ULUMUL QUR’AN
Dosen pengampu :
Oleh :
IBNUL AMIN :220116319
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, dan juga berkat shalawat
kepada junjungan kita kepada Nabi Muhammad SAW, karena berkat dialah kami dapat
menyelesaikan dan menyusun makalah tentang Al-Qur’an dan Ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dari dosen dan menambah
wawasan kita tentang Al-Qur’an dan Ilmu-ilmu Al-Qur’an, sehingga kita dapat menerapkan
pengetahuan kita dalam kehidupan sehari-hari, semoga dengan adanya makalah ini, teman-
teman khususnya dapat mengambil banyak pelajaran dari makalah tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat islam. Al-Qur’an
diturunkan dalam bahasa Arab, namun yang jadi masalah dan pangkal perbedaan adalah
kapasitas manusia yang sangat terbatas dalam memahami al-Qur’an. Karena pada
keyataannya tidak semua yang pandai bahasa Arab, sekalipun orang Arab sendiri, mampu
memahami dan menangkap pesan ilahi yang terkandung di dalam al-Qur’an secara sempurna.
Terlebih orang ajam (non-arab). Bahkan sebagian para sahabat nabi, dan tabi’in yang
tergolong lebih dekat kepada masa nabi, masih ada yang keliru menangkap pesan al-Qur’an.
Kesulitan-kesulitan itu menyadarkan para sahabat dan ulama generasi berikutnya akan
kelangsungan dalam memahami al-Qur’an. Mereka merasa perlu membuat rambu-rambu
dalam memahami al-Qur’an. Terlebih lagi penyebaran islam semakin meluas, dan kebutuhan
pada pemahaman al-Qur’an menjadi sangat mendesak. Hasil jerih payah para ulama itu
menghasilkan cabang ilmu al-Qur’an yang sangat banyak. Adanya permasalahan tersebut
menjadi urgens dari ilmu-ilmu al Qur’an sebagai sarana menggali pesan Tuhan, serta untuk
mendapat pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, para ulama ‘ulum al-Qur’an berbeda pendapat mengenai lafal Al-
Qur’an ini, apakah terambil dari kata yang lain (isytiqaq) atau kata dasar yang mandiri (tidak
terambil dari kata yang lain); apakah ia menggunakan huruf Hamzah atau tidak
menggunakannya; apakah ia isim mashdar atau sifat (keterangan). Dalam hal ini, mereka
terbagi kedalam beberapa kelompok berikut:1
Kedua pendapat ini sepakat bahwa kata Qur’an itu menggunakan Huruf Hamzah, jika
Huruf Hamzah itu dihilangkan, hanyalah untuk meringankan bacaan, lalu syakal (barisnya)
dipindahkan kepada huruf mati sebelumnya, sehingga terbaca “Qur’an”. Sementara huruf-
1
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 33
2
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 34-35
huruf “Alif dan lam” bukanlah untuk menjadikan kata itu definitif (ma’rifah), tetapi memang
aslinya menggunakan Alif dan Lam. Imbangan kata ini juga adalah “Fa’alan”.3
Mereka yang berpendapat bahwa kata Al-Qur’an itu tidak menggunakan Huruf
Hamzah berbeda pendapat juga mengenai asal katanya (isytiqaq).
2. Al-Farra mengatakan bahwa kata Al-Qur’an terambil dari kata “Al-Qara’in, karena
satu ayat mendukung ayat yang lain dan satu ayat lainnya lagi mirip dengan ayat yang lain.
Ini semua dalam Bahasa Arab diistilahkan dengan “qara’in” atau apa yang disebut dengan
“asybah” yakni ayat-ayat mirip dan “nazha’ir yakni satu kata yang mempunyai banyak
makna.4
Kedua pendapat terakhir ini menurut Abu Syuhbah termasuk pembahasan dasar,
sedangkan kedua pendapat sebelumnya termasuk pembahasan tambahan. Selanjutnya dia
mengemukakan pula pendapat yang kelima yang berhadapan dengan pendapat-pendapat
sebelumnya, pendapat ini mengatakan bahwa al-Qur’an itu adalah isim ‘alam yang tidak
terambil dari kata apa pun. Sejak awal ia merupakan nama dari kalam Allah yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Dan tidak menggunakan Huruf Hamzah. Pendapat ini berasal
dari imam asy-syafi’iy, yang di riwayatkan oleh al-Bayhaqiy, al-Khathib dan yang lainnya.
Menurut asy-Syafi’iy, kata “Qira’ah” memang ada Huruf Hamzahnya, sementara kata “al-
Qur’an” tidak ada Huruf Hamzahnya. Lebih lanjut dia mengatakan: al-Qur’an adalah isim
yang tidak ada Huruf Hamzahnya dan tidak terambil dari kata “qira’ah”, ia merupakan nama
untuk kitab Allah, Seperti halnya Tawrah dan injil.5
Ahli qiraat yang meringankan bacaan Al-Qur’an tanpa Huruf Hamzah, hanyalah Ibnu
Katsir, sementara enam qari lainnya dari tujuh ahli qiraat membacanya dengan Huruf
Hamzah.
3
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 35-36
4
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 36
5
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 36-37
SAW yang tertulis didalam mushaf di, diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya
bernilai ibadah.
Lebih lanjut, ash-shabbag menjelaskan definisi yang dikemukakan ini. Kalam Allah,
memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an ini adalah kalam atau pembicaraan Allah SWT, bukan
pembicaraan manusia, jin atau malaikat. Al-mu’jiz memberikan isyarat bahwa kalam
dimaksud melemahkan manusia dan jin untuk dapat menyamainya. Dengan demikian tidak
termasuk didalamnya kalam Allah yang diungkapkan dengan redaksi Rasul SAW (Hadits
Qudsiy). Wahyuhu al-munazzalu ‘ala Muhammad tidak termasuk di dalamnya kalam Allah
yang ditujukan kepada nabi-nabi lainnyaatau kepada malaikat dan bukan pula yang ditujukan
kepada seorang manusia tertentu. Selanjutnya dia menggunakan surah al-Kahfi ayat 109
sebagai argumentasi bahwa kalam Allah itu banyak macamnya: Katakanlah hai Muhammad:
seandainya lautan dijadikan tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, pasti habislah
lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku itu, meskipun kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula). 6
Berkaitan dengan definisi al-Qur’an yang menyebutkan kalam Allah. Kalam Allah
tidaklah sama dengan kalam yang lain, seperti manusia. Kalam manusia kadang-kadang di
maksudkan untuk makna yang merupakan hasil dari makna mashdar, yakni”takallum” atau
pembicaraan, dan kadang-kadang dimaksudkan untuk makna yang merupakan hasil darin
makna mashdar itu, yakni “al-mutakallam” atau yang dibicarakan. Masimng-masing makna
itu ada yang bersifat lafzhiy (verbal) dan ada yang bersifat nafsiy (non-verbal), berada
didalam jiwa. Yang dimaksud dengan kalam manusia yang lafzhiy dengan makna mashdar
adalah menggerakan lidah dan yang terkait dengan mengeluarkan huruf-huruf dari tempat
keluarnya. Sedangkan kalam lafzhiy dengan makna hasil dari mashdar adalah kata-kata yang
diucapkan yang tidak lain merupakan cara-cara mengeluarkan suara empirik. 7
6
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 37-38
7
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 39
Adapun kalam nafsiy dengan makna mashdar menghadirkan dalam jiwa dengan daya
pembicara yang bersifat batin, kata-kata yang tidak tampak dalam anggota badan seseorang
dalam kondisi ini, berbicara dengan kata-kata imajinatif yang dirangkainya didalam jiwa,
diucapkan dengan suara empirik, tentu akan sejalan dengan kata-kata yang terucapkan.
Sedang kalam nafsiy dengan makna hasil mashdar itu, adalah kata-kata yang bersifat
kejiwaan yang terangkai secara batin dan sejalan dengan rangkaian lahirnya (jika diucapkan
dengan anggota badan lahir)8
Fungsi utama Al-Qur’an adalah menjadi pemandu atau petunjuk bagi seluruh umat
manusia dalam mengharungi kehidupan mereka. Panduan atau petunjuk Al-Qur’an tersebut
dapat diketahui dengan upaya-upaya sebagai berikut : pertama, Al-Qur’an itu harus dibaca
atau dipelajari. Hal ini dapat dipahami Dari ayat yang pertama kali diterima dari nabi
Muhammad SAW yang berisi perintah membaca.
Ulum Al-Qur’an terdiri atas dua kata, yaitu ; Ulum dan Al-Qur’an. Dalam hal ini,
kata yang pertama disandarkan kepada kata yang kedua. Sebelum memasuki Pembahasan
initi mengenai Ulum Al-Qur’an dimaksud, terlebih dahulu dikemukakan pengertian kata
Ulum. Kata ini adalah Bahasa Arab dalam bentuk jamak.
Kedua definisi ini pada dasarnya dapat saling melengkapi, seperti yang diisyaratkan
oleh kedua definisi tersebut dan itu semua belumlah mencakup keseluruhannya.9
8
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 40
9
Abdullah Karim, Pengantar Studi Al Qur’an, (Banjarmasin : MEDINA KAREEM 2019), hlm 42-44
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi kesimpulan Alqur’an adalah kitab petunjuk yang harus diikuti oleh kaum
muslimin secara utuh dan konsekuen. Akan tetapi, untuk memefungsikannya sebagai
petunjuk ,bukanlah perkerjaan yang ringan. Ada sejumlah istilah yang harus dipahami oleh
orang yang ingin mempelajari Alqur’an secara komfrehensif. Di samping itu pula, ada ilmu
ilmu terkait yang tidak dapat di abaikan bagi orang yang ingin mendalami ilmu ilmu
Alqur’an. Sedangkan kesimpulan ulumul Qur’an atau ilmu-ilmu qur’an di pandang oleh para
ulama sebagai ilmu bantu bagi para musafir untuk mengetahui makna dan isi kandungan Al-
Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA