DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
HPI-C / SEMESTER II
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah Al-Qur’an” ini
tepat pada waktunya.
Dengan segala keterbatasan, akhirnya makalah ini telah tersedia di hadapan para
pembaca. Ibnu Atsir, sejarawan Muslim terkemuka pernah berkata, “Saya melihat ilmu itu ada
dua; yang terdengar dan tertulis. Akan tetapi yang terdengar tidak akan bermanfaat, sebelum ia
tertulis. Sebagaimana matahari tidak akan terlihat, jika mata ini tidak pernah terbuka.” Kata bijak
inilah yang menjadikan penulis bersemangat untuk menyelesaikan karya ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Makinudin, S.H., M.Ag
Selaku Dosen Mata Kuliah Studi Al-Qur’an yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mempermudah para pembaca
dalam memahami sejarah Al-Qur’an. Oleh karena itu, guna memudahkan untuk memahami isi
dari makalah ini, diawali dengan pembahasan seputar (1) Pengertian dan nama-nama Al-Qur’an;
(2) Sejarah turunnya Al-Qur’an (Nuzulul qur’an); (3) Proses pewahyuan Al-Qur’an; (4) Hikmah
diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap; (5) Bahasa Arab sebagai Bahasa Al-Qur’an.
Sebagai bentuk ijtihad, tulisan ini memungkinkan untuk terjadinya kekurangan dan
kesalahan; sehingga perlu kiranya untuk diperbaiki. Maka dari itu, kritik dan saran sangat penulis
harapkan mengingat keterbatasan yang penulis miliki dalam penulisan naskah makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A…Latar Belakang Masalah 4
B…Rumusan Masalah 4
C…Tujuan Pembahasan 4
BAB II PEMBAHASAN 6
A…Pengertian dan Nama-nama Al-Qur’an 6
B…Sejarah Turunnya Al-Qur’an (Nuzulul qur’an) 7
C…Proses Pewahyuan Al-Qur’an 8
D…Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Secara Bertahap 11
E…Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Qur’an 12
BAB III PENUTUP 14
A…Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an bagi kaum muslimin adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Jibril a.s. selama kurang lebih dua puluh tiga
tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar kemampuan
seluruh makhluk Allah SWT. “Sekiranya kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah
gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah
SWT” (QS.al-Hasyr [59]: 21). Kandungan pesan ilahi yang disampaikan oleh Nabi SAW
dalam bentuk Al-Qur’an ini telah menjadi landasan kehidupan individual dan sosial kaum
Muslimin dalam segala aspeknya, bahkan masyarakat Muslim mengawali eksistensinya
dan telah memperoleh kekuatan hidup dengan merespons dakwal Al-Qur’an. Itulah
sebabnya Al-Qur’an berada di jantung kehidupan umat Muslim. Namun tanpa
pemahaman yang semestinya terhadap Al-Qur’an, kehidupan, pemikiran, dan
kebudayaan kaum Muslim sangat sulit dipahami.
Al-Qur’an juga telah memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifatnya,
di antarannya bahwa ia merupakan kitab yang dijamin keautentikannya. “Kami yang
menurunkan Al-Qur’an ini, dan kami pula yang menjaganya” (QS. Al-Hijr [15] : 9).
Sebagai wahyu ilahi, maka ia berlaku sepanjang zaman. Kedalaman dan ruang cakupan
Al-Qur’an sangatlah luas, namun karena keterbatasan kemampuan manusia untuk
mengkaji dan meneliti kedalaman apa yang terkandung di dalamnya menjadikan Al-
Qur’an sebagai petunjuk yang asing dari kehidupan manusia. Kewajiban akan
mempelajari Al-Qur’an telah memecah keterbatasan tersebut sehingga rahasia-rahasia
misteri yang terkandung dalam surah maupun ayat dapat terungkap.
Kebenaran dalam perspektif Al-Qur’an adalah pembenaran mutlak yang datang
langsung dari Tuhan. Hal ini dapat dibuktikan: pertama, bahwa Al-Qur’an berasal dari
Tuhan yang menciptakan segalanya, Yang Maha Mengetahui semua kebutuhan hamba-
Nya.oleh karena itu, Al-Qur’an sudah didesain sesuai kemampuan dan kebutuhan umat
manusia. Kedua, bahwa Al-Qur’an secara keseluruhan merupakan satu kesatuan kukuh
yang tidak bisa terpisahkan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya sehingga manusia
tidak akan pernah mampu membuat semisalnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan nama-nama yang ada di dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimana sejarah turunnya Al-Qur’an (Nuzulul Qur’an)?
3. Bagaimana proses pewahyuan dalam Al-Qur’an?
4. Apa sajakah hikmah dari diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap?
5. Bagaimana Bahasa Arab yang digunakan di dalam Al-Qur’an?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar penulis dapat memberikan pemahaman
kepada pembaca untuk menambah kaidah wawasan mengenai sejarah Al-Qur’an, baik itu
4
mengenai pengertian dan nama-nama Al-Qur’an, sejarah turunnya Al-Qur’an (Nuzulul
qur’an), proses pewahyuan Al-Qur’an, hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap
dan Bahasa Arab sebagai Bahasa Al-Qur’an.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Nama-nama Al-Qur’an
Al quran sebagai kitab suci utama umat islam sebagai mukjizat yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap selama 22 tahun 2 bulan 22 hari lewat
perantara malaikat jibril sebagai pembawa wahyu.
Secara bahasa menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti
bacaan yang sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada
suatu bacaanpun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Alquran, bacaan sempurna lagi mulia1
Dan Secara istilah Al quran adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan oleh
Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad
SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan2
Al – Quran memiliki banyak sekali nama atau julukannya yang telah di jelaskan
di dalam al quran sendiri, yang mana akan kami rangkum sebagai berikut:3
1. Al-Kitab (buku)
Al kitab (buku) adalah salah satu nama yang sangat familar di kalangan umum.
Yang mana di perkuat oleh dalil di bawah ini:
َ ِب فِي ۛ ِه هُ ٗدى لِّ ۡل ُمتَّق
٢ ين َ ِٰ َذل
َ ۛ ك ۡٱل ِك ٰتَبُ اَل َر ۡي
Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa (QS. Al-Baqarah [2]:2)
2. Al-Furqan (pembeda benar salah)
Al quran sebagai mukjizat yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW yang
mana sebagai pembeda yang benar dan salah. Yang telah di jelaskan di dalam al quran
sebagai berikut:
َ ون لِ ۡل ٰ َعلَ ِم
١ ين نَ ِذيرًا َ َك ٱلَّ ِذي نَ َّز َل ۡٱلفُ ۡرق
َ ان َعلَ ٰى َع ۡب ِدِۦه لِيَ ُك َ َتَب
َ ار
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Qur'an) kepada hamba-
Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al Furqaan
[25]:1)
3. Adz-Dzikr (pemberi peringatan)
Dari berbagai arti ada pula Adz dzikir yang berarti pemberi peringatan. Yang
mana berupa peringatan untuk orang orang yang beriman dan untuk orang-orang yang
belum beriman, yang dari keterangan tadi akan di perkuat oleh salah satu ayat al quran di
bawah ini :
َ ُِإنَّا نَ ۡح ُن نَ َّز ۡلنَا ٱل ِّذ ۡك َر َوِإنَّا لَ ۥهُ لَ ٰ َحفِظ
٩ ون
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al Hijr [15]:9)
4. Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat)
Al mau’idhah adalah salah satu julukan yang di berikan kepada al quran karena
banyak sekali kisah kisah para kaum terdahulu yang bisa kita ambil hikmahnya dan
1
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), p.17
2
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),...p.18
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Nama_lain_Al-Qur%27an (di tinjau pada 13/03/2021)
6
menjadi pembelajaran bagi kita agar tidak mengulangi kesalahan kaum kaum terdahulu,
dan di dalam al quran terdapat ayat ayat yang menguatkan argumen ini. Yaitu sebagai
berikut:
ور َوهُ ٗˆدى ُّ لِّ َمˆˆا فِيٞة ِّمن َّربِّ ُكمۡ َو ِشفَٓاءٞ َٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ۡد َجٓا َء ۡت ُكم َّم ۡو ِعظ
ِ ٱلصˆ ُد
٥٧ ين َ ِة لِّ ۡل ُم ۡؤ ِمنٞ َو َر ۡح َم
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus [10]:57)
5. Asy-Syifa' (obat/penyembuh)
Penyembuh adalah nama lain dari al quran. Yang mana sebagai penyembuh dr
segala penyakit hati maupun fisik yang mana itu semua adalah atas izin dan kehendak
dari Allah SWT. Dan di bawah ini adalah dalil penguat tentang sebutan as syifa:
ور َوهُ ٗˆدى ُّ لِّ َمˆˆا فِيٞة ِّمن َّربِّ ُكمۡ َو ِشفَٓاءٞ َٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ۡد َجٓا َء ۡت ُكم َّم ۡو ِعظ
ِ ٱلصˆ ُد
٥٧ ين َ ِة لِّ ۡل ُم ۡؤ ِمنٞ َو َر ۡح َم
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus [10]:57)
6. Al-Hukm (peraturan/hukum)
Al quran di dalamnya banyak tersimpan hukum hukum yang telah allah putuskan
dan allah tetapkan dengan jelas. Yang mana telah di jelaskan di bawah ini:
ك ِم َن ۡٱل ِع ۡل ِم َما َ نز ۡل ٰنَهُ ح ُۡك ًما َع َربِ ٗيّ ۚا َولَِئ ِن ٱتَّبَ ۡع
َ ت َأ ۡه َوٓا َءهُم بَ ۡع َد َما َجٓا َء َ َِو َك ٰ َذل
َ ك َأ
٣٧ اق ٖ ك ِم َن ٱهَّلل ِ ِمن َولِ ٖ ّي َواَل َو َ َل
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang
benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah
datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara
bagimu terhadap (siksa) Allah. (QS. Ar Ra'd [13]:37)
7. Al-Huda (petunjuk)
Al quran sebagai salah satu sumber hukum islam juga menjadi sebagai petunjuk
bagi orang orang yang beriman.yang mana penjelasan ini di perkuat oleh dalil berikut:
اف بَ ۡخ ٗس ˆا َواَل َرهَ ٗقˆ ا ٓ ٰ َوَأنَّا لَ َّما َس ِم ۡعنَا ۡٱلهُ َد
ُ ى َءا َمنَّا بِ ِۖۦه فَ َمن ي ُۡؤ ِم ۢن بِ َربِِّۦه فَاَل يَ َخ
١٣
Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al-Qur'an), kami beriman
kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan
pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan. (QS.
Al Jin [72]:13)
7
Peristiwa itu terjadi pada malam senin, 17 ramadhan tahun ke – 40 usia Nabi
Muhammad SAW. Dan di saat nilah trunlah ayat pertama yang di turunkan pada saat itu
adalah al alaq ayat 1-5 .4
Di dalam sebuah kisah di jelaskna bahwa surah pertama yang turun pertama
setelah terhentinya wahyu adalah surat mudatstdir. Karena di kisahkan setelah turunnya
suruh al alaq 1-5 pernah terjadi masa fatrah (fakum, masa renggang). Yang mana juga di
jelaskna di dalamnya bahwa surat pertama yang turun secara lengkap adalah surat al
mudatsthir dan untuk kenabian adalah al alaq 1-5.
Sedangkan mengenai ayat yang terakhir di turunkan menurut pendapat ulama
yang kuat menyatakan bahwa ayat terakhir yang turun atau sebagai penutup wahyu
adalah surat al baqarah ayat 281.5
ˆٍ ان لِبَ َش ٍر اَ ْن يُّ َكلِّ َمهُ هّٰللا ُ اِاَّل َوحْ يًا اَ ْو ِم ْن َّو َر ۤاِئ ِح َجا
ب اَ ْو يُرْ ِس َل َرس ُْواًل َ َو َما َك
فَي ُْو ِح َي بِاِ ْذنِ ٖه َما يَ َش ۤا ُء ۗاِنَّهٗ َعلِ ٌّي َح ِك ْي ٌم
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata dengannya
kecuali dengan perantaraan wahyu, atau di belakang tabir atau dengan mengutus
seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinNya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat di atas, wahyu Allah yang turun kepada para nabi bervariasi.
Pertama, pemberitahuan Allah dengan cara wahyu diturunkan tanpa perantaraan.
Termasuk dalam kategori ini adalah mimpi yang tepat dan benar, misalnya Nabi Ibrahim
pernah menerima perintah menyembelih putranya, yakni Nabi Isma‘il.
Turunnya wahyu yang berkaitan dengan mimpi yang benar juga pernah dialami
Rasulullah. Allah menurunkan surat al- Kautsar [108] ayat 1-3 berdasarkan mimpi. Allah
berfirman :
4
Muhammad yasir, Studi al quran, Hal. 58
5
Muhammad yasir, studi al quran, Hal. 59
8
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membencimu, dialah yang terputus.
