Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH TAFSIR PADA MASA NABI DAN SAHABAT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Madzahibut Tafsir

Dosen Pengampu : Ibu Atik Aminati

Disusun oleh :

Sarirotul Asfiya (1904026039)

Dyah Ratna Sekar Ayu (2004026002)

Izzul Rafiq (2004026003)

Siti Yulianti (2004026114)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan suatu mukjizat terbesar dari Allah Swt. yang diterima Nabi
Muhammad Saw. Melalui perantara malaikat jibril yang dijadikan Sebagai pedoman bagi
umatnya.Dalam memahami makna Alqur’an setiap orang tentu berbeda, padahal
penjelasan yang ada didalam Alqur’an sedemikian gambling, jelas dan terperinci. Hal itu
tak menjadi heran, karena daya penalaran yang dimiiki setiap orang itu juga berbeda,
sehingga hal demikian ini tidak dipertentangkan lagi. Seperti halnya kalangan awam yang
hanya dapat memahami makna-maknanya secara lahiriyahnya saja, berbeda halnya
dengan kalangan cendekiawan dan terpelajar yang akan dapat memahaminya dengan
menyikap makna-makna yang ada dalam Alqur’an. Mengangkat dari faktor itu pula,
tidaklah mengherankan jika Alqur’an mendapatkan perhatian besar untuk pengkajian
yang lebih intensif terutama dalam menafsirkan kata-kata.
Penafsiran Alqur’an pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Dan
dalam tafsiran yang pertama ini dijadikan rujukan dari penafsiran-penafsiran selanjutnya,
Karena beliau yang menerima langsung dari Allah Swt. Sepeninggalan Nabi Muhammad,
penafsiran Alqur’an dilanjutkan oleh sahabat-sahabatnya, tabi’in dan mufassir-mufassir
sesudahnya.
Kenyataan didalam sejarah membuktikan bahwa tafsir itu selalu berkembang
seiring dengan perkembangan peradaban dan budaya manusia. Hal itu juga membuat para
peminat studi Alqur’an dan umat islam dituntut untuk selalu cerdas mengembangkan
penafsiran Alqur’an. hal itu disebabkan karena setiap zaman memiliki kekhasannya
sendiri-sendiri seiring dnegan berbagai problem yang dihadapi. Sebagai
pengaplikasiannya dan untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan tafsir,
dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah awal perkembangan tafsir mulai dari
masa Nabi hingga sahabat serta memberikan sumber-sumber dan metode yang digunakan
dalam penafsirannya dan juga memberikan contoh-contoh penasiran pada masa Nabi dan
sahabat.

2
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah perkembangan tafsir (Lahirnya tafsir Alqur’an)?
2) Bagaimana tafsir pada masa Nabi dan sahabat?
3) Bagaimana metode/sumber penafsiran pada masa Nabi dan sahabat?
4) Bagaimanakah contoh penafsiran Nabi dan sahabat?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui sejarah perkembangan tafsir (lahirnya tafsir Alqur’an)
2) Untuk mengetahui bagaimana tafsir pada masa Nabi dan sahabat
3) Untuk mengetahui apa saja metode/sumber pernafsiran pada masa Nabi dan sahabat
4) Untuk mengetahui contoh penafsiran Nabi dan sahabat

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Tafsir (Lahirnya tafsir Alqur’an)


Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Dan berkembang
hingga dizaman modern sekarang ini.1 Penafsiran Alqur’an dimulai sejak Alqur’an itu
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Melalui malaikat Jibril kepada Umatnya.
Pertama kali Alqur’an diturunkan, ia langsung ditafsirkan oleh Allah yang menurunkan
Alqur’an tersebut. Sebagai contohnya, dalam surat yang pertama kali turun yakni surat
Al-‘alaq.
ٍ َ‫ق اِإْل ْن َسانَ ِم ْن َعل‬
‫ق‬ َ َ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َربِّكَ الَّ ِذي َخل‬.
َ َ‫) خَ ل‬1( ‫ق‬
ْ ِ‫ َرْأ ب‬ZZ‫“ ا ْق‬bacalah dengan nama
Jika ayat tersebut dipotong, misalnya sampai َ‫ ِم َربِّك‬ZZ‫اس‬
Tuhanmu”, kita tidak akan tahu siapa Tuhanmu yang dimaksud didalam ayat itu. Maka
َ َ‫“ الَّ ِذي خَ ل‬yang telah
agar tidak terjadinya kesalahan Allah Swt. Langsung mengatakan ‫ق‬
menciptakan”. Kalimat ini pun masih membutuhkan jawaban, lalu Allah memperjelas
lagi didalam ayat selanjutnya َ‫ق اِإْل ْن َسان‬
َ َ‫“ خَ ل‬yakni menciptakan manusia”. Dari apa manusia
diciptakan? Masih ada tanda tanya disini. Oleh karena itu, Allah memperjelaskannya lgi
secara eksplisit dengan mengatakan ‫ق‬ ٍ َ‫ ِم ْن َعل‬. “Dari ‘alaq” jadi ungkapan ‫ق‬ َ َ‫الَّ ِذي خَ ل‬
َ َ‫) خَ ل‬1( ‫ق‬
‫ اِإْل ْن َسانَ ِم ْن َعلَق‬merupakan penafsiran dari lafal ‫ك‬ َ ِّ‫رب‬.
َ Seandainya tafsir itu tidak diturunkan
oleh Allah Swt. Bisa jadi Nabi Saw. Akan kebingungan mempersiapkan siapa
“Tuhanmu” yang dimaksud didalam ayat tersebut. Penafsiran serupa itu oleh ulama tafsir
disebut dengan “tafsir Alqur’an dengan Alqur’an”2
Pada zaman Nabi Saw. Beserta para sahabatnya mentradisikan, menguraikan, dan
menafsirkan Alqur’an setelah turunnya. Ketika Nabi Saw. Masih hidup, para sahabat
memiliki refrensi yang sangat otoritas, yaitu Nabi Muhammad Saw. Semua permasalahan
tentang Alqur’an langsung diputuskan olehnya berdasarkan wahyu Ilahi yang diturunkan
kepada Nabi Saw. Pada zaman Nabi pula belum ditemukan ilmu-ilmu yang membahas
secara khusus tentang Alqur’an. pemahaman dan cara baca mereka masih kuat dan utuh
dengan bersandar kepada penjelasan Nabi Saw. Secara langsung.

1
Ahmad, Syazdali, Ahmad Rafi’i. Ulumul Qur’an. (Bandung:CV. Pustaka Setia, 1997). Hlm. 24
2
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia, (PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo). Hlm. 5

4
Disamping itu para sahabat juga melihat historis sebab-sebab ayat yang
diturunkan (asbabun nuzul) kepada Nabi Saw pada saat itu. Oleh sebab itu ilmu tafsir
pada masa Nabi Saw. Belum dibahas secara mendalam karena memang pada saat itu juga
ilmu tafsir tidak dibutuhkan. Namun seiring berjalannya waktu, pasca-generasi sahabat,
penyebaran islam yang semakin luas, dan banyaknya pemeluk islam yang semakin
beragam dari berbagai bangsadengan tipikal sosial dan geografis yang plural, terjadilah
asimilasi bangsa Arab dan bangsa-bangsa lainnya. Akibatnya, banyak umat islam yang
memahami Alqur’an tanpa metode dan tanpa ilmu. Mereka hanya bermodal rasionalitas
yang cenderung memiliki kesalahan, dan dari sinilah metodologi memahami dan cara
membaca Alqur’an mulai dibutuhkan. Muhammad Husain al-Dzahabi dalam kitab Tafsir
wa al-Mufassirun membagi periodesasi tafsir Alqur’an menjadi tiga periode, yakni tafsir
Alqur’an pada masa Nabi Muhammad Saw. Dan sahabat (klasik atau mutaqaddimin),
tafsir Alqur’an masa tabi’in (mutaakhirin), dan tafsir masa Alqur’an kodifikasi atau
periode baru (al-Tafsir i Ushur al Tadwin)3.
B. Tafsir Pada Masa Nabi dan Sahabat
Pada periode ini, tidak dipisahkan antara periode Nabi dengan periode sahabat
karena pola dan metode penafsiran Al-Qur’an yang diberikan oleh sahabat tidak banyak
perbedaan bahkan hampir tidak ada yang berarti dari penafsiran yang diberikan oleh
Nabi, kecuali dari sudut sumbernya. Jika tafsir Nabi berasal Allah langsung melalui
malaikat jibril atau pribadi beliau sendiri, sedangkan penafsiran sahabat bersumber dari
Al-Qur’an, Nabi dan hasil dari ijtihad mereka sendiri. Jadi, secara umum perbedaan
diantara keduanya tidak terlalu jauh. Namun, dalam segi kualitas jelas penafsiran Nabi
yang lebih unggul dibandingkan hasil penafsiran para sahabat. Selain itu, penafsiran dari
Nabi juga lebih terpercaya karena penerimaannya langsung dari Allah. Ketika Nabi
Muhammad masih hidup, tafsir Al-Qur’an diberikan langsung kepada beliau berdasarkan
wahyu atau ilham dari Allah swt. Baik langsung dari Allah maupun melalui perantara
malaikat jibril. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa rasulullah merupakan penafsir
utama dan yang paling utama bagi Al-Qur’an. Setiap kali rasulullah setelah menerima
wahyu, beliau langsung menyampaikannya kepada para sahabat. Apabila ada kosa kata
yang ada di Al-Qur’an tidak dimengerti/dipahami leh para sahabat, mereka langsung

3
Hamdan Hidayat, “Sejarah Perkembangan Tafsir Alqur’an” Journal Al-Munir Volume:2, No:1, Juni 2020, Hlm. 37

5
menanyakannya langsung kepda rasulullah, kemudian rasul pun menerangkannya dengan
sangat rinci sehingga membuat para sahabat puas atas jawaban rasulullah. Sebagai contoh
saat turunnya QS Al-An’am: 82 yang berbunyi:

ٰۤ ُ ْ ُ
َ‫ك لَهُ ُم ااْل َ ْمنُ َوهُ ْم ُّم ْهتَ ُدوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫اَلَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َولَ ْم يَ ْلبِس ُْٓوا اِ ْي َمانَهُ ْم بِظل ٍم ا‬
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik,
mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.”
Melihat ayat ini turun, para sahabat pun gelisah dan menanyakan keresaannya kepada
rasulullah mengenai “siapakah diantara kami yang tidak nah menganiaya dirinya?” lalu Rasulullah
menjawab menjawab pertanyaan tersbut dengan sebuah panafsiran dari kata bidzulmin yang artinya
syirik.berdasarkan penafsiran tersebut Allah menerangkan pada QS Luqman: 13 yang berbunyi:

ُ ‫ك َل‬
‫ظ ْل ٌم َعظِ ْي ٌم‬ َ ْ‫اِنَّ ال ِّشر‬
Artinya: “ Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah suatu kezaliman yang besar.”

Penafsiran yang diberikan oleh Nabi kepada para sahabat berupa bidang akidah,
ibadah dan muamalah. Rasulullah memberikan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an kepada
para sahabat melalui sabda-sabda, perbuatan beliau dan atas persetujuan dari beliau atau
taqrir.

Setelah rasululah wafat, para sahabat makin rajin dalam mempelajari dan
memahami makna Al-Qur’an dengan jalan riwayat secara lisan, dari mulut ke mulut, dari
sahabat satu ke sahabat yang lain. Penafsiran sahabat pada awalnya didasarkan atas
sumber pemahaman meeka yang diterima dari Rasulullah.4

C. Metode/ sumber Penafsiran Pada Masa Nabi dan Sabahat


1. Metode/Sumber Penafsiran Pada Masa Nabi
Berdasarkan sejarah perkembangan tafsir, pada masa Nabi Muhammad Saw.
Memiliki sumber didalam menafsirkan Alqur’an, diantaranya:
a. Alqur’an dengan Alqur’an
Nabi Muhammad Saw. Memberikan penafsiran ayat Alqur’an dengan ayat
Alqur’an lainnya meskipun hanya sedikit riwayat yang menjelaskan tentang
metode tersebut. Sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya didalam

4
Baidan Nashruddin, Perkembangan Tafsir di Indonesia, Solo: PT Tiga Serangkai PustakaMandiri, 2003.

6
sebagaian ayat Alqur’an itu merupakan tafsiran dari ayat-ayat yang lainnya.
Maksudnya adalah bahwa sesuatu yang disebutkan secara ringkat didalam suatu
ayat dapat diuraikan secara jelas didalam ayat lain. Seperti contohnya penafsiran
surat al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:5
Z‫ ْم‬Z‫ ُك‬Z‫ ْي‬Zَ‫ ل‬Z‫ َع‬Z‫ى‬Zٰ Zَ‫ ل‬Z‫ ْت‬Zُ‫ ي‬Z‫ ا‬Z‫ ِإ اَّل َم‬Z‫م‬Zِ Z‫ ا‬Z‫ َع‬Z‫َأْل ْن‬Z‫ ا‬Zُ‫ ة‬Z‫ َم‬Z‫ ي‬Z‫ ِه‬Zَ‫ ب‬Z‫ ْم‬Z‫ ُك‬Zَ‫ ل‬Z‫ت‬Zْ Zَّ‫ ل‬Z‫ح‬Zِ ‫ ُأ‬Zۚ Z‫ ِد‬Z‫ و‬Zُ‫ ق‬Z‫ ُع‬Z‫ ْل‬Z‫ ا‬Zِ‫ ب‬Z‫ا‬Z‫ و‬Zُ‫ ف‬Z‫و‬Zْ ‫ َأ‬Z‫ا‬Z‫ و‬Zُ‫ ن‬Z‫ َم‬Z‫ آ‬Z‫ن‬Zَ Z‫ ي‬Z‫ ِذ‬Zَّ‫ل‬Z‫ ا‬Z‫ ا‬Zَ‫ ه‬ZُّZ‫ َأ ي‬Z‫ ا‬Zَ‫ي‬
Zُ‫د‬Z‫ ي‬Z‫ ِر‬Zُ‫ ي‬Z‫ ا‬Z‫ َم‬Z‫ ُم‬Z‫ ُك‬Z‫ح‬Zْ Zَ‫ ي‬Zَ ‫ هَّللا‬Z‫ ِإ َّن‬Zۗ Z‫ ٌم‬Z‫ ُر‬Z‫ ُح‬Z‫ ْم‬Zُ‫ ت‬Z‫ َأ ْن‬Z‫و‬Zَ Z‫ ِد‬Z‫ ْي‬ZَّZ‫ص‬Z‫ل‬Z‫ ا‬Z‫ ي‬Zِّ‫ ل‬Z‫ح‬Zِ Z‫ ُم‬Z‫ َر‬Z‫ ْي‬Z‫َغ‬

Yang artinya :”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.


Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.”

yang didalam penafsiran ayat lain dengan penjelasan pengecualian makanan


yang diharamkan disebutkan pada surat al-Maidah ayat 3, yang berbunyi:

‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ بِ ٖه‬
ْ ‫حُ ِّر َم‬

Yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan
(daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah,....”
b. Alqur’an dengan Hadits
Alqur’an dan hadits ini dijadikan sumber kedua dalam penafsiran pada masa
Nabi, karena hadits ini baik Qudsi maupun Nabawi merupakan sumber kedua
yang dijadikan sumber ajaran islam setelah Alqur’an. hadist juga memiliki
peranan yang sangat penting yang terkait didalam Alqur’an. hal itu dikarenakan
setelah Nabi menerima wahyu kemudian menjelaskan kandungannya kepada
para sahabat. Penjelasan tersebut tidak sedikit yang dijadikan hadits. Didalam
pengaplikasian penafsiran, metode ini dilakukan Nabi Muhammad Saw. Dengan
berbagai variasi, hal ini bisa dilihat dari fungsi hadits dalam menafsirkan
Alqur’an, yaitu: penjelasan Nabi Saw. Mengenai waktu-waktu sholat, begiru
juga tentang kadar ukuran zakan dan manasik haji. Kemudian ada hadist yang
menafsirkan lebih menjelaskan keumuman dari ayat tentang waktu-waktu
sholat.6

5
Abdul Hakim. “Tafsir Alqur’an dengan Alqur’an Studi Analisis-Kritis dalam Lintas Sejarah” Journal Waratsah,
Volume 02, Nomor 01, Juni 2017. Hal.60
6
Hamdan Hidayat, “Sejarah Perkembangan Tafsir Alqur’an” Journal Al-Munir Volume:2, No:1, Juni 2020, Hlm. 43

7
2. Metode/Sumber Penafsiran Pada Masa Sahabat
Penafsiran para sahabat pada mulanya didasarkan atas sumber yang mereka
terima dari Nabi Saw. Mereka banyak yang mendengarkan tafsiran Nabi dan
memahami serta menghayatinya dengan sangat baik. Mereka juga menerima bacaan
ayat-ayat suci Alqur’an langsung dari Nabi Saw. Yaitu setelah menerima mereka pun
langsung menyaksikan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat dan
mengetahui persesuaian ayat yang satu dengan ayat yang lain. Semua itu merupakan
sumber tafsir yang besat manfaatnya bagi mereka untuk dapat memahami dan
menerangkan arti ayat dengan benar dan baik.
Berdasarkan dari kenyataan itu, sumber-sumber tafsir Alqur’an pada masa
sahabat ini paling tidak ada empat macam, diantaranya:
a. Alqur’an
b. Hadist-hadist Nabi Saw.
c. Ijtihad atau kekuatan istinbat (melalui bahasa, budaya, dan adat kebiasaan arab)
d. Cerita ahli kitab dari kaum Yahudi dan Nasrani.
Dilihat dari sumber-sumber tafsir tersebut, bentuk tafsir para sahabat pada
umumnya adalam Ma’tsur, yaitu penafsiran yang lebih banyak didasarkan atas
sumber yang diriwayatkan atau diterima dari Nabi dari pada pemikiran (ar ra’yu).
Dan jika dilihat dari segi metode penafsirannya, para sahabat memakai metode tafsir
ijtimali (global), yaitu menafsirkan ayat-ayat Alqur’an secara singkat dan ringkas,
hanya sekedar memberi penjelasan muradif (sinonim) kata-kata yang sukar dengan
sedikit keterangan.7
D. Contoh Penafsiran Nabi dan Sahabat
Nabi Muhammad saw setiap menerima ayat Al-Qur’an, beliau langsung
menyampaikannya kepada para sahabatnya dan menafsirkan yang perlu ditafsrkan.
Penafsiran Nabi Muhammad saw terhadap ayat Al-Qur’an adakalanya dengan ayat Al-
Qur’an pula dan adakalanya dengan Hadis/Sunnah,14 baik dengan sunnah qauliyyah,
dengan sunnah fi`liyyah maupun dengan sunnah taqririyyah.
1. Contoh penafsiran Nabi Muhammad saw terhadap ayat Al-Qur’an dengan ayat
Al-Qur’an sesudahnya yaitu:

7
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia, (PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo). Hlm. 9

8
Firman Allah dalam Q.S. Maryam/19:71

ِ ‫ار ُدهَا ۚ َكانَ َعلَ ٰى َربِّكَ َح ْت ًما َّم ْق‬


‫ضيًّا‬ ِ ‫وَِإن ِّمن ُك ْم ِإاَّل َو‬

Terjemahnya: Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi


neraka itu, hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.
Hafşah binti Umar memahami ayat di atas bahwa semua orang akan masuk ke
dalam neraka. Faham ini diperbaiki oleh Nabi Muhammad saw dengan
mengingatkan Hafşah akan lanjutan ayat tersebut yaitu:

ٰ ۟ َ‫ثُ َّم نُنَ ِّجى ٱلَّ ِذينَ ٱتَّق‬


‫وا َّونَ َذ ُر ٱلظَّلِ ِمينَ فِيهَا ِجثِيًّا‬

Terjemahnya: Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa


dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.
Adapun contoh penafsiran Nabi Muhammad saw terhadap ayat Al-Qur’an dengan
ayat Al-Qur’an yang bukan sesudahnya yaitu:

Firman Allah dalam Q.S. al-An’ām/6:82


ٓ
َ ‫وا َولَ ْم يَ ْلبِس ُٓو ۟ا ِإي ٰ َمنَهُم بِظُ ْل ٍم ُأ ۟و ٰلَِئ‬
َ‫ك لَهُ ُم ٱَأْل ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون‬ ۟ ُ‫ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ

Terjemahnya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman


mereka dengan kezaliman.
Ayat tersebut di atas ditafsirkan oleh Nabi Muhammad saw dengan Q.S.
Lukman/31:13

‫ك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬


َ ْ‫ِإ َّن ٱل ِّشر‬

Terjemahnya: Sesungguhnya syirik (mempersekutukan Allah) adalah benar-benar


kezaliman yang besar.

2. Contoh penafsiran Sahabat antara lain yaitu:


Al-Qurtubi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Imam At-Tirmidzi
meriwayatkan dari Yazid bin Abi Hubaib dari Aslam bin Imran, ia mengatakan,
“Dahulu tatkalakami di kota Romawi, mereka mengeluarkan kepada kami sebuah

9
barisan pasukan yang besar dari bangsa Romawi, lalu kaum muslimin
mengeluarkan sebuah barisan yang sama, dan yang memimpin penduduk Mesir
adalah ‘Uqbah bin ‘Amir, dan yang memimpin sebuah jamaah adalah Fadhalah
bin ‘Ubaid. Lalu ada seseorang dari kaum muslimin yang menyerang barisan
orang-orang Romawi sampai orang tersebut masuk ke tengah-tengah barisan
mereka. Lalu orang-orang pada berteriak, ‘Subhaanallaah, ia menceburkan diri ke
dalam kebinasaan.’ Maka Abu Ayyub Al-Anshari r.a berdiri dan mengatakan,
‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian telah menafsirkan (ayat yang melarang
untuk menceburkan diri ke dalam kebinasaan) dengan tafsiran seperti ini, padahal
ayat tersebut turun berkenaan dengan kami orang-orang Anshar, yaitu tatkala
Allah ta’ala telah memuliakan Islam dan telah banyak pembelanya, maka
sebagian kami mengatakan kepada sebagian yang lain secara sembunyi-sembunyi
di belakang Rasulullah S.A.W., ‘Sesungguhnya harta kita telah musnah, dan
sesungguhnya Allah ta’ala telah memuliakan Islam dan telah banyak pembelanya.
Maka alangkah baiknya jika kita mengurusi harta kita dan memperbaiki harta kita
yang telah musnah. Maka Allah ta’ala pun menurunkan kepada kami sebuah ayat
berkenaan dengan apa yang telah kami katakan tersebut, yang berbunyi:

َ‫َوَأ ْنفِقُوا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َواَل تُ ْلقُوا بَِأ ْي ِدي ُك ْم ِإلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َوَأحْ ِسنُوا ۛ ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬

Terjemahannya: Dan berinfaqlah kalian di jalan Allah dan janganlah kalian


campakkan diri kalian ke dalam kebinasaan. (Q.S. Al-Baqarah: 195)
Sehingga yang dimaksud dengan kebinasaan dalam ayat tersebut adalah
mengurusi dan memperbaiki harta benda serta meninggalkan perang. Maka Abu
Ayyub pun terus ikut berangkat perang sampai ia dikuburkan di negeri Romawi.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

10
Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Dan berkembang
hingga dizaman modern sekarang ini.8 Penafsiran Alqur’an dimulai sejak Alqur’an itu
disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Melalui malaikat Jibril kepada Umatnya.
Pertama kali Alqur’an diturunkan, ia langsung ditafsirkan oleh Allah yang menurunkan
Alqur’an tersebut. Pada zaman Nabi Saw. Beserta para sahabatnya mentradisikan,
menguraikan, dan menafsirkan Alqur’an setelah turunnya. Ketika Nabi Saw. Masih hidup,
para sahabat memiliki refrensi yang sangat otoritas, yaitu Nabi Muhammad Saw. Semua
permasalahan tentang Alqur’an langsung diputuskan olehnya berdasarkan wahyu Ilahi yang
diturunkan kepada Nabi Saw.
Muhammad Husain al-Dzahabi dalam kitab Tafsir wa al-Mufassirun membagi
periodesasi tafsir Alqur’an menjadi tiga periode, yakni tafsir Alqur’an pada masa Nabi
Muhammad Saw. Dan sahabat (klasik atau mutaqaddimin), tafsir Alqur’an masa tabi’in
(mutaakhirin), dan tafsir masa Alqur’an kodifikasi atau periode baru (al-Tafsir i Ushur al
Tadwin)

DAFTAR PUSTAKA

8
Ahmad, Syazdali, Ahmad Rafi’i. Ulumul Qur’an. (Bandung:CV. Pustaka Setia, 1997). Hlm. 24

11
Hakim, Abdurrahman. Tafsir Al-Qur’an Dengan Al-Qur’an Studi Analisis-Kritis dalam
Lintas Sejarah. Journal Waratsah. Volume 02, No.01, Juni 2017
Hidayat, Hamdan. Sejarah Perkembangan Tafsir Alqur’an. Journal Al-Munir. Vol:2, No:1,
Juni 2020
Baidan. Nashruddin. Perkembangan Tafsir di Indonesia, PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri: Solo.
Syadzali, Ahmad, Rafi’i, Ahmad. 1997. Ulumul Qur’an, CV. Pustaka Setia: Bandung.
Ahmad bin Taimiyyah, op.cit., h. 93.
Abd. Muin Salim, op.cit., h. 25.
Muhammad bin Ahmad Al-Qurtubi. (2003). Al-Jami’ li-Ahkaam AlQur’an. Riyadh: Daar
‘Aalam al-Kutub. hlm. 362-363.

12

Anda mungkin juga menyukai