Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STUDI HADIST

“IKHTISAR, SANAD, DAN MATAN”

Dosen Pembimbing :

Dr. H. M. Lathoif Ghozali, Lc.,MA

Kelompok 6

Disusun oleh :

1. Cinthya Meilina Pamuji (G94219139)


2. Aminatur Rahmania (G94219134)
3. Isnaini Nurkhomariyah (G74219103)
4. Nurul Afifah (G74219112)
5. Mohammad Firman Maulana (G74219106)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Studi Hadist tentang
ikhtisar, sanad dan matan dengan baik. Walaupun masih banyak kekurangan, kejanggalan
kata-kata serta hambatan dalam menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih saya sampaikan kepada ibu kami masing-masing yang telah menemani
kami selama pengerjaan makalah ini. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya
sampaikan juga kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan masukan dan
bantuannya sehingga makalah ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami berharap kepada semua pihak dan pembaca untuk memberikan saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan lebih lanjut terhadap makalah ini.

Surabaya, 10 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... iii

BAB I ................................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................................................1
BAB II ................................................................................................................................................ 2

PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 2

A. Ikhtisar ....................................................................................................................................2
B. Sanad ......................................................................................................................................3
C. Matan......................................................................................................................................9
BAB III ............................................................................................................................................ 12

PENUTUP ........................................................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-qur’an dan hadist mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari bagi
umat islam. Dalam kaidah sumber hukum islam, hadist menempati urutan kedua setelah al-
qur’an dalam menjadikan rujukan hukum, Karena disamping sebagai ajaran islam yang secara
langsung terkait dengan keharusan mentaati Rosulullah SAW, juga fungsinya sebagai penjelas
(bayan) bagi ungkapan-ungkapan al-qur’an yang masih membutuhkan penjabaran.
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits
dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam
hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Ada banyak
ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh
ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam
Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah. Keberadan perawi hadis sangat menentukan
kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadis.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian ikhtisar, ciri-ciri dan fungsinya?
b. Apa pengertian sanad dan istilahnya?
c. Apa pengertian matan beserta kedudukannya?

C. Tujuan Pembahasan
a. Memahami apa pengertian ikhtisar, ciri-ciri dan fungsinya.
b. Memahami apa pengertian sanad dan istilahnya.
c. Memahami pengertian matan beserta kedudukannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ikhtisar

1. Pengertian Ikhtisar
Ikhtisar hadits artinya meringkas Hadits. Maksudnya, menyisihkan sebagian dari hadits
dengan meriwayatkan sebagian yang lain.Dalam pembicaraan ini, termasuk juga:
a. Mendahulukan susunan yang semestinya diakhir dan mengakhirkan susunan.
b. Dari hadits yang panjang hanya diambil isinya ataub sesuatu yang penting.
Mengikhtisar hadits memang boleh, asal ringkasannya tidak membawa kekeliruan dan
salah faham, sehingga bisa menebabkan tidak betul dalam membatas satu-satu masalah atau
menetapkan suatu hukum agama.

) ‫الينظر هللا الي من جر ثو به خيال ء ( البخا ري ومسلم‬

Artinya: (Telah bersabda Rosulullah SAW) ”Allah tidak (suka) melihat kepada orang yang
melabuhkan kainnya dengan keadaan menyombong.(HR.Bukhari dan Muslim)
Dari hadis tersebut, dengan meninggalkan perkataan akhir sekali, akan jadi begini ) ‫ال‬
‫( ينظر هللا الي من جر ثوبه‬. Maka orang akan paham, bahwa Allah tidak suka melihat orang yang
melabuhkan kainnya, maupun ia melabuhkannya itu karena hendak menyombongkan diri
”atau tidak”.
Pemahaman ini tidak benar, karena menurut keterangan-keterangan agama yang
1
terlarang itu ialah melabuhkan kain karna hendak menyombongkan diri.
Oleh karena itu ikhtisar menimbulkan kekeliruan paham dan salah dalam menetapkan
hukum, maka kata-kata (‫ ) خيال ء‬itu tidak boleh di tinggalkan.

1
Khadijah dan Azhar,Ulumul Hadits. Medan: Perdana Publishing, 2011, hlm. 140

2
2. Ciri-ciri Ikhtisar
Pentingnya iktisar dikarenakan kegunaan serta manfaat dalam mengambil inti pokok
dari sebuah karangan, nah dibawah ini merupakan kegunaan dari iktisar, antara lain sebagai
berikut :
1) Tidak mempertahankan urutan gagasan.
2) Bebas mengkombinasikan kata-kata dengan syarat tidak menyimpang dari inti.
3) Tujuannya untuk mengambil inti.

3. Fungsi Ikhtisar
1) Untuk dapat mengembangkan ekspresi serta juga penghematan kata.
2) Memahami serta juga mengetahui isi sebuah buku atau karangan.
3) Membimbing serta menuntun seseorang agar dapat.

B. Sanad
1. Pengertian Sanad Hadist

Sanad dari Sanad dari segi bahasa berarti ‫ماارتفع من األرض‬, yaitu bagian bumi yang
menonjol, sesuatu yang berada dihadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit ketika anda
memandangnya. Bentuk jamaknya adalah ‫اسناد‬. Segala sesuatu yang anda sanadarkan
kepada yang lain disebut ‫ مسند‬. Dikatakan ‫ اسند في الجبل‬maknanya “seseorang mendaki
gunung”. Dikatakan pula ‫ سند فال ن‬maknanya “seseorang menjadi tumpuan”

Adapun tentang pengertian sanad menurut terminologi, para ahli hadist memberikan
definisi yang beragam, diantaranya:

‫الطر يقت المو صلت الي المتن‬


Artinya: Jalan yang menyampaikan kepada matan hadist

Yakni rangkain para perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya. Jalur ini
adakalanya disebut sanad, adakalanya periwat bersanadar kepadanya dalam menisbatkan
matan kepada sumbernya, dan adakalanya karena hafidz bertumpu kepada “ yang menyebutkan
sanad” dalam mengetahi shahih atau dhaif suatu hadist.

‫طر ىق التن أوسلسلة الرواةالذين نقلواالمتن عن مصدره األول‬

3
Artinya: Jalan matan hadist, yaitu silsilah para rawi yang menukilkan matan hadist dari
sumbernya yang pertama (rosulullah saw)
Dengan demikian, sanad adalah rantai penutur atau perawi (periwayat) hadist. Sanad
terdiri atas seluruh penutur, mulai orang yang mencatat hadist tersebut dalam bukunya (kitab
hadist) hingga rosulullah. Sanad memberikan gambaran suatu riwayat.
Sebuah hadist dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur atau perawi
berpariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi
jumlah sanad dan penutup dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadist tersebut.
Hal ini di jelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadist. Jadi, yang perlu dicermati dalam
memahami hadist terkait dengan sanadnya, jumlahnya, dan perawi akhirnya.2

2. Istilah Lain Yang Berkaitan Dengan Sanad (Isnad, Musnad, Dan Musnid)
Selain istilah sanad , terdapat juga istilah lainnya yang mempunyai kaitan erat dengan
istilah sanad, seperti, al-isnad, al-musnad, dan al-musnid. Istilah al-isnad, berarti
menyandarkan, menegaskan (mengembalikan ke asal), dan mengangkat. Maksudnya adalah ,

‫رفع احديث إلى قاءله‬


“Menyandarkan hadits kepeda orang yang mengatakannya.”
Atau,

‫عزوالحد يث إ لي قا ءله‬
“Mengasalkan hadits kepada orang yang mengatakannya.”
Menurut Ath-Thibi , seperti yang dikutip oleh Al-Qosimi , kata isnad dengan as-sanad
mempunyai arti yang hampir sama atau berdekatan. Ibn Jama’ah , dalam hal ini lebih tegas
lagi. Menurunya, ulama muhaditsin memandang kedua istilah tersebut mempunyai pengertian
yang sama , yang keduanya dapat dipakai secara bergantian.
Isltilah al-musnad mempunyai beberapa arti yang berbeda dengan istilah al-isnad,
yaitu pertama , berarti hadits yang diriwayatkan dan disanadarkan atau di-sanad-kan kepada
seseorang yang membawakannya , seperti Ibn Shihab Az-Zuhri , Malik bin Anas , dan Amrah
binti Abn. Ar-Rahman ; kedua , berarti nama suatu kitab yang menghimpun hadits-hadits
dengan sistem penyusunan berdasarkan nama-nama para sahabat rawi hadits, seperti kitab
Musnad Ahmad; ketiga, berarti nama bagi hadits yang memenuhi kriteria marfu’,

2
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 2003, hlm.123

4
(disanadarkan kepada Nabi SAW.) dan muttashil (sanad-nya bersambung sampai kepada
akhirnya).3

3. Tinggi Rendahnya Rangkaian Sanad (Silsilatu Ad-Dzahab)


Sebagaimana kita ketahui, bahwa suatu hadist sampai kepada kita, tertulis dalam kitab
hadist, melalui sanad-sanad. Setiap sanad, bertemu dengan rawi yang dijelaskan sanadaran
menyampaikan berita (sanad yang setingkat lebih atas) sehingga seluruh sanad itu merupakan
suatu rangkaian. 4
a. Ashahhu Al - Asanid (sanad-sanad yang lebih sahih)
Secara harfiah, definisi ashahhul asanid terambil dari dua kata yaitu isim tafdhil
ashahhu yang berarti paling shahih, dan asanid sebagai bentuk jamak dari kata sanad.
Dengan demikian, dari sisi bahasa, ashahhul asanid berarti sanad-sanad yang paling shahih.
Sedangkan menurut istilah, ashahhul asanid adalah segelintir sanad shahih yang
merupakan tingkat tertinggi di antara sanad-sanad atau jalur-jalur periwayatan yang ada.
Hal ini dikarenakan syarat-syarat kemaqbulan dan kesempurnaan para perawinya secara
maksimal dalam hal kriteria-kriteria keshahihan suatu hadits.

Yang Termasuk Ashahhul Asanid. Beberapa versi yang dikemukakan mengenai ashahhul
asanid adalah:
a) Versi Imam Bukhari: ashahhul asanid adalah riwayat Imam Ahmad dari Imam Syafi'i
dari Imam Malik bin Anas dari Nafi' dari Ibnu 'Umar. Riwayat ini sering disebut
dengan istilah sislsilatudzdzahab (jalur emas) dikarenakan kredibilitas tiap jalur
perawinya yang tsiqah.
b) Versi Imam Ahmad: ashahhul asanid adalah riwayat Ibnu Syihab az-Zuhri dari Salim
bin 'Abdullah dari Ibnu 'Umar.
c) Versi Ahlu Madinah: ashahhul asanid adalah riwayat Imam Malik bin Anas dari
Nafi' dari Ibnu 'Umar (mirip versi Imam Bukhari, minus Imam Ahmad dan Imam
Syafi'i).

3
Solahudin M dan Suyadi Agus, Ulumul Hadist, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
4
Sani K, Abdulla, Ulumul Hadits. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013, hlm.165

5
b. Ahsanu Al – Asanid
Hadits sahih yang derajatnya ahsanu asanid lebih rendah dari yang berderajat ashohhul
asanid.
Contoh hadits shohih yang berderajat ahsanul asanid adalah:
1) Az-Zuhri dari ‘Ali bin Husain dari ayahnya dari ‘Ali.
2) Az-Zuhri dari ubaidillah bin Abdullah bin ‘Utbah bin mas’ud dari ibnu ‘Abbas dari
umar r.a.
3) Ayyub dari Muhammad bin Sirin dari ‘Ubaidah dari ‘Ali r.a.
4) Manshur dari Ibrahim dari ‘Al-Qomah dari Ibnu Mas’ud r.a.

c. Adh’afu Al – Asanid
Sebagaimana sebagian ulama’ menolak istilah ashohhul asanid secara mutlak bagi
sanad hadits sahih, mereka juga menolak istilah adh’aful asanid secara mutlak tanpa
pembatas; baik berupa thobaqot rawi atau suatu tempat.
Contoh rangkaian sanad yang adh’aful asanid, yaitu:
1. Yang muqoyyad, terbatas kepada sahabat:
a. Abu Bakar Ash-Shidiq r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh shadaqah bin Musa dari
Abi Ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath-thayyib dari Abu Bakar r.a.
b. Ali bin Abu tholib r.a., yaitu yang diriwayatkan oleh Amru bin Syamir dari Jabir Al-
Ju’fi dari Haris Al-A’war dari Ali bin Abu tholib r.a.
2. Yang muqoyyad, dibatasi dengan kependudukan (tempat)
a. Kota Yaman, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Hafsh bin ‘Umar dari Al-hakam
bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas r.a.
b. Kota Mesir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammmad bin Al-
Hajjaj Ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurrah bin Abdurrrahman dari
setiap orang yang memberikan hadits kepadanya.
c. Kota Syam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qois dari
Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin zaid dari Al-Qosim dari Abu Umamah r.a.

6
3. Jenis-Jenis Sanad Hadist
Secara garis besar, para ulama hadis membagi sanad menjadi dua, yaitu sanad ali
(tinggi) dan sanad nazil (rendah). 5
a. Sanad Aliy
Disebut sanad ālī karena sedikitnya kuantitas periwayat dalam sanad menyebabkan
kemungkinan kecil adanya cacat dalam hadis yang diriwayatkan. Dimana hadis dengan sanad
yang jumlah perawinya sedikit tersebut akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah
perawinya lebih banyak. 6 Ketinggian sanad merupakan salah satu faktor kekuatan sanad. Al-
Hafiz Abū al-Fadl al-Maqdisī mengatakan bahwa ulama Hadis dan ahli riwayat sepakat untuk
mencari dan memuji ketinggian sanad, karena apabila mereka hanya puas dengan sanad yang
rendah (banyak untaian perawinya) niscaya mereka tidak merasa perlu mengadakan
perjalanan dalam mencari hadis dari guru yang lebih senior.7 Sebagaimana telah dimaklumi,
para ulama terdahulu sangat gemar melakukan perjalanan mencari Hadis (al-rihlah fi țalab al-
hadits) bila mereka mendapat infor- masi bahwa Hadis yang mereka dapatkan dari seorang
periwayat berasal dari gurunya yang masih hidup sezaman dengan mereka. Semua ini
dilakukan karena kecintaan mereka terhadap ketinggian sanad.
Sanad aliy ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad yang mutlak dan sanad yang nisbi
(relatif). 8
1) Sanad aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang jumlah perawinya hingga
sampai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan sanad yang lain. Jika sanad
tersebut sahih, sanad itu menempati tingkatan tertinggi dari jenis tingkatan aliy.
2) Sanad aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah perawi didalamnya
lebih sedikit jika dibandingkan dengan para imam ahli hadist. Seperti Syu’bah, Al-
A’masy Ibnu Juraij, Ats-Tsauri, Malik, Asy’Syafi’i, Bukhori, Muslim dan sebagainya,
meskipun jumlah perawinya setelah mereka hingga sampai kepada Rasululloh lebih
banyak.
Sanad 'aliy yang bersifat nisbi ini terbagi menjadi empat bagian: muwafaqah, badal,
musawah dan mushafahah.

5
Idri, Hadis Dan Orientalis, Depok: Kencana, 2017, Hlm. 115
6
Manna Al-Qaththan, Edisi Indonesia: Pengantar Studi Ilmu Hadist, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015,
hlm. 195
7
Op.Cit., hlm 115.
8
Manna Al-Qaththan, Op. Cit., hlm. 196

7
1) Muwafaqah adalah seorang meriwayatkan sebuah hadits hingga sampai kepada guru
salah seorang penulis kitab hadits melalui jalur sanad lain yang jumlah para perawinya
lebih sedikit dari pada jumlah para perawi yang ada pada jalur sanadnya sendiri melalui
gurunya. Sebagai contoh: Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Qutaibah,
dari Malik. Seandainya kita meriwayatkannya melalui jalur sanad Imam Bukhari, maka
jumlah para perawi antara kita dengan Qutaibah sebanyak 'delapan perawi. Akan tetapi
jika kita meriwayat- kannya dari jalur sanad Abu Al-Abbas As-Siraj (salah satu dari
guru Imam Bukhari), maka kita dapatkan jumlah para perawi antara kita dengan
Qutaibah sebanyak tujuh perawi. Dari contoh tersebut jelaslah bagi kita bahwa terjadi
muwafaqah (kecocokan) antara Imam Bukhari dengan gurunya tentang jalur sanad.
Namun jalur sanad gurunya lebih tinggi dari pada jalur sanadnya.
2) Badal adalah seorang meriwayatkan sebuah hadits hingga sampai kepada guru dari guru
seorang penulis kitab hadits melalui jalur sanad lain yang jumlah para perawinya lebih
sedikit dari pada jumlah para perawi yang ada pada jalur sanadnya sendiri melalui
gurunya. Contoh badal ini sama dengan contoh muwafaqah yang tersebut di atas. Yaitu
jika terdapat jalur sanad lain hingga sampai kepada Al-Qa'nabi (guru dari guru Imam
Bukhari) dari Malik. Maka Al-Qa'nabi dalam jalur sanad ini sebagai badal (pengganti)
dari Qutaibah.
3) Musawah adalah kesamaan jumlah para perawi dalam sebuah sanad yang dimiliki
seorang perawi dengan jumlah para perawi yang ada dalam sanad lain milik seorang
penulis kitab hadits dari awal sampai akhir. Contohnya: Imam An-Nasa'i meriwayatkan
sebuah hadits yang jumlah perawinya dari beliau sampai kepada Rasulullah sebanyak
sebelas perawi. Kemudian kita meriwayatkan hadits tersebut melalui jalur sanad lain
yang jumlah perawinya dari kita sampai Rasulullah sebanyak sebelas perawi. Berarti
terjadi musawah (persamaan) di antara kita dengan Imam An-Nasa'i dalam hal jumlah
perawi.
4) Mushafahah adalah kesamaan jumlah perawi dalam sebuah sanad dengan jumlah perawi
dalam sanad seorang murid salah satu penulis kitab hadits dari awal sampai akhirnya.
Dinamakan mushafahah karena pada umumnya jika dua orang bertemu mereka
melakukan jabat tangan. Sedangkan kita pada bagian yang keempat ini seakan-akan
bertemu dengan Imam An-Nasa'i dan seakan-akan kita menjabat tangan beliau.

8
b. Sanad Nazil
Setiap jenis dari jenis-jenis sanad yang 'aliy mempunyai lawan dari nazil, karena
sesuatu yang tinggi dapat diketahui dengan sanad yang lawannya yaitu sesuatu yang
rendah. 9
Sanad Nazil adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih banyak jika dibandingkan
dengan sanad yang lain. Hadist dengan sanadnya lebih banyak akan tertolak dengan sanad
yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.

C. Matan
1. Pengertian Matan
Kata “matan” atau “al-Matn” menurut Bahasa berarti mairtafa’a min al-ardi (tanah
yang meninggi). Sedangkan menurut istilah adalah “kalimat tempat berakhirnya sanad”. Atau
dengan redaksi lain adalah lafadh-lafadh hadis yang didalamnya mengandung makna-makna
tertentu.
Adapun yang disebut matan dalam ilmu hadist adalah,

‫ماا نتهى ء ليه السند من الكال م فهو نفس ا لحد يث الذ ي ذ كراال سنا دله‬

Artinya: Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW. Yang
disebut sesudah habis disebutkan sanadnya.

Disamping itu, ada juga redaksi yang lebih sederhana (simple) lagi, yang menyebutkan
bahwa matan adalah ujung sanad (gayah al-sanad). Jadi, berdasarkan bebrapa pengertian
diatas, dapat dikemukakan bahwa yang di maksud dengan matan adalah materi atau lafadh
hadis itu sendiri.
Berkenaan dengan matan atau redaksi hadis, maka yang perlu dicermati dalam
memahami hadis adalah:
1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
dan
2. Matan hadis itu sendiri dalam hubungannya dengan hadis lain yang lebih kuat sanadnya
(apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al-

9
Ibid., hlm. 197

9
qur’an (apakah ada yang bertolak belakang)10
Matan menurut Bahasa berarti “sesuatu yang menjorok keluar” atau “sesuatu yang
Nampak” atau “sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat) dari bumi”. Dan menurut istilah
matan berarti lafal-lafal hadis yang didalamnya mengandung makna. Dengan kata lain matan
adalah materi hadis atau lafal hadis itu sendiri. 11

2. Kedudukan sanad dan matan hadis


Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting karena hadis yang diperoleh atau
diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan
hadis, dapat diketahui hadis yang dapat diterima atau ditolak dan hadis yang sahih atau tidak
sahih, untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum
islam.
Para ahli sangat berhati-hati dalam menerima suatu hadis, kecuali apabila mengenal
dari siapa perawi hadis tersebut menerima hadis tersebut dan sumber yang disebutkan benar-
benar dapat dipercaya. Pada umumnya, Riwayat dari golongan sahabat tidak disyaratkan
untuk diterima periwayatannya. Akan tetapi, mereka pun sangat berhati-hati dalam
menerima hadis.
Pada masa Abu Bakar r.a dan Umar r.a periwayatan hadis diawasi secara hati-hati dari
suatu hadis tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin
Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum orang yang meriwayatkannya di sumpah.
Meminta seorang saksi kepada perawi buanlah merupakan keharusan dan hanya
merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam menerima hadis. Jika dipandangkan tidak
perlu meminta saksi atu sumph para parawi, mereka pun menerima periwayatannya.
Adapun meminta seseorang saksi atau menyuruh perawi untuk bersumpah untuk
membenarkan riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum tentang
diterima atau tidaknya periwayatannya hadis. Hal yang diperlukan dalam menerima hadis
adalah adanya kepercayaan penuh kepada perawi. Jika sewaktu-waktu ragu tentang
riwayatnya, barulah didatangkan saksi atau keterangan.

10
Asep Herdi, “ Memahami Ilmu Hadis”, (Bandung: Tafakur kelompok HUMANIORA-Anggota Ikapi
berkhidmat untuk umat, 2014), Hal.52
11
Agusman Damanik, MA, “Urgensi Studi Hadis Di Uin Sumatera Utara”, Januari-Desember 2017. Hal.85

10
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting karena hadis yang diperoleh atau
diriwayatkan akan mengikuti yang meriwayatkannya. Dengan sanad auatu periwayatan hadis,
dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahib atau tidak
untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
Perhatian terhadap sanad di masa sahabat, yaitu dengan menghafal sanad-sanad itu dan
mereka mempunyai daya ingat yang luar biasa. Dengan adanya perhatian mereka,
terpeliharalah sunnah Rasul dari tangan-tangan ahli bid’ah dan para pendusta. Karenya pula,
imam-imam hadis berusaha pergi dan melawat ke berbagai kota untuk memperoleh sanad
yang terdekat dengan Rasul yang dilakukan sanad’ali.
Ibn Hazm mengatakan bahwa orang kepercayaan dari orang yang dipercaya hingga
sampai kepada Nabi SAW. Dengan bersambung-sambung para perawinya adalah suatu
kaistimewaan dari Allah, khususnya kepada orang-orang Islam. Memerhatikan sanad
Riwayat adalah suatu keistimewaan dari ketentuan-ketentuan umat Islam. Dengan adanya
sanad inilah, para imam ahli hadis dapat membedakan hadis yang sahib dan hadis yang dhaif
dengan cara melihat para perawi hadis tersebut. Jika tidak ada sanad, niscaya Islam sekarang
akan sama seperti ada zaman sebelumnya karena pada zaman sebelumnya tidak ada sanad
sehingga perkataan nabi-nabi mereka dan orang-orang saleh di antara mereka tidak dapat
dibedakan. Adapun Islam yang sekarang telah berumur 1400 tahun lebih masih dapat
dibedakan antara perkataan Rasulullah SAW, dan perkataan sahabat.12

12
Liny Mardhiyatirrahmah, “Sanad dan Matan Hadis”, Institut Agama Islam Negeri IAIN Antasari
Banjarmasin, September 2014, Hal. 17-18

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikhtisar hadits artinya meringkas Hadits. Yang berarati, menyisihkan sebagian dari
hadits dengan meriwayatkan sebagian yang lain. Sanad adalah rantai penutur atau perawi
(periwayat) hadist. Sanad terdiri atas seluruh penutur, mulai orang yang mencatat hadist
tersebut dalam bukunya (kitab hadist) hingga rosulullah. Sanad memberikan gambaran suatu
riwayat. Matan secara terminologis adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung
pengertiannya. Penamaan seperti itu barangkali didasarkan pada alasan bahwa bagian itulah
yang tampak dan yang menjadi sasaran utama hadits. Jadi penamaan itu diambil dari
pengertian etimologisnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agusman Damanik, 2017, MA, “Urgensi Studi Hadis Di Uin Sumatera Utara”, Januari-Desember.

Asep Herdi, 2014, “ Memahami Ilmu Hadis”, (Bandung: Tafakur kelompok HUMANIORA-Anggota Ikapi
berkhidmat untuk umat.

Idri, 2017, Hadis Dan Orientalis, Depok: Kencana.

Khadijah dan Azhar, 2011, Ulumul Hadits. Medan: Perdana Publishing.

Liny Mardhiyatirrahmah, 2014, “Sanad dan Matan Hadis”, Institut Agama Islam Negeri IAIN Antasari
Banjarmasin.

Manna Al-Qaththan, 2015, Edisi Indonesia: Pengantar Studi Ilmu Hadist, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Sani K, Abdulla, 2013, Ulumul Hadits. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Solahudin M dan Suyadi Agus, 2008, Ulumul Hadist, Bandung: CV Pustaka Setia.

Yuslem, Nawir, 2003, Ulumul Hadits, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya

13

Anda mungkin juga menyukai