ك قَا َل لَ ْنَ ۗ َولَ َّما َج ۤا َء ُم ْو ٰسى لِ ِم ْيقَاتِنَا َو َكلَّ َمهٗ َربُّهٗۙ قَا َل َربِّ اَ ِرنِ ْٓي اَ ْنظُرْ اِلَ ْي
ٗف تَ ٰرىنِ ۚ ْي فَلَ َّما تَ َج ٰلّى َربُّه َ تَ ٰرىنِ ْي َو ٰل ِك ِن ا ْنظُرْ اِلَى ْال َجبَ ِل فَاِ ِن ا ْستَقَ َّر َم َكانَهٗ فَ َس ْو
ْك َواَنَ ۠ا اَ َّو ُل َ ْت اِلَي
ُ ك تُب َ َال ُسب ْٰحن َ َق ق َ ص ِعقً ۚا فَلَ َّمٓا اَفَا
َ لِ ْل َجبَ ِل َج َعلَهٗ َد ًّكا َّو َخ َّر ُم ْو ٰسى
ْال ُمْؤ ِمنِي َْن
Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan
dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku,
tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman,
“Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika
Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku
bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.” Surat Al-
A’raf [7] ayat 143
9
Ketiga, penyampaian wahyu dengan perantaraan Malaikat Jibril. Dalam hal ini,
Malaikat Jibril terkadang menampakkan wajah atau bentuknya yang asli. Penyampaian
wahyu dalam bentuk ini jarang terjadi. Nabi Muhammad hanya dua kali melihat Jibril
dalam bentuknya yang asli, yaitu ketika Nabi Muhammad diisra’kan di Sidrat al-
Muntaha dan ketika Nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama. Untuk kasus yang
terakhir ini, Allah berfirman dalam surat al-‘Alaq [96] ayat 1-5:
Ayat al-Qur’an turun kepada Rasulullah melalui proses dan tidak datang dengan
sekali tetapi berangsur-angsur mengikuti satu peristiwa ke peristiwa yang lain. Ayat
dhihar turun tentang Salamah bint Shakhr, ayat li‘an turun tentang Hilal bin ‘Umayyah,
qadzaf turun tentang orang yang menuduh ‘A’isyah berbuat zina, ayat kiblat turun
sesudah hijrah Rasulullah dan sesudah umat Islam menghadap ke Bait al-Maqdis selama
sepulah bulan lebih, demikian juga turun-nya ayat tentang penggunaan maqam Ibrahim
sebagai mushalla. Ayat tentang hijab, tawanan perang Badar, dan lain-lain juga turun
setelah adanya peristiwa. Selain itu, sebagian ayat al-Qur’an turun kepada Rasulullah
tanpa sebab. Dengan demikian, turunnya al-Qur’an tidak semuanya ada pertanyaan atau
peristiwa.
10
Ayat al-Qur’an turun sedikit demi sedikit berdasarkan kebutuhan; terkadang turun
satu-dua atau beberapa ayat, antara 5 sampai 10 ayat, bahkan pernah terjadi satu ayat al-
Qur’an diturunkan beberapa kali.
Al-qur’an diturunkan pada malam 17 ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi sampai 9
dzulhijjah pada waktu haji wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi, jadi jika dijumlahkan
diturunkannya al-qur’an itu sekitar 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Proses diturunkannya al-qur’an kepada nabi Muhammad saw melalui 3 tahapan :
1. Al-qur’an turun secara sekaligus dari allah ke lauh al-mahfuzh. Proses pertama ini
disyaratkan dalam Q.S.Al-Buruj Ayat 21-22 :
2. Al-qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang berada
dilangit dunia). Proses kedua ini disyaratkan dalam Q.S. Ad-Dukhan Ayat 3 :
3. Al-qur’an diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati nabi dengan jalan berangsur-angsur
sesuai dengan kebutuhan. Proses ketiga ini disyaratkan dalam Q.S. Asy-Syu’ara’ Ayat
193-195 :
َ ِ َع ٰلى قَ ْلب١٩٤
نَ َز َل بِ ِه الرُّ ْو ُح اَأْل ِمي ُْن١٩٣ ك لِتَ ُك ْو َن ِم َن ْال ُم ْن ِذ ِري َْن
١٩٥ ان َع َربِ ٍّي ُّمبِي ٍْن ٍ بِلِ َس
Artinya :
“193. dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), 194. ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi
peringatan, 195. dengan bahasa Arab yang jelas.”(Q.S. Asy-Syu’ara’:193-195)
Al-qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril tidak
secara sekaligus, Melainkan turun dengan sesuai kebutuhan, seperti saat menjawab
pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada nabi atau membenarkan perbuatan Nabi
11
SAW dan banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang
pertanyaan atau kejadian tertentu.
12
Ahli sejarah berpendapat bahwa bahasa tertua adalah bahasa arab, dikarenakan
di dalam beberapa riwayat telah di ceritakan bahwa bahasa surga adalah bahasa arab.
Dan adam dan hawa sebelum di turunkan ke dunia ini mereka berada di surga,
sehingga, bahasa yang pertama kali di gunakan di bumi adalah bahasa yang di
gunakan oleh adam dan hawa yaitu: bahasa arab
2. Bahasa Arab Paling Banyak Memiliki Kosa Kata
Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa bahasa arab meemilik kosa kata
terbanyak. Bukan tidak lain di karenakannya sebagai bahasa tertua sehingga memiliki
banyak sekali kosa kata.
Sebagai contohnya, di dalam bahasa arab kosa kata yang mengacu pada satu
hewan yaitu unta memiliki 800 padanan kata. Sedangkan untuk kata anjing memiliki
100 padanan kata. Yang mana fenomena ini belum pernah terjadi di bahasa selain
bahasa arab.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara bahasa menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti
bacaan yang sempurna. Dan Secara istilah Al quran adalah firman Allah SWT.
Yang disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT.
Kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi
ke generasi tanpa ada perubahan.
2. Al – Qur’an memiliki banyak sekali nama atau julukannya yang telah di jelaskan
di dalam al quran sendiri, yang mana akan kami rangkum sebagai berikut : Al-
Kitab (buku), Al-Furqan (pembeda benar salah), Adz-Dzikr (pemberi peringatan),
Al-Mau'idhah (pelajaran/nasihat), Asy-Syifa' (obat/penyembuh), Al-Hukm
(peraturan/hukum), dan Al-Huda (petunjuk).
3. Menurut penyelidikan ahli sejarah, turunnya al quran secara bertahap di tandai
dengan terjadinya peristiwa yang di alami Nabi SAW.. Ketika, Beliau Sedang
beribadah atau mengasingkan diri di gua hira’. Peristiwa itu terjadi pada malam
senin, 17 ramadhan tahun ke – 40 usia Nabi Muhammad SAW.
4. Ada 3 proses pewahyuan dalam Al-Qur’an, yaitu Pertama, pemberitahuan Allah
dengan cara wahyu diturunkan tanpa perantaraan. Kedua, Allah menyampaikan
wahyu di balik tabir. Ketiga, penyampaian wahyu dengan perantaraan Malaikat
Jibril.
5. Adapun hikmah diturunkannya al-qur’an secara berangsur-angsur, antara lain
sebagai berikut : Memantapkan hati nabi, Menentang dan melemahkan para
penentang al-qur’an, Memudahkan untuk dihafal dan dipahami, Mengikuti setiap
kejadian (yang karenanya ayat al;qur’an turun) dan melakukan penahapan dalam
penetapan syari’at dan Membuktikan dengan pasti bahwa al-qur’an turun dari
Allah Yang Maha Bijaksana.
6. Bahasa yang digunakan AL-Qur’an haruslah bahasa yang punya posisi strategis
bagisemua bangsa manusia. Dan bahasa itu adalah bahasa Arab. Karena, Bahasa
Arab adalah Bahasa tertua di dunia dan Bahasa Arab paling banyak memiliki kosa
kata.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
MAKALAH
Studi Al-Quran
Disusun Oleh :
Dosen pengampu :
SURABAYA
2021
16
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah”Studi Al-Quran” dalam bentuk makalah, sholawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul “Pemeliharaan dan Penulisan Al-
Quran” ini, masih jauh dari kata sempurna.
Kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini, kami berharap dari makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi kami dan pembaca aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun
17
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...................................................................................................10
BAB I
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci agama is lam, yang mana di
dalamnya terdapat hukum-hukum islam serta pedoman untuk umat manusia dalam
hidupnya didunia. Al-Qur’an sendiri diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
perantaramalaikat Jibril dan diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Dalam
kurunwaktu itu, potongan-potongan ayat suci Al-Qur’an masih terpotong-potong
danbelum berbentuk satu mushaf. Untuk itulah makalah ini disusun guna
memberipemahaman kepada kita lebih jauh mengenai proses pemeliharaan dan
sejarahpenyusunan Al-Qur’an hingga menjadi seperti Al-Qur’an yang sekarang kita baca.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemeliharaan Al-Quran di masa Nabi?
2. Bagaimana Pengumpulan Al-Quran di masa Abu-Bakar?
3. Bagaimana Penulisan Al-Quran di masa Utsman bin Affan?
4. Bagaimana Penyempurnaan dan Pemeliharaan Quran setelah masa Khalifah ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pemeliharaan Al-Quran di masa Nabi
2. Untuk mengetahui Pengumpulan Al-Quran di masa Abu-Bakar
3. Untuk mengetahui Al-Quran di masa Utsman bin Affan
4. Untuk mengetahui Penyempurnaan dan Pemeliharaan Quran setelah masa Khalifah
19
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemeliharaan AL-Quran di masa Nabi
Pada permulaan Islam bangsa Arab adalah merupakan bangsa yang buta huruf dan amat
sedikit di antara mereka yang mengenal tulis-baca, mereka belum mengenal kertas
sebagaimana sekarang. Perkataan Al Waraq (daun) yang lazim pula dipakaikan dengan arti
kertas di masa tersebut hanyalah dipakaikan pada daun kayu saja. Adapun kata al qirthos
yang dari padanya terambil kata bahasa Indonesia kertas oleh mereka hanyalah dipakaikan
untuk benda-benda (bahan-bahan) yang dipergunakan untuk menulis yaitu kayu, tulang
binatang, kulit binatang, Pelepah kurma dan lain sejenisnya maupun bebatuan yang tipis.
Setelah mereka menaklukkan negeri Persia yaitu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
barulah mereka mengenal yang namanya kertas, orang Persia memberikan nama kertas
dengan "kaqhid', maka dipakailah nama itu untuk kertas oleh bangsa Arab semenjak itu
pula.9 Adapun sebelum Nabi maupun pada saat Nabi masih hidup kata-kata kaqhid tidak ada
dalam pemakaian untuk bahasa Arab maupun Hadits-hadits Nabi, kemudian kata-kata al
qirthos itupun dipakai pula oleh bangsa Arab kepada apa yang dinamakan kaqhid dalam
bahasa Persia. Kitab atau buku tentang apapun, juga belum ada pada masa mereka kata-kata
kitab' pada masa itu hanyalah berarti sepotong kulit, batu atau tulang dan sebagainya yang
telah bertuliskan atau berarti seperti kata “kitab” dengan ayat 28 surat 27 (An Naml).
Begitu juga kata “kutub” (Jama' kitab ) yang dikirimkan oleh Nabi kepada Raja-raja di
masanya untuk menyerah kepada Islam, kepada mereka belum mengenal kitab atau buku
sebagaimana yang dikenal masa sekarang ini sebab itu di waktu Al Qur'an itu dibukukan
pada masa Khalifah Ustman bin Affan - sebagaimana akan diterangkan nanti - tidak tahu
mereka dengan apa Al Qur'an yang mereka bukukan tersebut diberi nama, bermacam-macam
pendapat para sahabat tentang nama yang harus diberikan, akhirnya mereka sepakat
memberikan nama "Al Mushhaf” (isim maf’ul dari ashhafa) yang artinya mengumpulkan
sumif, jama' dari shahifah, lembaran-lembaran yang telah tertulis.10 Setiap diturunkan ayat
Al Quran, Nabi selalu menyuruh menghafalnya dan menuliskanya di bebatuan, kulit
binatang, pelepah kurma dan lain sejenisnya, seperti benda-benda tipis yang dapat ditulisi dan
pula Nabi menerangkan akan bagaimana ayat-ayat itu nantinya disusun dalam sebuah surat,
artinya oleh Nabi diterangkan bagaimana ayat-ayat itu mesti disusun secara tertib urutan ayat-
ayatnya, di samping itu Nabi juga membuat aturan, yaitu hanya Al Qur'an sajalah yang
diperbolehkan untuk ditulis dan melarang selainnya termasuk Hadits maunpun pelajaran-
pelajaran yang keluar dari mulut Nabi SAW. Hal ini bertujuan agar apa yang dituliskannya
adalah betul-betul Al Qur'an dan tidak tercampur adukkan, dengan yang hanya Al Qur'an
betul-betul terjamin kemumiannya. Nabi menganjurkan supaya Al Qur'an itu dihafalkan di
20
dalam dada masing-masing sahabat dan diwajibkan pula untuk dibaca pada setiap shalat.
Dengan jalan demikian itu maka banyaklah para sahabat yang mampu menghafal Al Qur'an
surat yang satu macam dihafal oleh ribuan manusia dan banyak yang mampu menghafal Al
Qur'an secara keseluruhan. Dalam pada itu tidak satu ayat pun yang tidak tertuliskan. Pada
masa perang Badar orang-orang Musyrikin yang ditawan oleh Nabi Muhammad SAW, yang
tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi pandai menulis dan membaca masing-
masing diharuskan mengajar 10 orang muslim untuk membaca dan menulis sebagai tebusan.
Dengan demikian semakin bertambahlah keinginan untuk membaca dan menulis dan
bertambah banyaklah di antara orang Islam yang pandai membaca dan menulis, sehingga
banyak pula orang-orang yang menulis ayat-ayat Al Qur'an yang telah diturunkan. Sementara
Nabi sendiri memiliki beberapa orang penulis wahyu yang diturunkan untuk beliau secara
khusus. Di antara para penulis itu ialah: Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, Ubai bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Muawiyah bin Abi Shofyan Dalam pada itu oleh Malaikat Jibril
diadakan ulangan (repetisi) sekali dalam satu tahun, diwaktu ulangan Nabi disuruh untuk
mengulangi memperdengarkan wahyu yang telah diturunkan kepadanya, di tahun beliau
wafat ulangan itu diadakan oleh Jibril sebanyak dua kali. Nabi sendiri pun sering
mengadakan ulangan di hadapan para sahabatnya, pendeknya Al Qur'an tersebut sangat
terjaga dan terpelihara secara baik dan Nabi telah menjalani cara yang amat praktis di dalam
memelihara dan menyiarkan Al Qur'an yang sesuai dengan kondisi bangsa Arab pada saat itu.
B. Pengumpulan Al-Quran di masa Abu-Bakar
Abu Bakar menjalankan urusan Islam sesudah Rasulullah saw. ia dihadapkan pada
peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia
segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang
murtad itu.
