Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Balaghah”

Dosen Pengampu :

Dr R. Edi Komarudin M.Ag.

Disusun oleh :

Abdan Syakur (1205020001)

Ariandito Hilmy Maulana (1205020027)

Azwar Khairuyyasir (1215020038)

Muhammad Fathur Akbar (1215020123)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur hanya milik Allah SWT. Hanya karena izin-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami
kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh insan yang dikehendaki-Nya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Ilmu Balaghah yang menjelaskan pengertian,perkembangan serta tokoh-
tokoh Ilmu Balaghah.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta
bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. R.Edi Komarudin, M.Ag. selaku Dosen Pengampu Mata kuliah
Ilmu Balaghah atas bimbingannya.
2. Orang tua kami yang banyak memberikan semangat dan bantuan, baik
moril maupun materil.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami cukup menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan
memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.

Bandung, 07 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………3

1. Latar Belakang ………………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………4

1. Pengertian Ilmu Balaghoh………………………………………………4

1.2. Pembagian Ilmu Balaghoh……………………………………………..4

1.3. Ilmu Bayan………………………………………………………………4

1.4. Ilmu Ma’ani……………………………………………………………...9

1.5. Ilmu Badi’……………………………………………………………….13

2. Sejarah perkembangan Ilmu Balaghah…………………………………17

3. Tokoh-tokoh Ilmu Balaghah……………………………………………..19

BAB III PENUTUP……………………………………………………………20

Kesimpulan…………………………………………………………………..20

DAFTAR ISI……………………………………………………………………22
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebuah Ilmu tidaklah muncul sekaligus sempurna dalam satu masa.Ilmu


mengalami fase dimana Ilmu tersebut berkembang dan maju,bahkan menjadi
punah. Ilmu Balaghah merupakan salah satu cabang ilmu dalam Bahasa Arab pun
mengalami fase perkembangan dan kemajuan. Ilmu Balaghah merupaka Ilmu yang
memiliki 3 cabang,yaitu Ma’ani,Bayan dan Badi’.
Jauh sebelum Islam datang,Sastra Arab dikenal melalui sastra lisan yang berupa
puisi,pidato dan peribahasa.Biasanya isinya berisi tentang cinta,kepahlawanan dan
pelampiasan balas dendam.Namun,ketika Islam mulai masuk,sastra Arab mulai di
pengaruhi oleh Al quran dan Hadits sedikit demi sedikit.
Ilmu Balaghah merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang menjadi
alat untuk menguak kemukjizatan Al quran.Karena seperti kita ketahui,Alquran
memiliki sastra yang tinggi dengan susunan kalimat yang indah,tertib dan rapih.
BAB II

PEMBAHASAN

A.Pengertian Ilmu Balaghah

Balaghah bisa diartikan menggapai tujuan dan tutur kata yang baik. Secara istilah,
balaghah adalah menyampaikan makna yang luhur secara jelas dengan menggunakan ungkapan
yang shahih dan fashih. Secara jelas maksudnya pembicara menyampaikan suatu ungkapan
dengan lugas sehingga mudah difahami dan tidak salah faham. Adapun yang dimaksud shahih
adalah sesuai dengan kaidah bahasa dan nahwu. Sedangkan fashih adalah ungkapan itu harus
tersusun dari kata-kata yang mengandung maksud yang dikehendaki oleh pembicara. Dalam
pendapat lain, Ilmu balaghah merupakan sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah
kalimat, yaitu mengenai susunannya, maknanya, pengaruh jiwa, keindahan, dan kejelian
pemilihan kata yang sesuai dengan tuntutan.

B. Pembagian Ilmu Balaghoh

Dalam ilmu balaghah, ada 3 cabang atau subdisplin ilmu, yaitu ilmu bayan, ilmu ma’ani, dan
ilmu badi’.

● ILMU BAYAN

1. Pengertian  Ilmu Bayan

Menurut Bahasa, ilmu bayan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari cara mengungkapkan
Bahasa dengan susunan kalimat yang beragam, di mana yang Bahasa lebih jelas penunjukan
maknanya atau lebih berkesan dari yang lain. Jadi ilmu bayan adalah uslub mengungkapkan
suatu maksud dengan redaksi yang berbeda-beda. Ilmu bayan juga berkaitan dengan keindahan
berbahasa yang pengungkapannya menggunakan kata-kata indah dan mampu meninggalkan
kesan yang mendalam di hati pendengar atau pembaca.

3 ungkapan berikut yang menunjukkan seseorang yang mempunyai sifat dermawan!

‫هُ َو كالبَحْ ر فِي ال َك َر ِم‬


”Dia seperti lautan dalam kemurahannya“
ُ ‫َرَأي‬
‫ْت بَحْ رًا فِ ْي َم ْن ِزلِنَا‬
”Saya melihat lautan di rumah kami“
‫هُ َو َكثِي ُر ال َّر َما ِد‬
”Dia banyak abunya“

Pola kalimat pertama menggunakan uslūb at-tasybīh, yang kedua menggunakan uslūb al-majāz;
dan ketiga menggunakan uslūb al-kināyah. Pada kalimat pertama, pembicara atau penulis
menyerupakan seseorang dengan lautan dalam kemurahannya. Pada kalimat kedua, pembicara
atau penulis melihat lautan yang merupakan kata al-majāz (Isti‘ārah) dari orang yang memiliki
sifat pemurah. Pada kalimat ketiga, pembicara atau penulis menyatakan seseorang banyak
abunya yang merupakan kinayah dari sifat pemurah.  Seseorang memiliki banyak abu di dapur
karena banyak kayu bakar. Seseorang memiliki banyak kayu bakar karena keseringan atau
banyak yang dimasak. Seseorang yang banyak atau sering masak karena banyaknya atau
seringnya tamu yang bertandang (datang) ke rumahnya. Orang yang seperti itu pasti memiliki
sifat pemurah.

2. Topik Bahasan Ilmu Bayan

Ada 3 bahasan pokok dalam ilmu bayan, yaitu: At-Tasybīh ( ‫)التشبيه‬, Al-Majaz ( ‫)المجاز‬, dan
Al-Kinayah (‫)الكناية‬.
a. Tasybih
Tasybih adalah menjelaskan bahwa suatu perkara bersekutu dengan yang lainnya dalam satu sifat
atau lebih dengan menggunakan perantara yaitu kaf (‫ )ك‬dan sejenisnya baik secara tersurat
maupun tersirat. Contoh:
‫خَالِ ٌد َكاَأْل َس ِد فِي ال َّش َجا َع ِة‬

Artinya: “Khalid seperti singa dalam keberanian”.

‫ْال ِع ْل ُم َكالنُّ ْو ِر فِي ْال ِه َدايَ ِة‬

Artinya: “Ilmu itu seperti cahaya dalam hal memberi petunjuk.”

Dari contoh yang pertama didapati bahwa khalid diserupakan dengan singa karena keduanya
mempunyai sifat yang sama yaitu sama-sama berani. Disyaratkan pula bahwa musyabbah bih itu
lebih kuat daripada musyabbah.
Dalam susunan uslub tasybih, terdapat 4 rukun tasybih, yaitu:

a. Musyabbah ( ُ‫ )المـ ُ َشبَّه‬yaitu sesuatu yang diserupakan


b. Musyabbah bih (‫ه‬ ِ ‫ب‬ ُ‫ )المـ ُ َشبَّه‬yaitu sesuatu yang diserupakan dengan
c. Adat tasybih (‫ه‬ِ ‫التَّ ْشبي‬ ُ‫ )َأداة‬alat atau perantara tasybih
d. Wajah syabah (‫ه‬ ِ َ‫ال َّشب‬ ُ‫ ) َوجْ ه‬sifat yang menjadi letak kesamaan.

Rukun tasybih yang pertama dan kedua disebut denga tharaf (‫ )طَ َرف‬dan wajib dimunculkan
dalam tasybih. Sedangkan rukun ketiga dan keempat boleh dimunculkan atau dihilangkan.

Mari kita telaah Bahasa contoh tasybih yang kedua:

‫ْال ِع ْل ُم َكالنُّوْ ِر فِي ْال ِهدَايَ ِة‬


Dari contoh tersebut kata yang menjadi musyabbah adalah kata (‫)ال ِع ْل ُم‬,ْ musyabbah bih adalah kata
ْ
(‫)النُّوْ ِر‬, adat tasybihnya kata (‫)ك‬, dan wajah syabahnya adalah kata (‫)ال ِهدَايَ ِة‬.

Karena adat dan wajah boleh tidak disebutkan, maka susunan berikut juga termasuk tasybih:

‫ْال ِع ْل ُم نُ ْو ٌر‬
b. Majaz

Majaz adalah kata yang digunakan bukan pada makna aslinya karena adanya hubungan (alaqah)
dan alasan yang menghalangi untuk difahami dengan makna aslinya atau makna kamus. Dalam
ilmu bayan, majaz dibagi menjadi dua, yaitu majaz aqli dan majaz lughawi.

1) Majaz Aqli
Majaz aqli adalah menyandarkan perbuatan (aktivitas) kepada suatu atau benda yang bukan
aslinya karena adanya ‘alaqah ghair al-musyabahah (hubungan tidak adanya unsur kesamaan
antara makna asli dan makna yang mengalami perubahan) dan qarinah (susunan kalimat) yang
mencegah terjadinya penyandaran makna ke lafaz tersebut. Dinamakan aqli, karena majaz jenis
ini bisa diketahui penunjukan maknanya  dengan menggunakan akal.

Contoh:
‫ت‬ َّ ‫اب‬
ِ ‫السـ َما َوا‬ َ َ‫) َأ ْسـب‬36( ‫اب‬ َ َ‫صـرْ حًا لَ َعلِّي َأ ْبلُـ ُغ اَأْل ْسـب‬ َ ‫ـان اب ِْن لِي‬ ُ ‫ـو ُن يَـا هَا َم‬ َ َ‫َوق‬
ْ ‫ال فِرْ َع‬
‫صـ َّد َع ِن‬ ْ ‫ك ُزي َِّن لِفِرْ َعـ‬
ُ ‫ـو َن ُسـو ُء َع َملِـ ِه َو‬ َ ِ‫فََأطَّلِ َع ِإلَى ِإلَ ِه ُمو َسى َوِإنِّي َأَلظُنُّهُ َكا ِذبًــا َو َكـ َذل‬
)37( ‫ب‬ ٍ ‫يل َو َما َك ْي ُد فِرْ َع ْو َن ِإاَّل فِي تَبَا‬
ِ ِ‫ال َّسب‬
Artinya: “Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi
supaya Aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya Aku dapat melihat Tuhan
Musa dan sesungguhnya Aku memandangnya seorang pendusta”. Demikianlah dijadikan Fir’aun
memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu
daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (QS. Ghafir [40]: 36-37).

Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun ahasa yang menjulang
disandarkan kepada seorang bernama Haman padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang
membangun itu adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses
pembangunan itu.

2) Majaz Lughawi

Majaz lughawi adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya karena ada alaqah dan
qarinah yang mencegah makna asli. Dalam majaz lughawi, suatu makna difahami dengan makna
lain karena unsur kebahasaan. Majaz lughawi terbagi lagi menjadi istiarah dan majaz mursal.

● Istiarah

Istiarah adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya dan mulanya uslub tasybih yang
dibuang salah satu tharafnya. Maka alaqah atau hubungan makna asli dan makna yang dimaksud
dalam istiarah adalah musyabahah.

Contoh:

ُ ‫َرَأي‬
ِ ْ‫ْت بَحْ رًا ِفي السُّو‬
‫ق‬

Artinya: saya melihat “laut” itu di pasar.

Kata (‫ )بَحْ رًا‬pada contoh di atas tidak dimaknai sebagai hakikat melainkan merujuk pada
seseorang yang pemurah.
● Majaz Mursal

Majaz mursal adalah suatu lafaz yang dipergunakan bukan pada makna aslinya karena adanya
alaqah ghair musyabahah (hubungan bukan perumpamaan) disertai qarinah (alasan/bukti) yang
mencegahnya dari makna asli. Majaz mursal berbeda dengan kinayah karena pada kalimat yang
berbentuk kinayah tidak harus ada qarinah yang mencegah suatu lafaz dari makna aslinya.
Dinamakan “mursal” karena ia tidak dibatasi oleh pemaknaan tertentu.

Contoh:

َ ‫ِإ َّن اَأْلب َْر‬


‫ار لَفِي نَ ِع ٍيم‬

Artinya:“Sesungghnya orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam


kenikmatan.” (QS. Al-Muthaffifin: 22), Yang dimaksud dengan kenikmatan pada ayat tersebut
adalah tempatnya kenikmatan yaitu surga.

C. Kinayah

Kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya,
disamping boleh juga yang dimaksud pada makna yang sebenarnya. Simpelnya kinayah adalah
idiom.

Contoh:

‫َعلِ ٌّي َكثِ ْي ُر ال َّر َما ِد‬

Artinya: Ali mempunyai banyak abu.

Maksud dari ungkapan di atas adalah bahwa Ali adalah orang yang dermawan. Orang Arab
melazimkan bahwa yang dermawan pasti suka menjamu orang dan tentunya sering masak di
rumah. Dahulu kala orang masak menggunakan kayu bakar sehingga menghasilkan hasil abu
yang banyak.

ِ َ‫َوا ْم َرَأتُهُ َح َّمالَةَ ْال َحط‬


‫ب‬

Artinya: Dan (begitu pula) istrinya (istri Abu Lahab), pembawa kayu bakar.
Pembawa kayu bakar diartikan penyebar fitnah. Istri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar
karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan nabi Muhammad saw.
Dan kaum Muslim.

● ILMU MA’ANI
1. Pengertian Ilmu Ma’ani

Ilmu ma’ani adalah ilmu yang mempelajari kesesuaian antara konteks pembicaraan dengan
situasi dan kondisi sehingga maksud dan tujuan bisa tersampaikan secara jelas dan Bahasa.

Definisi lainnya, ilmu ma’ani adalah pokok-pokok dan dasar-dasar untuk mengetahui tata cara
menyesuaikan kalimat kepada kontekstualnya (muqtadhal halnya) sehingga cocok dengan tujuan
yang dikehendaki.

Berdasarkan definisi di atas, dalam ilmu ma’ani terdapat dua unsur yang perlu diperhatikan,
yaitu kondisi audien (pendengar) dan obyek (topik pembicaraan).

2. Kondisi Audien (pendengar)

Pembicaraan harus disesuaikan dengan kapasitas intelektual audien. Bahasa yang digunakan
ketika berbicara dengan orang yang tingkat intelektualnya tinggi, tentu berbeda dengan orang
yang tingkat intelektualnya rendah. Misalnya penggunaan cara berbahasa dengan seorang
mahasiswa di perguruan tinggi berbeda dengan seorang murid Sekolah Dasar atau orang yang
pernah mengenyam Bahasa dengan orang yang tidak pernah mengenyam Bahasa.

Kalau berbicara dengan orang terdidik kita cukup menggunakan kalimat yang singkat dan padat
bukan bertele-tele. Dengan Bahasa mereka sudah bisa memahami dan menangkap maksud dan
tujuan sang pembicara, tetapi sebaliknya kalau kita berbicara di hadapan orang yang tidak
terdidik maka dibutuhkan penggunaan kata-kata yang Bahasa dan bertele-tele sekalipun maksud
dan tujuan yang ingin disampaikan hanya sedikit.

Selain itu, kondisi audiens ketika menanggapi suatu pembicaraan ada yang yakin, ragu, dan juga
ingkar. Tentunya uslub yang digunakan ketika menyampaikan suatu informasi kepada orang
yang yakin, orang yang ragu, dan orang yang ingkar akan berbeda. Biasanya tambahkan huruf
taukid pada suatu kalimat apabila menyampaikan informasi kepada orang yang ragu, bahkan
taukidnya lebih dari satu apabila audiensnya membantah informasi tersebut.
3. Obyek/Topik Pembicaraan

Obyek pembicaraan memegang peranan penting dan substansial dalam ilmu ma’ani. Obyek
pembicaraan juga harus disesuaikan dengan kadar intelektual audien. Karena ada obyek
pembicaraan yang bisa dijangkau oleh audien dan sebaliknya ada obyek-obyek pembicaraan
yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan kadar keilmuannya. Kemampuan menganalisa dan
problem solving (memecahkan masalah) tentu tidak akan mampu dilakukan oleh anak-anak yang
masih belajar di bangku sekolah tingkat dasar.

4. Topik Bahasan Ilmu Ma’ani

Ada beberapa topik inti yang menjadi pembahasan para ulama Balāghah dalam ilmu Ma’ani,
yaitu:

● Khabar dan Insya’

Khabar atau kalimat berita adalah ungkapan yang bisa dinilai bahwa yang menyampaikannya
bohong atau tidak. Sedangkan insya’ sebaliknya.

Contoh kalam khabar:

َ َ‫ِإ َّن َأب‬


ٌ‫اك لَ َم ِريْض‬

Artinya: “sesungguhnya ayahmu benar-benar sakit”.

Kalam khabari dengan dua taukid.

Contoh kalam insya’:

ْ ‫فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا َأ ْو لِيَصْ ُم‬


‫ت‬

Artinya: Maka hendaklah mengatakan yang baik atau diam”.

Kalam insya’I dengan uslub amr (perintah).

● Musnad dan Musnad Ilaih


Kalimat dalam Bahasa Arab terbentuk dari jumlah ismiyyah (terdiri dari mubtada’ dan khabar)

 
dan jumlah fi’liyyah (terdiri dari fi‘il dan fa‘il). Dalam Ilmu Balagah kedua unsur pembentuk

susunan kalimat tersebut dinamakan Musnad   (‫)المسند‬ dan Musnad Ilaih (‫إليه‬ ‫)المسند‬.


Contoh:

‫ ُم َح َّم ٌد قَاِئ ٌم‬ 


‫قَا َم ُم َح َّم ٌد‬
Dalam kedua kalimat di atas, kata (‫ح َّم ٌد‬
َ ‫ ) ُم‬merupakan tempat disandarkannya perbuatan berdiri
atau disebut musnad ilaih. Sedangkan kata (‫ )قَاِئ ٌم‬dan (‫ )قَا َم‬merupakan perbuatan yang disandarkan
kepada Muhammad atau disebut Musnad.

● Ijaz, Musawah dan Ithnab

Ijaz adalah kalimat yang ringkas. Musawah adalah ungkapan yang setara. Sedangkan ithnab
adalah kalimat yang bertele-tele.

Contoh ijaz:

)54 :‫ق َواَأل ْم ُر (اعراف‬


ُ ‫اَالَ لَهُ ْال َخ ْل‬
Artinya: “...Ketahuilah milik Allah segala penciptaan dan urusan....” (QS. Al-A’rāf [7]: 54)
Kata (‫ )الخلق‬yang artinya penciptaan dan kata (‫ )األمر‬yang artinya urusan mengandung makna
semua atau segala hal yang berkaitan dengan penciptaan makhluk dan urusannya seperti hidup,
mati, senang, Bahasa dan lain-lain itu sudah terkandung dalam makna ayat ini.

Contoh musawah:

ُ‫َم ْن َكفَ َر فَ َعلَ ْي ِه ُك ْف ُره‬


Artinya: ”Barang siapa yang kafir (ingkar) maka dia sendirilah yang menanggung (akibat)
kekafirannya itu.” (QS. Ar-Rūm: 44)

Contoh ithnab:

‫ْأ‬ ْ ‫قَا َل َربِّ إنِّ ْي َوهَ َن ْال َع‬


ِ ‫ظ ُم ِمنِّ ْي َوا ْشتَ َع َل ال َّر‬
‫س َش ْيبًا‬
Artinya: Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah
ditumbuhi uban, (QS. Maryam: 4).
Maksud ayat diatas adalah: “Saya sudah tua”.
● Qashr

Qashr adalah gaya ahasa pengkhususan.

Contoh qashr:

َ ‫ون ِإاَّل َأ ْنفُ َسهُ ْم َو َما يَ ْش ُعر‬


‫ُون‬ َ ‫َو َما يَ ْخ َد ُع‬
Artinya: “dan tidaklah mereka menipu kecuali kepada dirinya sendiri sedang mereka tidak
sadar.” (QS. Al-Baqarah: 9).

● Fashal dan Washal

Fashal dan washal membahas tentang menyambung atau memisahkan kalimat dengan kalimat
yang lainnya menggunakan huruf athaf ‘wau”.

Contoh fashal:

ِ ‫يُ َدبِّ ُر اَأْل ْم َر يُفَصِّ ُل اأْل ي‬


‫ت‬

Artinya: “Dia (Allah) yang mengatur urusan dan menjelaskan tanda-tanda” (Ar- Ra’d: 2)

Contoh washal:

  ‫َوا ْعبُ ُدوا هللاَ َواَل تُ ْش ِر ُك ْوا بِ ِه َش ْيًئا‬

Artinya: “Dan sembahlah Allah serta janganlah kalian menyekutukan-Nya….” (An-Nisa’: 36).

Kesimpulan:

> Ilmu ma’ani membahas macam-macam uslub (gaya ahasa) atas dasar struktur kalimat.

> Tujuan dari mempelajari ilmu ma’ani:


• Agar pembicaraan disesuaikan dengan keadaan audien sehingga bisa berkomunikasi dengan
efektif.

• Menjaga lisan dari kesalahan berbicara.

• Mengetahui kemukjizatan al-Qur’an melalui aspek kebagusan susunan dan sifatnya, keindahan
kalimat, kehalusan bentuk ijaz yang telah diistemawakan oleh Allah dan segala hal yang telah
dikandung oleh al-Qur’an itu sendiri.

• Mengetahui rahasia balaghah dan fashahah dalam ahasa Arab yang berupa prosa dan puisi agar
dapat mengikutinya dan ahasa sesuai dengan aturannya serta membedakan antara kalimat yang
bagus dengan yang bernilai rendah.

• Apabila berposisi sebagai audiens, ahasal lebih memahami maksud pembicara lebih dalam.

● ILMU BADI’

1. Pengertian Ilmu Badi’

Dalam istilah ilmu balaghah, ilmu badi’ adalah ilmu yang mempelajari tentang keindahan suatu
kalimat baik dari segi lafaz maupun makna.

Dari pengertian di atas, dapat kita fahami bahwa tujuan mempelajari ilmu badi’ adalah agar
pembicaraan kita enak didengar oleh mustami’. Tentunya agar pembicaraan kita indah, kita harus
memilih diksi kata yang tepat baik dilihat dari segi pelafalan maupun maknanya.

2. Bahasan Ilmu Badi’

Dalam ilmu badi’, ada dua tema bahasan, yaitu muhassinatul lafhdziyyah dan muhassinatul
ma’nawiyyah.

● Muhassinat Lafdziyyah

Muhassinatul lafdziyyah adalah cara untuk memperindah kata dari segi pelafalan atau bunyinya.

a. Jinas
Jinas adalah penggunaan dua kata dalam sama atau mirip satu ungkapan namun berbeda dalam
maknya. Ada dua macam jinas, yaitu:

1). Jinas tam, yaitu dua kata yang sama pengucapannya dalam ahasal, yaitu: jenis huruf, harakat
huruf, jumlah huruf dan urutan huruf. Dari keempat tersebut ada yang perlu diketahui bawha
huruf tambahan selain dalam shighat tashrif seperti alif lam ta’rif dan juga harakat terakhir tidak
termasuk kategori 4 hal tersebut.

Contoh di Al-Qur’an:

ْ ُ‫ك َكان‬
‫وا يُْؤ فَ ُك ْون‬ َ ِ‫ َك َذال‬ ‫ َسا َع ٍة‬ ‫يُ ْق ِس ُم ْال ُمجْ ِر ُم ْو َن َما لَبِثُ ْوا َغ ْي َر‬ ُ‫السَّا َعة‬ ‫َويَ ْو َم تَقُ ْو ُم‬
2). Jinas ghair tam, yaitu dua kata yang mirip pengucapannya tetapi tidak sama pada salah satu
dari ahasal, yaitu: jenis huruf, harakat huruf, jumlah huruf dan urutan huruf.

Contoh:

ّ ‫ض بِ َغي ِْر ْال َح‬


‫تَ ْم َرح ُْو َن‬ ‫ق َوبِ َما ُك ْنتُ ْم‬ ِ ْ‫فِ ْي اَألر‬ ‫تَ ْف َرح ُْو َن‬ ‫َذلِ ُك ْم ِب َما ُك ْنتُ ْم‬
b. Iqtibas

Iqtibas adalah mengutip suatu kalimat dari Al-Qur’an atau Hadist, lalu disisipkan ke dalam prosa
atau syair tanpa dijelaskan bahwa kalimat yang dikutip tersebut diambil dari Al-Qur’an dan
Hadist.

Contoh:

‫ـو ٍم تَ ْشـ َخصُ فِ ْيـ ِه‬


ْ ‫(ِإنَّ َمــا نُـَؤ ِّخ ُرهُ ْم لِيَـ‬ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫ش َواَأْل ْن‬
ِ ‫ك ِمن الظَّلَ َم ِة َك ْث َرةُ ْال ُجي ُْو‬
َ َّ‫الَ تَ ُغ َّرن‬
  )‫ْصا ُر‬ َ ‫اَأْلب‬
Artinya: Jangan engkau tertipu daya dalam kezaliman dengan banyaknya bala tentara dan
pelindung, sesungguhnya kami tangguhkan (azab mereka)  pada hari di mana mata terbelalak.

c. Saja’

As-saja‘ adalah kesamaan huruf akhir pada dua fashilah atau susunan kalimat. Yang dimaksud
fashilah bisa bait, ayat, kalimat, atau penggalan kalimat.

Contoh:
‫ َمنُوعًا‬ ‫ َوِإ َذا َم َّسهُ ْال َخ ْي ُر‬،‫ َج ُزوعًا‬  ُّ‫ِإ َذا َم َّسهُ ال َّشر‬

Artinya: Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, (QS. Al-Ma’arij: 20-21)

● Muhsinat Ma’nawiyah

Muhassinatul ma’nawiyyah adalah cara mengindahkan makna dalam suatu ungkapan.

a. Tauriyah

Tauriyah adalah mengungkapkan suatu lafaz yang mempunyai dua makna: pertama, makna dekat
dan jelas yang tidak dimaksud. Kedua, makna jauh dan samar dan inilah yang dimaksud
mutakallim.

Contoh pada kisah Nabi Ibrahim ketika beliau dalam perjalanan dengan istrinya Siti Hajar. Di
tengah perjalanan keduanya di tangkap oleh penguasa yang sangat kejam dan bengis. Untuk
menyelamatkan istrinya dari kebengisan sang penguasa, Nabi Ibrahim menjawab dengan
menggunakan uslub at-tauriyah ketika diintrogasi oleh sang penguasa, “Siapa perempuan ini?”
Nabi Ibrahim menjawab,

‫َه ِذ ِه ُأ ْختِ ْي‬ 

Artinya dia adalah saudariku.

Kata (‫ )أختي‬dalam konteks kalimat ini mengandung tauriyah yang mempunyai dua makna. Bisa
dimaknai saudari karena nasab atau saudara karena seagama. Sedangkan yang dimaksud Nabi
Ibrahim as adalah saudara seagama. Kata tersebut sengaja diucapkan Nabi Ibrahim untuk
menjaga identitas istrinya. Seandainya beliau menjawab Hajar adalah istrinya bisa jadi dia akan
dibunuh.

b. Thibaq

Thibaq adalah berkumpulnya dua makna yang berlawanan dalam satu kalimat.

Contoh Thibaq:
‫ ُرقُو ٌد‬ ‫ َوهُ ْم‬ ‫َأ ْيقَاظًا‬ ‫َوتَحْ َسبُهُ ْم‬
Artinya: “Dan kamu mengira  mereka itu bangun padahal mereka tidur….” (QS. Al-ahfi : 18)

c. Muqabalah

Muqabalah adalah mengungkapkan dua lafaz atau lebih lalu diiringi dua lafaz lain yang
merupakan ahasa (lawan kata) dari dua lafaz pertama dan disebutkan secara beriringan.

Contoh:

ً‫فَ ْليَ ْسهَر ُْوا َكثِ ْيرًا َو ْليَنَا ُم ْوا قَلِ ْيال‬

artinya:

“Hendaklah mereka sering terbangun (malam hari) dan sedikit tidur!”

ْ َ‫ )ي‬dan (‫ ) َكثِ ْيرًا‬berantonim dengan (‫ )يَنَا ُموْ ا‬dan (‫)قليال‬.


Kata (‫سهَرُوْ ا‬
d. Husnut ta’lil

Husnut ta’lil adalah pengingkaran seorang sastrawan secara terang-terangan atau pun terpendam
tentang alasan suatu peristiwa yang telah dikenal umum, dan ia mendatangkan alasan lain yang
bernilai sastra yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.

