Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KHOBAR DAN INSYA’ DALAM AL QUR’AN

TASYBIH DAN ISTI’AROH DALAM AL QUR’AN

Dosen Pengampu:

Dr. Masripah, M.Si

Disusun Oleh :

Ahmad Jalaludin (24092121032)

Helmi Nurakhlis (24092121017)

Imas Laela (24092121011)

Reni Rahmawati (24092121034)

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS GARUT

2021/202
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Khobar dan Insya
dalam Al-quran, Tasybih dan Isti’aroh dalam Al-quran " dengan tepat waktu.
Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada jungjunan alam yakni
Nabi Muhammad SAW.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Studi Al Qur’an


Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Khobar Dan Insya
Dalam Al Qur’an, Tasybih Dan Isti’aroh Dalam Al Qur’an bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Masripah, M.Si selaku


Dosen Pengampuh Mata Kuliah Studi Al Qur’an. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Arab adalah bahasa dengan tingkat retorika yang sangat tinggi. Kualitas
keindahan bahasa Arab sangatlah berbeda dengan bahasa-bahasa selainnya,
sehingga hal ini menjadi kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Arab. Salah satu
buktinya adalah produk-produk tafsir, syai’r dan lain sebagainya yang
menggunakan bahasa Arab.
Salah satu kekayaan dan keindahan yang dimiliki bahsa Arab adalah Ilmu
Balaghah. Ilmu Balaghah adalah ilmu yang mempelajari tentang retorika bahasa
Arab dalam menyampaikan suatu makna kepada lawan bicara. Di dalam Ilmu
Balaghahi terdapat tiga pembagian, yaitu Ilmu Ma’aniy, Ilmu Bayan, dan Ilmu
Badi’.
Ketiga macam pembagian Ilmu Balaghah tersebut mempunyai sub pembagian
yang lain. Ilmu Bayan mempunyai sub pembagian, yaitu Tashbih dan Isti’arah.
Kedua pembahasan ini adalah pembahasan tentang menganalogikan sesuatu dengan
sesuatu yang lainnya. Hal ini menjadikan keduanya adalah pembahasan yang sangat
urgen untuk dibahas karena keduanya adalah dua hal yang sama tetapi berbeda.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan yang dipaparkan sebelumnya, pembahasan di makalah ini bisa
dibatasi sebagai berikut,
1. Pengertian Khabari
2. Pengertian Insya’
3. Pengertian Tashbih
4. Pengertian Isti’arat

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui pengertian Khabari
2. Mengetahui pengertian Insya’
3. Mengetahui pengertian Tashbih
4. Mengetahui pengertian Isti’arat
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ......................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 3
A. KALAM KHABARI ................................................................................ 5
1. Pengertian Kalam Khabari .................................................................... 5
2. Macam-Macam Khabar ........................................................................ 5
B. KALAM INSYA’ ..................................................................................... 6
1. Pengertian Kalam Insya’i...................................................................... 6
2. Pembagian Kalam Insya’ ...................................................................... 7
3. Pembagian Kalam Insya’ Thalabi ......................................................... 8
C. TASHBIYH ............................................................................................ 11
1. Pengertian Tashbyih ........................................................................... 11
2. Rukun-Rukun Tashbyih ...................................................................... 12
3. Maksud Dan Tujuan Tashbih.............................................................. 13
4. Kebalaghahan Tashbih ........................................................................ 14
D. ISTI’ARAT ............................................................................................ 15
1. Pengertian Isti’arat .............................................................................. 15
2. Rukun-Rukun Isti’arat ........................................................................ 16
3. Syarat-Syarat Isti’arat ......................................................................... 16
4. Pembagian Isti’arat ............................................................................. 17
BAB III ................................................................................................................. 23
PENUTUP ............................................................................................................. 23
A. Simpulan ................................................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24
BAB II
A. KALAM KHABARI
1. Pengertian Kalam Khabari
Kalam khabari adalah kalimat yang pembicaranya dapat dikatakan sebagai
orang yang benar atau dusta. Bila kalimat itu sesuai dengan kenyataan, maka
pembicaranya adalah benar; dan bila kalimat itu tidak sesuai dengan kenyataan,
maka pembicaranya adalah dusta.
Contoh:
• Abu Ishaq Al-Ghazi berkata:
‫الكندي ما لوال‬
ّ ‫ امتالت ابوالطيب‬#.‫مسامع الناس من مدح ابن حمدان‬
“ Seandainya tidak ada Abuth- Thayyib Al-Kindi, maka tidak akan penuh
pendengaran manusia dengan pujian terhadap Ibnu Hamdan.”
Pada contoh di atas Abu Ishaq Al-Ghazzi menceritakan bahwa Abu Ath-
Thayyib al-Mutanabbi adalah orang yang menyebarluaskan keutamaan –
keutamaan Saifud – Daulah bin Hamdan. Untuk itu ia berkata, “Seandainya tidak
ada Abuth-thayyib, niscaya tidak muncul kemasyhurannya, dan manusia tidak
mengetahui seluruh kelebihannya seperti yang telah mereka ketahui sekarang.”
Pernyataan ini memungkinkan Al-Ghazzi berkata benar, atuapun berkata dusta.
Dan ukuran benar dan salahnya perkataan ini bergantung dari fakta yang ada.
2. Macam-Macam Khabar
Kondisi mukhatab ada tiga macam. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai ketiga
kondisi tersebut.
a. Hatinya bebas dari hukum yang terkandung di dalam kalimat (yang akan
diucapkan). Dalam kondisi demikian, kalimat disampaikan tanpa disertai
adapt taukid. Kalam khabar semacam ini disebut sebagai ibtida’i.
Contoh:
‫علي قدر أهل العزم تأتى العزائم‬
Kemauan itu datang sesuai dengan kadar keteguhan.
Pada contoh diatas kalimat, kondisi mukhatab hatinya bebas dari hokum yang
terkandung (khaaliyudz-dzihni). Oleh karena itu si pembicara tidak memandang
perlu untuk mempertegas berita yang disampaikan.
b. Ragu terhadap hokum dan ingin memperoleh suatu keyakinan dalam
mengetahuinya. Dalam kondisi demikian, lebih baik kalimat disampaikan
disertai dsengan lafad penguat agar dapat menguasai dirinya. Kalimat
semacam ini disdebut thalabi.
Contoh:
‫ فتركت ما أهوى لما أخشى‬# ‫إنى رأيت عواكب الدنيا‬
Sesungguhnya aku mengetahui seluruh akibat dunia. Karena itulah, maka aku
tinggalkan apa yang aku ingini mengingat apa yang aku takuti.
Pada contoh diatas tergambar bahwa mukhatab sedikit merasa ragu dan
tampak padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Maka dalam kondisi yang
seperti ini baik sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang berkesan
meyakinkan dan menghilangkan keraguan. Oleh karena itu dalam contoh ini
kalimatnya diperkuat dengan inna.
c. Mengingkari isi kalimat. Dalam kondisi demikian, kalimat wajib disertai
penguatdengan satu penguat atau lebih sesuai dengan frekuensi
keinginannya. Kalimat yang demikian disebut inkari.
Contoh:
‫ فال يعاب به مالنن من فرق‬# ‫إنا لفى زمن مالن من فتن‬
Sesungguhnya kita hidup di zaman yang penuh fitnah, maka tidak dapat
dicela orang yang diliputi ketakutan.
Pada contoh diatas , mukhatabnya mengingkari dan menentang isi beritanya.
Dalam kondisi seperti ini kalimat wajib disertai beberapa sarana penguat yang
mampu mengusir keingkaran mukhatab dan menjadikannya menerima.
Pemberian penguat ini harus disesuaikan dengan frekuensi keingkarannya. Oleh
karena itu, kalimat pada contoh ini diperkuat dengan dua penguat, yaitu inna dan
lam.
B. KALAM INSYA’
1. Pengertian Kalam Insya’i
Kalam insya’ adalah kalimat yang pembicaranya tidak dapat disebut sebagai
orang yang benar ataupun sebagai orang yang dusta.
Contoh:
• Fatwa Al-Hasan r.a.
‫ال تطلب من الجزاء إال بقدر ما صنعت‬
janganlah kau menuntut balasan kecuali senilai apa yang kamu kerjakan.
• Ash-shimmah bin Abdullah berkata:
!‫بنفسي تلك االرض م أطيب الربا‬
!‫و ما أحسن المصطاف و المتربعا‬
Demi diriku, alangkah baiknya bumi yang tinggi itu dan alangkah indahnya sebagai
tempat peristirahatan di musim panas dan musim semi.
Dua contoh diatas adalah kalam insya’ karena keduanya tidak mengandung
pengertian membenarkan dan tidak pula mendustakan. Contoh pertama adalah
kalimat-kalimat yang digunakan untuk menghendaki keberhasilan sesuatu yang
belum berhasil pada saat kehendak itu dikemukakan. Oleh karena itu, kalam insya
yang demikian disebut sebagai insya thalab’ sedangkan contoh yang kedua tidak
digunakan untuk menghendaki terjadinya sesuatu, dan oleh karenanya disebut
sebagai insya’ ghair thalabi.
2. Pembagian Kalam Insya’
Kalam insya’ terbagi menjadi dua yaitu:
a. Insya’ Thalabi
Kalam Insya’ Thalabi adalah kalimat yang menghendaki terjadinya sesuatu
yang belum terjadi pada waktu kalimat itu diucapkan.
b. Insya’ Ghair Thalabi
Kalam Insya’ Ghair Thalabi adalah kalimat yang tidak menghendaki
terjadinya sesuatu. Kalam jenis ini tidak menghendaki terjadinya sesuatu.
Kalam jenis ini banyak bentuknya, antara lain ta’ajjub ( kata untuk menyatakan
pujian ), adz-dzamm (kata untuk menyatakan celaan), qasam, kata-kata yang
diawali dengan dengan af’alur raja, dan demikian pula kata-kata yang
mengandung makna akad ( transaksi ).
Contoh:
• Ash-Shimmah bin Abdullah berkata:
!‫بنفسي تلك االرض م أطيب الربا‬
!‫و ما أحسن المصطاف و المتربعا‬
Demi diriku, alangkah baiknya bumi yang tinggi itu dan alangkah indahnya sebagai
tempat peristirahatan di musim panas dan musim semi.
3. Pembagian Kalam Insya’ Thalabi
a. Amar (kalimat perintah)
Amar adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan oleh pihak yang
lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Amar mempunyai empat macam redaksi,
yaitu fi’il amar, fi’il mudhari’ yang didahului dengan lam amar, isim fi’il amar,
dan mashdar yang menggantikan fi’il amar.
Kadang- kadang redaksi amar tidak digunakan untuk maknanya yang asli,
melainkan kepada makna lain. Hal ini dapat diketahui melalui susunan kalimat.
Makna lain tersebut adalah untuk irsyad (bimbingan), doa (permohonan), iltimas
(tawaran), tamanni (harapan yang sulit tercapai), takhyir (pemilihan), taswiyah
(menyamakan), ta’jid (melemahkan mukhathab), tahdid (ancaman), dan ibahah
(kebolehan).
Contoh:
• QS.Maryam: 12
)21 : ‫خذ الكتاب بقوة ( مريم‬
Ambillah al-kitab (taurat) itu dengan sungguh-sungguh! (QS.Maryam: 12)
• Qathari bin Al-Fuja’ah
‫ فما نيل الخلود بمستطاع‬# ‫فصبرا فى مجال الموت صبرا‬
Bersabarlah dengan sesabar-sabarnya dalam hal kematian, sebab meraih
keabadiannya itu suatu yang tidak mungkin.
• Khalid bin Shufwan
‫دع من اعمال السر م ال يصلح لك فى العالنية‬
Tinggalkanlah olehmu perbuatan rahasia yang tidak pantas kau kerjakan dengan
terang-terangan.
b. Nahyi (larangan)
Nahyi (larangan) adalah tuntutan tidak dilakukannya suatu perbuatan yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang yang martabatnya lebih rendah.
Redaksi nahyia adalah fi’il mudhari’, didahului dengan laa nahiyah.
Kadang-kadang redaksi nahyi keluar dari maknanya yang hakiki dan
menunjukan makna lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat serta kondisi
dan situasinya, seperti untuk doa, iltimas, tamanni, irsyad, taubah, tai-iis
(pesimistis), tahdid, dan tahqir (penghinaan).
Contoh
• QS.al-an’am: 152
‫و ال تقربوا مال اليتيم إال بالتي هي احسن‬
dan janganlah kau dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat. (QS.al-an’am: 152)

• QS. An-nuur:22
‫و ال يأتل اولوا الفضل منكم و السعة ان يؤتوآ اولى القربى‬
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara
kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum
kerabatnya. (QS. An-nuur:22)
• Abul-ala al-ma’arri berkata
‫ فإن خالئق السفهاء تعدى‬# ‫و ال تجلس إلى أهل الدنايا‬
Dan janganlah kamu berteman orang yang berselera rendah, karena akhlak orang-
orang bodoh itu menular.
c. Istifham
Istifham adalah mencari pengetahuan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak
diketahui. Adatul istifham ( kata tanya ) itu banyak sekali, diantaranya adalah
hamzah dan hal.
Contoh:
‫ا انت المسافر ام اخوك ؟‬
Apakah kamu yang telah bepergian atau saudaramu?
‫هل ينمو الجماد ؟‬
Apakah benda mati itu dapat berkembang?
‫ما الكرى ؟‬
Apakah kantuk itu?
d. Tamanni
Tamanni adalah mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diharapkan
keberhasilannya, baik karena memang perkara itu mustahil terjadi, atau mungkin
terjadi namun tidak dapat diharapkan tercapainya. Bila perkara yang
menyenangkan itu dapat diharapkan tercapainya, maka pengharapannya disebut
taraji. Kata-kata yang dipergunakan untuk tamanni adalah laita, dan kadang-
kadang dipakai juga kata-kata hal, lau, dan la’alla atas dasar tujuan balaghah.
Contoh:
• Ibnur-rumi berkata tentang bulan ramadhan:
‫فليت الليل فيه‬
Maka alangkah baiknya jika satu malam bulan ramadhan itu lamanya sebulan,
sedangkan siangnya berjalan secepat perjalanan awan.
• QS. Al-a’raf : 53
‫فهل لّنا من شفعآء فيشفعوالنا‬
maka adakah bagi kami pemberi syafa’at yang akan memberi syafa’at bagi
kami?(QS. Al-a’raf : 53)
• QS. Al-Qashash:79
‫يليت لنا مثل مآ اوتي قارون‬.....
Aduhai, seandainya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada qarun.
(QS. Al-Qashash:79)
e. Nida’ (seruan)
Nida’ adalah menghendaki menghadapnya seseorang dengan menggunakan
huruf yang menggantikan lafaz ad’uu. Huruf- huruf nida itu ada delapan :
hamzah (‫)ء‬, ay (‫)اي‬, yaa (‫)يا‬, aa (‫)آ‬, aay (‫)آي‬, ayaa (‫)ايا‬, hayaa (‫)هيا‬, dan waa (‫)وا‬.
Hamzah dan ay untuk memanggil munada yang dekat, sedangkan huruf nida’
yang lain untuk memanggil munada yang juah.
Kadang-kadang munada yang jauh dianggap sebagai munada yang dekat, lalu
dipanggil dengan huruf nida’ hamzah dan ay. Hal ini merupakan isyarat atas
dekatnya munada dalam hati orang yang memanggilnya. Dan kadang-kadang
munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dipanggil dengan
huruf nida’ selain hamzah dan ay. Hal ini sebagai isyarat atas ketinggian derajat
munada, atau kerendahan martabatnya, atau kelalain dan kebekuan hatinya.
Kadang-kadang nida’ dapat menyimpang dari maknanya yang asli kepada
makna yang lain, dan hal ini dapat diketahui melalui beberapa karinah, sperti
sebagai teguran, untuk menyatakan kesusahan, dan untuk menghasut.
Contoh:
• Abu nuwas berkata:
‫رب ان عظمت ذنوبي كثرة‬
ّ ‫ يا‬# ‫فلقد علمت بانّ عفوك اعظم‬
Wahai Rabb-ku, seandainya dosa-dosaku sangat besar, maka sesungguhnya aku
tahu bahwa pengampunan-Mu itu lebih besar.
C. TASHBIYH
1. Pengertian Tashbyih
Secara etimologi, tashbyih berarti tamthi, yaitu perumpamaan.1 Sedangkan
secara terminology, setiap ahli Balaghah mempunyai definisi yang beragam tentang
definisi tashbyih. Terdapat salah satu ahli Balaghah yang mendefinisikannya secara
singkat dan terdapat pula yang mendefinisikannya secara panjang lebar. Ali al-
Jarim dan Musthofa Amin mendefinisikan tashbih sebagai berikut,
‫ بيان ان شيأ أو أشياء شاركت غيرها في صفة أو أكثر بأداة هي الكاف أو نحوها ملفوظة أو‬:‫التشبيه‬
‫ملحوظة‬
“Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan
sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf atau
sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat.”2
Ahmad al-Hashimiy mendefinisikan tashbyih sebagai berikut,
"‫"مشاركة أمر ألمر في معنى بأدوات معلومة‬
“Tashbyih adalah sesuatu yang maknanya sama dengan sesuatu yang lain dengan
menggunakan adat-adat (alat-alat) yang diketahui.”3