Di antara peristiwa yang paling mengguncang umat Islam di masa kekhalifahan Abu Bakar
adalah wafatnya para penghafal Al-Quran dalam pertempuran Yamamah.
Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar shahabat
yang hafal al-Qur’an. Dan dalam peperangan ini gugur 70 qari dari shahabat. Umar bin
Kaththab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, Para shahabat telah berpencar ke
berbagai pelosok untuk menyampaikan dakwah Islam. Mati syahid menjadi idaman mereka
semua. Sementara Al-Quran tersimpan di dalam dada mereka. Bertolak dari pemikiran
itu,lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar ia mengumpulkan
dan membukukan al-Qur’an dalam satu mushaf karena dikhawatirkan akan musnah, sebab
peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari.
Dari segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan di tempat lain akan
membunuh banyak qari pula sehingga al-Qur’an akan hilang dan musnah. Abu Bakar
menolak usulan ini dan keberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw. Bagaimana mungkin dia melangkahi nabi, Namun Umar tidak lekas
21
menyerah, dia terus berusaha meyakinkan Abu Bakar dan menjelaskan berbagai sisi positif
dari upaya pengumpulan Al-Quran tersebut. Sehingga Allah membukakan pintu hati Abu
Bakar untuk menerima usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya dalam
qira’at, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan
terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada
mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu berdiskusi,
sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan al-Qur’an
tersebut.
Zaid bin Tsabit memulai tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada
dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran
[kumpulan] itu disimpan di tangan Abu Bakar. Setelah ia wafat mushaf itu berpindah ke
tangan Hafshah, putri Umar. Pada permulaan kekhalifahan Utsman, Utsman memintanya dari
tangan Hafshah.
Zaid bin Tsabit berkata: “Abu Bakar memanggilku untuk menyampaikan berita mengenai
korban perang Yamamah. Ternyata Umar sudah ada di sana. Abu Bakar berkata: ‘Umar telah
datang kepadaku dan mengatakan, bahwa perang di Yamamah telah menelan banyak korban
dari kalangan qurra; dan ia khawatir kalau-kalau terbunuhnya para qurra itu juga akan terjadi
di tempat-tempat lain, sehingga sebagian al-Qur’an akan musnah. Ia menganjurkan agar aku
memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan al-Qur’an. Maka aku katakan kepadanya,
bagaimana mungkin kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah? Tetapi Umar menjawab dan bersumpah, Demi Allah perbuatan tersebut baik. Ia
terus menerus membujukku sehingga Allah membukakan pintu hatiku untuk menerima
usulnya, dan akhirnya aku sependapat dengan Umar.’”
Zaid berkata lagi: “Abu Bakar berkata kepadaku: ‘Engkau seorang pemuda yang cerdas dan
kami tidak meragukan kemampuanmu. Engkau telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah.
Oleh karena itu carilah al-Qur’an dan kumpulkanlah.’”
“’Demi Allah.’” Kata Zaid lebih lanjut. “Sekiranya mereka memintaku untuk
memindahkan gunung, rasanya tidak lebih berat bagiku daripada perintah mengumpulkan
al-Qur’an. Karena itu aku menjawab: ‘Mengapa anda berdua ingin melakukan sesuatu
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah?’ Abu Bakar menjawab: ‘Demi Allah, itu
baik.’ Abu Bakar tetap membujukku sehingga Allah membukakan pintu hatiku
sebagaimana Dia telah membukakan pintu hati Abu Bakar dan Umar. Maka aku pun
mulai mencari al-Qur’an. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu
22
dan dari hafalan para penghafal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surah at-Taubah
berada pada Abu Khuzaimah al-Anshari, yang tidak kudapatkan pada orang lain,
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri….” hingga
akhir surah. Lembaran-lembaran [hasil kerjaku] tersebut kemudian disimpan di tangan
Abu Bakar hingga wafatnya. Sesudah itu berpindah ke tangan Umar sewaktu masih
hidup, dan selanjutnya berada di tangan Hafshah binti Umar.”
Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti, hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada hafalan
semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di atas: “Dan aku
dapatkan surah at-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Anshari, yang tidak aku dapatkan
pada orang lain” tidak menghilangkan arti kehati-hatian tersebut dan tidak pula berarti
bahwa akhir surah at-Taubah itu tidak mutawatir. Tetapi yang dimaksud adalah bahwa ia
tidak mendapatkan akhir surah at-Taubah tersebut dalam keadaan tertulis selain pada Abu
Khuzaimah. Zaid sendiri hafal dan demikian pula banyak para shahabat yang
menghafalnya. Perkaaan itu lahir karena Zaid berpegang pada hafalan dan tulisan. Jadi
ayat akhir surah at-Taubah itu telah dihafal oleh banyak shahabat; dan mereka
menyaksikan ayat tersebut dicatat. Tetapi catatannya hanya terdapat pada Abu
Khuzaimah al-Anshari.
Ibn Abu Daud (yaitu Abdullah bin Sulaiman bin Asy’as al-Azadi as-Sijistani salah
seorang tokoh penghafal hadits. Ia mempunyai banyak kitab, antara lain: al-Musaahif, al-
Musnad, at-Tafsiir, as-Sunan, al-Qiraa’aat dan an-Naasikh wal Mansuukh, lihat al-
A’laam,oleh Zarkali, jilid 4 hal. 224) ia meriwayatkan melalui Yahya bin Abdurrahman
bin Hatib, yang mengatakan: “Umar datang lalu berkata: ‘Barangsiapa menerima dari
Rasulullah sesuatu dari al-Qur’an, hendaklah ia menyampaikannya.’ Mereka menuliskan
al-Qur’an dari lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma, dan Zaid tidak mau
menerima dari seseorang mengenai al-Qur’an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.”
Ini menunjukkan bahwa Zaid tidak merasa puas hanya dengan adanya tulisan semata
sebelum tulisan itu disaksikan oleh orang yang menerimanya secara pendengaran
[langsung dari Rasulullah], sekalipun Zaid sendiri hafal. Ia bersikap demikian itu karena
berhati-hati.
Dan diriwayatkan pula oleh Ibn Abu Daud melalui Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, bahwa
Abu Bakar berkata kepada Umar dan Zaid: “Duduklah kamu berdua di pintu masjid. Bila ada
yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas sesuatu dari kitab Allah, maka
tulislah.” Para perawi hadits ini orang-orang terpercaya, sekalipun hadits tersebut munqathi’
23
[terputus]. Ibn Hajar mengatakan: “Yang dimaksud dengan dua orang saksi adalah hafalan
dan catatan.”
As-Sakhawi [lengkapnya Ali bin Muhammad bin ‘Abdus Samad, terkenal dengan nama as-
Sakhasi. Ia menyusun sekumpulan syair tentang qira’at yang dikenal dengan nama as-
Sakhawiyyah. Wafat 643 H) ia menyebutkan dalam Jamalul Qurra’, yang dimaksudkan ialah
kedua saksi itu menyaksikan bahwa catatan itu tertulis di hadapan Rasulullah saw; atau dua
saksi itu menyaksikan bahwa catatan tadi sesuai dengna salah satu cara yang dengan itu al-
Qur’an diturunkan. Abu Syamah berkata: “Maksud mereka adalah agar Zaid tidak
menuliskan al-Qur’an kecuali diambil dari sumber asli yang dicatat di hadapat Nabi saw.,
bukan semata-mata dari hafalan. Oleh sebab itu Zaid berkata tentang akhir surah at-Taubah,
‘Aku tidak mendapatkannya pada orang lain’ maksudnya ‘Aku tidak mendapatkannya dalam
keadaan tertulis pada orang lain.’ Sebab ia tidak menganggap cukup hanya didasarkan pada
hafalan tanpa adanya catatan.” (lihat al-Itqaan jilin 1 hal 58)
Kita sudah mengetahui bahwa al-Qur’an sudah dicatat sebelum masa itu, yaitu pada masa
Nabi; tetapi masih berserakan pada kulit-kulit, tulang dan pelepah kurma. Kemudian Abu
Bakar memerintahkan agar catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf,
dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta dituliskan dengan sangat berhati-
hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu al-Qur’an diturunkan. Dengan demikian,
Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf
dengan cara seperti ini, di samping terdapat juga mushaf-mushaf pribadi pada sebagian
shahabat, seperti mushaf Ali, mushaf Ubai dan mushaf Ibn Mas’ud. Tetapi mushaf-
mushaf itu tidak ditulis dengan cara seperti di atas dan tidak pula dikerjakan dengan
penuh ketelitian dan kecermatan, juga tidak dihimpun secara tertib yang hanya memuat
ayat-ayat yang bacaannya tidak dimansukh dan secara ijma’ sebagaimana mushaf Abu
Bakar. Keistimewaan-keistimewaan seperti itu hanya ada pada himpunan al-Qur’an yang
dikerjakan oleh Abu Bakar.
Para ulama berpendapat bahwa penamaan al-Qur’an dengan “mushaf” itu baru muncul
sejak saat itu, di saat Abu Bakar mengumpulkan al-Qur’an. Ali berkata: “Orang yang
paling besar jasanya dalam pembuatan mushaf adalah Abu Bakar. Dialah yang pertama
kali mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.Semoga Allah melimpahkan rahmat-
Nya kepada Abu Bakar. Dialah orang pertama yang mengumpulkan Kitab Allah.”
Pengumpulan ini dinamakan pengumpulan kedua.
24
Al Qur'an pada masa Khalifah Ustman bin Affan tetap masih dalam keadaan demikian,
artinya, telah ditulis dalam satu naskah yang lengkap di atas lembaran-lembaran yang
serupa ayat-ayat dalam satu surat tersusun secara tertib yang ditunjukkan oleh Nabi,
lembaran-lembaran itu digulung dan diikat dengan benang disimpan.
Pada pemerintahan Utsman wilayah Islam semakin luas dan para qurra’ mengajarakan
bcaan Al-Quran dengan bacaan(qira’ah) yang berbeda-beda sesuai dengan yang mereka
terima dari para gurunya.
Pada suatu waktu, para penduduk Islam dari berbagai wilayah bertemu dalam perang
Armenia, dan Azerbaijan dengan penduduk Irak, di antara orang yang menyerbu kedua
tempat itu adalah Hudhayfah bin al-Yaman. Dalam pertemuan itu mereka mengetahui
adanya perbedaan bacaan Al-Quran. Sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan
bacaan itu, dan sebagian mengkalaim bacaaannya yang paling benar, tetapi sebagian lainnya
ada yang merasa puas karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu disandarkan
kepada Rasulallah SAW. Kondisi seperti itu tidak dapat dibiarkan karena hal itu dapat
menimbulkan keraguan bagi generasi yang tidak bertemu langsung dengan Rasulallah
SAW. Jendar Hudhayfah yang mengetahui hal itu mengajukan usul kepada Khalifah
Utsman bin Affan agar segera mengusahakan keseragaman bacaan Al-Quran dengan jalan
menyeragamkan penulisan Al-Quran.
Oleh Ustman dibentuklah kepanitiaan untuk menyalinnya dengan anggota sebagai berikut:
Zaid bin Tsabit sebagai Ketua dan sebagai anggota: Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash,
Abdurrahman bin Kharits bin Hisyam. Tugas dari kepanitiaan itu adalah membukukan Al
Qur'an dan menyalin sebuah lembaran-lembaran tersebut menjadi sebuah buku. Dalam
pelaksanaan tugas ini Ustman menasehatkan supaya : 1. Mengambil pedoman kepada
bacaan mereka yang hafal Al Qur'an.. Kalau ada perselisihan di antara mereka tentang
bahasa (bacaan) maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al Qur'an
diturunkan menurut dialek mereka. Maka dikerjakanlah oleh panitia tersebut sebagaimana
yang telah ditugaskan kepadanya, dan setelah selesai maka lembaran-lembaran Al Qur'an
yang telah dipinjamnya dikembalikan lagi pada Khafshah. Al Qur'an yang telah dibukukan
dinamai dengan "Al Mushhaf" dan oleh panitia ditulis sebanyak lima buah, empat buah di
antaranya dikirim ke Makkah, Syiria, Bashrah dan Kuffah dan yang satu buah di Madinah
untuk Khalifah Ustman bin Affan sendiri, dan inilah yang dinamai dengan Musfhaf Al
Imam. Sesudah itu, Khalifah Ustman memerintahkan untuk mengumpulkan semua
lembaran-lembaran yang bertulis Al Qur'an sebelum itu dan membakarnya, dan dengan
demikian mushhaf yang ditulis pada masa Ustman itu kaum Muslimin menyalinnya.
25
Dengan demikian maka pembukuan Al Qur'an pada masa Ustman faedahnya sangat besar
antara lain : l. Menyatukan kaum Muslimin kepada satu macam Mushhaf yang seragam
bacaan dan tulisannya. 2. Menyatukan tertib susunan surat-surat menurut tertib unit
sebagaimana yang kelihatan pada Mushhaf pada masa sekarang.
Dari penjelasan singkat tentang sejarah pemeliharaan Al-Quran di atas dapat diketahui
bahwa ada perbedaan latar belakang pengumpulan Al-Quran pada Khalifah Abu Bakar.
Dengan penulisan Utsman bin Affan. Latar belakang pengumpulan Al-Quran pada masa
Abu Bakar adalah kekhawatiran akan hilangnya Al-Quran dikarenakan banyaknya para
penghafal Quran yang gugur dalam medan peperangan melawan orang-orang murtad dan
orang-orang yang ingkar membayar zakat, yang biasa dikenal dengan perang yamamah.
Pemeliharaan Al-Quran pada masa ini adalah memindahkan Al-Quran dan menuliskannya
kembali dari catatan-catatan para sahabat, baik di atas pelepah kurma, kulit-kulit binatang
maupun batu-batu tipis ke dalam satu mushaf secara tertib ayat yang diajarkan oleh
Rasulallah. Sedang pemeliharaan Al-Quran pada masa Utsman bin Affan dilatarbelakangi
adanya fenomena perbedaaan bacaan Al-Quran yang dapat mengakibatkan perpecahan umat
islam.
