Anda di halaman 1dari 3

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha
( Fuqaha adalah seorang ahli fiqih ) adalah sebagai berikut :

1. Berbicara Dengan Sengaja

Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam Al-Quran,
dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam
kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam Bukhari
dan Imam Muslim berikut :

“ Dari Zaid bin Al-Arqam RA berkata, ”Dahulu kami bercakap-cakap pada saat shalat. Seseorang
ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga
turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan
khusyu ”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat ”.

Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan
membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa sadar
alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’ memberikan keringanan
bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama perkataan atau atau pun kata yang
disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat dikatakan tidak lebih dari 6 kata.

2. Makan dan Minum

Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila
seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal.
Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan dan minum
dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap akan membatalkan
shalatnya.

Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka
disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah ‫ ( الحمصة‬tidak bisa dibakar ataupun di masak
kembali ), yaitu kadar / batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka shalatnya tidak batal.
Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa mencair atau pun meleleh
ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan membatalkan shalatnya.

3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus

Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan
gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan
berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.

Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah
SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).

Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya.
Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”.( HR. Bukhari dan
Muslim ).

Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking
( Al-Aswadain ). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak
termasuk yang membatalkan shalat.

4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat

Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya
melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya itu
batal dengan sendirinya.

Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan
Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah, bergesernya
seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Mazhab Hanabilah,
ditentukan dari seluruh tubuhnya.
Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW
pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah.

Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan
bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas
kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak menghadap kiblat
dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghadap
kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin menggeser-geser tempat tidurnya atau
orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya tidak mengarah ke arah kiblat.
Sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau shalat. Maka jika mungkin,
di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak mungkin ( misalnya karena menghadap
kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi ), maka dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika
bisa mengusahakan bus berhenti di waktu shalat, maka ini adalah yang terbaik.

5. Terbuka Aurat Secara Sengaja

Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka
shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu
yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya
hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, tetapi para Ulama dari mazhab Syafi’iyah dan Ulama
Hanabilah mengatakan tidak batal.

Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka,
maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.

Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal
ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang.
Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun
hal ini tidak berlaku.

6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar

Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa
sengaja atau secara sadar.

Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama
mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada
kepastian telah mendapat hadats.

7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat

Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya
menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya
dan tidak segera ditepis / tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun tempat
shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau
pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.

Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut,
hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran,
maka hal itu tidak membatalkan shalat.

8. Tertawa

Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang
sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.

9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal

Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga
bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat,
maka shalatnya juga batal.

10. Berubah Niat

Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya,
maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal
yang membatalkan shalatnya.

11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja

Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu
menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung
ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam shalat maka dia
harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud syahwi, maka bisa dilakukan
setelah salam.
Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam
menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati
imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan telah mendapatkan
satu rakaat. Demikian pula dalam shalat jahriyah ( suara imam dikeraskan ), dengan pendapat yang
mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum,
maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.
12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah

Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud
lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak
termasuk yang membatalkan shalat.

As-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai
dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun
dari gerakan imam.

13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum

Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa
dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu’ saat itu
dan mengulangi lagi shalatnya.

14. Berubah Niat

Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah
shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari
shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat ( mushalli ) keluar dari shalatnya, maka
shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus dimulai
dengan niat yang pasti.

15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja

Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya
adalah hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat.
Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaan tahiyat.

Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.

Anda mungkin juga menyukai