1
Ahmad al-Hashimiy, Jawahir al-Balaghat, (Beirut: Al-Maktabat al-‘Isriyyat, 1999), 219.
2
Ali al- Jarim dan Musthafah Amin, al Balaghatul Wadhihah, (Beirut:Dar al-Ma’arif, …), 20.
3
Ahmad al-Hashimiy, Jawahir al-Balaghat, , 219.
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa definisi tashbyih adalah serupanya makna
sesuatu dengan sesuatu yang lainnya dengan menggunakan adat tashbyih, baik
tersurat maupun tersirat.
2. Rukun-Rukun Tashbyih
Tashbyih harus mempunyai beberapa rukun yang harus terdapat dalam
kalimatnya. Terdapat empat rukun yang harus terkandung di dalam kalimat
tashbyih, yaitu sebagai berikut,
a. Musyabbah, yaitu sesuatu yang hendak diserupakan.
b. Musyabbah bih, yaitu sesuatu yang diserupai.
c. Adat tasybih, yaitu huruf atau kata yang menyatakan penyerupaan.
Adakalanya adat tasybih berupa isim, seperti syibhun mitslun, mumaatsil,
dan lafadz-lafadz yang semakna. Adakalanya berupa fi’il, seperti
yushbihu, yumaatsilu, yudhari’u, yuhaaki, dan yusyaabihu. Dan
adakalanya huruf, seperti kaf dan ka-anna.
d. Wajah syibeh, yaitu sifat yang terdapat pada kedua pihak. Disyaratkan
sifat harus lebih kuat dan lebih dikenal/lebih jelas pada musyabbah bih
daripada musyabbah.4
Contoh:
‫انت كالشمس علوا‬
Contoh ‫ التشبيه‬diatas merupakan tasybih lengkap, karena meliputi semua unsur
(rukun) tasybih yang empat.

‫وجه الشبه‬
‫االداة‬
‫المشبه به‬
‫المشبه‬
‫علوا‬
‫الكاف‬
‫الشمس‬

4
Hidayat, Al Balaghah li al Jami’, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002), 113.
‫انت‬

Dalam kenyataannya, bentuk tasybih tidak selalu tampil dengan struktur yang
lengkap. Contoh :
Lengkap
1. ‫انت كالشمس علوا‬
Membuang adat tasybih
2. ‫انت شمس علوا‬

Membuang wajah tasybih


3. ‫انت كالشمس‬
Membuang adat dan wajah tasybih
4. ‫انت شمس‬
Contoh yang terakhir disebut (‫ )التشبيه البليغ‬yang dipandang sebagai tasybih
yang paling efektif, paling balaghah dibanding tasybih yang lain. Contoh tasybih
diatas semuanya disebut ‫التشبيه المفرد‬. Ada juga tasybih yang tidak membandingkan
mufrad melainkan membandingkan gambaran keadaan, yang disebut dengan ‫التشبيه‬
5
.‫التمثيل‬
Dalam setiap tasybih harus terdapat dua pihak yang diserupakan. Kadang-
kadang musyabbah dibuang, tetapi dalam i’rab dianggap ada, sehingga kata-kata
yang berkaitan harus bersesuaian. Seperti bila tanyakan ‫“ كيف علي؟‬Ali bagaimana?”
lalu dijawab: ‫“ كالزهرة الذابلة‬Bagaimana bunga yang layu”. Lafadz ‫ كالزهرة‬adalah
khabar bagi mubtada’ yang dibuang, dan i’rabnya rafa’, yaitu ‫الذبلة هو الزهرة‬. Kadang-
kadang wajah syibeh-nya yang dibuang, dan kadang-kadang adat tasybih-nya yang
dibuang.6
3. Maksud Dan Tujuan Tashbih
Tashbih mempunyai beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut,
a. Menjelaskan kemungkinan terjadinya sesuatu hal pada musyabbah, yakni
ketika sesuatu yang sangat aneh disandarkan kepada musyabbah, dan