D. Penyempurnaan dan Pemeliharaan Quran setelah masa Khalifah
Sebelum Rasulullah SAW wafat, Al Qur’an secara keseluruhan telah selesai
penulisannya dengan urutan surah-surah dan ayat-ayat berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW
sendiri. Penulisannya di masa itu masih menggunakan alat-alat yang sangat sederhana, seperti
pelepah-pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan kepingan-kepingan tulang, sehingga
sulit untuk dihimpun dalam satu kumpulan.
Masa Khulafaur Rasyidin diadakan penulisan ulang Al Qur’an dengan memakai
lembaran-lembaran kertas atau suhuf. Lembaran-lembaran atau suhuf yang bertuliskan ayat-
ayat Al Qur’an itu kemudian diikat dengan benang sehingga membentuk
satu mushaf (kumpulan lembaran).
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Qur’an disalin dan diperbanyak dari mushaf
Usmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-16, ketika
Eropa menemukan mesin cetak dapat digerakkan (dipisah-pisahkan). Al Qur’an pertama kali
dicetak di Hamburg (Jerman) pada tahun 1694. Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi
dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini mempermudah umat Islam
memperbanyak mushaf Al Qur’an. Mushaf pertama yang dicetak oleh kalangan imam sendiri
ialah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St.
Petersburg, Rusia.
26
Kemudian sejak tahun 1976 Al Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh
percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman). Sekarang kita dapat
menjumpai berbagai bentuk dan ukuran Al Qur’an dari tulisan yang bentuknya sederhana
sampai tulisan yang indah.
Dengan demikian, Al Qur’an terjaga dari segala bentuk kekeliruan dan kesalahan, baik
disengaja ataupun tidak disengaja Sebagaimana diketahui, bahwa bentuk tulisan Al-Qur’an
dan tulisan-tulisan berbahasa Arab lainnya pada masa awal (masa Nabi dan
Khulafaurrasyidin) ditulis tanpa titik dan baris (syakal). Sejalan dengan perkembangan agama
Islam, semakin banyak orang-orang non-Arab memeluk Islam, maka timbul persoalan bagi
mereka untuk membaca Al-Qur’an yang tanpa titik dan baris itu. Bahkan tidak jarang
kesalahan baris (harakat) dalam bacaan Al-Qur’an dapat mengakibatkan perubahan makna
yang sangat fundamental.
Sebagai contoh, suatu ketika Abul-Aswad ad-Du’ali mendengar seorang qari membaca Surat
at-Taubah ayat 3: أن هللا بˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆريئ من المشˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆركين و رسˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆولُه.
Ayat ini seharusnya dibaca dengan tanda dhammah pada huruf lam lafazh رسولُه. Akan tetapi
oleh qari’ tersebut dibaca و رسولِه dengan membaca kasrah pada huruf lam.
Hal ini mengejutkan Abul Aswad dan ia berkata: “Maha Tinggi Allah untuk
meninggalkan rasul-Nya”. Kemudian Abul Aswad melaporkan hal ini kepada Ziyad bin
Samiyyah, Gubernur Basrah pada masa pemerintahan Mu’awiyah (661-680 M).
Lalu Abul Aswad diminta untuk membubuhkan tanda baca (syakal) guna menghindari
kesalahan membaca di kalangan kaum muslimin.
Memenuhi permintaan tersebut Abul Aswad memikirkan dan merumuskan tanda baca
berupa : titik satu di atas huruf ( • ) sebagai tanda fathah (bunyi vokal ‘a’); titik satu di bawah
huruf ( .) sebagai tanda kasrah (bunyi vokal ‘i’) dan titik satu di depan huruf ( ·– ) sebagai
tanda dhammah (bunyi vokal ‘u’). Dalam penulisan mushhaf, tanda harakat ini diberi warna
berbeda dengan tulisan hurufnya, dan ia tidak dibubuhkan pada setiap huruf melainkan hanya
pada huruf terakhir setiap kata sebagai tanda i’rab.
Setelah pemberian tanda syakal/harakat tersebut selesai, persoalan lain yang muncul
dalam pembacaan mushhaf Al-Qur’an adalah kesamaan bentuk beberapa huruf yang tidak
bisa dibedakan kecuali oleh orang yang sudah terbiasa dengan huruf-huruf tersebut, atau
mereka yang sudah hafal Al-Qur’an. Seperti huruf bā’, tā’, tsā’, nūn’, dan yā’ yang
dilambangkan dengan bentuk huruf yang sama, tanpa titik ( )ٮuntuk Kelima, macam huruf
27
tersebut. Demikian pula huruf jīm, hā dan Khā yang ditulis tanpa titik ( ;)حhuruf dāl dan dzāl
ditulis ; دhuruf rā dan zāy ditulis ; رhuruf sīn dan syīn ditulis ;سdan lain-lainnya. Sehingga
tidak bisa dibedakan antara huruf yang satu dengan yang lainnya, kecuali bagi orang yang
sudah hafal atau pernah mempelajarinya secara lisan.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya
Muhammad Saw untuk disampaikan kepada umat telah dijamin langsung oleh Allah
akan keotentikannya
2. Penulisan al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah Saw masih hidup, yang
kemudian dilanjutkan pengumpulannya pada masa khalifah Abu Bakar dan
selanjutnya dibukukan pada masa khalifah Utsman bin Affan.
3. Pemeliharaan al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw lebih banyak mengandalkan
kemampuan hafalan, sedangkan penulisannya hanya sedikit seperti pada pelepah
kurma, tulang belulang, batu-batuan, hal ini karena pada masa tersebut belum dikenal
kertas seperti sekarang ini, disamping juga karena banyaknya umat Islam yang buta
huruf.
4. Adapun pada masa khalifah Abu Bakar, pemeliharaan al-Qur’an telah dilakukan
dengan pengumpulan dalam satu Mushaf, yang kemudian diperbanyak pada masa
khalifah Utsman bin Affan.
DAFTAR PUSTAKA
http://datakampussaya.blogspot.com/2013/05/ulumul-quran.html
http://belajarulumulquran.blogspot.com/2018/02/penyempurnaan-
pemeliharaan-al-quran.html?m=1
http://hanifahrifqi.blogspot.com/2015/01/makalah-ulumul-quran-tentang.html?
m=1
http://datakampussaya.blogspot.com/2013/05/ulumul-quran.html
29
http://belajarulumulquran.blogspot.com/2018/02/penyempurnaan-
pemeliharaan-al-quran.html?m=1
http://hanifahrifqi.blogspot.com/2015/01/makalah-ulumul-quran-tentang.html?
m=1
Ichsan Muhammad, SEJARAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-
QUR’AN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW DAN SAHABAT
Muslimin, pembukuan dan pemeliharaan al-quran
30
[Type here]
Makalah
Ilmu Asbab Al-Nuzul
Dosen Pengampu : Dr. H. Makinudin, S.H., M.Ag
Mata Kuliah : Studi Al-Qur’an
Disusun oleh :
1. Alifatul Istikhomah -05040320072
2. Ilham Yulian Syah Dwi Rachmatulloh -05040320083
3. Irfan Ma’ruf Alimudin -05040320084
4. Viriza Nailil Husna Awaly -05040320096
31
[Type here]
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya kepada kita semua, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan sebaik mungkin. Tidak lupa juga shalawat serta salam kami haturkan kepada
Nabi Agung Rosululloh SAW, yang syafaat-Nya kita nanti-nantikan.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Bapak Dr. H. Makinudin, S.H., M.Ag selaku dosen
pengampu dalam Mata Kuliah Studi Al-Qur’an yang telah memberi materi ini, sehingga kami
dapat membuat dan menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Serta kami harap makalah ini
bisabemanfaat bagi kami dan para pembaca. Atas kurang lebihnya, kami ucapkan terimaksih.
Penyususun
32
[Type here]
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan
33
[Type here]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika mendefinisikan asbab an-Nuzul, banyak ulama yang memiliki pendapat
yang berbeda-beda, antara lain Az-Zarqani, Ash-Shabuni, Shubhi Pious, dan
Manna'Khalil Al-Qattan.Namun, meskipun definisi tajuk rencana di atas sedikit
berbeda, namun mereka semua memiliki pendapat yang berbeda. Sampai pada
kesimpulan. Asbabul nuzul adalah suatu peristiwa atau peristiwa yang menyebabkan
turunnya ayat Alquran, dan tujuannya adalah untuk menjawab, menjelaskan dan
memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut. Asbab an-nuzul
merupakan materi sejarah yang dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang
wahyu ayat-ayat Alquran dan memberikan informasi latar belakang untuk memahami
perintah-perintahnya. Tentu saja, bahan-bahan ini hanya mencakup peristiwa (ash at-
tanzil) saat Alquran masih turun. Dari segi alasan kemunduran dan kitab suci, kita
dapat berbagi asbab an-nuzul dengan Ta'addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid dan
Ta'adud an-nazil wa al-asbab.
Ungkapan-ungkapan atau redaksi yang digunakan oleh teman Menunjukkan
bahwa penurunan Alquran tidak selalu sama. Seseorang tidak dapat mencapai
pemahaman yang baik Kalau belum paham sejarah puisi asbab an-nuzul. Memahami
anuzul asbab akan sangat membantu dalam memahami konteks kitab suci. Itu sangat
Yang penting adalah menerapkan tulisan suci pada situasi dan kesempatan yang
berbeda. Jika Anda mengabaikan sejarah, Anda cenderung membuat kesalahan Asbab
an-nuzul (asbab an-nuzul). Alquran diturunkan untuk membimbing umat manusia
Patuhi prinsip-prinsip kehidupan, raih tujuan yang indah dan jalan yang lurus Ini
didasarkan pada iman kepada Allah dan pesannya. Beritahu secara bersamaan
peristiwa masa lalu, peristiwa terkini dan berita yang akan datang.
Pembahasan mengenai asbab al-nuzul ini sangat penting dalam pembahasan
ulum al-Quran, karena pembahasan ini merupakan kunci pokok dari landasan
keimanan terhadap pembuktian bahwa Alquran itu benar turunnya dari Allah SWT.
Pembahasan ini juga merupakan pembahasan awal dari Alquran guna melangkah
34
[Type here]
35
[Type here]
BAB II
PEMBAHASAN
7
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 790
36
[Type here]
seorang laki-laki, dia harus pergi mencari saksi terlebih dahulu? Nabi tetap dengan
keputusannya, yaitu apabila Hilâl tidak dapat menghadirkan empat orang saksi,
maka justru dia sendirilah yang akan dihukum. Karena tidak dapat berbuat apa-
apa lagi, maka Hilal berharap Allah akan menurunkan ayat yang akan
membebaskan dirinya dari hukuman karena dia merasa benar. Hilal berkata:
“Demi Allah, Dzat yang mengutus engkau dengan haq, sesungguhnya aku benar
dan mudah-mudahan Allah menurunkan sesuatu yang menghindarkanku dari
hukum cambuk”. Maka turunlah Jibril AS membawa surat An-Nur 6-9 sebagai
petunjuk bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah seperti ini.8
B. Redaksi Riwayat Tentang Asbabul Nuzul
Ada dua macam redaksi atau shighat asbabun nuzul:
1. Sharîhah
Shighat atau redaksi yang digunakan perawi secara tegas dan jelas menunjukkan
asbabun nuzul. Dinilai sharihah, apabila dalam meriwayatkannya perawi:
a) menggunakan kalimat ( كذا اآلية نزول سببsebab turun ayat ini adalah begini).
b) menggunakan fa’ sababiyah. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan
dengan maka. Misalnya perawi menyatakan: “telah terjadi peristiwa ini, maka
turunlah ayat ini”. Atau perawi menyatakan: “Rasulullah SAW ditanya tentang
masalah ini, maka turunlah ayat ini...”
(c) menceritakan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang suatu hal, lalu turun
wahyu dan beliau menjawab pertanyaan tersebut dengan wahyu tersebut tanpa
menggunakan kata sabab atau fa’ sababiyah, tetapi dipahami dari jawaban tersebut
bahwa pertanyaan yang diajukan itu merupakan sebab turunnya ayat.9
2. Muhtamalah
Shighat atau redaksi yang digunakan perawi tidak secara tegas dan jelas
menunjukkan asbabun nuzul, hanya mengandung kemungkinan asbabun nuzul.
Dinilai muhtamalah, apabila dalam meriwayatkannya perawi :
a. Menggunakan kalimat ( نزلت هذه اآلية يف كذاditurunkan ayat ini tentang hal ini). Kata
tentang (fi) tidak secara tegas menunjukkan sebab turun ayat, barangkali hanya
menyebutkan kandungan ayat atau makna ayat.
b. Menggunakan kalimat ( أحسˆˆب هˆˆذه اآليˆˆة نˆˆزلت يˆˆف كˆˆذاsaya kira ayat ini diturunkan
tentang hal ini)
8
Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya Ayatayat Al-Qur’an (Bandung:
Diponegoro, 1985), hlm. 343 dan lihat juga az-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm Al-Qur’an...I:111.
9
Az-Zarqâni, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm Al-Qur’an...I:107-108.
37
[Type here]
c. Menggunakan kalimat ( ما أحسب هذه اآلية نزلت إال يف كˆˆذاsaya tidak mengira ayat ini
diturunkan kecuali tentang hal ini) 10
38
[Type here]
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi patokan adalah lafadz yang
umum dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafadz yang
39
[Type here]
umum itu melampaui sebab yang khusus. Misalnya ayat Li’an yang turun
berkenaan dengan tuduhan Hilal bin Umayah kepada istrinya
40
[Type here]
tidak wajib dan tidak pula sunnah, paling tinggi mubah. Pertanyaan tersebut akan
terjawab dengan membaca keterangan dari Ummu al-Mu’minin ‘Aisyah R.A.
Diriwayatkan oleh Bukhâri dan Muslim bahwa ‘Aisyah RA meluruskan
pemahaman yang keliru dari ‘Urwah terhadap Surat Al-Baqarah ayat 158 tersebut.
