’naf ” yang di athaf kan pada kalimat sebelumnya yaitu kalimat
“illallah” dan kalimat “ya quluna” menjadi “Hal”.

9
Amroeni Drajat, Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Prenada Media, 2017), 86.
10
Alquran, 3:7
11
Syamsu Nahar, “KEBERADAAN AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH DALAM AL-
QURAN” (2016): 6.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat diambil sebuah inti bahwa
hanya Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya yang mengetahui makna
ayat mutashabbih Secara umum, banyak ulama’ yang menyutujui atau
mengikuti pendapat yang kedua. Diantara ulama’ tersebut yakni Imam Abu
Hasan al-Asy’ari, begitu juga Abu Ishaq asy-Syairazi dan diperkuat oleh
pendapatnya dengan mengatakan bahwa pengetahuan Allah terhadap ayat-ayat
mutash<abih itu dilimpahkan juga kepada para ulama yang mendalam
ilmunya, sebab firman yang di turunkan-Nya itu adalah pujian bagi mereka.
Jika mereka tidak mengetahui maknanya, maka mereka sama dengan orang
awam.
Imam Nawawi juga menyatakan bahwa pendapat yang kedua yang
lebih benar. Sebagaimana perkataan yang pernah diucapkan bahwa pendapat
kedua yang paling sahih, karena tidak mungkin Allah menyeru hamba-
hambanya dengan sesuatu yang tidak dapat diketahui maksudnya oleh
mereka.12 Dalam mayoritas ulama’ yang lebih setuju pada pendapat yang
kedua, ar-Raghib al-Asfahani justru mengambil jalan tengahnya yaitu dengan
membagi ayat mutash<abih kepada tiga bagian:13
1. Lafaz ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikatnya, hanya Allah yang
dapat mengetahuinya, seperti waktu tibanya hari kiamat, kalimat
da>bbatul ardhi (binatang yang akan keluar menjelang hari kehancuran
alam).
2. Ayat mutashabbih yang dengan berbagai sarana manusia dapat mengetahui
maknanya, seperti mengetahui makna kalimat yang gharib dan hukum
yang belum jelas.
3. Ayat mutashabbih yang khusus dapat diketahui maknanya oleh orang
orang yang ilmunya mendalam dan tidak dapat diketahui orang-orang
selain mereka.
C. Urgensi Mempelajari Muḥkam dan Mutashabbih

12
Ibid.
13
Ibid., 8.
Al-Qur’an berfungsi sebagai bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk).
Di dalamnya memuat ayat yang tersurat atau mu{hkam. Selain itu, al-Qur’an
juga berfungsi sebagai mukjizat dan kitab sastra terbesar sepanjang sejarah
manusia yang memuat ayat tersirat atau mutashabbih dan tidak akan habis-
habisnya untuk dikaji dan diteliti. Ayat-ayat muḥkam dan mutashabbih adalah
dua hal yang saling melengkapi dalam al-Quran. 14 Terdapat beberapa urgensi
mempelajari ayat muḥkam dan mutashabbih, diantaranya:

1. Menambah pahala bagi orang yang berusaha lebih banyak mengungkap


maksud sebuah ayat al-Qur’an.
2. Menyadarkan manusia bahwa mereka memiliki akal yang lemah15
3. Seandainya seluruh al-Qur’an muḥkam, niscaya hanya ada satu mazhab.
Selanjutnya hal itu akan mengakibatkan para penganut mazhab tidak mau
menerima dan memanfaatkannya. Tetapi karena al-Qur’an mengandung
muḥkam dan mutashabbih maka masing-masing dari penganut mazhab
mempunyai andil untuk memikirkannya. Lebih dari itu jika mereka terus
menggalinya maka pada akhirnya ayat-ayat yang muhkam bisa menjadi
penafsir bagi ayat-ayat yang mutash<abih.16
4. Memberikan sebuah pembuktian kepada manusia bahwa al-Qur’an adalah
sebuah mukjizat.
5. Memudahkan untuk menghafal dan menjaga al-Qur’an.

14
Dewi and Hutomo, “Hikmah dan Nilai-nilai Pendidikan Adanya Ayat-ayat Muhkamat dan
Mutasyabihat dalam Al-Qur’an,” 78.
15
Eep Saefullah, Muhkam dan Mutasyabih, preprint (Open Science Framework, February 4,
2021), 7, accessed May 15, 2023, https://osf.io/qdz6c.
16
Muhamad Turmuzi and Fatia Inast Tsuroya, “Studi Ulumul Qur’an: Memahami Kaidah
Muhkam-Mutasyabih dalam Al- Qur’an” 2, no. 2 (n.d.): 467.
BAB III
PENUTUP

Muḥkam dan mutashabbih termasuk salah satu komponen yang harus dipelajari
dalam proses pembelajaran Ulum Al-Qur’an karena kedua hal tersebut merupakan
bagian yang sangat penting untuk diketahui dalam menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an. Selain itu, dengan mengetahui muḥkam dan mutashabbih dapat
mempermudah dalam memahami makna dan maksud ayat serta sasaran obyek
yang ditujudalam sebuah ayat, sehingga dapat dengan mudah menafsirkan ayat-
ayat sesuai dengan kondisi dan kisah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Adanya pengklasifikasian muḥkam dan mutashabbih ini, disebabkan karena
proses pewahyuan Al-Qur’an yang dilakukan secara tidak langsung seketika atau
bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Diah Rusmala, and Ghamal Sholeh Hutomo. “Hikmah dan Nilai-nilai
Pendidikan Adanya Ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dalam Al-
Qur’an.” ISLAMIKA 2, no. 1 (January 31, 2020): 63–83.

Drajat, Amroeni. Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Prenada


Media, 2017.

Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qurʾan. Yogjakarta: Itqan Publishing, 2013.

Nahar, Syamsu. “Keberadaan Ayat Muhkam Dan Mutasyabih Dalam Al-Quran”


(2016).

Saefullah, Eep. Muhkam dan Mutasyabih. Preprint. Open Science Framework,


February 4, 2021. Accessed May 15, 2023. https://osf.io/qdz6c.

Turmuzi, Muhamad, and Fatia Inast Tsuroya. “Studi Ulumul Qur’an: Memahami
Kaidah Muhkam-Mutasyabih dalam Al- Qur’an” 2, no. 2 (n.d.).

Zuhdi, Ahmad, Suqiyah Musafa’ah, Abd Kholid, Muflikhatul Khoiroh, and Abid
Rohman. Studi Al Qur’an. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2021.

Anda mungkin juga menyukai