Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MAFHUM WA MASHODAQ, TAQOBUL AL-ALFADZ, DAN NISBAT


BAINA AL-KULLIYAINI
Diajukan untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah :
Ilmu Manthiq
Dosen Pengampu :
,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Di susun oleh :
1. Ina Karlina
2. Eli
3. Yogi Nugraha

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


STAI - MAJALENGKA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat serta salam semoga
tetap di limpahkankepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Ilahi Rabbi,
karena-Nya makalah yangberjudul “mafhum wa mashodaq, taqobul al-alfadz, dan
nisbat baina al-kulliyaini” dapat terselesaikan.

Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa lain dapat memahami secara


mendalam tentang hal-hal yang dapat berkaitan dengan materi yang ada dalam
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kepada para pembaca, para pakar, penulis mengharapkan kritik dan
saran demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, meski penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, dengan
keterbatasan wawasan dan referensi, kami berharap semoga makalah ini dapat
berguna bagi semua pihak, terkhusus bagi kami sendiri dan umumnya bagi semua
pihak

Talaga, 25 Maret 218

Pemakalah
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAPTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A Latar Belakang ........................................................................... 1

B Pembatasa masalah .................................................................... 1

C Metode Penulisan ....................................................................... 1

D Tujuan Penulisan……………………………………………….. 8

BAB II PEMBAHASAN……………………………………….. ................ 3

A Pengertian Lingkungan Pendidikan ......................................... 3

B Pengertian Tri Pusat Pendidikan .............................................. 3

a) Pendidikan Keluarga ........................................................... 5

b) Pendidikan Sekolah............................................................. 8

c) Pendidikan Masyarakat ....................................................... 11

C Pengaruh Timbal Balik Antara Tri Pusat Pendidikan .............. 13

D Peran Keluarga, Masyarakat dan Sekolah Dalam Pendidikan .. 16

BAB III PENUTUP . ...................................................................................... 23

A Simpulan .................................................................................. 23

B Saran .. ...................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ………………………. ................................... 24


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Telah diketahui bersama bahwa dalam ilmu manthiq, salah satu


pembahasan yang harus diketahui dalam hubungannya dengan ilmu manthiq
adalah adanya lafadz-lafadz kully yang memiliki munasabah
(keterkaitan/pertalian hubunga) diantara satu dengan yang lain, baik dalam
makna pada lafadz-lafadznya maupun antara lafadz satu dengan lafadz lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dapat dirumuskan


masalah sebagai berikut:

a) Apa yang dimaksud dengan mafhum dan mashadaq ?


b) Apa yang dimaksud dengan taqabul alfadz ?
c) Apa yang dimaksud dengan an-Nisbah bainal kulliyaini ?

C. TUJUAN

Berlandaskan pada rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang


akan dicapai dalam makalah ini adalah mampu menambah wawasan
mahasiswa mengenai mafhum dan mashadaq, taqabul alfadz, dan an-Nisbah
bainal kulliyaini.

D. MANFAAT

Sebagai wacana dalam rangka memperkaya hazanah ilmu pengetahuan


dalam ilmu pelajaran balaghah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mafhum dan Mashadaq (Denotasi dan Konotasi)


Setiap lafazh kulli (Lafadz yang mengandung beberapa afrad) selalu
memberi dua dilalah (petunjuk):
1) Dilalah yang menunjuk kepada makna, konsep atau pengertian. Seperti
lafazh insan, yang memberi dilalah bahwa manusia adalah hayawanun-
nathiq Al-insanu hayawanun nathiq, sebuah ungkapan yang familiar di
telinga banyak orang. Khususnya mereka yang pernah mempelajari logika
atau manthiq. Ya, ungkapan itu adalah ungkapan yang dilontarkan oleh
Imam Al-Ghazali, salah seorang imam tercerdas yang pernah dimiliki
oleh dunia islam khususnya madzhab ahlus sunnah wa-l-jama’ah.
“Manusia adalah binatang yang berakal atau binatang yang rasional.
Sama-sama binatang, tapi manusia berbeda dengan binatang-binatang
yang lain. Manusia merupakan satu spesies binatang langka yang
memiliki keistimewaan. Yang dengan keistimewaannya itu manusia dinilai
lebih berharga daripada binatang secara keseluruhan”
2) Dilalah yang tercakup pada makna tersebut, yaitu yang terkena/dikenai
konsep atau pengertian di atas. Seperti anak kecil dan orang gila, itu
tercakup pada makna insan, karena masih disebut sebagai seorang manusia.

)‫ظ ْال ُك ِلى‬ َ ‫ ( ْال َم ْعنَى الَّ ِذ ى َي ُد ُّل‬makna yang ditunjukkan


ُ ‫علَ ْي ِه اللَّ ْف‬
oleh lafazh kulli, itulah yang dinamakan Mafhum atau disebut juga

‫ الحقيقة‬atau ‫الماهية‬.
)‫علَ ْي ِه َذ ِل َك ْال َم ْعنَى‬ ْ َ‫)اَ ْْل َ ْف َرا ُد الَّتِى ي‬
َ ‫صد ُُق‬ sedangkan afrad

(bagian-bagian) yang tercakup atau dikenai oleh makna itu adalah Mashadaq.1
Adapun beberapa contoh lain di bawah ini, yaitu:

1
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 14-15.
✓ Jika Anda menyebutkan lafazh nahr (sungai), maka mafhum-nya adalah
air yang mengalir di permukaan tanah sejak dari hulunya di gunung
sampai ke muaranya di laut luas. Sedang mashadaq-nya adalah setiap
yang bernama sungai di permukaan bumi, contohnya seperti sungai Nil.
✓ Jika kita memerhatikan mafhum dari lafazh kulli, misalnya samak (ikan)
maka akan terlihat bahwa mashadaq-nya adalah semua ikan, baik di laut
maupun di sungai dan di kolam. Tetapi, bila Anda menambahkan konsep
bahri kepada samak sehingga menjadi samak bahri (ikan laut) maka
mashadaq-nya hanyalah ikan laut. Ikan sungai dan ikan kolam tidak
tergabung lagi ke dalamnya. Lebih-lebih lagi, mashadaq-nya akan
semakin sedikit, jika Anda menambahkan konsep yang lainnya lagi,
misalnya samak bahri mulawwan (ikan laut yang berwarna).2
Maka, dari uraian di atas, dapat dipahami, bahwa:

ُ‫ص َدقَه‬ َ َ‫اِ َذازَ ا َد َم ْف ُه ْو ُم ْال ُك ِلى نَق‬


َ ‫ص َما‬
Apabila mafhum kulli bertambah, maka mashadaq akan berkurang.
Kaidah yang semakna dengan kaidah tersebut dalam bentuk redaksi lainnya
adalah:

َ ‫َكثْ َرة ُ ْالقُيُ ْو ِد تَقَلَّ َل ْال َما‬


‫صا َدقَات‬
Banyaknya ikatan mafhum akan menyempitkan mashadaq-nya.

B. Taqabul al-Alfazh (Perlawanan Kata)


Dalam Ilmu Mantik, lafazh-lafazh (kata-kata) yang berlawanan
diistilahkan dengan taqabul al-alfazh.

‫التقابل هو أال يجتمع لفظان فى موضوع واحد فى‬


‫زمان واحد‬
Yang dimaksudkan dengan kata-kata berlawanan adalah bahwa dua kata
tidak dapat berkumpul pada satu benda/objek, dan dalam satu waktu. Seperti:
Ada dan tidak ada, Hitam dan Putih, Hidup dan Mati.

2
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 29.
Dua lafazh ini dinamai dengan Mutaqabilain.3
Taqabul ini terbagi menjadi tiga bagian:
1) Taqabul as-Salab wal Ijab (Negatif dan Positif)
Lafazh yang berlawanan secara ijab dan salab (positif dan negatif)
adalah dua lafazh (kata) yang tidak bisa dikumpulkan sekaligus pada satu
benda dan tidak bisa pula dipisahkan sekaligus dari benda itu, mesti ada
salah satunya.
Dan disebut juga dua taqabul ini dengan Naqidhaen, atau Mani’ah al-
Jama’ wal Khuluw. Contoh:
a) Manusia dan bukan manusia.
Tidak mungkin kita mengatakan kepada orang lain:
Anda adalah manusia dan bukan manusia (ijab).
Atau, tidaklah Anda manusia dan bukan manusia (salab).
b) Hewan dan bukan hewan.
Tidak mungkin kita mengatakan kepada sesuatu, bahwa:
Dia itu hewan dan dia bukan hewan (ijab).
Atau, tidaklah dia itu hewan dan bukan hewan (salab).
c) Laptop dan bukan laptop.
Tidak mungkin kita mengatakan pada suatu barang, bahwa:
Barang itu adalah laptop dan bukan laptop (ijab).
Atau, tidaklah barang itu laptop dan bukan laptop (salab).
2) Taqabul Dhiddain
Yaitu dua lafazh yang keduanya tidak bisa bersatu, berkumpul dalam
satu objek dan satu waktu. Tapi terkadang bisa menghilang keduanya
bersama-sama. Contoh:
a) Hitam dan putih
Tidak bisa putih itu berkumpul dengan hitam dalam satu waktu,
tapi dapat menghilang keduanya bersamaan, dengan artian keadaan
suatu benda itu misalnya berwarna merah.

3
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 15.
Masing-masing dari lafazh berlawanan itu tidak bisa
dikumpulkan sekaligus dalam satu waktu pada satu benda. Kita tidak
bisa mengatakan:
Perempuan itu hitam dan putih (ijab);
Pernyataan itu tidak bisa dibenarkan, tetapi, bisa saja ditidakkan,
dengan mengatakan:
Perempuan itu tidak hitam dan tidak putih (salab);
Pernyataan itu menjadi benar karena mungkin sekali perempuan yang
dimaksud tidak hitam dan tidak putih, tetapi kuning langsat.
b) Tinggi dan rendah
Kayu itu tinggi dan rendah.
Kalimat tersebut merupakan pernyataan yang tidak mungkin bisa
terjadi. Namun pernyataan itu akan menjadi benar, jika diucapkan
dalam bentuk negatif, seperti:
Kayu itu tidak tinggi dan tidak rendah (pertengahan).
c) Besar dan kecil.
Anak itu besar dan kecil (ijab).
Kalimat tersebut merupakan pernyataan yang tidak mungkin bisa
terjadi. Namun pernyataan itu akan menjadi benar, jika diucapkan
dalam bentuk negatif, seperti:
Anak itu tidak besar dan tidak kecil (pertengahan).
d) Pahit dan manis.
Makanan itu manis dan pahit.
Kalimat tersebut merupakan pernyataan yang tidak mungkin bisa
terjadi. Namun pernyataan itu akan menjadi benar, jika diucapkan
dalam bentuk negatif, seperti:
Makanan itu tidak manis dan tidak pahit; bisa jadi asam, asin,
ataupun pedas.
3) Taqabul Mutadhayifain
Berlawanan tapi terikat, yaitu dua kata berlawanan yang tidak bisa
dikumpulkan pada sesuatu di satu waktu, tetapi yang satu terikat dengan
yang lainnya. Dengan kata lain, dikatakan bahwa perlawanan dua kata
yang tidak mungkin dapat dipahami salah satunya tanpa adanya yang lain.
Contoh:
a) Ayah dan anak
b) Suami dan istri
c) Guru dan murid
Contoh itu menampilkan tiga pasang kata yang berlawanan, tetapi
yang satu terikat dengan lawannya. Seseorang tidak terterima oleh akal
sebagai suami, jika ia tidak memiliki seorang istri. Tetapi dikumpulkan
suami dan istri sekaligus dalam satu waktu pada seseorang adalah hal
tidak mungkin. Demikian juga dengan contoh yang lainnya.4