Menurut ‘Urwah, seseorang yang melaksanakan haji atau umrah tidak berdosa
jika tidak melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa. Menurut ‘Aisyah ayat tersebut
turun berkenaan dengan kaum Anshâr, yang sebelum masuk Islam mengadakan
upacara keagamaan kepada berhala Manat, dan waktu melaksanakan ibadah haji
mereka enggan melakukan sa’i dari dua bukit kecil itu. Mereka menanyakan hal
itu kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami di zaman
jahiliyah berkeberatan untuk sa’i dari Shafa ke Marwah. Maka Allah SWT
menurunkan ayat (“Sesugguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari syi’ar
Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya..”)‘Aisyah RA tentang
sebab turun ayat ini, bahwa kalimat “tidak ada dosa baginya” bukan ditujukan
kepada perbuatan sa’inya tapi kepada tempatnya yaitu Shafa dan Marwah.
41
[Type here]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sebagian besar Alquran pada mulanya diturunkan untuk tujuan-tujuan yang
bersifat umum sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Namun, kehiupan para sahabat bersama Rasulullah SAW
telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara
mereka peristiwa khususyang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih
kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah SAW untuk
Sebagian besar Alquran pada mulanya diturunkan untuk tujuan-tujuan yang
bersifat umum sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia ini. Namun, kehiupan para sahabat bersama Rasulullah SAW
telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara
mereka peristiwa khususyang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih
kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah SAW untuk
mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka Alquran turun untuk peristiwa
khusus tau atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti inilah yang
dinamakan dengan asbab al nuzul.
Asbab an-nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat di pakai untuk
memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Alquran dan memberinya konteks
dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan ini hanya
melingkupi peristiwa pada masa Alquran masih turun (ashr at-tanzil). Dari segi
jumlah sebab dan ayat yang turun, asbab an-nuzul dapat kita bagi kepada;
Ta’addud Al-Asbab Wa Al-Nazil Wahid danTa’adud an-nazil wa al-asbab wahid.
Ungkapan-ungkapan atau redaksi yang di gunakan oleh para sahabat untuk
menunjukkan turunnya al-qur’an tidak selamanya sama. Redaksi itu secara garis
besar dikelompokkan dalam dua kategori yaitu Sarih (jelas) dan Muhtamilah
(masih kemungkinan atau belum pasti).Asbab an-nuzul mempunyai arti penting
dalan menafsirkan al-qur’an. Seseorang tidak akan mencapai pengertian yang baik
jika tidak memahami riwayat asbab an-nuzul suatu ayat. Pemahaman asbab an-
nuzul akan sangat membantu dalam memahami konteks turunnya ayat. Ini sangat
penting untuk menerapkan ayat-ayat pada kasus dan kesempatan yang berbeda.
42
[Type here]
43
[Type here]
DAFTAR PUSTAKA
44
[Type here]
Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Anggun Nur Indah S. (05040320073)
2. Marsilah Fardhila (05040320086)
3. Muhammad Burhanudin (05040320087)
4. Wisma Bayu S. (05040320097)
2020-2021
45
[Type here]
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ilmu Makky dan Madani”
sebagai tugas mata kuliah Studi Al Qur’an.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Makinuddin,
S.H, M. Ag. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Studi Al Qur’an yang telah memberikan
bimbingan kepada kami, sehingga makalah ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
Melalui makalah ini, kami berusaha memaparkan ilmu dalam mempelajari sejarah Al-
Qur’an, di mana pembahasan pada makalah ini lebih menekankan pada tahap-tahap Al-Qur’an
diturunkan, khususnya pembahasan pada kota atau tempat Al-Qur’an diturunkan yaitu di
Makkah dan di Madinah yang pada akhirnya muncul istilah Makky dan Madani. Tentu
pemahaman tentang Ilmu Makky dan Madani, menjadi penting untuk dikaji dan diteliti lebih
lanjut. Oleh sebab itu kami berharap makalah ini bisa bermanfaat khusunya dalam memahami
tentang Ilmu Makky dan Madani. Sebagai penyusun makalah ini, kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, kami selaku penyusun
senantiasa meminta kritik dan saran yang membangun, agar kami bisa memperbaiki penulisan
kami yang selanjutnya.
Penyusun
46
[Type here]
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
B. Klasifikasi Ayat dan Surah al-Quran dalam Kelompok Makki dan Madani
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Penutup
47
[Type here]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mempelajari Al-Qur’an merupakan hal wajib bagi umat Islam. Dalam kita
mempelajari tentang Al-Qur’an tentu tidak akan terlepas dari mempelajari sejarah ilmu
Al-Qur’an itu sendiri. Pengetahuan tentang sejarah ilmu Al-Quran tentu juga akan
mencakup pembahasan mengenai tahap-tahap Al-Qur’an itu diturunkan. Dalam kita
mempelajari tentang tahap-tahap Al-Qur’an diturunkan, tentu akan membuat kita
mengenal istilah “makiyyah” dan “madaniyyah”.
Istilah makkiyah dan madaniyah dalam Ulumul Qur’an menjadi penting untuk
kita pelajari. Karena dengan mengetahui tentang makkiyah dan madaniyah dalam Ulumul
Qur’an, maka secara tidak langsung kita dapat memperdalam ilmu tentang Al-Qur’an
khusunya pada tahapan-tahapan Al-Qur’an diturunkan.
Oleh sebab itu, pada pembahasan makalah ini, kita akan membahas tentang
makkiyah dan madaniyah, mulai dari pengertian hingga manfaat yang kita dapatkan bila
kita memahami lebih jauh tentang makkiyah dan madaniyah.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ilmu Makky dan Madani
2. Klasifikasi Ayat dan Surah al-Quran dalam Kelompok Makki dan Madani
48
[Type here]
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis kata al-Makky berasal dari kata “Makkah” dan al-Madany
berasal dari kata “Madinah”. Secara harfiah, al-Makky atau al-Makkiah berarti yang
bersifat Makkah atau yang berasal dari Makkah, sedangkan al-Madany atau al-Madaniah
berarti yang bersifat Madinah atau yang berasal dari Madinah. Maka ayat atau surah yang
turun di Makkah disebut dengan ayat-ayat al-Makkiah sedangkan yang diturunkan di
Madinah disebut dengan ayat-ayat al-Madaniah.
Secara sederhana dapat dipetakan perbedaan pendapat para pakar ulumul Qur’an
dalam mendefinisikan al-Makkiah dan al-Madaniyah tersebut, sebagai berikut:
1. Al-Makki adalah surah atau ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya, walaupun
setelah hijrah. Sedangkan al-Madani adalah surah atau ayat yang turun di Madinah dan
sekitarnya.
2. Al-Makki adalah ayat-ayat yang lebih khusus menyeru kepada penduduk Makkah
sedangkan al-Madani adalah ayat-ayat yang menyeru kepada penduduk Madinah.
3. Al-Makki adalah surah atau ayat yang turun kepada Nabi sebelum hijrah, sedangkan al-
Madani adalah surah atau ayat yang turun kepada Nabi setelah hijrah. Berdasarkan
definisi ini, maka ayat yang turun di Makkah setelah Nabi hijrah ke Madinah termasuk
dalam kategori ayat al-Madaniyah.
Perbedaan pendapat diatas terjadi disebabkan oleh berbedanya standard atau cara
pandang para ulama dalam menentukan definisi.
49
[Type here]
Diantara ketiga definisi diatas dan dari standard yang dipakai masing-masing,
nampak jelas yang paling masyhur adalah definisi terakhir, yaitu menentukan al-Makki
dan al-Madani berdasarkan waktu sebelum dan sesudah hijrah nabi, maka yang turun
sebelum hijrah adalah al-Makkiah, adapun sesudahnya maka al-Madaniah.
50
[Type here]
Untuk bisa membedakan ayat-ayat yang masuk pada kategori Makiyyah dan
Madaniyyah, para sarjana muslim merumuskan melalui cirri-ciri spesifik dalam
menguraikan kronologis al-Qur’an, dalam dua titik tekan dalam usahanya itu,yaitu titik
tekan analogi dan titik tekan tematis.
51
[Type here]
terdapat 29 surat yang diawali dengan al-ahraf al-muqatha’ah yaitu : Q.S. al-Baqarah, ali Imran,
al-An’am, Yunus, Hud, Yusuf, al-Ra’d, Ibrahim, al-Hijr, Maryam,Thaha, as-Syu’ara, al-Namh,
al-Qashash, al-Ankabut, al-Ruum, Luqman, al-Sajdah, Yasin, Shad, al-Mukmin, Fushilat/
Hamim as-Sajdah, al-Syura, al-Zukhruf, al-Dukhan, al-Jatsiyah, al-Ahqaf, Qaf, dan al-Qaham.
g. Surat atau ayat yang di awali atau di dalamnya terdapat kata-kata Alhamdulillah
( hamdalah ) dan kata-kata al-Hamd ( pujian ) lainnya, kecuali kata “ bihamdirabbika “ yang
terdapat pada Q.S. al-Baqarah :30 yang tergolong Madaniyyah.
2. Madaniyyah.
a. Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had.
b. Berisi sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-ankabut.
c. Mengandung uraian perdebatan dengan Ahli kitab ( Yahudi dan Nasrani ), yang berisi seruan
menuju islam, kecurangan terhadap kitab, tindakan mereka menjauhi kebenaran, kecuali Q.S. al-
An’am, al-Ra’d, al-Ankabut, al-Muddatstsir, dalam al-Qur’an kata “ ahlul kitab” di sebut
sebanyak 31 kali dalam 9 surat dan 31 ayat. Sedangkan “ utul kitab “dan “ atinal kitab “ terulang
sebanyak 10 surat dan 25 ayat.
2. Madaniyyah.
a. Mengungkap langkah-langkah orang-orang munafik, selain Q.S. al-Ankabut.
52
[Type here]
53
[Type here]
terakhir. Al-Qur’an adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi itu. Informasinya tidak
bisa dieagukan lagi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara etimologis kata al-Makky berasal dari kata “Makkah” dan al-Madany
berasal dari kata “Madinah”. Secara harfiah, al-Makky atau al-Makkiah berarti yang
bersifat Makkah atau yang berasal dari Makkah, sedangkan al-Madany atau al-Madaniah
berarti yang bersifat Madinah atau yang berasal dari Madinah. Maka ayat atau surah yang
turun di Makkah disebut dengan ayat-ayat al-Makkiah sedangkan yang diturunkan di
Madinah disebut dengan ayat-ayat al-Madaniah. Sedangkan menurut terminology al-
Makki wal-Madani berarti suatu ilmu yang secara kusus membahas tentang tempat,
waktu dan periode turunnya surah atau ayat al-Quran, baik di Makkah ataupun di
54
[Type here]
Madinah. Ayat atau surah yang turun pada periode Makkah disebut dengan al-Makkiah
dan ayat/surah yang turun pada periode Madinah disebut dengan al-Madaniyah. para
ulama’ membagi surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu Makkiyah dan
Madiniyyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing
kelompoknya. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat,
sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian ulama’ lain mengatakan bahwa jumlah
surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyyah ada 30 surat.
Ciri-ciri Makiyyah
Didalamnya terdapat ayat sajdah.
Ayat-ayatnya di mulai dengan kata-kata “ Kalla.”
Ciri-ciri Madaniyyah
Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had.
Berisi sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-ankabut.
Urgensi Mempelajari Al-mkakky dan Al-madany
Membantu dalam menafsirkan Al-Qur’an
Pedoman bagi langkah-langkah dakwah
Member informasi tentang sirah kenabian
B. SARAN
Dari uraian makalah ilmu makki dan madani ini, maka tidak tertutup
kemungkinan lepas dari kesalahan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran perbaikan makalah Ulumul Quran. Demi kesempurnaan makalah
selanjutnya. Penulis berharap dengan terbitnya karya tulis Makalah Ilmu Makki dan
Madani sekiranya dapat menjadi tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi para
pembaca. Dan penulis pun juga berharapagar kita semua bisa menjadikan Al-Quran
sebagai pedoman hidup kita sehingga bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
55
[Type here]
DAFTAR PUSTAKA
https://catatanmetalsa.blogspot.com/2014/11/pengertian-al-makky-dan-al-
madany.html
https://slideplayer.info/slide/13770296/#:~:text=Makkiyah%20adalah%20ayat
%20yang%20turun,setelah%20Nabi%20Hijrah%20ke%20Medinah.&text=Hanya
%20dengan%20batasan%20sebelum%20dan,di%20antara%20dua%20masa%20itu
56
[Type here]
MAKALAH
STUDY AL QURAN
ILMU NASIKH DAN MANSUKH
Dosen Pengampu: Dr. H. Makinuddin,S.H,MAg
Disusun oleh :
1) ELISA FEBRILIA (05040320077)
2) NOVIE NURYANINGSIH (05040320090)
3) RAWENDRA AHMAD FAUZ (05040320092)
4) FENDA SEPTYA ANGGARA (05040320081)
57
[Type here]
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan kenikmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang ditentukan. Shalawat dan
salam semoga elalu dilimpahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “ILMU NASIKH DAN MANSUKH” ini disusun guna
memenuhi tugas dari mata kuliah STUDY AL QUR’AN. Tak lupa ucapan
terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah
kami dapat terselesaikan dengan baik.Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna baik dalam segi bahasa,penyusunan, maupun pengetikannya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk kami terkait makalah ini agar kami bisa menyusun makalah
Sekali lagi kami selaku penulis mengucapkan maaf dan terimakasi dan memohon maaf sebesarbesarnya
kepada para pembaca makalah ini.