Contoh:
‫ب َأ ْهلِهَا‬
ِ ‫ار ح ُْزنًا َعلَى ِغيَا‬
ِ ‫ق ال َّد‬ َ ‫َك‬
ُ ‫ان احْ تِ َرا‬

Artinya: Terbakarnya rumah itu karena ia sedih ditinggalkan penghuninya

e. Uslub al-Hakim

Uslub al-hakim adalah gaya ahasa yang disampaikan oleh seseorang dalam memberikan jawaban
terhadap sebuah persoalan dengan jawaban yang keluar dari topik persoalan.
Contoh:

ِّ‫اس َو ْال َحج‬ ُ ِ‫ك َع ِن اَْأل ِهلَّ ِة قُلْ ِه َي َم َواق‬


ِ َّ‫يت لِلن‬ َ َ‫يَسَْئلُون‬
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah “itu adalah (petunjuk) waktu bagi
manusia dan (ibadah) haji. (Al-Baqarah: 189)

Selain uslub di atas, para ulama balaghah masih banyak menyebutkan pola-pola lain seperti itbâ’,
istitbâ’, tafrî’ dan sebagainya, namun diantara yang paling sering dikemukakan dan kita jumpai
adalah lima pola diatas.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Balagah

Tidak ada suatu ilmu itu muncul sekaligus sempurna dalam suatu masa, kecuali mengalami fase
sejarah dimana ilmu tersebut ada, berkembang dan maju atau bisa saja mengalami kemunduran
dan kepunahanan.

Ilmu Balaghah sebagai cabang dari Bahasa Arab pun mengalami fase kemunculan,
perkembangan, dan seterusnya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya ilmu ini memiliki
tiga cabang, yaitu: Ilmu Bayan, Ilmu Ma’ani dan Ilmu Badi’. Tidaklah ada pada awalnya
sistematis seperti ini. Dahulu, sama sekali tak dikenal sebagai istilah balaghah adalah sebuah
ilmu.

Pembahasan mengenai sejarah Balaghah menurut Amin Al-Khuli meliputi tiga bagian, yaitu:

Sejarah tentang materi balagah dan ketentuan-ketentuannya meliputi masalah awal kemunculan,
tahapan perkembangan dan bagaimana ilmu ini pada akhirnya.
Kajian tentang tokoh-tokoh ilmu balagah
Kajian tentang tulisan atau karangan dalam ilmu balagah
Pengetahuan tentang sejarah Balaghah sangat penting sekali, karena ilmu ini tidak serta merta
merupakan ilmu ahas yang tiba-tiba muncul begitu saja, dengan mengetahui sejarah maka kita
akan tahu hakikat tentang ilmu ini.

Munculnya Ilmu-Ilmu Bahasa Arab tidak terlepas dari turunnya Al-Qur’an.

Ilmu Bahasa Arab berkembang pesat tidak lain karena Al-Qur’an diturunkan dengan Bahasa
Arab, sebagaimana firman Allah s.w.t:

٢ َ‫ِإنَّٓا َأنزَ ۡل ٰنَهُ قُ ۡر ٰ َءنًا َع َربِ ٗيّا لَّ َعلَّ ُكمۡ ت َۡعقِلُون‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya”. (Q.S.Yusuf: 2)

Maka dengan turunnya Al-Qur’an ini dijadikan inspirasi bagi para pakar Bahasa Arab untuk
mengkonsep berbagai macam ilmu pengetahuan, tiada lain untuk menjaga keasliannya,
membantu memahaminya dan juga menilai sisi keindahan kemukjizatan Al-Qur’an itu sendiri.

Para pakar Bahasa ketika ingin menafsirkan suatu ayat atau kalimat dalam Al-Qur’an, yang itu
sulit dipahami, maka mereka mendatangkan sya’ir jahiliy yang memuat kata tersebut sebagai
rujukan dengan gaya dan makna bahasanya. Dalam hal ini contohnya adalah Tafsir yang
menggunakan pendekatan linguistic (kebahasaan) yaitu Tafsir Al-Kasyaf karya Imam Az-
Zamakhsyari (538 H).

Interaksi para pakar Bahasa dengan berbagi teks Sya’ir dan kesastraan lainnya menjadikan
mereka menulis berbagai macam karya mengenai kumpulan syair, puisi ataupun prosa, dan sastra
yang lainnya, mereka menulisnya demi kekhidmatan kepada Al-Qur’an.

Dari sinilah muncul berbagai macam ilmu kebahasaan, seperti Nahwu, Sharaf, ‘Arudh, Ma’ani,
Bayan, Badi’ dan seterusnya.

Pra Kodifikasi Ilmu Balaghah.

Secara historis istilah Balaghah muncul belakangan setelah benih-benih ilmu ini muncul dengan
berbagai istilahnya sendiri. Bahkan sebelum ilmu ini dikenal, esensinya telah tertanam dalam
praktek berbahasa orang-orang Arab terdahulu.

Berbagai macam pengetahuan manusia, mulai dari ilmu, filsafat, seni dan yang lainnya telah ada
di akal dan lisan manusia dalam kehidupannya jauh sebelum ilmu itu terkodifikasi secara
sistematis nan sempurna.

Tak terkecuali Ilmu Balaghah, ilmu yang terkait dengan mengekspresikan Bahasa dengan
literatur yang sangat indah sebagai pengetahuan telah menghiasi berbagai perkataan Orang Arab
baik dalam bentuk syi’ir didalamnya, bahkan jauh sebelum Al-Qur’an diturunkan.

Setiap bangsa memiliki ahasa masing-masing, tentunya dengan ahasa tersebut mereka
berkomunikasi dengan sangat baik, dapat membedakan antara ahasa yang baik maupun buruk
dalam bahasanya masing-masing yang menjadi fitrah setiap manusia.
Mereka pun telah menggunakan berbagai macam gaya ahasa yang indah. Tak terkecuali bangsa
Arab dan ahasa mereka.

C.Tokoh- Tokoh Ilmu Balaghah

Pada awalnya,struktur ilmu Balghah belum lengkap seperti yang kita kenal
sekarang.Setelah mengalami berbagai fase perkembangan,maka disepakati bahwa Ilmu Balaghah
membahas tiga kajian utama,yaiut Ilmu Bayan,Ilmu Ma,ani dan Ilmu Badi’.

Perkembangan ini diawali dengan kajian sastra terhadap beberapa sya’ir dan pidato-pidato
orang Jahiliah,kemudian dilanjutkan dengan mengulas Sya’ir dan sastra pada masa awal Islam.

Perkembangan Balaghah yang semakin baik tersebut ditandai dengan munculnya para
tokoh yang Ahli dan memiliki karya-karya besar pada Abada ke- 3 H,seperti Ibnu Qutaibah
(w.276 H ) Ibnu Hasan Al Rumani (w.284 H) Al farra’ (w.255 H). Tokoh pertama yang
mengarang buku dalam bidang Ilmu Bayan adalah Abu Ubaidah dengan judul “Majaz Al quran”.

Perkembangan Ilmu Balagahah terus mengalami perkembangan hingga mencapai


puncaknya pada abad ke – V.Dengan ditandai semakin utuhnya kajian-kajian Ilmu Balaghah
yang tertuang dalam dua kitab yang disusun oleh Imam Abdul Qahir Al- Jurjani (400-471
H).Kedua kitab tersebut adalah :

 Kitab Asrarul Balaghah yang berisi soal-soal majaz,Isti’arah,tamtsil,tasybih dan lain-lain


dari cabang ilmu Ma’ani.
 Kitab Dala’ilul I’jaz,yang berisi tentang keindahan susunan kata dan konteksnya,dengan
keindahan makna yang merupakan keistimewaan Uslub Al Qur’an yang menunjukkan
mukjizatnya.

Kemudian disusul dengan kemunculan Imam As- Sakaki pada abad ke-vii H yang
semakin mematangkan Ilmu Balaghah dengan tiga cabang ilmu sebagai komponennya yaitu Ilmu
Ma’ani.Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’.Setelah itu muncullah kitab bernama Talkhisul Miftah karya
Al Khatib al Qazwainy (w.729 H) yang menyempurnakan kitab Miftahul ‘Ulum karya As
Sakaki.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Ilmu Balaghah merupakan ilmu untuk menyampaikan suatu makna suatu kata atau kalimat
dengan ungkapan yang dapat dipahami dan tidak menimbulkan kesalah pahaman. Dalam
perkembangannya,Ilmu Balaghah bisa muncul tidak lain karena turunnya Alquran.

Ketika Al quran turun,banyak pakar-pakar yang membedah dan meneliti isi Alquran.Dari situlah
muncullah cabang-cabang ilmu Bahasa Arab yang salah satunya Ilmu Balaghah.Karena sering
berinteraksi dengan Al quran dan karya -karya sastra,para pakar tersebut menulis karya -karya
seperti puisi,sastra dan prosa.

Ada pula pakar- pakar yang membuat kitab dengan tujuan untuk pengembangan Ilmu
Balaghah.Sehingga melahirkan tokoh-tokoh terkenal seperti Ibnu Qutaibah,As Sakaki, Al
farra’,Imam Abdul Qahir Al Jurjani dan masih banyak lagi. Dari karya- karya para pakar tersebut
lah muncul 3 cabang Ilmu Balaghah yaitu Ma’ani,Bayan dan Badi’.

B.Kritik dan Saran

Penulis masih sadar bahwa banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini.Oleh
karena itu,jika terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun isi,mohon untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun guna lebih baik lagi dalam ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

https://hahuwa.blogspot.com/2021/04/pengertian-ilmu-balaghah-dan-ruang.html

https://www.persismesir.com/sejarah-singkat-ilmu-balaghah/

http://digilib.uinsby.ac.id/17821/4/Bab%201.pdf

https://maalikghaisan.blogspot.com/2017/10/latar-belakang-munculnya-balaghah.html

https://123dok.com/article/tokoh-tokoh-ilmu-balaghah-karyanya-ilmu-balaghah-
pendahuluan.zpd74w0z

Anda mungkin juga menyukai