C. Nisbah baina Kulliyain (Hubungan antara Dua Lafazh Kulli)


Dilihat dari segi hubungan (nisbah) antara satu makna lafazh kulli dan makna
kulli lainnya, terdapat lima macam;
1) Mutaradifain/Sinonim
Yaitu dua lafazh kulli yang sama mafhum dan mashadaqnya (dalam
pengertian dan bukti). Contoh:
• Asadun dan ghadhanfarun (binatang buas)
• Insanun dan basyarun (hewan berpikir)
• Baitun dan manzilun (bahasa Arab: rumah)
• Nar dan Sa’ir (bahasa Arab: neraka)
• Jannah dan ‘adn (bahasa Arab: surga)
2) Mutasawiyain
Dua lafazh yang satu dalam buktinya (mashadaq), tetapi tidak satu
dalam pengertiannya (mafhum). Contoh:
“nathiq” dengan “qabil li al-ta’lim al-raqi”. Mashadaqnya satu, yaitu
manusia. Akan tetapi, pengertian “nathiq” berbeda dengan pengertian
“qabil li al-ta’lim al-raqi”. Yang pertama artinya ‘berpikir’, dan yang
kedua artinya dapat ‘dididik’, mampu menerima pengajaran tinggi.5

4
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 30-32.
5
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V, hal.
54.
3) Mutabayinain
Perbandingan tabayun, adalah perbandingan dua lafazh kulli yang
berbeda, baik mafhum maupun mashadaq-nya. Atau yang berbeda dalam
pengertian dan buktinya; bukti yang satu tidak sama dengan bukti yang
lainnya.6 Perbandingan yang semacam ini adalah yang terbanyak. Contoh:
• Gunung dan laut,
• Rumah dan sungai,
• Anjing dan merpati,
• Kuda dengan pohon,
• Insan dan jin,
• Sunnah dan bid’ah, dan sebagainya.
4) Umum Khusus Mutlak
Dua kata yang salah satu dari keduanya lebih umum dan mencakup
individu yang lainnya.
Contoh;
• Buku-kertas7
• Ma’dan (barang tambang) dengan nuhas (perunggu).
Barang tambang itu lebih umum daripada perunggu, sebab emas dan
perak pun termasuk barang tambang.8
• Ibadah dan shalat
• Tumbuh-tumbuhan dan jeruk
• Bunga-bungaan dan mawar, dan yang semacamnya.9
5) Umum Khusus Wajhi
Sebagian bukti dan salah satu bukti terdapat pada bukti individu yang lain.
Keduanya dapat berkumpul pada satu benda, tetapi keduanya dapat pula
berpisah pada benda yang lain. Contoh:

6
Imas Masaroh Amien, Ilmu Mantiq Pengantar Praktis Menuju Berpikir Islam (Tasikmalaya, 2011)
hal. 24.
7
Ibid., hal. 24.
8
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V, hal.
55.
9
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 34.
• Antara “manusia” dan “putih” bisa ada pada benda lain; seperti
“kapur” juga putih.10
• Bunga dan merah
• Obat dan pahit
• Api dan panas
• Lapangan dan luas

D. Perbandingan antara Lafazh Kulli dengan Artinya


Dilihat dari segi artinya lafazh kulli terbagi ke dalam 5 macam, yaitu;
1. Lafazh Mutawathi’
Adalah lafazh kulli yang mempunyai makna banyak; mafhumnya satu
dan mashadaqnya banyak. Contoh: Insan, hewan, tumbuh-tumbuhan.
Lafazh insan mempunyai makna: Hindun, Fatimah, Umar, dan lain-lain.
Hakikat dari nama-nama itu sama dalam hal manusianya. Mereka hanya
berbeda dalam jenis dan sifat-sifat saja. Demikian pula lafazh hewan,
dapat mengandung arti kucing, babi, anjing, monyet, dan lain-lain.
2. Lafazh Musyakkik
Lafazh musyakkik adalah lafazh kulli yang kualitas artinya berbeda.
Artinya, lafazh musyakkik itu satu, tetapi kualitasnya berbeda.
Contoh: Putih, tinggi, besar
Lafazh putih mempunyai arti bisa sangat putih, kurang putih, sedikit
putih, atau putih sedang. Lafazh tinggi bisa sangat tinggi, kurang tinggi
dan seterusnya. Demikian juga halnya dengan lafazh besar, bisa sangat
besar, kurang besar, dan seterusnya.
3. Lafazh Mutabayin
Lafazh mutabayin (sama dengan perbandingan mutabayinain) adalah
dua lafazh yang bacaannya berbeda dan artinya pun berlainan.
Contoh:
Insan, ardh, sama’ (bahasan Arab: manusia, bumi, langit)
Kuda, kambing, dan rambutan, kelapa (bahasa Indonesia)