5
Ibid., 113-114.
6
Ali al- Jarim dan Musthafah Amin, al Balaghatul Wadhihah, 21.
keanehan itu tidak lenyap sebelum dijelaskan keanehan serupa dalam kasus
ini.
b. Menjelaskan keadaan musyabbah, yakni bila musyabbah tidak dikenal
sifatnya dijelaskan melalui tasybih yang menjelaskan. Dengan demikian,
tasybih itu memberikan yang sama dengan kata sifat.
c. Menjelaskan kadar keadaan musyabbah, yakni bila musyabbah sudah
diketahui keadaannya secara global, lalu tasybih didatangkan untuk
menjelaskan rincian keadaan itu.
d. Menegaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu yang disandarkan
kepada musyabbah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan
contoh.
e. Memperindah atau memperburuk musyabbah.7
4. Kebalaghahan Tashbih
Balaghah muncul apabila tasybih itu membawa dari suatu keadaan baru yang
menyerupainya atau kepada gambaran serupa yang mempunyai nilai lebih. apabila
perpindahan gambaran itu jauh dan jarang atau disertai sedikit atau banyak
khayalan, maka tasybihnya akan semakin indah dan mengagumkan.
Tasybih yang paling rendah tingkat balaghahnya adalah tasybih yang
disebutkan seluruh unsurnya, karena balaghah tasybih terletak pada dakwaan
bahwa musyabbah dan musyabbah bih itu sendiri, sedangkan adat tasybih dan
wajah tasybih akan menghalangi dakwaan ini. maka apabila adat tasybih dan wajah
tasybih-nya dibuang maka tingkat balaghahnya akan meningkat karena dengan
dibuangnya salah satu unsur tersebutaka sedikit memperkuat dakwaan kesatuan
musyabbah dan musyabbah bih. adapun yang paling tinggi tingkat balaghahnya
adalah tasybih tabligh.8
Contohnya, ayat yang melukiskan ibadah dan amal perbuatan sis-sia kaum
kafirin seperti abu yang berhamburan karena ditiup angin kencang, atau ibarat

7
Hidayat, Al Balaghah li al Jami’, 71-72.
8
Ibid., 117.
orang dahaga yang tertipu dengan fatamorgana “‫ ”سراب‬yang terbentang luas di
padang pasir yang luas.
Dengan tasybih semacam ini pembaca akan hanyut dalam imajinasi yang jauh,
walaupun terasa masih berada di alam nyata, karena musyabbah bih memang
berkaitan dengan dengan alam nyata tersebut. Inilah keistimewaan yang menonjol
dalam tasybih al-Quran yaitu imajinasi yang dibangkitkannya berupa alam nyata
yang orsinil, dan bersifat universal sehingga dapat dinikmati oleh generasi-generasi
sepanjang masa, baik oleh orang Arab maupun non-Arab, dan sekaligus mereka
tertarik untuk memetik ajaran-ajaran dalam tasybih bagi kesejahteraan hidup di
dunia dan di akhirat.9
D. ISTI’ARAT
1. Pengertian Isti’arat
Isti’arat secara bahasa diambil dari perkataan orang Arab: ‫اِستعار المال‬
seseorang meminjam benda.10 Isti’arat secara bahasa artinya “meminjam”,
maksudnya meminjam suatu kata untuk mengungkapkan suatu makna.11 Atau
majaz yang ‘alaqah-nya (hubungan antara makna asal dan makna yang dimaksud
adalah musyabahah (keserupaan).
Sedangkan Isti’arat menurut ulama bayan yaitu:
‫ا ستعمال اللفظ في غير ما وضع له لعالقة المشابهة بين المعنى المنقول عنه والمستعمل فيه مع قرينة‬
‫صارفة عن ارادة المعنى ألصل‬
Yaitu melakukan suatu lafazh pada selain makna asli cetaknya, karena ada
hubungan yang berupa keserupaan antara makna yang dipindah dan lafazh yang
digunakan.12
Isti’arat adalah satu bagian dari majaz lughawi. Isti’arat adalah tasybih yang
dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu hubungan antara makna hakiki
dengan makna majazi adalah musyabah selamanya.13

9
Ibid,. 118.
10
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Vol. 3, (Jombang:
Darul Hikmah, 2008), 11.
11
Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’ wasy-Syawahid min Kalamil Badi’ , 119.
12
Ibid, 11
13
Ali al-Jarim dan Mustafa Amin, al-Balaghatu…, 102
Contoh ungkapan yang mengandung majaz isti’arat adalah:
(‫كتاب انزلنه إليك لتخرج النّاس من الظلمات إلى النّور (إبراهيم‬
“Adalah sebuah kitab yang aku turunkan kepadamu, agar engkau memindahkan
manusia dari gelap kepada terang”. (QS. Ibrahim:1)
Maksud kata ‫ الظلمات‬atau “kegelapan” di atas adalah kesesatan. Sedangkan
yang dimaksud ‫ النّور‬atau “cahaya” adalah petunjuk (kbenaran). Kedua kata ini
merupakan ungkapan majaz, karena pada kedua kata tersebut tidak dimaksud
makna aslinya. Alaqah antara kedua makna asli dan makna yang dimaksud adalah
kemiripan. Antara makna sesat dan gelap dan antara kebenaran dan terang terdapat
kemiripan.
Pada hakikatnya majaz isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu
tharafain-nya (musyabah atau musyabah bih) dan dibuang pula wajah al-syibh dan
adat tashbih-nya. Perbedaan antara keduannya juga terletak pada penamaan pada
kedua tharafain-nya. Dalam isti’arah, musyabah dinamai musta’ar lah dan
musyabah bih dinamai musta’ar minhu. Lafazh yang mengandung isti’arah
dinamakan musta’ar dan wajh al-syibh-nya dinamakan jami’. Sedangkan mengenai
qarinahnya14 ada dua jenis, yaitu qarinah mufrad dan qarinah jama’.
2. Rukun-Rukun Isti’arat
Rukun Isti’arah itu ada tiga, yaitu:
a. Musta’ar minhu
Yaitu makna yang dipinjam, yaitu musyabah bih (lafazh yang diserupai).
b. Musta’ar lah
Yaitu ng dipinjami, yaitu makna musyabah (lafazh yang diserupakan).
Kedua hal di atas dinamakan dua thorof (dua bagian isti’arah).
c. Musta’ar
Yaitu lafazh yang dipinjamkan (yang dipindah).
3. Syarat-Syarat Isti’arat
a. Harus tidak menyebutkan wajah syabah dan adat tasybih.

14
Qarinah adalah perkara yang dijadikan oleh mutakallimin untuk menunjukkan bahwa ia tidak
menghendaki suatu lafadz pada makna asal peletakannya.
b. Wajib membuat pendasaran tasybih, yang berangkat dari situlah terjadi
Isti’arah, bersamaan anggapan bahwa musyabah adalah keadaan musyabah
bih atau anggapan bahwa musyabah salah satu afrad (satuan) dari satuannya
musyabah bih yang kulli (bersifat menyeluruh)
c. Isti’arah tidak boleh terjadi di dalam alam syakhs, karena tidak mungkin
masuknya sesuatu di dalam hakikat sesuatu yang lain, kecuali jika alam
syakhs itu memberi faidah suatu sifat yang sah dianggap sebagai suatu
perkara yang kulli maka diperbolehkan dijadikan Isti’arah.
4. Pembagian Isti’arat
a. Majaz Isti’arah ditinjau dari segi musta’ar lah dan musta’ar minhu dibagi
menjadi dua, yaitu:
1) Isti’arah Tasrihiyyah
Isti’arah tashiriyah adalah Isti’arah yang dapat dikategorikan ke dalam
gaya bahasa “metafora” dalam bahasa Indonesia. Di sini (‫ )مشبه به‬yang
ditampilkan menjadi Isti’arah dan tampil sebagai kata kiasan, yaitu kata
yang tidak dimaksudkan dalam arti sebenarnya terwujud dari sebuah
konteks yang berfungsi sebagai qarinah.15 Pada jenis ini yang ditasrihkan
(tegaskan) adalah musta’ar minhu-nya, sedangkan musta’ar-nya dibuang.
Dengan istilah lain pada jenis ini disebut musyabbah bih dan dibuang
musyabbah-nya.16 Contoh ayat-ayat yang mengandung Isti’arah tasrihiyyah,
 surat al-fatihah ayat 6:
}‫صراط المستقيم‬
ّ ‫إهدنا {ال‬
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”
Maksud jalan lurus adalah agama yang hak (Islam)
 Surat ali Imran:103
‫واتصموا {بحبل هللا} جميعا وال تفرقوا‬
“Dan berpeganglah kamun semua kepada tali Allah dan janganlah kamu
bercerai berai. Maksud tali Allah adalah Alquran atau agama Islam.

Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’ …., 120


15
16
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika
Aditama, 2007), 34.
 Al-Baqarah:187
‫وكلواواشربوا حتّى‬.... ّ‫صيام ال ّرفث إلى نسائِكم هنّ {لباس} لّكم وانتم {لباس} لّهن‬
ّ ‫أح ّل لكم ليلة ال‬
....‫يتبيّن لكم {الخيط األبيض} من{ الخيط األسود} من الفجر‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu, mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah
pakaian bagi mereka, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam yaitu fajar”
Pakaian maksudnya adalah saling menutupi saling melindungi dengan
penuh keserasian, benang putih adalah terangnya siang hari, benang hitam
adalah gelapnya malam hari.
b. Isti’arah Makniyyah
Isti’arah makniyyah adalah Isti’arah yang dapat disamakan dengan
gaya bahasa “personifikasi”, yaitu jenis kiasan yang meletakkan sifat-sifat
insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya:
matahari mencubit pipinya, bunga-bunga tersenyum riang; pengalaman
mengajak kita tahan menderita.17 Pada jenis Isti’arah makniyyah yang
dibuang adalah musyabbah bih. Hal ini dapat diketahui dari kelaziman
kata-kata yang terkandung di sana.18
Contoh:19
‫ وحان قطا فها وإنّى لصاحبها‬# ‫إنّى لرأيت رؤوسا قد أينعت‬
“Sungguh aku melihat kepala-kepala yang sudah “ranum” dan sudah tiba
waktu memanennya dipetik dan akulah pemiliknya”
Pada syi’ir di atas kita menemukan ungkapan “‫( ” رؤوسا قد أينعت‬kepala-
kepala yang sudah ranum). Dari perkataan ‫( أينعت‬sudah ranum) kita dapat
mengetahui bahwa ada penyamaan kepala dengan buah-buahan.
Di sini hanya disebut musta’arlah (musyabbah) saja yaitu: “kepala” sedang
musta’ar minhu tidak ada, hanya diisyarahkan dengan kata ranum di mana

17
Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’…., 123.
18
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, 35.
19
Ibid, 35
kelaziman dari kata tersebut adalah untuk buah-buahan. Kata “buah-buahan”
sebagai musta’ar minhu-nya dibuang.
Contoh-contoh dalam Alquran:
 Surat ali Imran:18
}...‫الّذين قلوا إنّ هللا عهد إلينا أالّ نؤمن لرسول حتّى يأتينا بقربان {تأكله النّار‬
“(yaitu) orang-orang (yahudi) yang mengatakan: “sesungguhnya Allah
telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada
seorang Rasul, sebelum ia mendatangkan kepada kami korbon yang dimakan
api”.
 Yusuf: 4
}‫إذ قال يوسف ألبيه يأبت إنّى رأيت أحد عشر كوكبا والشّمش و القمر {رأيتم لى سجدين‬
“Sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan
bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.
Demikianlah dalam Isti’arah makniyyah atau personifikasi ayat-ayat di
atas, benda-benda tidak bernyawa atau suatu gagasan diberi sifat insani, pada
ayat-ayat di atas misalnya api makan kurban, sebelas bintang matahari dan
bulan bersujud. Semuanya membuat makna dibalik kalam menjadi hidup dan
sekaligus membangunkan imajinasi dan rasa keindahan.20
c. Majaz Isti’arah ditinjau dari segi bentuk lafazhh terbagi dua:
1) Isti’arah ashliyyah
Isti’arah ashliyyah adalah jenis majaz yang lafazhh musta’ar-nya isim
jamid bukan musytaq (bukan isim sifat).21
Contoh:
‫ وإن المنى فيك السّها والفراقد‬# ‫أحبّك يا شمس ال ّزمان وبدره‬
“aku cinta kamu wahai matahari dan bulan zaman ini, sekalipun bintang-
bintang yang samar dan yang jauh mencaci makiku karena mencintaimu”
Pada syair di atas, Saifud Daulah diserupakan dengan “‫ ”شمس‬atau matahari
dan “‫ ”بدر‬atau bulan, karena sama-sama berkedudukan tinggi dan jelas.
Sedangkan orang-orang yang di bawahnya disamakan dengan bintang karena

20
Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’…., 123.
21
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, 35.
jauh dan sama-sama jauh dan tidak jelas. Kata “‫ ”شمس‬dan “‫ ”بدر‬keduanya
termasuk kata jamid.22
Contoh di dalam Alquran:
2:‫كتاب انزلنه إليك لتخرج النّاس من الظلمات إلى النّور (إبراهيم‬
“Adalah sebuah kitab yang aku turunkan kepadamu, agar engkau
memindahkan manusia dari gelap kepada terang”. (QS. Ibrahim:1)
Kesesatan (dholalah) diserupakan dengan kegelapan (dhulmah) dengan
jamik sama-sama tidak memperoleh petunjuk. Lalu dipinjamkan lafazhh yang
menunjukkan musyabah bih, yaitu ad-dholalah, dengan cara Isti’arah
tashrihiyyah ashliyyah.23
d. Isti’arah Taba’iyyah
Isti’arah taba’iyyah yaitu suatu ungkapan majaz yang musta’ar-nya fi’il,
isim musytaq, atau huruf.24
Contoh taba’iyyah dengan fi’il.
‫عضّنا ال ّدهر‬
“Zaman telah menggigitku dengan taringnya.”
Arti “ ّ‫ ”عض‬yang mempunyai makna asal ialah “menggigit”, sedang yang
dimaksudkan adalah “menyakiti”.25
Contoh taba’iyyah dengan isim musytaq
‫حالى ناطقة بأحزانى‬
“keadaanku mengucapkan kesedihanku”
Yang dimaksud “mengucapkan” ialah menunjukkan.26
Contoh taba’iyyah dengan huruf
‫أصلّبنّكم فى جذوع النّخل‬
“sungguh aku akan menyalibmu di dalam cabang pohon kurma.”
Makna dari kata “‫ ”فى‬pada potongan ayat di atas adalah “di atas”. Kata
“‫ ”فى‬adalah huruf.27

