Anda di halaman 1dari 21

AMTSAL AL-QUR’AN

Makalah

“Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an”

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Rusmin B., M.Pd.I.

Oleh:

MASRIADI
80300222026

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDIN MAKASSAR

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang
berjudul Amtsal Al-Qur’an. Salawat serta salam marilah kita haturkan kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang dengan cahaya islam dan keimanan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengkaji dan memperdalam
pengetahuan kita tentang Studi Hadis secara umum dan Metode Kritik Hadis secara khusus.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah studi al-Qur’an Dr. Muhammad Rusmin B., M.Pd.I. yang telah memberikan kami
motivasi dalam penyusunan makalah ini.
Meskipun demikian penulis menyadari bahwa apa yang kami sajikan kedalam
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu,
kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sangat diharapkan untuk perbaikan
selanjutnya, jikalau di dalam makalah ini terdapat kebenaran dan kegunaan, semua itu
berasal dari Allah Subhanahu Wata’ala sebaliknya, kalau di dalamnya terdapat kekurangan
dan ketidak smpurnaan semuanya itu karena kekurangan dan keterbatasan kami sebagai
manusia.

Takalar, 25 Oktober 2022

Penulis.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Amtsal al-Qur’an 3
B. Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an 6
C. Macam-macam Amtsal Al-Qur’an 7
D. Faedah Amtsal Al-Qur’an 12
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan 16
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman jahiliyah atau sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw.


masyarakat Arab sudah gemar berpantun dan bersyair. Semakin indah pantun dan
syair seseorang maka semakin tinggi pula status sosialnya. Ketika Allah SWT
yang maha mengetahui mengutus seorang rasul yaitu Nabi Muhammad Saw.
dengan dibekali firman-firman dari Allah yang kemudian dibukukan menjadi
sebuah kitab dengan bahasa dan sastranya yang tidak mampu ditandingi oleh
siapapun.

Disamping bahasa dan sastranya yang indah, Al-Qur’an juga menggunakan


perumpamaan-perumpamaan (amtsal) yang sangat indah dan logis, yang mampu
diterima oleh masyarakat. Namun karena begitu indahnya terkadang ‘ulama pun
akan kesulitan dalam menafsirkan perumpamaan-perumpamaan tersebut.

Dengan analogi yang benar, kita akan lebih mengetahui ilmu yang kita yakini.
Tamtsil (perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-
makna dalam bentuk yang hidup didalam pikiran. Biasanya dilakukan dengan
mempersonifikasikan sesuatu yang ghoib dengan yang nampak, yang abstrak
dengan yang konkrit, atau menganalogikan hal dengan sesuatu yang sama. Dengan
tamtsil betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik dan
mempesona. Karena itu tamtsil dianggap lebih dapat mendorong jiwa untuk
menerima makna yang di maksudkan, dan membuat akal merasakan kepuasan.
Tamtsil adalah salah satu cara al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai
penjelasan dan segi-segi kemukjizatannya.

Salah satu keunikan Al-Qur’an ialah segi metode pengajaran dan


penyampaian pesan-pesannya ke dalam jiwa manusia. Metode Al-Qur’an

1
menyampaikan pesan-pesan tersebut adalah metode yang paling singkat, mudah
dan jelas. Dan salah satu metode pengajaran Al-Qur’an yakni penyampaian
melalui ungkapan matsal (perumpamaan; jamak amsal)1

Al-Qur’an mengajak kepada umat manusia untuk mempertahankan dan


mendengarkan amsal-amsal, sebab dengan amsal akan ditemukan suatu kebenaran
yang hakiki mengenai kekuasasan Allah swt. Di samping itu, amsal juga berguna
sebagai sarana untuk menginterpretasikan permasalahan atau peristiwa-peristiwa
yang belum dapat dipahami seutuhnya oleh umat manusia.

Mengenai pesona bahasa ini sering dikaitkan dengan kemu’jizatan Al-


Qur’an. Letak kemu’jizatannya itu salah satu diantaranya adalah pada “amsalnya”.
Terdapat sejumlah amsal dalam Al-Qur’an, dibentangkan agar manusia senantiasa
berpikir dan berzikir. Ayat-ayat amsal merupakan pelajaran yang sangat berharga
dalam kehidupan sehari-hari terutama kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan
keimanan, di dalam ayat-ayat amsal dapat ditemukan berbagai karakter umat
manusia yang dianalogikan seperti bintang.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari amtsal al-qur’an?
2. Apa unsur-unsur amtsal al-qur’an?
3. Apa saja macam-macam amtsal al-qur’an?
4. Apa faedah amtsal al-qur’an?
C. Tujuan Makalah
1. Mengatahui pengertian dari amtsal al-qur’an
2. Mengatahui unsur-unsur amtsal al-qur’an.
3. Mengatahui-macam-macam amtsal al-qur’an.
4. Mengatahui faedah amtsal al-qur’an.