10
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V,
hal. 55-56.
Lafazh-lafazh itu memperlihatkan perbedaan dari segi mafhum dan
mashadaqnya. Dengan kata lain lafazhnya berbeda dan artinya pun
berlainan. Lafazh jenis ini adalah yang terbanyak.

4. Lafazh Mutaradif
Lafazh mutaradif (sama dengan perbandingan taraduf) adalah dua atau
lebih lafazh yang berbeda, tetapi mengandung arti sama.
Contoh:
Nar dengan sa’ir (neraka)
Jannah dengan ‘adn (surga)
Arloji dengan jam tangan, dan lain sebagainya.
5. Lafazh Musytarak
Lafazh musytarak adalah lafazh kulli yang mempunyai lebih dari satu arti.
Contoh:
‘Ain, nar, jannah (bahasa Arab)
Lagu, saran, rebut (bahasa Indonesia)

‘Ain (bahasa Arab) bisa mengandung arti mata dan mata air. Nar bisa
mengandung arti api dan neraka. Jannah bisa mengandung arti kebun dan
surga.
Lagu (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti ragam suara nyanyi,
tingkah laku.
Saran (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti pendapat pendapat,
anjuran, propaganda.
Ribut (bahasa Indonesia) bisa mengandung arti sibuk, gaduh, kencang.11

E. Aqsam al-Kulli (Pembagian Lafazh Kulli)

11
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 35-37.
‫الكلى‬
‫عر‬
‫ذاتى‬
‫ضى‬
‫عر‬ ‫عر‬
‫ض‬ ‫ض‬ ‫فصل‬ ‫نوع‬ ‫جنس‬
‫عام‬ ‫خاص‬
Kelima macam bagian ini, disebut dengan Kulliyat al-Khams. Yang
merupakan bahan pembentukan takrif atau pengertian, selain merupakan
bagian dari objek berpikir.
1. Dzati
Dzati (lafazh kulli dzati), secara lughawi, adalah lafazh yang bermakna zat
(benda, materi, substansi). Dzati dapat juga disebut lawan dari ‘irdhi (sifat). 12
Oleh karena itu, kata-kata seperti manusia, hewan, rumah, tanah, kayu, batu
dan yang semacamnya terkategori ke dalam lafazh kulli dzati.
Secara terminologi, yaitu lafazh kulli yang menunjuk kepada mahiyah
(hakikat) sepenuhnya yang kepadanya dapat diajukan pertanyaan: apa dia?
Contoh: hayawan dan nathiq (berpikir), merupakan hakikat dari lafazh insan.
Klasifikasi Kulli Dzati:
a) Jinsi/General
Jinsi (jenis) adalah lafazh kulli yang mashadaqnya terdiri dari substansi-
substansi (hakikat) yang berbeda, atau dengan kata lain, yaitu lafazh kulli
yang di bawahnya terdapat lafazh-lafazh kulli yang mempunyai makna
lebih khusus. Contoh:
➢ Hayawan. Lafazh hayawan mengandung makna manusia dan hewan-
hewan lainnya, seperti kambing, kerbau dan sebagainya.13
➢ rempah-rempah, mempunyai jenis merica, pala, ketumbar, dll.
➢ Kendaraan, mempunyai jenis mobil, kereta api, pedati, kapal terbang,
dll.14

12
Ibid., hal. 39.
13
Ibid., hal. 40.
Klasifikasi Jinsi
(1) Jinsi Qarib/Safil
Sesuatu yang di bawahnya tidak terdapat jenis lagi, tetapi di atasnya
terdapat banyak jenis. Atau dengan kata lain, jenis yang di bawah jenis itu
tidak terdapat jenis lagi, yang ada hanyalah “nau” (bagian dari kulli)
misalnya, perkataan “hayawan”, di bawah hewan, sudah tidak ada jenis
lagi, yang ada hanyalah “nau” seperti manusia, kambing, kerbau, dan
sebagiannya, yang kesemuanya itu hanyalah bagian dari hewan (nau’
minal hayawan). Sedangkan di atas lafazh kulli hayawan terdapat
beberapa jinsi, yaitu nami (yang tumbuh), jism (fisik yang bergerak, tidak
bergerak), dan jauhar (substansi).
(2) Jinsi Mutawasith
Jenis yang di bawah jenis itu masih ada jenis lagi, demikian pula di
atasnya masih terdapat jenis yang lain, seperti: “an-nami” (yang
berkembang). Di bawah nami ada jenis yaitu hewan, dan di atasnya ada
pula jenis yaitu Jism.15
(3) Jinsi Ba’id (‘Ali)
Sesuatu yang di atasnya tidak terdapat lagi jenis, tetapi di bawahnya
terdapat banyak jenis. Contoh: Jauhar
Di atas lafazh kulli jauhar tidak ada lahi jinsi, tetapi di bawahnya
terdapat beberapa jinsi, yaitu jism, nami, dan hayawan.
2. Nau’/Spesial
Nau’ secara lughawi, adalah macam. Secara mantiki nau’ adalah lafazh
kulli yang mashadaqnya terdiri dari hakikat-hakikat yang sama, seperti lafazh
insan yang mashadaqnya Mustafa, Ibrahim, Ali, dan lainnya. Yang semuanya
mempunyai hakikat yang sama.16
Klasifikasi Nau’:
1) Nau’ Hakiki

14
Cholil Bisri Mustofa, Ilmu Mantiq Tarjamahan assulamul munauroq (Rembang: PT. Al-Ma’arif.
Penerbit. Percetakan. Offset, 1987) cet. III, hal. 20.
15
Ibid., hal. 22.
16
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 42.
Lafazh kulli yang ada di bawah cakupan jinsi sedang mashadaq-nya
merupakan hakikat yang sama. Nau’ hakiki ini tidak ada lagi di
bawahnya kecuali juz’i-nya.17 Contoh:
“Manusia’; sebab afrad-nya sama dalam hakikatnya; ia ada di bawah
cakupan kata “hayawan”.
2) Nau’ Idhafy
Lafazh kulli yang berada di bawah jinsi, baik hakikatnya sama maupun
tidak.
Contoh:
“Hayawan” ketika berada di bawah cakupan “nami”. Begitu pula nami
akan menjadi “nau’ idhafi ketika berada di bawah cakupan “jismi”, dan
seterusnya.
Dengan memerhatikan contoh tersebut, maka “Nau’ Idhafi” ini terbagi
lagi menjadi tiga macam.
(1) Nau’ Idhafi Safil
Lafazh kulli yang tidak ada lagi di bawahnya kecuali substansi juz’i-
nya.
Contoh: Insan
(2) Nau’ Idhafi Mutawasith
Lafazh kulli yang di bawahnya terdapat nau’ dan di atasnya pun
terdapat nau’.
Contoh: Hayawan dan an-Nami.
(3) Nau’ Idhafi ‘Ali
Lafazh yang tidak terdapat jenis lagi di atasnya kecuali jins ‘ali.
Contoh: Jismi.18

:‫االمثلة‬

17
Ibid., hal. 43.
18
Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. V,
hal. 63.
‫الجوهر‬
‫جوهر‬
‫جسم‬
‫الفرد‬
‫غير‬
‫نامى‬
‫نامى‬
‫معدن‬ ‫حجر‬ ‫شجر حيوان‬
‫حديد‬ ‫أسد‬ ‫خيل‬ ‫إنسان‬
‫فضة‬ ‫عمر‬
‫ذهب‬ ‫عثمان‬
‫علي‬

- Jauhar (materi) = Jinas Ba’id


- Jism = Jinas Mutawasith (Nau’ Idhafi) ‘Ali
- Nami = Jinas Mutawasith (Nau’ Idhafi)
Mutawasith
- Hayawan = Jinas Qarib (Nau’ Idhafi) Mutawasith
- Insan = Nau’ (Nau’ Hakiki) Safil
- ‘Umar = Farad19
3. Fashal/Differential
Fashl mengandung arti pemisah atau pembeda. Dalam terminologi mantik,
fashl adalah ciri atau sejumlah ciri dari hakikat (benda, diri, orang) yang
dengannya berbeda substansi-substansi atau hakikat-hakikat yang berada
dalam satu jinsi antara yang satu dengan yang lainnya. Contoh: Insan dan
hayawan, dikaitkan dengan nathiq.
Pembagian Fashal:

(1) Fashal Qarib


Sesuatu yang dapat membedakan hakikat dari suatu objek yang berserikat
dalam jenisnya yang dekat.
Contoh:
Dapat Berpikir

19
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 25.
Kata dapat berpikir adalah fashal qarib bagi manusia yang membedakannya
dari yang menyamainya dalam satu jenis, yaitu hayawan (kambing, kerbau
dan sebagainya).
(2) Fashal Ba’id
Sesuatu yang dapat membedakan hakikat dari suatu objek yang berserikat
dalam jenisnya yang jauh.
Contoh:
Merasakan (berperasaan)
Adalah fashal ba’id bagi manusia yang membedakannya dengan hewan.20
Dapat disimpulkan dengan contoh:
Manusia > Nau’/Specia
Hewan > Jenis/Genera
Berbicara > Fashal/Defferentia
4. ‘Aradhi
Adalah sesuatu yang berada di luar hakikat.21
Contoh: tertawa, putih, cantik, menangis besar, dan yang semacamnya (kata
selain zat).
Klasifikasi Kulli ‘Aradhi:
1) Khas
Satu sifat atau kumpulan sifat-sifat di luar hakikat yang terdapat dalam
satu hakikat individu.
Contoh:
Manusia hewan yang mampu belajar bahasa: (sifat khusus) bagi
manusia.

2) ‘Am
Satu sifat atau beberapa sifat di luar hakikat yang terdapat pada
individu yang hakikatnya berbeda.
Contoh:
Hitam atau putih

20
Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik (Bandung: Darul Ulum Press, 1996) Cet. I,
hal. 46.
21
A. Zakaria, ‘Ilmu al-Mantiq (Garut: Pesantren Persatuan Islam, 1999) cet. I, hal. 19.
Tinggi atau rendah
Sifat-sifat tersebut tidak hanya dimiliki oleh manusia, teatapi yang
lainnya juga.

‫خالصة أقسام الكلى‬


22

‫عام عر‬
‫قريب خاص ضى‬
‫الكلى‬ ‫بعيد فصل‬ ‫عال‬
‫إض‬ ‫متوا‬
‫حقيقى نوع ذاتى‬ ‫افى‬ ‫سط‬
‫سافل‬
‫عال‬
‫متوا‬
‫جنس‬
‫سط‬
‫سافل‬

22
Ibid., hal. 24.
Daftar Pustaka

Aceng Zakaria. 1999. ‘Ilmu al-Mantiq. Garut

Baihaqi, A. K. 1996. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik. Bandung:


Darul Ulum Press

Cholil Bisri Mustofa. 1987. Ilmu Mantiq Tarjamahan assulamul munauroq.


Rembang: PT. Al-Ma’arif. Penerbit. Percetakan. Offset

Imas Masaroh. 2011. Ilmu Mantiq Pengantar Praktis Menuju Berpikir Islam.
Tasikmalaya

Syukriadi Sambas. 2009. Mantik Kaidah Berpikir Islam. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai