Anda di halaman 1dari 12

Tafsir Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Dan Masa Sahabat Nabi

Tafsir pada Masa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in

Tafsir pada Masa Mufassir Klasik dan Modern

Tafsir pada Era Kontemporer

Oleh :

Kelompok 2

1.Muhammad Faizal Rizki Ramadhan-200103007

2.Mitun Tumorang-200103009

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

FAKULTAS HUKUM DAN SYARI’AH

BANDA ACEH
TAHUN 2020/2021

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang :

lmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena
pembahasannya berkaitan dengan kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda
dari yang haq dan bathil. Tafsir al-Qur’an juga dikenal sebagai ilmu untuk memahami atau
menafsirkan yang bersangkutan dengan al-Qur’an dan isinya, yang berfungsi sebagai
mubayyin (penjelas), tentang arti dan kandungan al-Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat
yang tidak dipahami atau samar.
Dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an yang diperlukan bukan hanya
pengetahuan bahasa Arab saja, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang
menyangkut al-Qur’an dan isinya yang biasa disebut dengan Ulumul Qur’an.
Ilmu tafsir ini telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman
modern sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi tiga periode yaitu
zaman Nabi, sahabat dan tabi’in.

B.Rumusan Masalah :

1.Tafsir pada masa Nabi Muhammad SAW

2.Tafsir Pada Masa Sahabat

3.Tafsir pada masa tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in

4.Tafsir klasik dan modern

5. Tafsir Kontemporer

Muqaddimah :

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah dengan judul tepat pada waktunya.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya

BAB II
PEMBAHASAN

Tafsir Pada Masa Nabi Muhammad SAW


Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan tafsir itu muncul dan mulai sejak al-Qur’an
diturunkan. Sebab tatkala al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sejak itu pula
beliau melakukan suatu penafsiran dalam pengertian yang sederhana, yakni memahami dan
menjelaskan kepada para sahabat. Beliau adalah the frist interpreter (awalul mufasirrin),
orang pertama yang menguraikan al-Qur’an dan menjelaskan kepada umatnya.
AL-Qur’an menegaskn bahawa tugas utama nubuwwah[3]. Nabi Muhammad saw
adalah menyampaikan muatan AL-Qur’an. Berbarengan dengan itu, berdasarkan AL-Qur’an
pula Nabi Muhammad saw diberi otoritas untuk menerangkan atau menafsirkan AL-Qur’an.
Atas dasar itu,para ahli tafsir dan ilmu AL-Qur’an seperti qari’,hafizh, dan para mufasir
pertama (al-mufasir al-awwal) dalam sejarah ilmu tafsirAL-Qur’an menobatkan Nabi
muhammmad saw sebagai mufassir pertama.
Tugas-tugas penyampaian (tabligh), penghafal (tahfidz), pembacaan (tilawah), dan
penafsiran AL-Qur’an yang di tetapkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Itu dapat
disimpulkan dari deretan ayat-ayat AL-Qur’an diantaranya.

AL-Maidah ayat 67:

۞ ‫اس اِن‬ ِ ‫ص ُمك مِن الن‬


ِ ‫ّللاُ ي ْع‬ ْ ‫ٰيايُّها الرسُ ْو ُل ب ِل ْغ ما ا ُ ْن ِزل اِليْك‬
ٰ ‫مِن ر ِبك ۗوا ِْن ل ْم ت ْفع ْل فما بل ْغت ِرسٰ لته ۗو‬
‫ّللا ل ي ْهدِى ْالق ْوم ْال ٰكف ِِريْن‬
ٰ

Artinya:
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.

An-Nahl ayat 44:

ِ ‫الزب ُِر وا ْنز ْلنا اِليْك‬


ِ ‫الذ ْكر ِلتُب ِين لِلن‬
‫اس ما نُ ِزل اِل ْي ِه ْم ولعل ُه ْم يتفك ُر ْون‬ ِ ‫ِبا ْلب ِي ٰن‬
ُّ ‫ت و‬

Artinya:

(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab.