Penyusun,
58
[Type here]
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………...…………………………………………...1
A.LATAR BELAKANG………………………………………………………………….………1
B.RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………….……1
C.TUJUAN ………………………………………………………………………….……………1
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………2
A. PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH…………………………….…………..….2
B. RUKUN DAN SYARAT NASIKH………’………………..……………………………2
C. JENIS-JENIS NASKH…………………………………………………………….……..3
D. MACAM-MACAM NASIKH………………………………………………….………..4
E. BENTUK-BENTUK NASIKH…………………………………………………/……….4
F. KEDUDUKAN DAN HIKMAH KEBERADAAN NASKH……………………………5
G. CARA MENGETAHUI NASIKH DAN MANSUKH…………………..………………6
BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………………………………7
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………………….7
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….8
59
[Type here]
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dari awal hingga akhir, al-Qur'an merupakan kesatuan utuh. Tak ada pertentangan satu
dengan lainnya. Masing-masing saling menjelaskan bagian satu pada yang lain. Dari segi
kejelasan, ada empat tingkat pengertian. Pertama, cukup jelas bagi setiap orang. Kedua, cukup
jelas bagi yang bisa berbahasa Arab. Ketiga, cukup jelas bagi ulama/para ahli, dan keempat,
hanya Allah yang mengetahui maksudnya.
Dalam al-Qur'an dijelaskan tentang adanya induk pengertian hunna umm al-kitab yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan-ketentuan induk itulah yang senantiasa harus
menjadi landasan pengertian. sejalan dengan sistematisasi interpretasi dalam ilmu hukum,
hubungan antara ketentuan undang-undang yang hendak ditafsirkan dengan ketentuan-
ketentuan lainnya dari undang-undang tersebut maupun undang-undang lainnya yang
sejenis, yang harus benar-benar diperhatikan supaya tidak ada kontradiksi antara satu ayat
dengan ayat lainnya.
Dalam ilmu tafsir ada yang disebut asbab al-nuzul, yang mempunyai unsur historis cukup
nyata. Dalam kaitan ini para mufassir memberi tempat yang cukup tinggi terhadap
pengertian ayat al-Qur'an. Dalam konteks sejarah yang menyangkut interpretasi itulah kita
membicarakan masalah nasikh-mansukh.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Nasikh dan Mansukh?
2. Apakah rukun dan syarat naskh?
3. Apa saja jenis–jenis naskh?
4. Bagaimana kedudukan dan hikmah keberadaan naskh?
5. Bagaimana cara mengetahui naskh dan Mansukh?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Naskh
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Mansukh
3. Untuk Mengetahui pendapat para ulama megenai Naskh dan Mansukh
4. Untuk mengetahui pembagian yang terdapat didalam Naskh
60
[Type here]
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Nasikh-Mansukh berasal dari kata naskh. Dari segi etimologi, kata ini dipakai untuk beberapa
pengertian:
a. Nasikh, dapat bermakna ‘izalah (menghilangkan).
b. Nasikh dapat bermakna tabdil (mengganti/menukar).
c. Nasikh dapat bermakna tahwil (memalingkan).
d. Nasikh dapat bermakna menukilkan dari suatu tempat ke tempat yang lain. [1]
Diantara pengertian etimologi itu ada yang dibakukan menjadi pengertian terminologis.
Perbedaan terma yang ada antara ulama mutaqaddim dengan ulama mutaakhkhir terkait pada
sudut pandangan masing-masing dari segi etimologis kata naskh itu.
Ulama mutaqaddim memberi batasan naskh sebagai dalil syar'i yang ditetapkan kemudian, tidak
hanya untuk ketentuan/hukum yang mencabut ketentuan/hukum yang sudah berlaku
sebelumnya, atau mengubah ketentuan/hukum yang pertama yang dinyatakan berakhirnya
masa pemberlakuannya, sejauh hukum tersebut tidak dinyatakan berlaku terus menerus, tapi
juga mencakup pengertian pembatasan bagi suatu pengertian bebas (muthlaq). Juga dapat
mencakup pengertian pengkhususan (makhasshish) terhadap suatu pengertian umum ('am).
Bahkan juga pengertian pengecualian (istitsna).
Sebaliknya ulama mutaakhkhir memperciut batasan-batasan pengertian tersebut untuk
mempertajam perbedaan antara nasikh dan makhasshish, muqayyid, dan lain sebagainya,
sehingga pengertian naskh terbatas hanya untuk ketentuan hukum yang datang kemudian,
untuk mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan ketentuan hukum yang
terdahulu, sehingga ketentuan yang diberlakukan ialah ketentuan yang ditetapkan terakhir
dan menggantikan ketentuan yang mendahuluinya. Dengan demikian tergambarlah, di satu
pihak naskh mengandung lebih dari satu pengertian, dan di lain pihak dalam perkembangan
selanjutnya naskh membatasinya hanya pada satu pengertian.
61
[Type here]
1. Adat naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah
ada.
2. Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya,
nasikh itu berasal dari Allah, karena Dialah yang membuat hukum dan menghapusnya.
3. Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan, yang dihapuskan, atau dipindahkan.
4. Mansukh ‘anh, yaitu orang yang dibebani hukum.
Adapun syarat-syarat naskh:
1. Yang dibatalkan adalah hukum syara’.
2. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’.
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti
perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti dinasikh setelah selesai melaksanakan
puasa tersebut.
4. Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian.
C. JENIS-JENIS NASKH
Masalah pertama yang ingin disoroti dalam bagian ini ialah adanya naskh antara satu
syari'at dengan syari'at lainnya. Ini terjadi sebagaimana dapat kita amati antara syari'at hukum
agama Islam dengan syari'at Nabi Isa as yang lebih dahulu ada. Dalam hubungan ini, dapat
kita katakan bilamana kita mengikrarkan Islam sebagai syari'at, dengan sendirinya kita
mengaku adanya naskh, karena syari'at-syari'at sebelumnya tidak akan kita anut lagi dan
semua hukumnya pun tidak akan kita berlakukan, sepanjang tidak dikukuhkan kembali oleh
syari'at Nabi Muhammad saw.
Jika sudah melihat adanya nasikh-mansukh antar syari'at, di dalam satu syari'at juga
terjadi nasikh-mansukh antara hukum yang satu dengan hukum yang lainnya. Kembali pada
syari'at Islam sendiri, akan menemui beberapa kasus. Seperti Sesudah hijrah ke Madinah, kaum
Muslim masih berkiblat ke arah Bait al-Muqaddas. Sekitar enam bulan kemudian, Allah
menetapkan ketentuan lain. Keharusan berkiblat ke arah Bait al-Haram[5]. Ini berarti terjadi
nasikh-mansukh dalam hukum kiblat. Kasus-kasus yang digambarkan di atas, semuanya
menyangkut bidang ibadat. Di bidang lain ada pula perubahan-perubahan yang menyangkut
ketentuan hokum pembelaan diri, tentang minuman keras dan sebagainya.
Dari seluruh kasus-kasus tersebut berimplikasi bahwa memang terbukti adanya nasikh-mansukh
yang sifatnya intern dalam syari'at Islam. Beberapa ketentuan hukum yang sudah berlaku,
kemudian dicabut atau berakhir masa pemberlakuannya dan diganti dengan ketentuan hukum
lain.
Jenis nasikh-mansukh yang diuraikan diatas, menyangkut segi formalnya. Jenis lain yang
menyangkut segi materialnya, ada yang bersifat eksklusif (sharih) dan inklusif (dlimmi).
62
[Type here]
Untuk yang bersifat sharih, nasikh itu langsung menjelaskan mansukhnya, misalnya hukum
kiblat. Ketentuan yang nasikh (pengganti) ditetapkan secara jelas. Sedangkan contoh lain
misalnya hukum ziarah kubur. Didalam hadits disebutkan, pernah dilarang dalam
melakukan ziarah kubur. Selanjutnya, ayat itu ternasikh oleh ayat yang membolehkannya
seorang ziarah kubur. Berbeda dengan hal tersebut diatas, nasikh yang bersifat dlimmi
tidak memuat penegasan didalamnya bahwa ketentuan yang mendahuluinya tercabut, tetapi
isinya cukup jelas bertentangan dengan ketentuan yang mendahuluinya.
D. MACAM-MACAM NASIKH
1. Al-Quran dinasikhkan dengan Al-Quran
Ulama Sepakat Mengatakan ini diperbolehkan. Demikian juga mengenai jatuhnya. Umpama
menurut ayat masa iddah bagi perempuan itu lamanya satu tahun. Ayat iddah ini ternasikhkan
oleh ayat lain. Masa iddah itu cukup empat bulan sepuluh hari.
2. Al-Quran dinasikhkan dengan Sunnah
Yang termasuk dalam hal ini, terdapat dua macam definisi, yaitu:
Pertama, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Ahad. Menurut jumhur tidak diperbolehkan,
karena Al-Quran itu mutawatir, harus diyakini. Sedangkan hadist ahad masih diragukan.
Kedua, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Mutawatir. Hal ini diperbolehkan menurut imam
malik, abu hanifah dan ahmad bin hambal.
3. Sunnah dinasikhkan dengan Al-Quran
Ini diperbolehkan menurut jumhur. Menghadap sembahyang ke baitul mukaddis itu ditetapkan
oleh sunnah, sedangkan di dalam Al-Quran tidak ada yang menunjukkan demikian itu. Di sini
dinasikhkan oleh Al-Quran QS 2:144.
4. Sunnah dinasikhkan dengan Sunnah
Yang termasuk golongan ini ada empat macam, yaitu:
1. Mutawatir dinasihkan dengan mutawatir pula.
2. ahad dinasihkan dengan ahad pula.
3. ahad dinasikhkan dnegan mutawatir.
4. mutawatir dinasikhkan dengan ahad.
E. BENTUK-BENTUK NASIKH
Nasikh di dalam Al-quran terdapat tiga bentuk, yaitu:
63
[Type here]
َصابِرُونَ يَ ْغلِبُوا ِماَئتَ ْي ِˆن َوِإن يَّ ُكن ِّم ْن ُك ْم ِماَئةٌ يَ ْغلِبُوا َأ ْلفًا ِّمنَ الَّ ِذين
َ َض ْال ُمْؤ ِمنِينَ َعلَى ْالقِتَا ِل ِإن يَ ُكن ِّمن ُك ْم ِع ْشرُون
ِ يَآَأيُّهَا النَّبِ ُّي َح ِّر
ََكفَرُوا بَِأنَّهُ ْم قَوْ ٌم الَ يَ ْفقَهُون
Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah selanjutnya.
ُف يَ ْغلِبُوا َأ ْلفَي ِْن بِِإ ْذ ِن هللاِ َوهللا
ٌ صابِ َرةٌ يَ ْغلِبُوا ِماَئتَ ْي ِن َوِإن يَ ُك ْن ِّم ْن ُك ْم َأ ْل َ ْالَئانَ خَ فَّفَ هللاُ عَن ُك ْم َو َعلِ َم َأ َّن فِي ُك ْم
َ ٌض ْعفًا فَِإن يَ ُكن ِّمن ُكم ِّماَئة
ََم َع الصَّابِ ِرين
3. Menasikhkan tilawah disamping tetapnya hukum.
Contoh: lafazh ayat rajm, disebutkan oleh sebagian riwayat dengan bunyi:
ِ ال َّش ْي ُخ َوال َّش ْي َخةُ ِإ َذا َزنَيَا فَارْ ُج ُموهُ َما ْالبَتَّةَ نَ َكاالً ِمنَ هللاِ َو هللاُ ع
َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم
Laki-laki tua dan perempuan tua apabila berzina, maka rajamlah keduanya. Pembalasan itu pasti
dari Allah. Dan Allah itu maha Gagah lagi Maha Bijaksana. [8]
Hikmah Keberadaan Naskh Menurut Manna Al-Oaththan terdapat empat ketentuan naskh, yaitu:
64
[Type here]
65
[Type here]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Nasikh menurut bahasa yaitu mengaitkan kepada arti yang hilang. Nasikh mengandung beberapa
makna yaitu: menghilangkan, mengganti, memalingkan, dan menukilkan. Sedangkan menurut
istilah, ialah membuang hukum syar’i dengan kitab syar’i. Ulama’ mutaqoddim memberi batasan
naskh sebagai dalil syar’i yang ditetapkan kemudian, tidak hanya untuk ketentuan-ketentuan
hukum, tapi juga mencakup pengertian pembatasan bagi suatu pengertian bebas. Sebaliknya
ulama’ mutaakhir memperciut batasan-batasan pengertian tersebut untuk mempertajam
perbedaan antara nasikh, mukhossim, dan muqoyyid sehingga pengertian naskh terbatas hanya
untuk ketentuan hukum yang datang kemudian.
Adapun bagaimana cara mengetahui nasikh adalah harus melalui banyak jalan, diantaranya:
naskh yang sharih dari Rosulullah SAW, keterangan para sahabat, perlawqanan yang tidak dapat
dikompromikan, serta diketahui tarih turunnya ayat-ayat itu. Masalah nasikh bukanlah sesuatu
yang berdiri sendiri. Ia merupakan bagian yang berada dalam disiplin ilmu tafsir dan ilmu ushul
fiqih.
66
[Type here]
DAFTAR KEPUSTAKAAN
file:///C:/Users/User/Downloads/makalah%20ovi%20(2).pdf
http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/10/makalah-studi-quran-nasikh-dan-mansukh.html
http://digilib.uinsgd.ac.id/21405/41/BAB%20I.pdf
67
[Type here]
MAKALAH
MUNASABAH AL QUR’AN
Disusun Oleh :
1. Ach. Irfa'udin (05040320070)
2. Anisatul Wardah (05040320074)
3. Ghilang Muhammad Pratama Putra (05040320082)
4. Sekar Arum Mumpuni Jaya (05040320093)
Dosen Pengampu :
KATA PENGANTAR
68
[Type here]
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayahnya sehingga dapat kami menyusun makalah mengenai Alam
Pikiran Manusia Dan Perkembangannya tepat pada waktunya. Maklah ini kami
susun guna untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Studi Al Qur’an.
Dalam pengumpulan data, kami di bantu oleh berbagai pihak yang terkait
termasuk sesama rekan mahasiswa lainnya. Atas terselesainya makalah ini kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Studi Al Qur’an.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, kami mengharap kritikdan saran
demi perbaikan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua khususnya kelompok kami.