22
Ibid,35-36.
23
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami…, 23
24
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, 36
25
Ibid, 36
26
Ibid, 36.
27
Ibid, 36.
e. Majaz Isti’arah Ditinjau dari Kata yang Mengikutinya Terbagi Pada Tiga
Jenis.
1) Isti’arah murasysahah
Isti’arah murasysahah adalah suatu ungkapan majaz yang diikuti oleh kata-
kata yang cocok untuk musyabah bih.28
Contoh:
‫رأيت أسد له لبد‬
“saya melihat orang pemberani (laksana singa) yang memiliki rambut
tebal.”
Lafazhh “‫ ”أسد‬yang menggunakan makna lelaki pemberani, disertai
lafazhh “‫ " له لبد‬yang artinya memiliki rambut tebal, hal itu sesuai dengan
musta’ar minhu singa.29
Seperti firman Allah surah al-Baqarah: 16
‫أولىك الّذين اشتروا الضّاللة بلهدى فما ربحت تجرتهم وما كانو مهتدين‬
“Mereka itulah yang mengganti (memilih) kesesatan dengan petunjuk,
maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 16)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan majaz “‫ ”اشتروا‬kata tersebut
merupakan bentuk majaz dari kata “‫ ”تبادلوا‬yang bermakna menukar. Pada
kalimat berikutnya terdapat mulaim (kata-kata yang sesuai degan musyabah
atau musyabah bih) yaitu ungkapan “‫ ”ربحت تجرتهم‬. ungkapan tersebut sesuai
untuk musyabah yaitu “[30”‫اشتروا‬
2) Isti’arah muthlaqah
Isti’arah muthlaqah adalah isti’arah yang tidak diikuti oleh kata-kata baik
yang cocok bagi musyabah bih maupun musyabah.
Contoh:
‫ينقضون عهد هللا‬
“Mereka membuka janji Allah”

28
Ibid, 37.
29
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami…, 28
30
Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…, 37
Pada potongan ayat di atas terdapat ungkapan majaz yaitu kata “‫”ينقضون‬.
Kata tersebut bermakna menyalahi yang diserupakan dengan “‫ ”يفتحون‬yang
bermakna membuka tali.31
Pada ungkapan majaz tersebut tidak terdapat mulaim yang cocok untuk
salah satu dari tharafain (musyabah bih dan musyabah).
3) Isti’arah mujarradah
Isti’arah mujarradah adalah isti’arah yang disertai dengan kata-kata yang
cocok bagi musyabah.32
Contoh:
‫رأيت بحرا على فرس يعطى‬
“saya melihat orang dermawan (laksana lautan) di atas kudanya sedang
memberi.
Lafazhh “‫”بحرا‬yang asal maknanya lautan, menggunakan makna orang
dermawan. Dan lafazhh ini disertai dengan lafazhh “‫ ”على فرس يعطى‬yang
artinya di atas kudanya sambil memberi, yang hal itu sesuai dengan musta’ar
lah (orang-orang dermawan).
Di antara tiga isti’arah di atas, yang paling balaghah (memiliki sastra
tinggi) adalah isti’arah murasysyakhah karena sudah melupakan tasybih dan
meniadakannya., sebab pada isti’arah ini langsung menganggap musyabah
(sesuatu yang diserupakan) sebagai musyabah bih (sesuatu yang diserupai).

31
Ibid, 38
32
Sholehuddin Shofwan, Pengantar Memahami…..,27.
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Penjelasan Kalam khabari, Kalam insya’, tashbih dan isti’arat telah dijelaskan
di makalah ini. Meskipun penjelasannya disajikan secara singkat, tetapi isi tidak
keluar dari apa yang harus dijelaskan. Dari penjelasan makalah yang singkat ini,
bisa diambil benang merah sebagai berikut,
1. Kalam khabari adalah kalimat yang pembicaranya dapat dikatakan sebagai
orang yang benar atau dusta. Bila kalimat itu sesuai dengan kenyataan, maka
pembicaranya adalah benar; dan bila kalimat itu tidak sesuai dengan
kenyataan, maka pembicaranya adalah dusta.
2. Kalam insya’ adalah kalimat yang pembicaranya tidak dapat disebut sebagai
orang yang benar ataupun sebagai orang yang dusta.
3. Secara etimologi, tashbih berarti tamthil, yaitu perumpamaan. Sedangkan
secara terminology, tashbyih adalah serupanya makna sesuatu dengan
sesuatu yang lainnya dengan menggunakan adat tashbyih, baik tersurat
maupun tersirat.
4. Isti’arat secara bahasa diambil dari perkataan orang Arab: ‫اِستعار المال‬
seseorang meminjam benda. Sedangkan secara terminology, isti’arat adalah
Yaitu melakukan suatu lafazh pada selain makna asli cetaknya, karena ada
hubungan yang berupa keserupaan antara makna yang dipindah dan lafazh
yang digunakan.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, penyusun mengharapkan pembaca bisa memahami
Kalam khabari, Kalam insya’, tashbih dan isti’arat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hashimiy, Ahmad. Jawahir al-Balaghat. Beirut: Al-Maktabat al-‘Isriyyat.
1999.
Hidayat. Al Balaghah li al Jami’. Semarang: PT. Karya Toha Putra. 2002.
Shofwan, Sholehuddin. Pengantar Memahami Nadzom Jauharul Maknun. Vol. 3.
Jombang: Darul Hikmah. 2008.
Zaenuddin , Mamat dan Yayan Nur Bayan. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung:
Refika Aditama. 2007.

Anda mungkin juga menyukai