1 Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an (Cet. II; Bandung:


Mizan, 1998), h. 156.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amtsal al-Qur’an


1. Pengeetian secara etimologi
Secara etimologi, kata amtsal (perumpamaan) adalah bentuk jamak
dari matsal, mitsl dan matsil adalah sama dengan syabah, syibh, dan syabih,
baik lafadz maupun maknanya. Namun, dapat juga diartikan sebagai
contoh, teladan, peribahasa atau cerita perumpamaan.2

2. Pengertian secara terminology


Sedangkan pengertian amtsal secara terminologi ada beberapa definisi
yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu:
a. Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu adab ialah:

‫ِﻰ ِﻓ ْﻴ ِﻪ ِﺑ َﺤﺎ ِﻝ ﺍ ﱠﻟﺬِﻱ ِﻗ ْﻴ َﻞ ِﻷَﺟْ ِﻠ ِﻪ‬


َ ‫ﺼﺪُ ِﺑ ِﻪ ﺗَ ْﺸ ِﺒ ْﻴﻪُ َﺣﺎ ِﻝ ﺍ ﱠﻟﺬِﻱ ُﺣﻜ‬
َ ‫ﺳﺎﺋ ٌِﺮ ﻳُ ْﻘ‬ ِ َ‫َﻭ ْﺍﻟﻤِ ْﺜ ُﻞ ﻓِﻲ ْﺍﻷَﺩ‬
‫ﺏ َﻗ ْﻮ ٌﻝ ُﻣﺤْ ِﻜ ﱞ‬
َ ‫ﻲ‬
Artinya;
Mitslu dalam ilmu adab adalah ucapan yang disebutkan untuk
menggambarkan ungkapan lain yang dimaksudkan untuk menyamakan
atau menyerupakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan
sesuatu yang dituju.
Maksudnya dari hal di atas adalah menyerupakan perkara yang
disebutkan dengan asal ceritanya. Maka amtsal menurut definisi ini harus
َ ‫ُﺭﺏﱠ َﺭﻣِ ﱠﻴ ٍﺔ ﻣِ ْﻦ‬
ada asal ceritanya. Contohnya pada ucapan orang arab ‫ﻏﻴ ِْﺮ َﺭ ٍﺍﻡ‬
(banyak panahan dengan tanpa ada orang yang memanah). Maksudnya
adalah banyak musibah yang terjadi karena salah langkah. Kesamaannya
adalah terjadinya sesuatu dengan tanpa ada kesengajaan.

2 Ahmad Al-Hasyim, Jawahir al-Adab, Bairut: Dar el-fikri, 1993. Hlm. 107.

3
b. Pengertian mitslu menurut ulama ahli ilmu bayan ialah:
ُ‫ﻋ َﻼ َﻗﺘُﻪُ ْﺍﻟ ُﻤﺸَﺎ ِﺑ َﻬﺔُ َﻣﺘَﻰ َﻓﺸَﺎ ﺇِ ْﺳ ِﺘ ْﻌ َﻤﺎﻟُﻪ‬
َ ُ‫ﺎﺯ ْﺍﻟ ُﻤ َﺮ ﱠﻛﺐُ ﱠﺍﻟﺬِﻱ ﺗَ ُﻜ ْﻮﻥ‬
ُ ‫ْﺍﻟ َﻤ َﺠ‬
Artinya;
Yaitu majas/kiasan yang majemuk yang mana keterkaitan antara
yang disamakan dengan asalnya adalah penyerupaan.

Maka bentuk amtsal menurut definisi ini adalah bentuk isti’aarah


tamtsiiliyyah, yakni kiasan yang menyerupakan. Seperti
‫َﻭ َﻣﺎ ْﺍﻟ َﻤﺎ ُﻝ َﻭ ْﺍﻷ َ ْﻫﻠُ ْﻮﻥَ ِﺇ ِّﻻ َﻭﺩَﺍ ِﺋ ُﻊ ◊ َﻭ َﻻ ﺑُﺪﱠ َﻳ ْﻮ ًﻣﺎ ﺃ َ ْﻥ ﺗ ُ َﺮﺩﱠ ْﺍﻟ َﻮﺩَﺍ ِﺋ ُﻊ‬

Artinya;

Tiadalah harta dan keluarga melainkan bagaikan titipan; pada


suatu hari titipan itu pasti akan dikembalikan.

Dalam syair tersebut, tampak jelas penyair menyerupakan harta


dan keluarga dengan benda titipan yang dititipkan oleh seseorang kepada
kita, yang sama-sama bisa diambil sewaktu-waktu oleh orang yang
menitipkannya.

c. Sebagian ulama ada juga yang menyatakan pengertian mitslu ialah:


‫ﻋﺔً َﻭ َﺟ َﻤ ًﺎﻻ‬
َ ‫ﺴ َﻴ ٍﺔ ﺗَ ْﻜ ِﺴﺒُﻪُ َﺭ ْﻭ‬ ُ ‫ﺍﺯ ْﺍﻟ َﻤ ْﻌﻨَﻰ ﻓِﻲ‬
ّ ِ ِ‫ﺻ ْﻮ َﺭﺓٍ ﺣ‬ ُ ‫ِﺇ ﱠﻧﻪُ ِﺇﺑ َْﺮ‬
Artinya;
Mengungkapkan suatu makna yang abstrak dalam bentuk sesuatu
yang konkret yang elok dan indah.

Contohnya seperti ungkap ‫( ْﺍﻟﻌ ِْﻠ ُﻢ ﻧُ ْﻮ ٌﺭ‬ilmu itu seperti cahaya).


Dalam hal ini adalah menyamakan ilmu yang bersifat abstrak dengan
cahaya yang konkret, yang bisa diindera oleh penglihatan. Amtsal menurut
definisi ini tidak disyaratkan adanya asal cerita juga tidak harus
adanya majaz murakkab.

4
Melihat dari beberapa pengertian mitslu di atas, maka amtsal al-
Qur’an setidaknya berupa penyamaaan keadaan suatu hal dengan keadaan hal
yang lain. Penyerupaan tersebut baik dengan cara isti’arah (menyamakan
tanpa menggunakan adat tasybih), tasybih sharih (menyamakan yang jelas
dengan adanya adat tasybih), ayat-ayat yang menunjukkan makna yang indah
dan singkat, atau ayat-ayat yang digunakan untuk menyamakan dengan hal
lain. Karena itulah, kesimpulan akhir dalam mendefinisikan amtsal al-
Qur’an adalah:
َ ‫َﺖ ﺗَ ْﺸ ِﺒ ْﻴ ًﻬﺎ ﺃ َ ْﻭ َﻗ ْﻮ ًﻻ ُﻣ ْﺮ‬
‫ﺳ ًﻞ‬ َ ‫ﺻ ْﻮ َﺭﺓٍ َﺭﺍ ِﺋ َﻌ ٍﺔ ُﻣ ْﻮ ِﺟﺰَ ﺓٍ َﻟ َﻬﺎ َﻭ َﻗﻌُ َﻬﺎ ﻓِﻲ ْﺍﻟ ﱠﻨ ْﻔ ِﺲ‬
ْ ‫ﺳ َﻮﺍ ٌء َﻛﺎﻧ‬ ُ ‫ﺍﺯ ْﺍﻟ َﻤ ْﻌﻨَﻰ ﻓِﻲ‬
ُ ‫ﺇﺑ َْﺮ‬
Artinya;
Menampakkan pengertian yang abstrak dalam bentuk yang indah dan
singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk tasybih maupun
majaz mursal (ungkapan bebas).
Ibnu Qayyim mendefinisikan amsal Al-Qur’an dengan menyerupakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya dan mendekatkan
sesuatu yang abstrak (ma’qul) dengan yang indrawi (konkret mahsus), atau
mendekatkan salah satu dari dua maksud dengan yang lain dan menganggap
salah satu sebagai yang lain.3
Definisi di atas relevan dengan yang terdapat dalam al-Qur’an, karena
mencakup semua macam amtsal al-Qur’an.
Perumpamaan yang dihadirkan al-Qur’an adalah mengilustrasikan
fenomena alam, karakter manusia, tingkah laku, status, amalan, siksa, pahala
idiologi umat manusia selama hidup di dunia. Oleh karena itu al-Qur’an
memuat segala macam perumpamaan dari berbagai visi. Semua ini adalah
untuk kepentingan umat manusia agar mereka menyadari kalau kebenaran

3 Manna Khalil Al-Qattan, Studi-studi Islam Al-Qur’an (Cet. III; Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 1996), h. 40.

5
yang hakiki hanyalah datang dari sisi-Nya dan oleh karena itu
pengertian amtsal dalam Qur’an di atas yaitu, menonjolkan makna dalam
bentuk (perkataan) yang menarik dan dapat di pahami secara akal serta
mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa.
B. Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an
Sebagian ulama mengatakan bahwa amtsal memiliki empat unsur yaitu:
1. ‫( ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺸﺒﻪ‬Wajhu Syabah/ segi perumpamaan).
2. ‫( ﺍﺩﺍﺓ ﺍﻟﺘﺸﺒﻴﻪ‬Adatu Tasybih/ alat yang dipergunakan untuk tasybih).
3. ‫( ﻣﺸﺒﻪ‬Musyabbah/ yang diserumpamakan).
4. ‫( ﻣﺸﺒﻪ ﺑﻪ‬Musyabbah bih/ Sesuatu yang dijadikan perumpamaan).
Sebagai contoh, pada firman Allah Swt. sebagai berikut:

‫ﺳ ۢ ْﻨﺒُ َﻠ ٍﺔ ِ ّﻣﺎﺋَﺔُ َﺣ ﱠﺒ ٍﺔ ۗ َﻭ ﱣ‬
ُ ‫“ُ ﻳُﻀٰ ﻌ‬
‫ِﻒ‬ ُ ‫ﺳﻨَﺎ ِﺑ َﻞ ِﻓ ْﻲ ُﻛ ِّﻞ‬
َ ‫ﺳ ْﺒ َﻊ‬ ْ ‫“ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ َﺣ ﱠﺒ ٍﺔ ﺍ َ ۢ ْﻧ َﺒﺘ‬
َ ‫َﺖ‬ َ ‫َﻣﺜَ ُﻞ ﱠﺍﻟ ِﺬﻳْﻦَ ﻳُ ْﻨ ِﻔﻘُ ْﻮﻥَ ﺍ َ ْﻣ َﻮﺍ َﻟ ُﻬ ْﻢ ِﻓ ْﻲ‬
ِ ‫ﺳ ِﺒ ْﻴ ِﻞ ﱣ‬
‫ﻋ ِﻠ ْﻴ ٌﻢ‬
َ ‫“ُ َﻭﺍ ِﺳ ٌﻊ‬ ‫ِﻟ َﻤ ْﻦ ﱠﻳﺸ َۤﺎ ُء َۗﻭ ﱣ‬

Artinya;

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui (QS. Al-
Baqarah [2]: 261).

Wajhu Syabah yang terdapat pada ayat ini adalah “pertumbuhan yang
berlipat-lipat”. Adatu Tasybihnya adalah kata matsal. Musyabbahnya adalah
infaq atau shadaqah di jalan Allah. Sedangkan musyabbah bihnya adalah benih.

Contoh lain tamtsil dalam Al-Qur’an


َ ‫ﻋ َﻠﻰ‬
ٍ‫ﺷ ْﻲء‬ َ ‫ﺎﺻﻒٍ ﻻ َﻳ ْﻘﺪ ُِﺭﻭﻥَ ﻣِ ﱠﻤﺎ َﻛ‬
َ ‫ﺴﺒُﻮﺍ‬ ِ ‫ﻋ‬َ ‫ﺍﻟﺮﻳ ُﺢ ﻓِﻲ َﻳ ْﻮ ٍﻡ‬ ْ ‫َﻣﺜَ ُﻞ ﱠﺍﻟﺬِﻳﻦَ َﻛﻔ َُﺮﻭﺍ ِﺑ َﺮ ِّﺑ ِﻬ ْﻢ ﺃ َ ْﻋ َﻤﺎﻟُ ُﻬ ْﻢ ﻛ ََﺮ َﻣﺎ ٍﺩ ﺍ ْﺷﺘَﺪ‬
ّ ِ ‫ﱠﺕ ِﺑ ِﻪ‬
ُ‫ﺫَﻟِﻚَ ﻫ َُﻮ ﺍﻟﻀﱠﻼ ُﻝ ْﺍﻟ َﺒﻌِﻴﺪ‬

6
Artinya;
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah
seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin
kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang
telah mereka usahaka. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. (QS.
Ibrahim [14]: 18).
Dari ayat di atas wajhul syabbahnya adalah “kesia-siaan” (tidak
bermanfaat) dan alat adatu tasybihnya menggunakan kata mitsil (‫)ﻣﺜﻞ‬
Sedangkan musyabbahnya amalan orang kafir dan musyabbah bihnya
adalah abu.4
C. Macam-macam Amtsal Al-Qur’an
Amtsal di dalam Al-Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Amtsal Musarrahah adalah amtsal yang didalamnya dijelaskan dengan
lafaz matsal. Seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah :17 & 19.
‫ْﺼ ُﺮﻭﻥ‬ ٍ ‫ﻅﻠُ َﻤﺎ‬
ِ ‫ﺕ ﻻ ﻳُﺒ‬ ُ ‫ﻮﺭ ِﻫ ْﻢ َﻭﺗ ََﺮ َﻛ ُﻬ ْﻢ ﻓِﻲ‬
ِ ُ‫“ُ ِﺑﻨ‬ َ ‫ﺕ َﻣﺎ َﺣ ْﻮ َﻟﻪُ ﺫَﻫ‬
َ ‫َﺐ‬ َ َ ‫َﺎﺭﺍ َﻓ َﻠ ﱠﻤﺎ ﺃ‬
ْ ‫ﺿﺎ َء‬ ً ‫َﻣﺜَﻠُ ُﻬ ْﻢ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ ﺍ ﱠﻟﺬِﻱ ﺍ ْﺳﺘ َْﻮ َﻗﺪَ ﻧ‬
Artinya:
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,
maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan
cahaya mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak
dapat melihat. (Q.S. Al-Baqarah [`2]: 17).

‫ﻖ‬
ِ ‫ﺼ َﻮﺍ ِﻋ‬ َ َ ‫ﻅﻠُﻤٰ ﺖٌ ﱠﻭ َﺭ ْﻋﺪٌ ﱠﻭ َﺑ ْﺮ ۚ ٌﻕ َﻳﺠْ َﻌﻠُ ْﻮﻥَ ﺍ‬
‫ﺻﺎ ِﺑ َﻌ ُﻬ ْﻢ ِﻓ ْٓﻲ ٰﺍﺫَﺍ ِﻧ ِﻬ ْﻢ ِ ّﻣﻦَ ﺍﻟ ﱠ‬ ُ ‫ﺴ َﻤ ۤﺎءِ ِﻓ ْﻴ ِﻪ‬‫ﺐ ِ ّﻣﻦَ ﺍﻟ ﱠ‬ َ ‫ﺍ َ ْﻭ َﻛ‬
ٍ ‫ﺼ ِّﻴ‬
ٌ ۢ ‫“ُ ُﻣﺤِ ﻴ‬
َ‫ْﻂ ِﺑ ْﺎﻟ ٰﻜﻔ ِِﺮﻳْﻦ‬ ‫ﺕ َﻭ ﱣ‬ ِ ۗ ‫َﺣﺬَ َﺭ ْﺍﻟ َﻤ ْﻮ‬
Artinya;
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit
disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya
dengan anak jarinya, Karena (mendengar suara) petir,sebab takut

4 Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Pustaka Setia: Bandung, 2000. h. 93-94

7
akan mati dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-
Baqarah [2]: 19).
Berdasarkan ayat di atas, orang-orang munafik berharap cahaya
iman, tetapi setelah mengetahui petunjuk dari Allah, hati mereka dikuasai
sikap ragu-ragu dan ketidaktegasan. Mereka berada diantara pilihan tetap
dari agama yang diwarisi nenek moyang atau memilih agama yang benar dan
penuh petunjuk Tuhan bersama segala konsekuensinya. Akhirnya mereka
berhasil dikalahkan oleh setan dan kembali kepada agama taklid yang
dibawa nenek moyangnya dan kembali kedalam kegelapan. Cahaya yang
sebelumnya menerangi hati mereka kemudian lenyap tidak kembali lagi.
Sebab berdasarkan sunnatullah yang berlaku pada hamba-hamba-Nya,
orang yang telah melihat dan mengetahui petunjuk (alhuda) dengan jelas,
namun tetap tidak mau mengikutinya, maka kepada orang tersebut telah
diharamkan untuk mendapatkan pengarahan (taufiq) menuju petunjuk
Allah.
Di dalam ayat-ayat tersebut Allah membuat dua
perumpamaan (matsal) bagi orang munafik; matsal yang berkenaan dengan
api (nari) dalam firman-Nya, “adalah seperti orang yang menyelakan api”,
karena di dalam api terdapat unsur cahaya; dan matsal yang berkenaan
dengan air (ma’i), “atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari
langit”, karena di dalam air terdapat materi kehidupan dan wahyu yang turun
dari langitpun bermaksud untuk memerangi hati dan menghidupkannya.
Allah menyebutkan juga kedudukan dan fasilitas orang munafik dalam dua
keadaan, di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk
penerangan dan kemanfaatan mengingat mereka memperoleh kemanfaatan
materi dengan sebab masuk Islam. Namun di sisi lain Islam tidak
memberikan pengaruh “nur”-Nya terhadap hati mereka karena Allah
menghilangkan cahaya (nur) yang ada di dalam api itu “Allah
menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka”, dan membiarkan unsur

8
“membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang
berkenaan dengan api.
Mengenai matsal mereka yang berkenaan dengan air (ma’i), Allah
menyerupakan mereka dengan keadaan orang yang ditimpa hujan lebat yang
disertai gelap gulita, guruh dan kilat, sehingga terkoyaklah kekuatan orang
itu dan ia meletakkan jari jemari untuk menyumbat telinga serta
memejamkan mata karena takut petir menimpanya. Ini mengingat bahwa
Qur’an dengan segala peringatan, perintah, larangan dan khitabnya bagi
mereka tidak ubahnya dengan petir yang turun sambar-menyambar.
2. Amtsal Kaminah adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan
jelas lafaz tamtsil tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik,
dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila
dipindahkan kepada yang serupa dengannya. Contoh:
a. Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan “Sebaik-baik perkara
adalah yang tidak berlebihan, adil dan seimbang.” Yaitu:
1. Firman Alloh tentang sapi betina: “Sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda; pertengahan di antara itu…” (QS. Al-Baqarah [2]: 68)
2. Firman Alloh tentang nafkah: “Dan mereka yang apabila
membelanjakan (hartanya), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak
pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) seimbang.” (QS. Al-Furqan
[25]: 67)
3. Firman Alloh mengenai shalat: “Dan janganlah kamu mengeraskan
suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan
carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra[17]:110)
b. Ayat yang senada dengan ungkapan “orang yang mendengar itu tidak
sama dengan yang menyaksikannya sendiri.” Misalnya firman Alloh
tentang Ibrahim:”Alloh berfirman: Apakah kamu belum percaya?”
Ibrahim menjawab:”Saya telah percaya,akan tetapi agar bertambah
tetap hati saya.” (AL-Baqarah [2]: 260)

9
c. Ayat yang senada dengan ungkapan “seperti yang telah kamu lakukan,
maka seperti itu kamu akan dibalas.” Misalnya, “Siapa yang mengerjakan
kejahatan, niscaya akan dibalassesuai dengan (kejahatan itu)” (QS. An-
Nisa [4]:123)
d. Ayat yang senada dengan ungkapan “orang mukmin tidak akan masuk
dua kali lubang yang sama.” Misalnya “Berkata Ya'qub: "Bagaimana aku
akan mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku
telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu dahulu?" (QS.
Yusuf [12];64).
3. Amtsal Mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan
lafaz tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu berlaku
sebagai matsal. Contoh p
a. “Sekarang ini jelas kebenaran itu” (QS. Yusuf [12]:51).
b. “Tidak ada yang akan dapat mengungkapkan (terjadinya hari itu) selain
Allah”. (An-Najam [53]:58).
c. “Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku).” (QS. Yusuf
[12]:41).
d. “Bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Hud [11]:81).
e. “Setiap berita (yang dibawa oleh rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak
kamu akan mengetahui” (QS. Al-Anam [6]:67).
f. “Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang
merencanakannya sendiri” (QS. Fathir [35]:43)
g. Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan
pembawaannya masing-masing.” (QS. Al-Isra[17]:84).
h. “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik
bagimu” (QS. AL-Baqarah [2]: 216).
i. “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya” (Al-
Mudatstsir [74]:38).

10
j. “Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)” (QS. Ar-
Rahman [55]:60)
Para ulama berbeda pendapat tentang ayat-ayat yang mereka maksud
dengan ayat-ayat amtsal mursalah, bagaimana hukum mempergunakannya
sebagai matsal?
Sebagai ahli ilmu memandang bahwa hal seperti keluar dari adab Al-
Qur’an. Ar-Razi mengatakan Ketika menafsirkan ayat,
َ ‫َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﺩ ْﻳﻨُ ُﻜ ْﻢ َﻭﻟ‬
‫ِﻲ ِﺩﻳ ِْﻦ‬
Artinya:
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
“Sudah menjadi kebiasaan orang, menjadikan ayat ini sebagai matsal
Ketika mereka saling meninggalkan satu sama lain dikarenakan berselisish, pada
hal ini tidak dibenarkan. Sebab Allah menurunkan Al-Qur’an mukan untuk
dijadikan matsal, akan tetapi untuk direnungkan dan kemudian diamalkan isi
kandunganny”
Ulama lain berpendapat, bahwa tidak ada halangan apabila seseorang
mempergunakan Al-Qur’an sebagai matsal, jika itu serius tidak dijadikan untuk
main-main atau bercanda. Misalnya, mereka merasa bersedih dan berduka karena
tertimpa bencana, sedangkan sebab-sebab tersingkapnya bencana itu telah terputus
dari manusia lalu mereka mengatakan,
ٌ‫“ ﻛَﺎ ِﺷﻔَﺔ‬
ِ ‫ْﺲ َﻟ َﻬﺎ ﻣِ ْﻦ ﺩ ُْﻭ ِﻥ ﱣ‬
َ ‫َﻟﻴ‬
Artinya;
“Tidak ada yang akan dapat mengungkapkan (terjadinya hari itu)
selain Allah”. (QS. An-Najam [53]:58
Atau ia diajak bicara oleh penganut ajaran sesat yang berusaha
membujuknya agar mengikutinya, makai a menjawab,
َ ‫َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﺩ ْﻳﻨُ ُﻜ ْﻢ َﻭﻟ‬
‫ِﻲ ِﺩﻳ ِْﻦ‬
Artinya;

11
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. (QS. Al-Kafirun
[109]:6)
Akan tetapi sangat tidak bijak bila seseoarang yang dengan sengaja
menampakkan kehebatannya lalu ia menggunakan Al-Qur’an sebagai matsal,
meskipun saat bercanda dan bersenda-gurau.5
D. Faedah Amtsal Al-Qur’an
1. Pengungkapan pengertian yang abstrak dengan bentuk yang kongkrit yang
dapat ditangkap dengan indera manusia, sehingga akal mudah menerimanya.
Misaknya Allah membuat perumpamaan bagi keadaan orang yang
menafkahkan hartanya secara riya’ bahwa ia tidak akan mendapatkan pahala
sedikit pun dari perbuatannya itu.
‫ُ َﻻ‬7 َ ‫ﺻ ْﻠﺪًﺍ ۗ َﻻ َﻳ ْﻘﺪ ُِﺭ ْﻭﻥَ ﻋ َٰﻠﻰ ﺷ َْﻲءٍ ِ ّﻣ ﱠﻤﺎ َﻛ‬
‫ﺴﺒُ ْﻮﺍ ۗ َﻭ ﱣ‬ َ ‫ﺍﺏ َﻓﺎَﺻَﺎ َﺑ ٗﻪ َﻭﺍ ِﺑ ٌﻞ َﻓﺘَ َﺮﻛ َٗﻪ‬
ٌ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ ﺗ َُﺮ‬ َ ‫َﻓ َﻤﺜَﻠُ ٗﻪ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ‬
ٍ ‫ﺻ ْﻔ َﻮ‬
َ ‫ﺍﻥ‬
َ‫َﻳ ْﻬﺪِﻯ ﺍ ْﻟ َﻘ ْﻮ َﻡ ﺍ ْﻟ ٰﻜﻔ ِِﺮ ْﻳﻦ‬
Artinya;
“Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya
ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu
licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka
kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir”. (QS.
Al-Baqarah [2];264).
2. Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak seakan-akan
sesuatu yang tampak, misalnya’
ّ ۗ ِ ‫ﺸﻴ ْٰﻄﻦُ ﻣِ ﻦَ ْﺍﻟ َﻤ‬
‫ﺲ‬ ُ ‫ِﻱ َﻳﺘَ َﺨ ﱠﺒ‬
‫ﻄﻪُ ﺍﻟ ﱠ‬ ّ ِ َ‫ﺍ َ ﱠﻟ ِﺬﻳْﻦَ َﻳﺄ ْ ُﻛﻠُ ْﻮﻥ‬
ْ ‫ﺍﻟﺮ ٰﺑﻮﺍ َﻻ َﻳﻘُ ْﻮ ُﻣ ْﻮﻥَ ﺍ ﱠِﻻ َﻛ َﻤﺎ َﻳﻘُ ْﻮ ُﻡ ﱠﺍﻟﺬ‬
Artinya:
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila” (QS. Al-Baqarah
[2];264).

5 Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an Maktabah Wahbah: Kairo, 2004.
h.360.

12
3. Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang
dapat, seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
4. Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan matsal, jika
ia merupakan sesuatu yang disenangi oleh jiwa. Misalnya Allah membuat
matsal bagi keadaan orang yang menafkahkan harta dijalan Allah, dimana hal
itu akan memberikan kepadanya kebaikan yang banyak. Firman Allah,

‫ﺳ ۢ ْﻨﺒُ َﻠ ٍﺔ ِ ّﻣﺎﺋَﺔُ َﺣ ﱠﺒ ٍﺔ ۗ َﻭ ﱣ‬
ُ“ ُ ‫ﺳﻨَﺎ ِﺑ َﻞ ِﻓ ْﻲ ُﻛ ِّﻞ‬
َ ‫ﺳ ْﺒ َﻊ‬ ْ ‫“ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ َﺣ ﱠﺒ ٍﺔ ﺍ َ ۢ ْﻧ َﺒﺘ‬
َ ‫َﺖ‬ ِ ‫ﺳ ِﺒ ْﻴ ِﻞ ﱣ‬ َ ‫َﻣﺜَ ُﻞ ﱠﺍﻟ ِﺬﻳْﻦَ ﻳُ ْﻨ ِﻔﻘُ ْﻮﻥَ ﺍ َ ْﻣ َﻮﺍ َﻟ ُﻬ ْﻢ ِﻓ ْﻲ‬
‫ﻋ ِﻠ ْﻴ ٌﻢ‬َ ‫“ُ َﻭﺍ ِﺳ ٌﻊ‬ ‫ِﻒ ِﻟ َﻤ ْﻦ ﱠﻳﺸ َۤﺎ ُء َۗﻭ ﱣ‬ ُ ‫ﻳُﻀٰ ﻌ‬
Artinya:
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah
seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada
seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas, Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah [2];261).
5. Menjauhkan dan menghindarkan dari isi matsal berupa sesuatu yang dibenci
jiwa. Misalnya tentang larangan bergunjing,
ُ‫ﻀ ُﻜ ْﻢ َﺑ ْﻌﻀ ًۗﺎ ﺍَﻳُﺤِ ﺐﱡ ﺍ َ َﺣﺪُ ُﻛ ْﻢ ﺍ َ ْﻥ ﻳﱠﺄ ْ ُﻛ َﻞ َﻟﺤْ َﻢ ﺍَﺧِ ْﻴ ِﻪ َﻣ ْﻴﺘًﺎ َﻓﻜ َِﺮ ْﻫﺘ ُ ُﻤ ْﻮ ۗﻩ‬
ُ ‫َﻭ َﻻ َﻳ ْﻐﺘَﺐْ ﱠﺑ ْﻌ‬
Artinya:
“Janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang
lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik” (QS. Al-Hujurat [49]:12)
6. Untuk menguji orang yang diberi matsal. Seperti firman-nya tentang para
sahabat,

ُ ‫ﻋ ٰﻠﻰ‬
‫ﺳ ْﻮﻗ ِٖﻪ‬ َ ‫ﻪٗ َﻓ ٰﺎﺯَ َﺭ ٗﻩ َﻓﺎ ْﺳﺘَ ْﻐ َﻠ‬¹‫َﻄـ‬
َ ‫ﻆ َﻓﺎ ْﺳﺘ َٰﻮﻯ‬ ْ ‫ﻉ ﺍ َ ْﺧ َﺮ َﺝ ﺷ‬ ِ ْ ‫ٰﺫﻟِﻚَ َﻣﺜَﻠُ ُﻬ ْﻢ ﻓِﻰ ﺍﻟﺘﱠ ْﻮ ٰﺭﯨ ِﺔ َۖﻭ َﻣﺜَﻠُ ُﻬ ْﻢ ﻓِﻰ‬
ٍ ‫ﺍﻻ ْﻧ ِﺠ ْﻴ ۚ ِﻞ ﻛَﺰَ ْﺭ‬
َ ۗ ‫ﺎﺭ‬
َ ‫ﻆ ِﺑ ِﻬ ُﻢ ْﺍﻟ ُﻜ ﱠﻔ‬
َ ‫ﻉ ِﻟ َﻴ ِﻐ ْﻴ‬ ‫ﻳُ ْﻌ ِﺠﺐُ ﱡ‬
َ ‫ﺍﻟﺰ ﱠﺭﺍ‬
Artinya:
“Itu adalah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan
Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu

13
semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman
itu menyenangkan hati orang yang menanamnya. (keadaan mereka
diumpamakan seperti itu) karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-
orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)” (QS. Al-Fath[48]: 29).
Demikian keadaan para sahabat. Pada mulanya mereka hanya
golongan minoritas, kemudian tumbuh berkembang hingga keadaanya
semakin kuat dan mengagumkan hati karena kebesaran mereka.
7. Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk
oleh orang banyak. Misalnya matsal tentang orang yang dikaruniai Kitabullah
tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya, sebagaimana ayat
berikut,
ُ‫( َﻭ َﻟ ْﻮ ِﺷ ْﺌﻨَﺎ َﻟ َﺮ َﻓ ْﻌﻨَﺎﻩ‬١٧٥) َ‫ﻄﺎﻥُ َﻓ َﻜﺎﻥَ ﻣِ ﻦَ ْﺍﻟﻐَﺎ ِﻭﻳﻦ‬ َ ‫ﺸ ْﻴ‬ ‫ﺴ َﻠ َﺦ ﻣِ ْﻨ َﻬﺎ َﻓﺄ َ ْﺗ َﺒ َﻌﻪُ ﺍﻟ ﱠ‬
َ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻧ َﺒﺄ َ ﺍ ﱠﻟﺬِﻱ ﺁﺗَ ْﻴﻨَﺎﻩُ ﺁ َﻳﺎ ِﺗﻨَﺎ َﻓﺎ ْﻧ‬
َ ‫َﻭﺍ ْﺗ ُﻞ‬
‫ﺚ ﺫَ ِﻟﻚَ َﻣﺜَ ُﻞ‬ ْ ‫ﺚ ﺃ َ ْﻭ ﺗَ ْﺘ ُﺮ ْﻛﻪُ َﻳ ْﻠ َﻬ‬
ْ ‫ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻪ َﻳ ْﻠ َﻬ‬
َ ‫ﺐ ﺇِ ْﻥ ﺗَﺤْﻤِ ْﻞ‬ِ ‫ﺽ َﻭﺍﺗﱠ َﺒ َﻊ ﻫ ََﻮﺍﻩُ َﻓ َﻤﺜَﻠُﻪُ َﻛ َﻤﺜَ ِﻞ ْﺍﻟﻜ َْﻠ‬ ِ ‫ﺍﻷﺭ‬ ْ ‫ِﺑ َﻬﺎ َﻭ َﻟ ِﻜ ﱠﻨﻪُ ﺃ َ ْﺧ َﻠﺪَ ﺇِ َﻟﻰ‬
َ‫ﺺ َﻟ َﻌ ﱠﻠ ُﻬ ْﻢ َﻳﺘَ َﻔ ﱠﻜ ُﺮﻭﻥ‬ َ ‫ﺺ ْﺍﻟ َﻘ‬
َ ‫ﺼ‬ ُ ‫ْﺍﻟ َﻘ ْﻮ ِﻡ ﺍ ﱠﻟﺬِﻳﻦَ َﻛﺬﱠﺑُﻮﺍ ِﺑﺂ َﻳﺎ ِﺗﻨَﺎ َﻓﺎ ْﻗ‬
ِ ‫ﺼ‬
Artinya;
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami
berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-
Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh
setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang
sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya
seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya, dan jika
kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir”. (QS. Al-
A’raf[7]:175-176)
8. Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat,
lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.

