Disusun Oleh:
Kelompok 9
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Bayan merupakan bagian dari ilmu Balaghoh yaitu yang mempelajari tentang
cara atau metode pengungkapan bahasa yang indah dan ungkapan yang fasih sesuai
dengan tempat dan keadaan lawan bicara. Sehingga seseorang sampai pada tujuan yang
hendak dicapai. Ilmu bayan dapat diungkapkan dengan tiga macam bentuk yaitu tasybih
atau kata perbandingan, majaz atau kata yang digunakan dengan makna pragmatik atau
atau bukan untuk makna hakiki, tetapi ada makna yang tersirat. Kinayah merupakan
sindiran atau simbol menampilkan kata yang tidak fulgar, lebih mengedepankan makna
yang emplisit.
Belajar ilmu balaghoh baik melalui ilmu Bayan, ilmu Ma’ani, mupun ilmu Badi’
tujuannya sama tidak lain adalah agar memahami bahasa Al- Qur’an. Karena Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup yang memiliki makna dan bahasa yang indah.oleh karena itu,
perlu untuk memahami kaidah-kaidah bahasa agar tidak salah dalam menafsirkan Al-
Qur’an. Karena dalam Al-qur’an ada makna hakiki, ada pula makna majazi dan banyak
perumpamaan atau tasybih yang memiliki tujuan tertentu. Lafaz-lafaz yang indah juga
dibahas dalam ilmu Badi’. Kesesuaian dibahas dalam ilmu Ma’ani, dan ilmu Bayan.1
Salah satu cabang dari ilmu balagoh adalah ilmu Bayan, dalam pengkajian ilmu Bayan
pun terdapat banyak lagi pembagiaannya seperti Tasybih, Majaz dan Kinayah. Di
makalah ini kami akan mencoba membahas materi tentang pengertian kinayah,
pembagian jenis kinayah dan contoh penggunaan kinayah dalam al-qur’an.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kinayah
Apabila suatu lafadz diucapkan, namun yang dimaksudkan bukan maknanya, maka
tidak lepas adakalanya makna aslinya dikehendaki juga untuk dijadikan sebagai sebab
menuju makna yang dimaksudkan dan adakalanya tidak dimaksudkan.
Secara bahasa (etimologi) الكناية لغة مايتكلّم به االنسان ويريد به غريهartinya lafadz yang
diucapkan manusia tetapi ia menghendaki makna lain dari ucapannya itu. Secara istilah
ilmu bayan ل فظ اطلق واريد به الزم معناه مع قرينة ال متنع من ارادة املعىن االصليartinya Lafadz yang
diucapkan dan dikehendaki kelaziman maknanya dengan adanya pertanda namun tidak
menghalangi untuk menghendaki makna aslinya. (Jawahirul Balaghah) Contoh: زيد طويل
Maksudnya Zaid adalah seorang pemberani dan bertubuh besar. Kemudian anda
berpindah dari menjelaskan sifat tersebut menuju isyarat kepadanya. Sebab, panjangnya
rangka pedang, biasanya menandakan pemiliknya berpostur tinggi. Dan tubuh yang
tinggi, biasanya memiliki keberanian. Jadi yang dimaksudkan adalah ketinggian
tubuhnya (lazim-nya atau hal yang menetap padanya), meskipun dia tidak menyandang
pedang. Tetapi dengan ketentuan itu semua, sah juga menghendaki makna asalnya atau
makna hakiki-nya, yaitu: Panjangnya tempat menyandang pedang.
Dari pembahasan ini dapat diketahui, bahwa perbedaan antara kinayah dan majaz
adalah sahnya menghendaki arti aslinya dalam kinayah, dan tidak demikian dalam majaz.
Ringkasnya, kinayah itu berbeda dengan majaz dari segi dapat menghendaki arti hakiki
bersama menghendaki makna kelaziman-nya. Berlainan dengan majaz, sebab dalam
majaz tidak boleh menghendaki makna hakiki karena adanya pertanda atau garinah yang
memang menghalanginya.
Terkadang terhalang menghendaki makna asli dalam kinayah karena khusus atau
tertentunya makna yang dikehendaki. Seperti firman Allah SWT.
2
Muhammad Zamroji dan Nailul Huda, Balahoh Praktis Jauharul Maknun Saku (Sumenang: Santri
Salaf Press, 2017).
2
)67( عما يشركون
ّ مطوّيت بيمينه سبحانه وتعاىل
ّ السماوات
ّ و
Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia
dari apa yang mereka persekutukan. (QS. az- Zumar:67)3
B. Tujuan Kinayah
Pembagian kinayah ditinjau dari segi مكىن عنهatau makna yang kita kehendaki الزمتعناه
ada tiga5:
Yaitu kinayah yang apabila makna yang kita kehendaki itu serupa dengan
sifat, misalnya: طويل اخلجادyaitu sifat bagi orang yang tinggi badannya. Didalam
kinayah ini, kita sebut mausuf baik itu diucapkan atau dipahami dari سياق الكالمdan
Muhammad adalah mausuf dari sifat yang lazim (biasa) bagi mausuf طويل اخلجاد
Contoh: Amir panjang tangan, dari kalimat ini dapat dipaghami suatu sifat
yaitu yang suka mencuri. Mausufnya yang disebutkan yaitu Amir dengan menyebut
makna yang lazim bagi mausuf yaitu panjang tangan, sedang yang dimaksud adalah
3
Zamroji dan Huda.
4
Zamroji dan Huda, Balahoh Praktis Jauharul Maknun Saku.
5
Sagala, Balaghah.
3
sifat yaitu suka mencuri. Karena lazimnya orang yang panjang tangannya itu dipakai
untuk makna yang lain yakni mencuri.
Sifat kinayah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. كناية قريبة
Yaitu kinayah dekat, kinayah yang tanpa perantara dimana fikiran kita dapat
menangkap langsung dari makna lafaz yang diucapkan kepada makna yang
dikehendaki. Contoh, apabila orang mengatakan, “Yusuf tebal kantongnya”. Dari
kalimat ini kita langsung dapat mengerti bahwa yusuf banyak duitnya. Tidak
perlu perantara lagi sebab tebal katong memang banyak duitnya.
b. كناية بعيدة
adalah pemurah, tetapi untuk memahami makna tersebut memerlukan media dari
كثري الرمادkepada اجلرادtidak bisa berpindah secara langsung.
2. كناية عن موصوف
3. كناية النسبة
Yaitu kinayah yang menghubungkan suatu sifat kepada seseorang. Jadi, sifat
itu tidak langsung kita ucapkan kepada orang yang kita kehendaki.
Contoh: kita berkata kepada orang lain tidak mau tau dengan urusan orang, tidak
peduli sama sesama.
خري النّاس من ينفع النّاس
4
Sebaik-baik manusia adalah orang yang berguna bagi sesamanya. Maksud nisbat ini
adalah jika kita tidak dapat memberi manfaat kepada orang lain, maka kita bukan
orang yang baik.
)10 : 2/يف قلوهبم مرض فزادهم هللا مرضا وهلم عذاب أليم مبا كانوا يكذبون (البقرة
Artinya :
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya itu; dan bagi
mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (Q.S al-Baqarah: 10)
b) Analisis
Kinayah pada ayat di atas terdapat pada ungkapan يف قلوهبم مرضungkapan tersebut
bermakna dalam hati mereka terdapat penyakit. Maradl (penyakit) pada ayat ini
bermakna kerusakan pada keyakinan, seperti keraguan, munafiq, menentang, dan
berbohong. Dalam hati mereka terdapat penyakit karena mereka tidak memiliki ishmah,
taufik, dan ri’ayah. Ibnul Faris berkata, "Maradi adalah keadaan seseorang yang kurang
dari batas kesehatan dikarenakan adanya penyakit, sifat munafiq, atau kekurangan pada
suatu hal.
Pada ungkapan ( )يف قلوهبم مرضpara ulama berbeda pendapat. Qurthuby (t.t: 48)
memasukkan ayat tersebut ke dalam jenis ayat majâz istirah. Sedangkan Zuhaily (1998)
dan Shabûny memasukkannya ke dalam jenis ayat kinayah. Penyakit dalam hati pada
ayat tersebut sebagai ungkapan kinayah dari penyakit nifaq. Penyakit dapat merusak
fisik; sedangkan nifaq merupakan penyakit hati.
Zubaily (1984:98) menjelaskan," Kata maradi fi al-qalbi pada ayat di atas merupakan
ungkapan kinayah dari penyakit nifaq. Nifaq merupakan penyakit yang merusak hati
sebagaimana halnya penyakit dapat merusak badan.
5
2. al-Baqarah/2: 222
ويسألونك عن احمليض قـل هـو أذى فاعتزلوا النساء يف احمليض وال تقربوهن حىت يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن من حيث أمركم
Artinya :
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah kotoran.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci,
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang mensucikan diri". (Q.S
al-Baqarah: 222)
2) Analisis
Menurut Ibnu Mandzûr (t.t.: 641) kata أذىmempunyai beberapa makna sebagai
berikut: 1) kotoran; 2) siksaan; dan 3) duri kecil. Sedangkan makna kata tersebut dalam
al-Quran bermakna segala kemadharatan yang mengenai manusia baik dalam bentuk
psikis maupun fisik (Ashfahâni, t.t.: 11)
Zuhaily (1984: 98) menyebut bahwa ungkapan tersebut termasuk ke dalam ungkapan
kinayah. Makna adza pada ayat di atas bisa dimaknai secara haqiqi yaitu kotoran dalam
bentuk darah haidl dan bisa pula difahami dalam arti majâzy yaitu kotor psihisnya karena
pengaruh haidl. Haidl dinamakan adza baik secara syar'i maupun secara medis.
Ungkapan di atas menggunakan uslub kinayah. Makna dari ungkapan tersebut adalah
"Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl". Secara leksikal kata
6
" "االعتزالbermakna tajannub (menjauhkan diri dari sesuatu). Menjauhkan diri dari
Dari definisi di atas perintah itizál pada ayat di atas harus difahami bahwa seseorang
harus menjauhi istrinya ketika dia sedang haid, tidak mendekatinya, tidak bersentuhan,
apalagi menggaulinya. Menurut riwayat, bahwa pada masa Jahiliyah jika seorang
perempuan sedang haidl, suaminya tidak mendekatinya, tidak makan bersama, dan tidak
duduk bersamanya. Perempuan-perempuan tersebut juga tidak tinggal di rumah.
Kebiasaan ini merupakan pengaruh dari Yahudi dan Majusi.
Ketika ayat ini turun, kaum muslimin memahaminya sesuai dengan yang difahami
oleh kaum Yahudi dan Majusi. Ketika itu seorang Arab badwi bertanya, "Ya Rasulallah!
Saat ini sangat dingin, sedang kain kami terbatas. Jika kami memprioritaskan isteri-isteri
kami yang sedang haidl, seluruh penghuni rumah akan celaka. Sedangkan jika kami
memprioritaskan penghuni, maka isteri-isteri kami yang akan celaka". Rasulullah SAW
bersabda, "Kami hanya memerintahkan kalian untuk menjauhi mencampurinya, dan
tidak memerintahkan untuk mengeluarkan isteri-isteri kalian dari rumah".
(Zamakhsyari, 2004: 220).
Dengan hadits di atas, para ulama sepakat bahwa yang harus diajuhi bukanlah dengan
cara fisik menjauhkan perempuan yang sedang haidl, akan tetapi dilarang menggaulinya.
Namun demikian makna " "االعتزالsecara rinci penafsirannya berbeda di antara para
ulama. Abu Hanifah dan Abû Yûsuf berpendapat, bahwa seorang lelaki dilarang
melakukan semua hal yang berkaitan dengan hubungan biologis, seperti mencium,
memeluk, dsb. Sedangkan Muhammad bin Hasan hanya melarang mencampurinya saja.
(Zamakhsari, 2004:221) Dalam sebuah haditsnya Nabi SAW. berkata "إصنع كل شيئ إال
."النكاح
7
Dalam menafsirkan ungkapan di atas para mufassir sepakat bahwa yang dimaksud
dengan menjauhkan diri adalah tidak berhubungan dengannya. Pada ayat di atas
ungkapan "Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidl" Ibn al-Jauzy
berkata. "Makna I’tizal adalah menjauhi menggauli isteri pada farj. (Ibn al-Jauzy, 2004:
156)
Kata ‘ ’القربsecara bahasa artinya dekat atau mendekati. Pada ayat di atas makna وال
ungkapan ini telah dijelaskan pada pembahasan surah al- Baqarah/2 ayat 187.
Kata " " اتىbermakna datang. Jika kata tersebut digabungkan dengan kata lainnya
maka maknanya bermacam-macam. " " أتى املكانbermakna menghadiri, " " أتى األمر
bermakna mengerjakan, " " أتى على األمرberrmakna menyempurnakan dan " " اتى املرأة
bermakna menggauli.
Ungkapan فاتوهن من حيث أمركم هللاpada ayat diatas bermakna maka gaulilah mereka
(isteri-isteri kalian) dari tempat yang diperintahkan Allah. Ungkapan di atas mempunyai
makna haqiqi yaitu datangilah isteri-isteri kalian, dan makna majäzi-nya yaitu dan
gaulilah isteri-isteri kalian. Kedua makna itu bisa digunakan untuk memahami ayat di
atas. Sebelum menggauli isteri biasanya mendekati terlebih dahulu. Dengan demikian
ungkapan ini termasuk ungkapan kinayah. Menuru Amin (1982: 170) kinayah jenis ini
termasuk ke dalam jenis kinayah ramz, yaitu jenis kinayah yang wasâitnya sedikit.
kinayah jenis ini merupakan kebalikan dari talwih, yaitu ungkapan kinayah yang
menggunakan banyak wasait.
Menurut Ibn al-Jauzy (2004), "dalam memaknai ungkapan فاتوهن من حيث أمركم هللاpara
8
dikemukakan oleh Ibn Abbas dan Qatâdah. 2) Tidak boleh mendekati isteri, dalam hal ini
mendekati tempat haidl. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujâhid. 3) hendaklah
mendatangi isteri melalui pernikahan yang halal, bukan dengan jalan yang haram. 4)
Datangilah isteri kalian dari arah yang dibolehkan kita mendekatinya. Kita tidak boleh
mendekati isteri pada waktu dan tempat yang dilarang, seperti ketika mereka sedang
berpuasa, i'tikaf, dan lainnya. Pendapat ini dikemukakan oleh al Zujâj dan ibn Kisân
(Ibnu al-Jauzy, 2004: 156).6
6
Yayan Nurbayan, Keindahan Gaya Bahasa Kinayah dalam Al-Qur’an (Subang Jawa Barat: Royyan
Press, 2016).
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun tujuan dari Kinayah adalah Menjelaskan tujuan kalimat, Meringkas kalimat,
Menjaga yang di-kinayahi, Ta’ridh, Membuang lafadz yang dipandang jelek.
B. Saran
Penulis dalam hal ini menyadari bahwa Makalah ini jauh Kesempurnaan, oleh karena
itu masih perlu perbaikan dan penyempurnaan melalui kritik dan masukan yang
bermanfaat dari pembaca sekalian. Semoga Makalah ini dapat memberi Manfaat bagi
kita semua terkhusus Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Raden Fatah
Palembang.
10
DAFTAR PUSTAKA
Nurbayan, Yayan. Keindahan Gaya Bahasa Kinayah dalam Al-Qur’an. Subang Jawa Barat:
Royyan Press, 2016.
Sagala, Rumadani. Balaghah. Lampung: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Lampung,
2016.
Zamroji, Muhammad, dan Nailul Huda. Balahoh Praktis Jauharul Maknun Saku. Sumenang:
Santri Salaf Press, 2017.
11