Kelompok 06
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….…. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..….. ii
BAB I PENDAHULUAN …………………...………………………….…..……... 1
69
[Type here]
BAB II PEMBAHASAN…………………………………....……………....……..2
BAB III PENUTUP……………………………….....…………………..……….. .7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al – Qur’an adalah suatu mukjizat, pedoman, tolak ukur, petunjuk
yang di turunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Al – Qur’an pula yang
isinya kalam Allah Swt yang mana akan menjadi pegangan umat islam
sampai hari kiamat. Pesan dalam Al – Qur’an sendiri perlu di pahami utuh
bukan hanya dengan pemahaman parsial.
Tentu saja dengan apa yang telah di jelaskan beberapa di atas maka
dalam Al – Qur’an sendiri memiliki beberapa koherensi dan kolerasi ayat
70
[Type here]
– ayat. Maka dari itu mncul ilmu munasabah, yang mana dengan adanya
ilmu munasabah ini bakal menyatukan ayat – ayat yang terpisah. Adanya
ilmu Munasabah sendiri Menurut Qurasih Shihab, prinsip memersatukan
ayat – ayat dengan tema pokok suratnya kini merupakan pandangan
jumhur ulama tafsir. Usaha – Usaha ulama dalam membuktikan kebenaran
begitu banyak, Walaupun kadar keberhasilannya bermacam – macam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Ilmu Munasabah ?
2. Bagaimana Latar Belakang munculnya Ilmu Munasabah?
3. Apa saja Macam – macam Munasabah dalam Al – Qur’an ?
4. Apa dasar Munasabah dalam Al – Qu’an ?
5. Apa Faedah Ilmu Munasabah ?
6. Bagaimana Urgensi Munasabah dalam penafsiran Al – Qur’an?
C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui Ilmu Munasabah
2. Agar mengetahui Latar belakang munculnya Ilmu Munasabah
3. Agar mengetahui macam – macam Ilmu munasabah
4. Agar mengatahui dasar munasabh dalam Al – Qur’an
5. Agar mengetahui faedah Ilmu Munasabah
6. Agar mengetahui Urgensi Munasabah dalam penafsiran Al – Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Munasabah
Secara etimologi, ”munasabah” semakna dengan “musyakalah” dan
“muraqobah”, yang berarti serupa dan berdekatan atau hubungan atau
relevansi, Ialah hubungan antara ayat / surat satu dengan ayat / surat yang
sebelumnya atau sesudahnya. As – Suyuti berpendapat al munasabah berarti al
mushakalah ( keserupaan ) dan al muqarabah ( kedekatan).
Secara istilah munasabah atau ilmu tanasub al – ayat wa as – suwar adalah
ilamu untuk mengetahui alasan – alasan penerbitan dari bagian – bagian Al –
Qur’an yang mulia. Sehingga munasabah dapat diartikan sebagai ilmu atau
pengetahuan yang membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai
sisinya. Tokoh yang memelopori munasabah adalah Abu Bakar an-Naysaburi.
Beliau adalah soerang alim berkebangsaan Irak yang sangat ahli ilmu syariah
71
[Type here]
dan kesustraan Arab. Selain itu, ada pula Abu Ja’far bin Zubair dengan
karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar a l-Qur’an”, Burhanuddin
Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi Tatanasub A l-Ayi wa
As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub
As-Suwar”.
Ilmu munasabah menjelaskan tentang segi hubungan antara beberapa ayat
atau beberapa surat Al – Qur’an. Untuk pengertihan munasabah ini tidak
hanya sesuai dalam arti sejajar dan pararel saja, melainkan yang
kontradiksipun termasuk munasabah. Karena ayat – ayat Al – Qur’an itu
kadang – kadang merupakan Takhsis (pengkhususan) dari ayat – ayat yang
umum.
B. Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah
Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari
kenyataan bahwa bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana terdapat
dalam Mushaf Utsmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis
turunnya Al-Qur’an. Itulah sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan
ulama-ulama salaf tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Pendapat
pertama bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan
kedua berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat
setelah mereka bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat
adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan
pertama, kecuali surat Al-Anfal dan Al-Bara’ah yang dipandang bersifat
ijtihadi. Pendapat pertama didukung antara lain oleh Al-Qadi Abu Bakar
dalam satu pendapatnya, Abu Bakar Ibn Al-Anbari, Al-Kirmani, dan Ibn
Al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh Malik, Al-Qadi Abu Bakar dalam
pendapatnya yang lain, dan Ibn Al-Faris. Pendapat ketiga dianut oleh Al-
Baihaqi. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah adanya mushaf-mushaf
ulama salaf yang urutan suratnya bervariasi. Ada yang menyusunya
berdasarkan kronologis turunnya, seperti Mushaf Ali yang dimulai dengan
ayat iqra’, sedangkan ayat lainya disusun berdasarkan tempat turunya
Makki kemudian Madani. Adapun Mushaf Ibnu Mas’ud dimulai dengan
surat Al-Baqarah, kemudian An-Nisa’, lalu surat Ali Imran.
Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika ini, wajarlah jika
masalah korelasi Al-Qur’an kurang mendapat perhatian dari para ulama’
yang menekuni Ulum Al-Qur’an. Tokoh yang disebut-sebut sebagai orang
yang pertama yang melopori keberadaan Ilmu Munasabah ialah Abu Bakar
An-Naisaburi, seorang alim bekebangsaan Irak yang sangat ahli dalam
ilmu syariah dan kesustraan arab. Dalam berbagai kesempatan
perbincangan ayat Al-Qur’an, An-Naisaburi konon selalu
mempertanyakan perihal segi hubungan antara bagian demi bagian dan
antara ayat demi ayat Al-Qur’an, serta selalu mempertayakan apa hikmah
yang terjadi di balik rangkaian ayat yang seperti ini? Namun kitab tafsir
An-Naisaburi yang dimaksud sukar dijumpai sekarang. Sebagaimana
72
[Type here]
73
[Type here]
74
[Type here]
75
[Type here]
relevansinya dengan ayat atau surat yang lainnya. Ada pula yang berpendapat,
bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Hanya memang sebagian besar ayat-ayat
dan surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Di samping itu, ada pula
yang berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan
ayat yang lainnya, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu suarat
dengan surat yang lain.
E. Faedah Ilmu Munasabah
Secara umum, ada empat hal yang menunjukkan pentingnya kajian
tentang munasabah dalam Al-Qur’an:
1. Mengetahui kolerasi antara ayat dengan ayat atau surah dengan surah
menunjukkan, bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh
tersusun secara sistimatis dan berkesinambungan, walaupun diturunkan
secara terpisah-pisah dalam rentang waktu sekitar 23 tahun. Hal ini akan
memperkuat keyakinan, bahwa Al-Qur’an merupakan mukjizat dari Allah
swt.
2. Munasabah memperlihatkan keserasian susunan redaksi ayat-ayat maupun
kalimat-kalimat Al-Qur’an sehingga keindahannya dapat dirasakan
sebagai hal yang sangat luar biasa bagi orang yang memiliki dhauq’araby.
3. Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik
antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surah-surahnya yang satu
dengan yang lain, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan
pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an, dan memperkuat keyakinan
terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya. Karena itu, ‘Izzud Abd. Salam
mengatakan, bahwa Ilmu Munasabah itu adalah ilmu yang baik sekali.
Ketika menghubungkan kalimat yang satiu dengan kalimat yang lain,
beliau mensyaratkan harus jatuh pada hal-hal yang berkaitan betul, baik di
awal maupun di akhirnya.
4. Dengan Ilmu Munasabah akan sangat membantu dalam menafsirkan ayat-
ayat Al-Qur’an, setelah di ketahui hubungan sesuatu kalimat atau sesuatu
ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, terutama terhadap ayat-ayat yang
tidak memiliki sabab an-nuzul, sehinnga dalam menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an sangat mempermudah pengistimbatan hukum-hukum atau isi
kandungannya.
76
[Type here]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Munasabah adalah ilmu ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang
hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya. Cara mengetahui munasabah adalah
dengan cara mencari terlebih dahulu topik yang dibicarakan diayat tersebut,
mencari sub-bab dari topik dan mencari unsur-unsur dari subtopik. Urgensi dan
manfaat dari ilmu munasabah adalah sebagai pendukung ilmu tafsir,
mengokohkan pembicaraan yang satu dengan yang lain, membantu dalam
pentakwilan pemahaman dengan baik dan cermat, dapat mengetahui kesesuaian
antar ayat dan antar surat, dann lain sebagainya.
77
[Type here]
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43116/1/BUKU
%20DISKURSUS%20MUNASABAH%20ALQURAN%20DALAM
%20TAFSIR%20AL-MISHBAH%20BY%20HASANI.pdf
http://makalahkampus15.blogspot.com/2017/10/makalah-studi-quran-
munasabah-al-quran.html
78
[Type here]
Makalah
Studi Al-Qur’an
Dosen Pengampu:
Oleh:
Taufiqurrhman
Muhammad Farid
SEMESTER 2
2021
79
[Type here]
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr-Wb
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas liampahan nikmat yang
selalu diberi-Nya kepada kita. Juga solawat serta salam semoga tetap
tersembahkan kepada Nabi akhiruzzaman yang telah memberi jalan yang hak
terhadap kita sebagai ummat manusia.
Wassalamualaikum Wr-Wb
Penulis
80
[Type here]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab. Maka dari itu, untuk
memahami hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan
pemahaman dalam kebahasaan. Para ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh,
telah mengadakan penelitian secara sesama dan secara cermat terhadap nash-nash
al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi
pedoman umat Islam supaya bisa memahami kandungan al-Qur’an dengan baik
dan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah
Ilmu muhkam wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara
yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak
berhubungan. Oleh karena itu, suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-
Qur’an begitu penting posisinya. Di sisi lain muhkam dan mutasyabih adalah
Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam sejarah penafsiran
Al-Qur’an, karena perbedaan interpretasi/penafsiran antar ulama mengenai
hakikat muhkam dan mutasyabih.
B. Rumusan masalah
81
[Type here]
C. Tujuan Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
82
[Type here]
Dengan demikian al-Muhkam adalah ayat yang sudah jelas dari segi makna
dan lafadznya, serta mudah difahami. Sedangkan al-Mutasyabih adalah ayat-ayat
yang masih bersifat global dan membutuhkan ta’wil serta sukar untuk difahami.
11
Anwar, Rosihon. 2012. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
83
[Type here]
1. Al-Muhkam
a. Ayat-ayat yang membatalkan ayat lain
b. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat lain
c. Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang harus diimani dan diamalkan
2. Al-Mutasyabih
a. Ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat
b. Ayat-ayat yang dpat diketahui maknanya sarana bantu baik itu dengan ayat
muhkan atau hadist
c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya ,
seperti do’a Rasulallah untuk Ibnu Abbas “yaa Allah karuniailah ia ilmu
yang mendalam mengenai ilmu agama dan limpahkanlah pengetahuan
tentang ta’wil kepadanya”12
12
Ibid.
84
[Type here]
Sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT
menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari
yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang
Mutasyabih.
13
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1993. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta:Bulan Bintang.
85
[Type here]
1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai
berikut:14
a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib
2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-
sifat hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak
terjangkau oleh pikiran manusia.
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek,
sebagai berikut:
14
Ibid.
86
[Type here]
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar
dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
d. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu
perbuatan. Contohnya, dalam ayat 102 surat Ali Imran:
1. Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia,
kecuali Allah SWT. Contoh:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang
mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (QS. al-An’am: 59)
2. Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal,
menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang
tertib.
3. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains,
bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan
15
Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Quran. Bandung:Remaja Rosdakarya.
87
[Type here]
yang hanya diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu
pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
al-Muhkam adalah ayat yang sudah jelas dari segi makna dan lafadznya, serta
mudah difahami. Sedangkan al-Mutasyabih adalah ayat-ayat yang masih bersifat
global dan membutuhkan ta’wil serta sukar untuk difahami.
88
[Type here]
3. Al-Muhkam
d. Ayat-ayat yang membatalkan ayat lain
e. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat lain
f. Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang harus diimani dan diamalkan
4. Al-Mutasyabih
e. Ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat
f. Ayat-ayat yang dpat diketahui maknanya sarana bantu baik itu dengan ayat
muhkan atau hadist
Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya , seperti do’a
Rasulallah untuk Ibnu Abbas “yaa Allah karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai
ilmu agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya”
B. Saran
Selaku penulis kami sangat menyadari bahwa makalah yang sederhana ini
masih sangat jauh dari kata sempurna dan di dalamnya terdapat banyak kesalahan
yang mungkin tidak disadari oleh penulis. Maka dari itu kami sebagai penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini kepada
para pembaca pada umumnya dan kepada dosen pengampu pada khususnya.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
89
[Type here]
MAKALAH
I’JAZ AL-QUR’AN
STUDI AL-QUR’AN
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
SEMESTER 2
2021
KATA PENGANTAR
90
[Type here]
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt penguasa seluruh alam semesta atas rahmat dan
karunianya penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta salam kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berjudul I’jaz Al-Qur’an untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Al-
Qur’an dengan tepat waktu. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis berterimakasih
kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan dan mendukung selalu. Tidak lupa juga kami
bertemikasih kepada Bapak Dosen Dr. H. Makinuddin, S.H, M. Ag. yang telah memberikan
pengetahuan tentang Studi Al-Qur’an. Dan juga berterimakasih kepada teman serta sahabat yang
telah telah memberikan sebagian pengetahuannya kepada penulis.
Penulis juga menyadari makalah masih jauh dari kata sempurna. Karena itu, kritik dan
saran yang membangun semoga menambah peningkatan bagi penulis. Semoga saja makalah ini
bisa bermanfaat bagi pembaca,dan menjadi amal sholeh bagi kita semua.
