Anda di halaman 1dari 11

0

AL-MUKAM WA AL-MUTASYA>BIH

Dipresentasikan dalam Seminar Kelas Semester I Non Reguler


Pada Matakuliah “Ulum al-Qur’an”
Pascasarjana (S2) UIN Alauddin Makassar

Oleh;
Yusri
NIM: 80600221042

Dosen Pemandu;
Dr. H. Muhammad Irham, M.Th.i.
Dr. Firdaus, M. Ag.

PROGRAM PASCASARJANA (S2)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2022/2023
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah swt. menurunkan Al-Qur’an kepada hamba-Nya agar ia menjadi pemberi

peringatan bagi semesta alam. Allah menanamkan di dalam diri setiap manusia

akidah yang benar dan prinsip yang lurus dalam ayat-ayat-Nya yang tegas. Itu

semua adalah bentuk karunia Allah kepada manusia, yang dimana ia menetapkan

bagi mereka pokok-pokok agama untuk menyelamatkan akidah mereka dan

menerangkan jalan lurus yang mereka harus tempuh.

Pokok-pokok agama sudah dijelaskan dalam al-Qur’an dan terdapat

dibeberapa tempat ayat dan surah yang terkadang dijelaskan dengan lafadz,

ungkapan dan ushlub (gaya Bahasa) yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu,

yang dimana sebagiannya serupa dengan sebagian yang lain tetapi maknanya cocok

dan serasi yang tidak ada kontradiktif di dalamnya.

Ayat-ayat dalam al-Qur’an ada yang bersifat umum dan samar-samar

(mutasyabih) yang dimana memberikan peluang bagi para penuntut ilmu untuk

mengembalikan kepada yang tegas (muhkam) dengan cara mengembalikan masalah

cabang ke masalah pokok dan mengembalikan masalah yang partikal (juz’i) kepada

yang bersifat universal (kulli)

Dari uraian di atas, maka penulis dapat menarik pembahasan tentang al-

Muhkam dan al-Mutasya>bih dalam al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Bagaimana pengertian muhkam dan mutasya>bih dalam al-Qur’an?


2

2. Bagaimana pandangan ulama tentang mutasya>bih dalam al-Qur’an?

3. Apa hikmah keberadaan muhkam dan mutasya>bih dalam al-Qur’an ?


3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasya>bih

Secara etimologi kata muhkam adalah sesuatu yang tidak ada perselisihan

dan kekacauan di dalamnya. Muhkam merupakan derivasi dari kata ahkama yaitu

atqana. Ahkama al-qalam berarti mengokohkan perkataan dengan memisahkan

berita yang benar dari yang salah. Dengan demikian muhkam dapat berarti

sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih dan bermaksud membedakan antara

informasi yang haq dan yang bathil, serta memisahkan urusan yang lurus dari

yang sesat.1

Dengan pengertian inilah Allah mensifati al-Qur’an bahwa seluruhnya

adalah muhkam sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam firmannya:


2
‫ت ِم ْن لَ ُد ْن َح ِكي ٍم َخبِ ٍري‬
ْ َ‫صل‬
ِّ ُ‫ت آيَاتُهُ مُثَّ ف‬ ِ ‫الر كِتَاب‬
ْ ‫ُأحك َم‬
ْ ٌ
Terjemahnya:
“Alif La>m Ra>. (inilah) kitab yang ayat-ayatnya di muhkamkan, dikokohkan
kemudian dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan ) dari sisi Allah Yang
Maha Bijaksana, Mahateliti.”
Jadi al-Qur’an itu seluruhnya muhkam. Maksudnya kata-katanya kokoh,

fasih (indah dan jelas) dan membedakan antara yang haq dan yang bathil dan

yang benar dan yang salah. Inilah yang dimaksud dengan al-Ihkam al-‘umm atau

muhkam dalam arti umum.3

1
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet.XVII (Bogor: Litera
AntarNusaUlum, 2017) h, 305
2
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an al-Kari>m dan Terjemahnya, Cet.I
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2019), h. 221
3
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet.XVII (Bogor: Litera
AntarNusaUlum, 2017) h, 305, Lihat juga Teungku Muhammad Hasbi ash_Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-
Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), cet. III (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009) h. 157
4

Adapun mutasya>bih secara etimologi berarti tasyabuh, yakni apabila salah

satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syuhbah adalah keadaan yang dimana

salah satu dari dua hal serupa tidak dapat dibedakan dari yang lain karena

kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. 4dengan ungkapan

tasya>buh al-qalam dapat diartikan “kesamaan dan kesesuaian dalam perkataan,

karena sebagiaanya membenarkan sebagian yang lain dalam kesempurnaannya

dan sesuai pula dengan makna yang dimaksudkannya. 5

Dengan pengertian inilah Allah mensifati al-Qur’an bahwa seluruhnya itu

mutasya>bih, sebagaimana ditegaskan dalam firmannya:


6 ِ ‫اللَّه نََّز َل َأحسن احْل ِد‬
(......َ ‫يث كِتَابًا ُمتَ َشاهِبًا َمثَايِن‬ َ ََ ْ ُ
Terjemahnya:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Qur’an yang
serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang”
Maksud dari al-Qur’an itu seluruhnya mutasya>bih adalah sebagian

kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan

keindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai

maknanya. Inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh al-‘amm atau mutasya>bih

dalam arti umum.7

4
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet.XVII (Bogor: Litera
AntarNusaUlum, 2017) h, 305
Teungku Muhammad Hasbi ash_Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), cet. III
5

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009) h. 157


6
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an al-Kari>m dan Terjemahnya, Cet.I
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2019), h. 461
Manna Khalil al-Qattan,
7
Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet.XVII (Bogor: Litera
AntarNusaUlum, 2017) h, 305
5

Secara epistemolog, para ulama berbeda pendapat dalam istilah muhkam dan

mutasya>bih. Salah satu dari pendapat itu dari imam as-Suyu>ti:

1. muhkam adalah yang dapat diketahui maksudnya dengan nyata dan jelas

maupun dengan takwilnya. Sedangkan mutasya>bih adalah sesuatu yang

hanya diketahui oleh Allah seperti kedatangan hari kiamat dan maksud

dari huruf-huruf terpisah yang terdapat pada beberapa awal surah.

2. Muhkam adalah ayat yang menerangkan tentang fara>idh , ancaman dan

harapan. Sedangkan mutasya>bih adalah ayat-ayat yang berhubungan

dengan kisah-kisah dan amtsal.

3. Muhkam adalah lafadz yang tidak diulang-ulang, sedangkan

mutasya>bih sebaliknya.

B. Pandangan dan Sikap Ulama dalam Menghadapi ayat Mutasya>bih

Ulama berbeda pendapat mengenai ayat-ayat mutasya>bih, hal ini

disebabkan karena cara memahami firman Allah swt. dalam qur’an surah ‘Ali

Imran/3:7
‫هِب‬ ِ ( َ‫(ات ُه َّن ُُّأم الْ ِكت‬ ِ ( َ‫(ك الْ ِكت‬ ِ
‫ات فَ ََّأما‬
ٌ َ ‫ُأخ( ُ(ر ُمتَ َش( (ا‬ َ ‫(اب َو‬ ٌ (‫(ات حُمْ َك َم‬ ٌ ( َ‫(اب مْن ((هُ آي‬ َ َ ( ‫ُه( َ(و الَّذي َأْن( َ(ز َل َعلَْي‬
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫هِب‬ ِ َّ
ُ‫ين يِف ُقلُ((و ْم َزيْ ( ٌغ َفيَتَّبِعُ((و َن َم((ا تَ َش (ابَهَ مْن((هُ ابْتغَ((اءَ الْفْتنَ((ة َوابْتغَ((اءَ تَْأ ِويل ((ه َو َم((ا َي ْعلَ ُم تَْأ ِويلَ((هُ ِإاَّل اللَّه‬
َ ‫الذ‬

‫الر ِاس ُخو َن يِف الْعِْل ِم َي ُقولُو َن َآمنَّا بِِه ُكلٌّ ِم ْن ِعْن ِد َربِّنَا َو َما يَ َّذ َّكُر ِإاَّل ُأولُو اَأْللْبَاب‬ َّ ‫َو‬
Terjemahnya:
“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu. Di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasya>bihat . adapun orang-orang yang hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasya>bihat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahuinya malainkan Allah, dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: “kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasya>bihat,

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an al-Kari>m dan Terjemahnya, Cet.I


8

(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2019), h. 50.


6

semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak mengambil pelajaran daripadanya
melainkan orang-orang yang berakal.”
Dalam ayat diatas ulama berbeda pada hal waqaf. Ulama salaf berpendapat

bahwa waqaf dalam ayat itu terletak pada kata ( ُ‫اللَّه‬ ‫ ) َو َما َي ْعلَم تَْأ ِويلَهُ ِإاَّل‬karena tidak
ُ
ada yang dapat mengetahui makna yang tersirat. Begitupula pada lafal ‫خو َن‬ ِ َّ ‫و‬
ُ ‫الراس‬ َ
‫… يِف الْعِْل ِم َي ُقولُ((و َن َآمنَّا‬. Adalah huruf isti’naf (permulaan). Sehingga, orang-orang
berpengetahuan mendalam pun tidak mampu mengetahui takwil ayat-ayat

mutasya>bihat itu, namun cukup dengan menyerahkan maknanya pada Allah swt.

Adapun ulama khalaf berpendapat bahwa waqaf pada ayat itu terletak pada

lafal (‫الْعِ ْل ِم‬ ‫الرا ِس ( ُخو َن يِف‬


َّ ‫ ) َو‬jadi selain Allah, orang-orang yang berilmu mendalam
juga dapat mengetahui takwilnya. Adapun huruf ‫( َو‬waw) pada ayat tersebut

adalah huruf athaf, oleh karena itu … ‫الر ِاس ُخو َن‬
َّ diathafkan pada lafal (Allah) pada
kalimat sebelumnya (Abu Hasan al-Asy’ari). Pendapat ini diperjelas lagi oleh

Abu Ishaq al-Sirazi yang mengatakan “bahwa pengetahuan Allah mengenai

takwil ayat-ayat mutasya>bihat itu, juga dilimpahkan-Nya pada para ulama yang

berilmu mendalam. Karena apabila mereka tidak dianggap tidak mengetahui

maknanya berarti mereka dianggap sama dengan orang awam.9

Selain dari dua pendapat ulama di atas, adapula yang menengahi perselisihan

terkait mutasya>bihat diatas, yaitu madzhab yang dianut olehal-Ra>ghib al-

Ashfaha>ny dengan membagi ayat-ayat mutasya>bihat menjadi tiga, yakni:

1. Ayat-ayat yang sama sekali tidak diketahui hakikat maknanya kecuali

Allah saja yang mengetahuinya.

Contohnya: terkait masalah kiamat yaitu dhabbah al-ardh dan

sebagainya.

Subhi al-Shalih, Maba>hits Fi> ‘ulum al-Qur’an, (Beirut: Da>r al-‘Ilmi li al-Mila>yin,
9

1977), h.284
7

2. Ayat-ayat mutasya>bihat yang dapat diketahui maknanya oleh manusia

melalui berbagai sarana.

Contohnya: lafal-lafal yang asing dan hokum-hukum yang tertutup

3. Ayat-ayat mutasya>bihat yang hanya dapat diketahui maknanya oleh

orang-orang yang memiliki ilmu mendalam. Seperti Ibnu ‘Abbas.

Madzhab ini menegaskan pula bahwa dzat Allah dan hakikat sifat-sifatnya

hanya Allah yang mengetahuinya.10

C. Hikmah ayat-ayat Muhkam dan Mutasya>bih dalam al-Qur’an

Hikmah ayat-ayat muhkam, yaitu:

1. Mendorong umat islam untuk segera mengamalkan isi kandungan al-

Qur’an, karena lafadznya mudah diketahui dan dipahami.

2. Memberikan kemudahan bagi manusia untuk mengetahui arti dan

maksudnya pada ayat-ayat muhkam.

3. Menjadi rahmat bagi manusia khususnya orang-orang yang lemah dalam

berbahasa arab.

Hikmah ayat-ayat mutasya>bih, yaitu:

1. Menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an dan ketinggian sastra serta

balaghanya, agar manusia dapat menyadari sepenuhnya bahwa al-Qur’an

merupakan wahyu ilahi.

2. Ujian pada manusia, apakah dengan adanya ayat-ayat mutasya>bihat

manusia tetap beriman atau tidak.

3. Memperlihatkan kelemahan akal manusia agar manusia tidak sombong.11


10
Teungku Muhammad Hasbi ash_Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), cet. III
(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009) h. 157
11
Ely Dian Uswatina, dkk, Muhkam wa al-Mutasya>bih, Makalah (Fakultas Ushuluddin
Adab dan Dakwah INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN)
8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhkam berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih dan bermaksud

membedakan antara yang haq dan yang bathil, serta memisahkan urusan yang

lurus dari yang sesat. Adapun mutasyabih secara etimologi berarti tasyabuh ,

yakni satu hal yang serupa dengan yang lain.

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang ayat-ayat yang

mutasyabih, yaitu:

1. Ulama salaf berpendapat bahwa ayat mutasyabih itu tidak bisa diketahui

takwilnya oleh siapapun kecuali Allah, serta diwajibkan atas setiap orang

agar tidak mencari takwilnya dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah

swt.

2. Ulama khalaf berpendapat bahwa pengetahuan Allah mengenai takwil itu

juga dapat diketahui oleh ulama yang mempunyai ilmu mendalam dalam

hal ini. Karena, jika mereka dianggap tidak mengetahui apapun maka itu

akan sama saja dengan orang awam.

3. Al-Asfaha>ni menengahi pendapat dari ulama salaf dan khalaf dengan

cara membagi ayat-ayat mutasyabih kedalam tiga golongan.

a.) Ayat-ayat yang sama sekali tidak diketahui makna dan hakikatnya

kecuali Allah sendiri.


9

b.) Ayat-ayat mutasya>bih dapat diketahui maknanya oleh manusia biasa

dengan menggunakan berbagai sarana.

c.) Ayat-ayat mutasya>bih yang hanya dapat diketahui maknanya oleh

orang-orang yang memiliki ilmu mendalam., dalam hal ini adalah

para ulama.

Hikmah mempelajari ayat-ayat muhkam adalah menjadikan kemudahan bagi

manusia untuk mengetahui arti dan maksud pada ayat-ayat muhkamat dan

mendorong umat untuk segera mengamalkan isi kandungan al-Qur’an sebab

lafadz ayatnya yang mudah dipahami. Sedangkan hikmah dari ayat-ayat

mutasya>bihat adalah menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an dan ketinggian

sastra dan balaghanya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa la-Qur’an

merupakan wahyu ilahi, sertaujian pada manusia, apakah dengan adanya ayat-

ayat mutasyabihat mereka tetap beriman atau tidak.

B. Saran

Dalam makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan dan

tata cara penyusunan, maka dari itu diharap bagi para pembaca terkhusu dalam

mempelajari isi dari makalah ini hendaknya lebih banyak merujuk ke berbagai

tulisan, baik melalui buku maupun melalui internet, agar lebih memahami secara

mendalam terkait isi yang tertuang dalam makalah ini.


10

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-Karim
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet.XVII,
Bogor: Litera AntarNusaUlum, 2017
Teungku Muhammad Hasbi ash_Shiddieqy, Ilmu-ilmu al-
Qur’an (‘Ulum al-Qur’an), cet. III, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2009
Subhi al-Shalih, Maba>hits Fi> ‘ulum al-Qur’an, Beirut: Da>r
al-‘Ilmi li al-Mila>yin, 1977
Ely Dian Uswatina, dkk, Muhkam wa al-Mutasya>bih,
Makalah (Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN

Anda mungkin juga menyukai