14
Allah banyak menyebut amtsal dalamAl-Qur’an untuk peringatan dan
pelajaran. Allah berfirman,
َ‫ﺎﺱ ِﻓ ْﻲ ٰﻫﺬَﺍ ْﺍﻟﻘُ ْﺮ ٰﺍ ِﻥ ﻣِ ْﻦ ُﻛ ِّﻞ َﻣﺜَ ٍﻞ ﱠﻟ َﻌ ﱠﻠ ُﻬ ْﻢ َﻳﺘَﺬَ ﱠﻛ ُﺮ ْﻭﻥ‬ َ ْ‫َﻭ َﻟ َﻘﺪ‬
ِ ‫ﺿ َﺮ ْﺑﻨَﺎ ﻟِﻠ ﱠﻨ‬
Artinya;
“Dan sungguh, telah Kami buatkan dalam Al-Qur'an ini segala
macam perumpamaan bagi manusia agar mereka dapat pelajaran.” (QS. Az-
Zumar [39]:27)
َ‫ﺎﺱ َﻭ َﻣﺎ َﻳ ْﻌ ِﻘﻠُ َﻬﺎ ٓ ﺍ ﱠِﻻ ْﺍﻟﻌٰ ِﻠ ُﻤ ْﻮﻥ‬ َ ْ َ‫َﻭﺗ ِْﻠﻚ‬
ۚ ِ ‫ﺍﻻ ْﻣﺜَﺎ ُﻝ َﻧﻀ ِْﺮﺑُ َﻬﺎ ﻟِﻠ ﱠﻨ‬
Artinya;
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan
tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu”. (QS. Al-
Ankabut [29]:43).
Nabi juga membuat matsal dalam hadis. Demikian juga para da’I yang
menyeruh manusia kepada Allah mempergunakannya disetiap masa untuk
menolong dan menegakkan hujjah. Para pendidik pun menggunakannya dan
menjadikannya sebagai media untuk menjelaskan dan membangkitkan
semangat, serta sebagai media untuk membujuk dan melarang, memuji dan
mencaci.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Amtsal Al-Qur’an adalah Menampakkan pengertian yang abstrak dalam
bentuk yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk
tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas).
2. Unsur-unsur amtsal Al-Qur’an yaitu:
1. ‫( ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺸﺒﻪ‬Wajhu Syabah/ segi perumpamaan).
2. ‫( ﺍﺩﺍﺓ ﺍﻟﺘﺸﺒﻴﻪ‬Adatu Tasybih/ alat yang dipergunakan untuk tasybih).
3. ‫( ﻣﺸﺒﻪ‬Musyabbah/ yang diserumpamakan).
4. ‫( ﻣﺸﺒﻪ ﺑﻪ‬Musyabbah bih/ Sesuatu yang dijadikan perumpamaan).
3. Amtsal di dalam Al-Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (a) Amtsal
Musarrahah, (b) Amtsal Kaminah, (c) Amtsal Mursalat.
4. Adapun faedah amtsal yaitu :
a. Pengungkapan pengertian yang abstrak dengan bentuk yang kongkrit
yang dapat ditangkap dengan indera manusia, sehingga akal mudah
menerimanya.
b. Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak seakan-akan
sesuatu yang tampak.
c. Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang
dapat, seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
d. Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan matsal,
jika ia merupakan sesuatu yang disenangi oleh jiwa.
e. Menjauhkan dan menghindarkan dari isi matsal berupa sesuatu yang
dibenci jiwa.
f. Untuk menguji orang yang diberi matsal.
g. Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang
buruk oleh orang banyak.

16
h. Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan
nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat
memuaskan hati.
B. Saran
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami Amtsal
Qur’an lebih mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Lathif, Wahab. Musu’ah Amtsal al-Qur’aniyyah, Kairo. 1993


Al-Hasyim, Ahmad. Jawahir al-Adab, Bairut: Dar el-fikri, 1993
Al-Qattan, Manna Khalil. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an Maktabah Wahbah: Kairo,
2004
Al-Qattan, Manna Khalil. Studi-studi Islam Al-Qur’an. Cet. III; Bogor Pustaka Litera
Antar Nusa, 1996
Al-Sayuti, Jalaluddin. Al-Itqon fi Ulumil Qur’an, Juz IV. Beirut: Daar al Ifkar, t.th.
Dahlan, Abd. Rahman. Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an (Cet. II; Bandung:
Mizan, 1998.
Drajat, Amroeni. Ulumul Qur’an. (cet. Pertama; Depok: Kencana, 2017.
Yasir, Muhammad, Ade Jamaruddin. Studi Qur’an. Riau: CV. Asa Riau, 2016.

18

Anda mungkin juga menyukai