Penulis
91
[Type here]
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MAKALAH
BAB II
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
92
[Type here]
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
I’jāz Alqurān sebagai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw, menjadi populer untuk digunakan dalam menggungulkan Alqurān dari teksteks
lain pada budaya Arab bahkan mukjizat-mukjizat Nabi lain sebelum Nabi
Muhammad. Menurut Quraish Shihab, pembicaraan mengenai mukjizat Alqurān
adalah tentang bagaimana mukjizat (bukti kebenaran) itu datang dari dalam Alqurān
itu sendiri, bukan kebenaran yang datang dari luar atau faktor luar. Para ulama
berpendapat bahwa Alqurān dapat difahami sebagaimana keseluruhan dari firman
Allah tersebut, tetapi juga dapat bermakna dari sepenggal ayat-ayat dalam Alqurān
itu sediri.
, I’jaz adalah bagaimana karakteristik teks yang membedakannya dari teks-
teks lain dalam kebudayaan, dan yang menjadikannya lebih unggul daripada teks-
teks tersebut. Sedangkan Manna al-Qaththan mendefinisikan i’jaz ialah kenampakan
kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai Rasul, dengan menampakkan
kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu al-Qur’an,
dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah i’jaz Al-Qur’an?
2. Apa pengertian mu’jizat?
3. Apa saja macam-macam mu’jizat ?
4. Hikmah apa saja yang dapat di ambil?
C. TUJUAN MAKALAH
Untuk menambah wawasan kita tentang i’jaz Al-Quran dan memahami apa
macam-macam mu’jizat dan hikmah apa saja yang dapat kita ambil dari materi i’jaz
Al-Quran ini.
93
[Type here]
BAB II
PEMBAHASAN
I’JAZ AL-QURAN
94
[Type here]
95
[Type here]
96
[Type here]
yang diutarakan oleh lawan, biasanya permasalahan yang dibahas adalah masalah
teologi. Model lain I’jaz pada masa awal ini adalah penyampaian berita-berita gaib
dan kabar-kabar masa dahulu yang pada masa itu sangat sulit untuk ditemukan.
Kecondongan I’jaz ini sampai pada masa al-Jahiz dan ath-Thabari. Salah satu yang
cukup menarik adalah konsep sharfah yang dikeluarkan oleh an-Nazhzham, seorang
tokoh Muktazilah.
Masuk ke masa Abu al-Hasan ar-Rummani, konsep I’jaz lebih condong kepada
dunia Balaghah. Ar-Rummani adalah tokoh pertama yang menggunakan istilah
“I’jaz” yang disandingkan dengan lafal “Alquran”. Ar-Rummani menegaskan bahwa
balaghah Alquran berada pada puncak keindahan, sementara manusia hanya mampu
mencapai tingkat balaghah yang paling rendah. Seiring berkembangnya masa,
muncul tokoh-tokoh I’jaz Alquran yang pembahasan Balaghah semakin terfokus.
Seperti al-Baqillani yang fokus I’jaz-nya pada uslub (gaya bahasa) Alquran. Ahli
Balaghah lain yang menjadi sorotan adalah Abdul Qahir al-Jurjani yang
mengemukakan konsep nadzm dalam I’jaz Alquran. Menurutnya, I’jaz Alquran
terletak pada pemilihan kata (diksi) lalu menyusunnya dengan pola tertentu hingga
tampak makna yang dimaksudkan. Al-Jurjani merupakan bapak strukturalisme yang
pertama kali mengemukakan secara final konsep penataan dan susunan (nazhm)
Alquran.
Pada masa berikutnya muncul Muhammad Abduh dengan tafsirnya al-Manar
dan kitab teologinya Risalah Tauhid. I’jaz Abduh tidak terpaku dengan kajian
Balaghah yang menurutnya begitu rumit. Abduh mencoba memperkenalkan
pandangan baru dalam pemahaman I’jaz Alquran. Fokus yang diambil Abduh lebih
kepada bagaimana Alquran menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat muslim,
layaknya seperti pada zaman Nabi dan para sahabat yang menjadikan Alquran
sebagai sumber inspirasi. Hal ini terbukti dengan tafsirnya yang bercorak al-adab al-
ijtima’iy (civil society: orientasi kepada masyarakat).
Namun pada periode berikutnya muncul nama Sayyid Quthub yang
mengembalikan kembali pemahaman I’jaz Alquran ke dalam dunia Balaghah.
Menurutnya, Alquran mengungkapkan dengan gambaran konkrit imajinatif terhadap
makna-makna abstrak, suasana jiwa, pemandangan yang terlihat, dalam setiap uslub-
97
[Type here]
uslub-nya. Sehingga berpengaruh terhadap jiwa pendengar. Hal yang hampir serupa
muncul pada masa Aisyah Abdurrahman bintu Syathi. Dalam kajian I’jaz-nya, Bintu
Syathi (nama pena) mengemukakan bahwa I’jaz Alquran bukan hanya sekedar
keterkaitan antar kata, diksi, ataupun uslub-uslubnya. I’jaz Alquran yang
dikemukakan hingga mencapai tataran huruf-hurufnya, semisal adalah huruf qasam
(sumpah).
Berikutnya, karya dalam hal I’jaz Alquran pada masa sekarang adalah karya
M. Quraish Shihab. Di dalamnya terdapat tiga pembahasan I’jaz yang dikemukakan
oleh Quraish Shihab yakni dalam tataran bahasa, isyarat ilmiah, dan pemberitaan
gaib. Hal baru yang diajukan oleh Quraish Shihab adalah bahwa Alquran
mengandung isyarat-isyarat ilmiah yang ternyata banyak tersingkap dalam
perkembangan zaman. Bahkan hingga sekarang banyak peneliti yang mengkaitkan
penemuan-penemuan mereka dengan Alquran. Dalam bukunya Quraish Shihab
memberikan contoh ihwal reproduksi manusia, ihawal kejadian alam semesta, ihwal
pemisah dua laut, dan masih banyak yang lain.
98
[Type here]
99
[Type here]
Arab pra-Islam. Mereka mengunakan kata tersebut untuk seekor onta yang
mandul. Seperti kalimat () قط سˆˆلى تقˆˆرأ لم الناقˆˆة ھذهKemudian kata qara'a dengan
makna bacaan seperti yang kita kenal sekarang adalah hasil arabisasi (serapan)
dari bahasa Armenia yang sudah dikenal jauh sebelum Islam. Kemudian pada
perjalanan selanjutnya, kata al-Qur’an yaitu kitab suci agama Islam yang dikenal
luas oleh masyarakat, baik muslim maupun non-muslim. Tetapi ketika al-Qur’an
menjadi istilah tetap, justru menimbulkan problematika definitif tersendiri. Al-
Qur'an, dalam timbangan ilmu logika, merupakan bagian dari wahyu,
sebagaimana Taurat, Injil, Zabur, dan yang lain dari semua jenis wahyu.
Sebagimana diketahui, dalam ilmu logika. Jika kita berkata "mukjizat Alquran"
maka ini berarti bahwa mukjizat (bukti kebenaran) tersebut adalah mukjizat yang
dimiliki atau yang terdapat di dalam Alquran, bukan bukti kebenaran yang
datang dari luar al-Qur’an atau faktor luar. Alquran didefinisikan "firman-firman
Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksi-Nya kepada nabi
Muhammad saw., dan diterima umat Islam secara tawatur." Para ulama
menegaskan bahwa "Alquran" dapat dipahami sebagai nama dari keseluruhan
firman Allah tersebut, tetapi juga dapat bermakna "sepenggal dari ayat-ayat-
Nya". Karena itu kata mereka, "jika anda berkata, saya hafal Alquran, padahal
yang anda hafal hanya satu ayat, maka ucapan anda itu tidak salah, kecuali jika
anda berkata, "saya hafal seluruh Alquran".
Dalam konteks uraian tentang kemukjizatan Alquran, maka yang dimaksud
dengan "Alquran" adalah satu surah walau pendek, atau tiga ayat atu satu ayat
yang panjang seperti ayat "al-Kursi" ada dalam surah al-Baqarah [2]:255.
100
[Type here]
contoh Mu’jizat tongkat Nabi Musa yang dapat berubah menjadi ular dan dapat
membelah lautan, Mu'jizat Nabi Nuh membuat perahu yang sangat besar dalam
waktu yang cepat dan singkat, Nabi Ibrahim yang tidak terbakar dalam api.
Keseluruhannya bersifat indrawi dan sampai dengan wafat masing-masing Nabi.
b. Rasional (aqliyah)
I’jaz (Mu'jizat) yang hanya dapat dipahami oleh akal pikiran (rasional),
seperti contoh al-Qur'an sebagai Mu’jizat Nabi Muhammad atas umatnya yaitu
dari segi keindahan sastranya yang tidak seorangpun dapat menandinginya
karena itulah Mu’jizat al-Qur’an ini dapat dijangkau oleh setiap orang dan bisa
abadi sampai hari kiamat.
Artinya:
1. Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras
2. Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,
3. Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,
4. dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang,
5. dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia). (Q.S.An-Nazi'at/79: 1-5).
101
[Type here]
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-
Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa manapun
yang ada di dunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang
kefashihan bahasa (balaghah). Dengan demikian, bangsa Arab telah mencapai
taraf yang jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Quran
menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak
biasa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, sya'ir atau prosa
(natsar), memberikan penjelasan dalam gaya sastra yang tidak sampai oleh selain
mereka. Walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika
dihadapkan dengan al-Quran.
b. Segi isyarat ilmiyah
Al-Qur'an dalam konteks ini bukan merupakan buku ilmiah, namun al-
Qur'an mampu memberikan isyarat ilmiah sebelum manusia menyadari
kebenarannya. Sebagai contoh perihal reproduksi manusia yang diterangkan
dalam surah al-Mu'minun:
طفَةَ َعلَقَةً فَ َخلَ ْقنَاْ ُّ) ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن13( ار َم ِكي ٍن ٍ طفَةً فِي قَ َر ْ ُ) ثُ َّم َج َع ْلنَاهُ ن12( َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإل ْن َسانَ ِم ْن سُاللَ ٍة ِم ْن ِطي ٍن
ك هَّللا ُ َأحْ َسنُ ْالخَ الِقِين َ َْال َعلَقَةَ ُمضْ غَةفَ َخلَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِعظَا ًما فَ َك َسوْ نَا ْال ِعظَا َم لَحْ ًما ثُ َّم َأ ْن َشْأنَاهُ َخ ْلقًا آ َخ َر فَتَب
َ ار
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik. (QS. al-Mu'minun/23:12-14)
102
[Type here]
terbatas. Pada akhirnya, teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran
ilmiahnya akan selalu berhubungan dengan al-Quran.
103
[Type here]
104
[Type here]
) فِي بِضْ ِع ِسنِينَ هَّلِل ِ األ ْم ُر ِم ْن قَ ْب ُل3( َض َوهُ ْم ِم ْن بَ ْع ِد َغلَبِ ِه ْم َسيَ ْغلِبُون ِ ْ) فِي َأ ْدنَى األر2( ت الرُّ و ُم ِ َ) ُغلِب1( الم
)5( ص ُر َم ْن يَ َشا ُء َوهُ َو ْال َع ِزي ُز ال َّر ِحي ُم
ُ ) بِنَصْ ِر هَّللا ِ يَ ْن4( ََو ِم ْن بَ ْع ُد َويَوْ َمِئ ٍذ يَ ْف َر ُح ْال ُمْؤ ِمنُون
105
[Type here]
106
[Type here]
merupakan sumber dari segala sumber hukum dan penyempurna dari kitab-kitab
yang terdahulu.
3. Menjelaskan kepribadian manusia
Fungsi Al-Quran selanjutnya adalah menjelaskan kepribadian manusia
dibandingkan dengan makhluk lainnya yang ada di bumi. Manusia adalah
makhluk yang diberikan akal, bisa membedakan baik dan buruk, dan
membuatnya berbeda dengan binatang yang sama-sama ciptaan Allah.
4. Merupakan penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya.
Sebelum Al-Quran, ada beberapa kitab Allah yang juga diturunkan kepada
para nabi, seperti Injil, Taurat,dan Zabur. Kitab-kitab Allah sebelumnya
ditujukan hanya pada umat pada zaman tersebut saja, berbeda dengan Al-Quran
yang digunakan sampai akhir zaman.
5. Menjelaskan masalah yang pernah diperselisihkan umat sebelumnya. Di
dalam Al-Quran terdapat cerita-cerita dari masa lalu yang kemudian berdasarkan
kisahb umat terdahulu kita bisa belajar agar tidak mengulangi kesalahan yang
pernah mereka buat sebelumnya.
6. Al-Quran memantapkan iman Islam
Dengan membaca Al-Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, kita
bisa memantapkan iman kita. Isi Al-Quran akan membuat kita semakin yakin
bahwa agama Islam adalah agama yang memang harus dianut.
7. Tuntunan dan hukum untuk menjalani kehidupan
Al-Quran berisi tentang hukum dan juga tuntunan manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia. Di dalam Al-Quran mengatur bagaimana tentang
berhubungan dengan orang lain, berdagang, warisan, zakat, dan masih banyak
lagi.
107
[Type here]
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mukjizat al-Qur’an berarti bahwa mukjizat (bukti kebenaran) tersebut ialah mukjizat yang
dimiliki atau yang terdapat dalam al-Qur’an, bukan bukti kebenaran yang datang dari luar al-
Qur’an. Menurut sejarahnya I’jaz Al-qur'an telah ada sejak masa Rosulullah, karena untuk
melemahkan dan melumpuhkan celaan/hujatan orang-orang kafir terhadap al-Qur'an yang
mereka kira sebuah syair yang dibuat-buat oleh Nabi Muhammad SAW.
Adapun berbagai macam kemu'jizatan yang terdapat dalam al-Qur'an. Salah satunya dari segi
Bahasanya, yang indah dan teratur. Di sini juga menjelaskan tujuan dan hikmahnya sebagaimana
yang harus diketahui oleh Umat Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
108
[Type here]
Manna’ Khalil Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni,
Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2015, hal. 323.
JURNAL
109