Dan Kami turunkan Ad-Dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.

Jelaslah bahwa ayat-ayat di atas memerintahkan Nabi Muhammad Saw. Supaya


menyampaiakn,membaca,menghafal,dan menafsirkan AL-Qur’an. Dalam hal ini Nabi
Muhammad Saw. Telah melaksanakan tugas-tugas Allah dengan perima dan berhasil, baik
sebagai pembaca dan penghafal Al-qur’an(qari dan hafizh) maupun penjelas (mubayyin) Al-
qur’an.[4]Lebih dari itu,beliau juga menyelesaikan seluruh tugas sucinya(sacred mission)
untuk mengamalkan dan mempraktekan ajaran-ajaran Al-qur’an selama kurang lebih 23
tahun (610-632 m).

Penafsiran Al-qur’an yang telah dibangun oleh Rasulullah Saw. Ialah penafsiran Al-qur’an
dengan Al-qur’an atau penafsiran Al-qur’an dengan pemahaman beliau yang kemudian
dikenal dengan sebutan as-Sunnah atau Hadis. Jika Al-qur’an itu sifatnya murni karena
semata-mata wahyu Allah, baik teks atau lafadz dan maknanya, Hadis-kecuali Hadis Qudsi-
merupakan hasil pemahaman beliau dari ayat-ayat Al-qur’an. Jadi sumber tafsir Al-qur’an
pada zaman Rasulullah Saw. adalah Al-qur’an itu sendiri dan hadis, sedangkan mufassir atas
ayat-ayat Al-qur’an itu pada masa Nabi Muhammad Saw hanyalah beliau sendiri
sebagai mufasir tunggal. Dalam hal ini, para sahabat yang tergabung dalam
peroide mutaqadimiin baru menafsirkan Al-qur’an setelah Nabi Muhammad Saw.wafat.

Tafsir di Masa Sahabat


Pada masa Sahabat Nabi ra, kebutuhan masyarakat terhadap penejelasan ayat Al-Qur’an mengalami
peningkatan baik dari kalangan sahabat kecil yang mulai baligh dan bersemangat untuk mempelajari
agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an Al-Karim, ataupun dari kalangan tabiin, terutama
masyarakat di daerah-daerah perluasan Islam. Mereka belajar langsung dari para sahabat Nabi ra
tentang ayat Al-Qur’an dan tafsirnya. Dari pengajaran Al-Qur’an dan tafsirnya, para sahabat
merujuk tafsir mereka kepada lima hal.Yaitu;

a. Sumber Al-Qur’an Al-Karim. Para sahabat ra menafsirkan AlQur’an dengan Al-


Qur’an sebagaimana yang telah mereka pelajari dari Rasulullah S.A.W. dengan
periwayatan. Akan tetapi hal itu sangat sedikit dan terbatas. Oleh karena itu, para
sahabat berusaha dengan ijtihad mereka untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan
ayat lainnya yang tidak ada periwayatannya dari Nabi Muhammad S.A.W.

Contohnya adalah tasfir firman Allah S.W.T.;

ِ‫ف ْٱل َم ْرفُوع‬


ِ ‫س ْق‬
َّ ‫َوٱل‬

“Dan atap yang ditinggikan (langit).” (Q.S. Al-Thur: 5) Ayat ini ditafsirkan oleh sahabat Ali bin Abi
Thalib ra dengan langit. Hal itu didasarkan oleh beliau kepada firman Allah S.W.T. dalam Surat Al-
Anbiya;

َ‫ن ٰا ٰيتِها ُم ْع ِرض ُْون‬ ً ‫وجع ْلنا السَّم ۤاءَ س ْقفًا َّمحْ فُ ْو‬
َْ ‫ظاَ وهُ َْم ع‬

“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala
tandatanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.” (Q.S. AlAnbiya: 32)

Maksudnya adalah kata langit itu diibaratkan sebagai atap yang terpelihara dan ditinggikan oleh Allah
S.W.T

b. Sumber Hadits Nabawi Selain dengan ayat Al-Qur’an lainnya, para sahabat berusaha juga
meriwayatkan hadis nabawi berkaitan tentang tafsir ayat AlQur’an dari penjelasan Nabi
Muhammad S.A.W. Pada kondisi lain, para sahabat tidak menyebutkan sanadnya kepada
Rasulullah S.A.W. dalam menafsirkan Al-Qur’an. Kedua hal ini menunjukkan bahwa sahabat
nabi ra berpatokan pada hadits nabawi, setalah tidak menemukan tafsir Al-Qur’an dengan
AlQur’an.
Contohnya adalah penafsiran Abdullah bin Abbas ra tentang firman Allah S.W.T

َْ ‫ل ِم‬
‫ن َّم ِزي َْد‬ َُ ‫ت وتقُ ْو‬
َْ ‫ل ه‬ َِ ْٔ‫ل ا ْمتلـ‬ َُ ‫ي ْومَ نقُ ْو‬
َِ ‫ل ِلجهنَّ َم ه‬

“(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam : "Apakah
kamu sudah penuh?" Dia Menjawab : "Masih ada tambahan?"” (Q.S. Qaf: 30)
Abdulloh bin Abbas ra menyebutkan bahwa Allah meletakkan kakinya di Jahannam.
Jahannam pun menjawab: Cukup Cukup.

c. Sumber Bahasa Arab Apabila para sahabat ra tidak menemukan tafsir dalam ayat AlQur’an
dan tidak ada juga penjelasan dari Rasulullah S.A.W., mereka merujuk tafsir alquran kepada
bahasa Arab. Al-Qur’an diturunkan oleh Alloh S.W.T. dengan bahasa Arab, yakni bahasa
yang digunakan oleh para sahabat Nabi Muhamad S.A.W. Oleh karena itu, mereka
memahami khitab (firman) ilahi dengan baik.
Para sahabat pun berusahan menafsirkan alquran dengan bahasa mereka, ketika tidak
ditemukan dalam ayat Al-Qur’an dan hadits nabawi. Contoh dari penafsiran ini adalah
penafsiran Abdulloh bin Abbas pada firman Allah S.W.T

َْ َّ‫تَ ِلربِهاَو ُحق‬


‫ت‬ ْ ‫اُواذِن‬

‘Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh,’ (Q.S. Al-Insyiqaq: 2)
Abdulloh bin Abbas ra menafsirkan kata ‘adzinat’ dengan makna, mendengar. Yakni langit
mendengar Robbnya.
d. Sumber Ahlu Kitab Salah satu sumber tafsir di zaman sahabat adalah ahlu kitab, baik dari
kalangan Yahudi ataupun Nashrani. Hal itu dikarenakan bahwa Al-Qur’an sesuai dengan
taurat dan injil dalam beberapa masalah, khususnya dalam kisah para Nabi as dan kisah umat
terdahulu. Akan tetapi Al-Qur’an menggunakan metode yang berbeda dengan manhaj taurat
dan injil, sehingga berbeda dalam beberapa masalah syariat dan tidak menyebutkan kisah
secara keseluruhan dari semua jalan ceritanya, hanya disebutkan secara singkat untuk
memberikan ibrah/pelajaran. Tatkala akal manusia lebih condong pada suatu yang bersifat
menyeluruh dan mendalam. Sebagian sahabat nabi ra merujukkan beberapa kisah dalam Al-
Qur’an yang disebutkan secara singkat untuk memperluas kepada cerita yang tersebar
dikalangan ahli kitab.
Contohnya adalah pertanyaan Abdullah bin Abbas kepada Abul Jalad tentang makna kata ‘al-
ra’du’. Abul Jalad pun menjawab bahwa makna kata ‘al-ra’du’ adalah angin. Adanya
interaksi sahabat Nabi ra kepada pendapat dan cerita kisah ahlu kitab adalah bukan menjadi
sebuah rujukan penting dan utama dalam penafsiran alquran, jika dibandingkan dengan
rujukan kepada Al-Qur’an dan hadits.
e. Pemahaman dan ijtihad Para sahabat juga menggunakan ijtihad dan pemahaman mereka
dalam menafsirkan Al-Qur’an dan dalam mengambil istinbat hukum, jika mereka tidak
menemukan tafsirnya dalam ayat Al-Qur’an, sabda nabi dan bahasa Arab. Akan tetapi
pemahaman para sahabat tentang Al-Qur’an berbeda-beda, hanya saja ijtihad mereka dalam
penafsiran itu terbangun di atas ilmu, tidak mengatakan sesuatu tentang Al-Qur’an tanpa ada
landasan ilmunya. Sehingga ijtihad mereka ini menyelesaikan permasalahan yang sulit
dipahami.
Periode Masa Tabi’in

Periode selanjutnya yaitu perkembangan tafsir pada masa tabi’in yang dimulai sejak berakhirnya tafsir
masa sahabat. Tafsir pada masa sahabat dianggap berakhir dengan wafatnya tokohtokoh mufassir
sahabat yang dulunya menjadi guru para tabi’in dan digantikan dengan tafsir para tabi’in. Penafsiran
Nabi Muhammad dan para sahabat tidak mencakup semua ayat alQur’an dan hanya menafsirkan
bagian-bagian al-Qur’an yang sulit dipahami orang pada masa tersebut, menjadikannya muncul
problem baru, yakni bertambahnya persoalan yang baru.

Pengaruh utama yang melatar belakangi dalam perkembangan tafsir pada masa tabi’in yaitu ketika
wilayah kekuasaan Islam semakin meluas, ketika ekspansi Islam yang semakin meluas, maka hal itu
mendorong tokoh-tokoh sahabat berpindah ke daerah-daerah dan masing-masing membawa ilmu, dari
tangan inilah kemudian para tabi’in sebagai murid dari para sahabat menimba ilmu. Sebagai hasil
nyata dari penaklukan para tentara Islam ke wilayah atau negara sekitarnya para sahabatpun banyak
yang berpindah ke wilayah baru yang ditaklukkan, termasuk juga sahabat yang ahli dalam bidang
tafsir al-Qur’an. Di wilayah baru, para ahli tafsir kalangan sahabat banyak yang mendirikan
madrasah-madrasah tafsir. Dari situlah kajian tafsir alQur’an mulai mengalami perkembangan yang
sangat pesat di kalangan generasi setelah sahabat yakni kalangan tabi’in. Dari madrasah-madrasah
sahabat itu terhimpunlah tafsir bi al-ma’tsur (tafsir atsariy) yang sebagainnya disandarkan pada Nabi,
sedangkan kebanyakannya disandarkan pada sahabat, seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, akan
tetapi himpunan tafsir tersebut banyak dicampuri oleh israiliyyat yang dapat merusak tafsir yang
benar, atau memalingkan dari makna sebenarnya.

Tatacara para sahabat mentransfer dalam menafsirkan alQur’an dengan cara talaqqi (mengajari secara
langsung) seperti halnya mempelajari hadits.

Sumber dan Metode Tafsir di Masa Tabi’in

Para mufassir di kalangan tabi’in berpegang teguh pada kitabullah dan sumber-sumber lain sebagai
rujukan bagi tafsir mereka tentang kitabullah. Sumber-sumbernya yaitu :

1. Ayat al-Qur’an yang menjadi penafsir bagi ayat yang lain yang masih universal.

2. Hadits Nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan dan taqrir (persetujuan).

3. Semua informasi yang didengar oleh tabi’in dari Nabi Muhammad dan para sahabat.

4. Menerima dari ahli kitab, selama keterangan tersebut tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
5. Hasil perenungan dan ijtihad dan pemikiran mereka atas alQur’an sebagaimana yang telah
dilakukan oleh para sahabat.

Karakteristik Tafsir Tabi’in

Pada masa ini, corak tafsir bi al-riwayah masih mendominasi, Meskipun sudah muncul ra’yu dalam
menafsirkan al-Qur’an, tetapi unsur periwayatan lebih dominan. Adapun karakteristik tafsir pada
masa tabi’in secara ringkas dapat disimpulkan seperti berikut :

1. Pada masa ini, tafsir belum juga dikodifikasi secara tersendiri.

2. Tradisi tafsir juga masih bersifat hafalan melalui periwyatan.

3. Tafsir sudah mulai dimasuki oleh cerita israiliyyat, karena keinginan sebagian tabi’in untuk
mencari penjelasan secara detail mengenai unsur cerita dan berita dalam al-Qur’an.

4. Sudah mulai banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabi’in dengan para sahabat. 5.
Tafsir mereka senantiasa dipengaruhi oleh kajian-kajian dan riwayat-riwayat menurut corak yang
khusus identitas dengan tempat belajar masing-masing.

6. Di masa tabi’in mulai timbul kontroversi-kontroversi dan perselisihan pendapat seputar tafsir ayat-
ayat yang berkaitan dengan perkara akidah.

Masa Tabi’i Al-Tabi’in

Generasi Tabi’i al-Tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin) meneruskan ilmu yang mereka terima
dari para Tabi’in. Mereka mengumpulkan semua pendapat dan penfsiran al-Qur’an yang
dikemukakan oleh para ‘ulama terdahulu, kemudian mereka terangkan kedalam kitab-kitab tafsir.

Secara epistemologi, telah terjadi pergeseran mengenai rujukan penafsiran antara sahabat dengan
tabi’in dan tabi’i altabi’in. Jika pada masa sahabat, mereka tidak begitu tertarik dengan menggunakan
israiliyyat dari para ahli kitab, maka tidak demikian halnya pada masa tabi’in dan tabi’i al-tabi’in
yang sudah mulai banyak menggunakan referensi israiliyyat sebagai penafsiran, terutama penafsiran
ayat-ayat yang berupa kisah dimana al-Qur’an hanya menceritakan secara global. Faktor utama
pengaruh adanya kisah israiliyyat dalam tafsir pada masa tabi’in dan tabi’i al-tabi’in yaitu adalah
banyaknya ahli kitab yang masuk Islam dan para tabi’in ingin mendalami informasi dengan detail
mengenai kisah-kisah yang masih global dari mereka.

Adapun pergeseran yang terjadi, mulai dari masa sahabat ke tabi’in tersebut, namun yang jelas tradisi
penafsiran al-Qur’an itu tetap tumbuh dan berkembang sampai dengan pada tahun 150 H dengan
berakhirnya masa tabi’in yang kemudian dilanjutkan dengan tabi’i al-tabi’in. Karena pada masa Nabi,
sahabat, tabi’in merupakan masa dimana penafsiran pada awal dan pertumbuhan dan pembentukan
tafsir, maka menurut hemat penulis, masa tersebut dinamakan dengan masa formatif atau dengan
bahasa lain disebut dengan masa pembentukan.

Pada masa tabi’i al-tabi’inilah mulai disusun kitab-kitab tafsir yang berukuran besar yang cukup
banyak. Tafsir pada masa ini biasanya menggunakan aqwal al-shahabah (perkataan shahabat) dan
tabi’in.

Diantara nama-nama yang patut disebut dari angkatan ini ialah : Sufyan bin Uyainah, Waki’ bin Al-
Jarrah, Syu’bah bin AlHajjaj, Yazid bin Harun, ‘Abd Al-Razzaq, Adam bin Abi Ilyas, Ishaq bin
Rahawaih, Rawah bin Ubadah, Abid bin Humed, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Ali bin Abi Thalhah,
Al-Bukhari dan lainlain. Pada masa ini kemudian mulai muncul kitab-kitab tafsir bi alma’tsur.
Kemudian angkatan berikutnya muncul : Ibnu Jarir AlThabari Dengan Kitabnya yang Mashur, Ibnu
Abi Hatim, Ibnu Majjah, Al-Hakim, Ibnu Mardawaih, Ibnu Hibban dan lain-lain.

Tafsir di masa ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, sahabat,
tabi’in dan tabi’i al-tabi’in dan terkaadang disertai pen-tarjih-an terhadap pendapatpendapat yang
diriwayatkan dan penyimpulan (istinbath) sejumlah penjelasan kedudukan kata (i’rob) jika diperlukan,
sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Jarrir Al-Thabari. Ilmu semakin berkembang pesat,
pembukuannya mencapai kesempurnaan, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan pendapat terus
meningkat, masalah-masalah ‚kalam’ semakin berkobar, fanatisme madzhab menjadi serius dan ilmu-
ilmu filsafat bercorak rasional bercampurbaur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya
mendukung madzhabnya masingmasing. Ini semua menyebabkan tafsir ternoda polusi udara tidak
sehat. Sehingga mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an berpegang teguh pada pemahaman pribadi dan
mengarah ke berbagai kecenderungan.

Periode Klasik

Tafsir bi al-Ma’sur Ciri dari tafsir abad pertama sampai abad ketiga adalah metode tafsir bi al-ma’sur.
Faudah menuturkan bahwa tafsir bi al-ma’sur mencakup tafsir al-Qur’an dengan al-Quran, tafsir hasil
nukilan dari Nabi Saw., tafsir hasil nukilan dari para sahabat dan tafsir dengan nukilan para tabi’in.
Faudah menuturkan bahwa tafsir bi al-ma’sur mencakup tafsir al-Qur’an dengan al-Quran, tafsir hasil
nukilan dari Nabi Saw., tafsir hasil nukilan dari para sahabat dan tafsir dengan nukilan para tabi’in.
Sedangkan az-Zahabi mengatakan bahwa tafsir bi al-ma’sur adalah tafsir yang menjelaskan dan
memerinci al-Qur’an sendiri terhadap sebagian ayat-ayat-Nya, penafsiran yang dilakukan Rasulullah
Saw., para sahabat dan tabi’in yang berupa penjelasan terhadap firman Allah Swt. dalam al-Qur’an.
Jelasnya, tafsir bi alma’sur adalah adanya ayat-ayat yang dijelaskan dan dijabarkan oleh ayat-ayat al-
Qur’an sendiri, di ambil dari Rasul, diambil dari sahabat dan tabi’in, dan itu semua meliputi
penjelasan dan uraian dari nashnash al-Qur’an

Tafsir Modern
Adapun tafsir era modern menurut Muḥammad Ḥusain al-Żahabī dalam kitabnya al-Tafsir wa al-
Mufassirun dapat dikelompokkan menjadi empat corak, diantaranya: corak ilmiah, corak mazhab atau
kelompok, corak atau tafsir yang mengandung pemikiran kufur, tafsir corak etik sosial. Dalam
penelitian selanjutnya tafsir era modern, selain corak di atas terdapat corak tafsir yang lain seperti
corak tafsir tarbawi , corak tafsir akhlaqy , corak tafsir bayani dan corak tafsir haraki.

Tafsir Kontemporer

Tafsir kontemporer terbagi ke dalam dua kata, yakni Tafsir dan Kontemporer. Secara etimologi,
Tafsir berasal dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau urayan, Al-Jurjani
berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya
menyingkap (membuka) dan melahirkan.

Jadi Tafsir Al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan
dengan Al-Qur-an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang
arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar
artinya, dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa
Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur-an dan isinya.

Kata selanjutnya ialah Kontemporer, dalam kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna pada waktu
yang sama, semasa, sewaktu, pada masa kini, dewasa ini.

Maka dapat disimpulkan bahwa Tafsir Kontemporer ialah ‘Tafsir atau penjelasan ayat Al-Qur’an
yang disesuaikan dengan kondisi kekinian atau saat ini.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

tafsir al-Qur’an, dapat disimpulkan bahwa penafsiran al-Qur’an telah ada sejak zaman Nabi
Muhammad hingga pada detik ini yang sudah tersebar ke berbagai negara Islam ataupun negara yang
berpenduduk Islam seperti Indonesia dengan berbagai inovasi dan corak yang beragam, terdapat
jalinan kesinambungan (mata rantai) yang tidak pernah putus. Kesinambungan mata rantai penafsiran
al-Qur’an ini semakin memperkuat bukti keotentikan al-Qur’an. Seyogyanya rangkaian penafsiran al-
Qur’an ini disadari benar oleh para mufassir al-Qur’an zaman sekarang bahwa dalam menafsirkan
alQur’an ini hendaknya kita merasa diawasi oleh Nabi Muhammad.
penafsiran sahabat pada ayat AlQur’an, penulis menyimpulkan bahwa adanya beberapa kategori
sumber penafsiran di masa sahabat mengakibatkan penafsiran sahabat beragam, sebagian masuk
kategori tafsir dirayah dan sebagian lagi masuk kategori tafsir dirayah.

Pertama,Penafsiran sahabat ra yang merupakan kategori tafsir riwayah/tafsir bil ma’thur adalah
penjelasan sahabat berkaitan tentang asbab nuzul ayat alquran, berita gaib tentang masa lalu dan masa
depan. Berita masa lalu berkaitan tentang kisah para nabi dan orang sholih terdahulu. Adapun berita
masa depan tentang huru hara kiamat, alam barzakh, surga, neraka dan lainnya.

Kedua, penafsiran sahabat masuk dalam kategori dirayah/tafsir bil ra’yu adalah pernafsiran yang
bersumber dari ijtihadnya dan dari pemahaman bahasa arab.

Pertama, nabi Muhammad Saw. belum menafsirkan seluruh ayat al-Qur’an, Kedua, Penafsiran para
sahabat masih bersifat parsial dan kurang mendetail dalam menafsirkan suatu ayat sehingga kadang
sulit mendapatkan gambaran yang utuh mengenai pandangan al-Qur’an terhadap suatu masalah
tertentu, Ketiga, pada masa tabiin tafsir sudah mulai bersifat sektarian dan mulai terkontaminasi oleh
kepentingan madzhab tertentu, sehingga menjadi kurang objektif dalam menafsirkan alQur’an.
Kempat, tafsir pada masa tabiin sudah mulai kemasukan riwayat-riwayat isra>’iliyya>t, yang
sebagian dapat membahayakan kemurnian ajaran Islam.

Tafsir Kontemporer ialah ‘Tafsir atau penjelasan ayat Al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi
kekinian atau saat ini’. Pengertian seperti ini sejalan dengan pengertian tajdid yakni ‘usaha untuk
menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan jalan mentakwilkan atau
menafsirkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat.

SARAN :

Daftar Pustaka:

1. MERAJUT SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR MASA KLASIK: Sejarah Tafsir dari


Abad Pertama Sampai Abad Ketiga Hijriyah, Khozinatul Ulum Blora
2. Tafsir Kontemporer, http://kangalamthea.blogspot.com/2015/05/tafsir-kontemporer.html
3. Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an. Hamdan Hidayat
4. Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan Standar Validitasnya, Eni Zulaiha
5. TAFSIR SAHABAT NABI: ANTARA DIRAYAH DAN RIWAYAH, Syaeful Rokim
6. PERKEMBANGAN TAFSIR AL-QUR’AN PADA MASA SAHABAT, Andi Miswar

Anda mungkin juga menyukai