Anda di halaman 1dari 13

Makalah Kelompok 7

I’JAZ AL-QURAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen : Rafik Patrajaya, M.H.I

Disusun Oleh
Muhammad Raihan
2312140023
Ahmad Irfansyah Rosyadi
2312140006

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
TAHUN 2023 M/1445 H
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami hanturkan kehadirat Allah
SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam kami sampaikan kepada
baginda Besar Nabi Muhammad Saw., beserta keluarga, sahabat dan para
pengikut beliau hingga akhir zaman.
Kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak terutama
kepada dosen pengampu mata kuliah Ulumul Qur’an yaitu bapak Rafik Patrajaya,
MHI serta kepada seluruh pihak yang ikut dalam pembuatan makalah ini.
Kami selaku penulis pembuatan makalah ini, menyadari benar bahwa
masih banyak kesalahan dan kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kami
memohon dengan ikhlas kepada pembaca makalah ini untuk berkenan
memberikan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah yang
lebih baik kedepannya.

Palangkaraya, 03 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian I’jaz
B. Dasar dan Urgensi Pembahasan I’jaz Al-Qur’an
C. Macam-macam I’jaz Al-Qur’an
D. Unsur dan Segi Kemukjizatan Al-Qur’an
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar bagi Rasulullah dan umatnya yang
terpelihara sepanjang zaman. Ia diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah
SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang
terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah SAW
menyampaikan Al-Qur’an itu kepada para sahabatnya dan orang-orang Arab
asli sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka yang
kemudian untuk disampaikan kembali kepada seluruh umat manusia. Apabila
mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka
menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW.
Al-Qur’an tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitap suci
tersebut terus-menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha
menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas Al-
Qur’an, kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung
didalamnya, dan eksistensi Al-Qur’an sebagai mukjizat abadi Nabi
Muhammad SAW.
I’jaz atau mukjizat Al-Qur’an adalah studi tentang bagaimana Al-Qur’an
mampu melindungi dirinya dari beragam “serangan”, baik berbentuk
ketidakpercayaan, maupun keragu-raguan sampai pengingkaran terhadapnya.
Pada saat yang sama, Al-Qur’an juga mampu melakukan counter attack yang
mampu mementahkan dan mengalahkan serangan-serangan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini:
1) Apa yang dimaksud dengan I’jaz Al-Qur’an?
2) Apa tujuan dari I’jaz Al-Qur’an?
3)
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah menjawab dari rumusan
masalah diatas yang tertera diatas, lebih rincinya antara lain,
1) Untuk mengetahui dan memahami tentang I’jaz Al-Qur’an.
2) Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari I’jaz Al-Qur’an.
3) K
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dalam makalah ini adalah deskriptif analitis.
Dilakukan melalui penelusuran keperpustakaan. Sehingga memerlukan
berbagai literatur untuk memberikan penjelasan yang lengkap.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian I’jaz Al-Qur’an
Dari segi bahasa, kata I’jaz,masdar dari kata kerja a’jaza, yu’jizu, i’jaz,
yang berarti melemahkan atau memperlemah. Kata ini termasuk fiil ruba’I
majid yang berasal dari fi’il tsulatsi muijarrad ajaza yang berarti lemah,
lawan dari qadara yang berarti kuat atau mampu. 1 Secara normatif, I’jaz
adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan
dari ketidakberdayaan. Oleh karena itu, apabila kemu’jizatan itu telah
terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat. Sedangkan yang dimaksud
I’jaz, secara terminologi Ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh beberapa ahli berikut: Menurut Manna’ Khalil Al-
Qaththan misalnya mendefinisikan I’jaz adalah menampakkan kebenaran
Nabi SAW dalam pengakuan orang lain sebagai seorang rasul utusan Allah
Swt. Dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk
menandinginya atau menghadapi mikjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.2
Manna Khalil al-Qaththan mendefinisikan I’jaz sebagai “menampakkan
kebenaran Nabi SAW dalam pengakuan orang lain, sebagai seorang rasul
utusan Allah SWT. Dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab
untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an
dan kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah mereka.”
Sementara Ali al-Shabuny mengartikan I’jaz sebagai “menetapkan
kelemahan manusia baik secara kelompok atau bersama-sama untuk
menandingi hal yang serupa dengannya, maka Mukjizat merupakan bukti
yang datangnya dari Allah SWT. Yang diberikan kepada hamba-Nya untuk
memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabiannya”. Jadi I’jaz ini upaya
untuk menegaskan kebenaran seorang Nabi dan pada saat yang sama ia juga
menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari kenabian.
Wajar dalam konsep I’jaz ini kalau konsepsi kenabian diklaim sebagai
kebenaran yang tidak bisa dibantah apalagi dikalahkan.3
Sedangkan menurut Muhammad Bakar Ismail menegaskan bahwa
mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti dengan tantangan
yang diberikan oleh Allah SWT. Kepada nabi-nabi-Nya sebagai hujjah dan
bukti yang kuat atas atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya,
yang bersumber dari dari Allah SWT.4
Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa antara I’jaz dan
Mukjizat itu adalah dapat dikatakan searti, yakni melemahkan. Hanya saja
pengertian I’jaz diatas mengesankan batasan yang lebih bersifat spesifik,
yaitu hanya Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, mengesankan
batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga
perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau oleh segala daya dan

2
kemampuan manusia1secara keseluruhan. Dengan demikian, dalam konteks
ini antara pengertian I’jaz dan Mukjizat itu saling mengisi dan saling lengkap-
melengkapi, sehingga dari batasan-batasan tersebut tampak dengan jelas
keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada
Rasul-rasul pilihan-Nya, sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan
yang dibawanya itu. Namun demikian, tidak sedikit dari mereka yang
berpaling dari kebenaran yang dibawa oleh para Rasul Allah tersebut.

B. Dasar dan Urgensi Pembahasan I’jaz Al-Qur’an


1. Dasar Pembahasan I’jaz Al-Qur’an
Di antara faktor yang mendasari urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur’an
adalah kenyataan bahwa persoalan ini merupakan salah satu di antara
cabang-cabang pokok bahasan Ulumul Qur’an (Ilmu Tafsir). 5 Maka, tidak
heran kalau bahasan ini memperoleh perhatian yang serius dari para sarjana,
baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim.
2. Urgensi Pembahasan I’jaz Al-Qur’an
Urgensi pembahasan I’jaz Al-Qur’an dapat dilihat dari dua tataran:
a) Tataran Teologis
Mempelajari I’jaz Al-Qur’an akan semakin menambah keimanan
seseorang muslim. Bahkan, tidak jarang pula orang masuk Islam
tatkala sudah mengetahui I’jaz Al-Qur’an. Terutama ketika isyarat-
isyarat ilmiah, yang merupakan salah satu aspek I’jaz Al-Qur’an,
sudah dapat dibuktikan.
b) Tataran Akademis
Mempelajari I’jaz Al-Qur’an akan semakin memperkaya khazanah
keilmuan keislaman, khususnya berkaitan dengan Ulumul Qur’an
(Ilmu Tafsir).
C. Macam-macam I’jaz Al-Qur’an
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok,
yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat
imaterial, logis, yang dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi
terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan
indrawi dalam artian keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau
langsung melalui indra masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan
risalahnya.
Perahu Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu
bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat; tidak
terbakarnya Nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar, tongkat
Nabi Musa a.s. yang beralih wujud menjadi ular, penyembuhan yang
dilakukan oleh Nabi Isa a.s. atas seizin Allah Swt. Kesemuannya bersifat
1
Usman, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: TERAS,2009), 286-287
2
Ajahari, Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an) (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,2018), 139-140
3
Oom Mukarromah, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2013), 12

3
material indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat nabi berada, dan
berakhir dengan wafatnya tiap-tiap nabi. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi
Muhammad SAW, yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat
dipahami akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu
tempat atau masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap
orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapanpun.6
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok, yaitu:
1. Para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, ditugaskan untuk masyarakat
dan masa tertentu. Oleh Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku
untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini
berbeda dengan Nabi Muhammad SAW, yang diutus untuk seluruh umat
manusia sampai akhir zaman, sehingga bukti kebenaran ajarannya selalu
ada, dimana dan kapanpun berada. Jika demikian halnya, tentu mukjizat
tersebut tidak mungkin bersifat material, karena kematerialan membatasi
ruang dan waktunya.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi
khususnya sebelum Nabi Muhammad SAW, membutuhkan bukti
kebenaran yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti
tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indra mereka7
Akan tetapi, setelah manusia mulai menanjak ketahap kedewasaan
berfikir, bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Itulah sebabnya,
Nabi Muhammad SAW, ketika diminta buktibukti yang sifatnya demikian
oleh mereka yang tidak percaya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk
menjawab:

‫ُقْل ُسْبَح اَن َر ِّبي َهْل ُكْنُت ِإاَّل َبَش ًرا َر ُس واًل‬
Artinya : “ Katakanlah : “ Maha suci Tuhanku, Bukankah aku ini hanya
seorang manusia yang menjadi rasul?” ( Q.S. Al-Isra’ 17:93)
D. Unsur dan Segi Kemukjizatan Al-Qur’an
Kemukjizatan Al-Qur’an bisa dilihat dari berbagai segi antara lain:
1. Gaya Bahasa
Gaya bahasa al-Qur’an banyak membuat orang Arab saat itu kagum
dan mempesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia
masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang mulanya dikenal sebagai
seorang yang paling memusuhi Nabi Muhammad SAW, dan bahkan
berusaha untuk membunuhnya, ternyata masuk Islam dan beriman kepada
kerasulan Muhammad hanya karena mendengar petikan ayat-ayat al-Qur’an.
Susunan alQur’an tidak dapat disamai oleh karya sebaik apapun.8
Mukjizat al-Qur’an dari segi bahasa pertama sekali dapat dilihat dari
susunan kata dan kalimatnya, ketelitian dan keseimbangan redaksinya.

4
Dalam hal susunan kata dan kalimatnya dapat di lihat dari hal-hal berikut
ini:
a) Nada dan langgam Al-Qur’an
Walaupun al-Qur’an itu bukan puisi atau syair, tetapi apabila kita
mendengar ayat-ayat al-Qur’an dilantunkan akan terasa nada dan
langgamnya. Sebagai contoh dapat dibaca dalam surah an-Nazi’at ayat
1 s/d 14.
b) Singkat dan padat
Tidak mudah menyusun kalimat yang singkat dan padat makna. Al-
Qur’an memiliki keistimewaan pada pilihan kalimat yang singkat tapi
padat, seperti pada ayat berikut ini:

‫َو ُهَّللا َيْر ُز ُق َم ْن َيَش اُء ِبَغْيِر ِح َس اٍب‬


Artinya : “…… dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas”. (Q.S. al-Baqarah 2:212).
c) Memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan
Orang awam dengan segala keterbatasan ilmunya dapat merasa puas
memahami ayat-ayat al-Qur’an tetapi ayat yang sama dapat di pahami
oleh para ilmuan dan filosuf.
d) Memuaskan akal dan jiwa
Adakalanya seseorang berbicara dapat memuaskan akal pikiran, tetapi
tidak memuaskan rasa. Sebaliknya ada yang dapat memuaskan rasa
tetapi tidak memuaskan akal pikiran namun al-Qur’an dapat
memuaskan akal dan jiwa.
e) Keindahan dan ketepatan maknanya

2. Susunan Kalimat
Kendatipun Al-Qur’an, hadis Qudsi, dan hadis Nabawi sama-sama
keluar dari mulut Nabi, uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda.
Uslub bahasa Al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan
dengan dua yang lainnya. Al-Qur’an muncul dengan uslub yang begitu
indah. Di dalam uslub tersebut terkandung dengan nilai-nilai istimewa dan
tidak akan pernah ada pada ucapan manusia.9
Dalam Al-Qur’an misalnya, banyak ayat yang mengandung tasybih
( penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi
memesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan
sastrawan. Dapat dilihat salah satu contoh dalam surah al-Qari’ah [101] ayat
5 Allah berfirman:

‫َو َتُك وُن اْلِج َباُل َك اْلِع ْهِن اْلَم ْنُفوِش‬

5
Artinya : “Dari gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-
hamburkan”. (Q.S. al-Qari’ah (101):5)2

Bulu yang dihambur-hamburkan sebagai gambaran dari gunung-


gunung yang telah hancur lebur berserakan bagianbagiannya. Kadang kala
al-Qur’an mengarah untuk menyatakan bahwa kedua unsur tasybih, yakni
musyabbah (yang diserupakan) dan musyabbah bih (yang diserupakan
dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama.
Dalam tasybih paling tidak harus ada musyabbah dan musyabbah bih.
Kalau salah satu dan kedua unsur tersebut tidak ada atau dibuang, ia bukan
lagi tasybih, tetapi isti’arah. Dalam al-Qur’an banyak didapati gaya bahasa
berbentuk isti’arah.
Menurut pakar ilmu balaghah, al-Qur’an selain menggunakan tasybih
dan isti’arah, juga menggunakan majaz (metafora) dan matsal
(perumpamaan).
3. Hukum Illahi yang Sempurna
Al-Qur’an menjelaskan pokok pokok akidah, normanomma
keutamaan, sopan santun undang-undang ekonomi politik, sosial dan
kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Kalau pokok-pokok ibadah
wajib di akan diperoleh perhatikan, akan diperoleh kenyataan bahwa Islam
telah memperluasnya dan menganekaragamkannya serta meramunya
menjadi ibadah amaliyah seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa
ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah, al-Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang
suci dan tinggi, yakin beriman kepada Allah Yang Maha Agung menyatakan
adanya nabi dan rasul serta memercayai semua kitab Samawi. Dalam bidang
undang-undang, al-Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai
perdata, pidana politik, dan ekonomi. Mengenai hubungan internasional, al-
Qur’an telah menetapkan dasar-dasarya yang paling sempurna dan adil, baik
dalam keadaan damai ataupun perang.10
Al-Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah
ketentuan hukum:
a) Secara global
Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global,
sedangkan perincian diserahkan kepada para ulama melalui
ijtihad.
b) Secara terperinci
Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan
dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram,
memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
24
Ajahari, Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an) (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,2018),143-148

6
4. Ketelitian Redaksinya3
a) Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya
beberapa contoh diantaranya:4
 “al-hayah” (hidup) dan “al-maut (mati), masing-masing sebanyak
145 kali,
 “an-Naf” (manfaat) dan al-Madharah” (mudarat), masing-masing
sebanyak 50 kali,
 “al-Har” (panas) dan “al-bard” (dingin), masing-masing
4 kali,
 “ash-Shalihat”(kebajikkan) dan “as-sayyiat”(keburukan), masing-
masing 167 kali,
 “ath-Thuma’ninah” (kelapangan/keterangan) dan “aldhia”
kesempitan/kekesalan), masing-masing 167 kali.
 “ar-Rahbah” (cemas/takut) dan “ar-Raghbah” (harap/ingin),
masing- masing 8 kali,
 “al-Kufr” (kekufuran) dan “al-Iman” (iman) dalam bentuk
definite, masing masing 17 kali,10
 “ash-Shayr”(musim panas) dan asy-Syta”(musim dingin), masing-
masing 1 kali.
b) Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya makna yang
dikandungnya.
 “al-Harts”dan “az-Zira’ah”(membajak/bertani), masingmasing 14
kali,
 “al-Ushb” dan “adh-Dhunur” (membanggakan diri/angkuh),
masing-masing 27 kali,
 “adh-Dhalum”dan“al-Mawta” (orang sesat/mati [jiwanya]),
masing-masing 17 kali,
 “al-Qur’an”,” al-Wahyu”dan“al-Islam” (Al-Qur’an, wahyu, dan
Islam), masing-masing 70 kali,
 “al-Aql”dan“an-Nur“(akal dan cahaya), masing-masing 49 kali,
 “al-Jahr”dan“al-Alaniyah” (nyata), masing-masing 16 kali.
5. Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat alQuran itu
adalah berita-berita gaib Firaun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa,
diceritakan dalam surat Yunus [10] ayat 92:
‫َفاْلَيْو َم ُنَنِّج يَك ِبَبَد ِنَك ِلَتُك وَن ِلَم ْن َخ ْلَفَك آَيًةۚ َو ِإَّن َك ِثيًرا‬
‫ِم َن الَّناِس َع ْن آَياِتَنا َلَغ اِفُلوَن‬

35
Ibid., 149-150
46
Ibid., 151-157

7
Artinya : “Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu
dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya dan kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan kami”. (Q.S. Yunus:92)
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Firaun tersebut diselamatkan
Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi bagi berikutnya. Tidak seorang pun
mengetahui hal tersebut, karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM. Pada
awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1898, ahli purbakala Loret
menemukan di lembah raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-
data sejarah terbukti bahwa ia adalah Firaun yang bernama Munitah dan
yang pernah mengejar Nabi Musa a s. Selain itu, pada tanggal 8 Juli 1908,
Eoul Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-
pembalut Fir’aun itu.11
6. Isyarat-isyarat Ilmiah dalam Al-Qur’an
Banyak sekali isyarat Ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an.
Misalnya:
a) Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan
pantulan, yang terdapat pada surah Yunus ayat 5.
b) Perbedaan sidik jari manusia, terdapat pada surah al-Qiyamah ayat 4.
c) Teori kesatuan alam (al-Anbiya ayat 30)
d) Jenis kelamin ditentukan sperma laki-laki (al-Baqarah ayat 223)
e) Cahaya matahari berasal dari dirinya sendiri dan cahaya bulan pantuan
cahaya matahari (Yunus ayat 5)
f) Cerita Fir’aun yang jasadnya diselamatkan (Yunus ayat 92)
g) Perkawinan benda mati(Adz- Dzariyat ayat 49)
h) Ilmu sidik jari dalam ( al-Qiyamah ayat 3-4)
i) Penyerbukan Angin ( al-Hijr ayat 22)
j) Teori pesawat (al-Mulk ayat 19)
k) Hampa udara diatas ketinggian 30 ribu diatas permukaan laut(al-
An’am ayat 125)
Amin Suma menulis bahwa ada beberapa segi kemukjizatan Al-
Qur’an:
a) Segi kebahasaan dan tata bahasa atau uslub nya.
b) Teknik penyusunannya.
c) Ilmu dan pengetahuan (al-‘ulum wa al-ma’arif) yang terkandung di
dalam nya.
d) Elastisitas pemenuhan (penyesuaiannya) dengan berbagai kebutuhan
manusia.
e) Ayat-ayat tentang teguran dan celaan atau al-‘Itab.
f) Ketidakterlibatan Rasulullah SAW dengan pembuatan Al-Qur’an.
g) Dari sisi manapun, (pengaruh) Al-Qur’an tampak kesuksesannya.

8
h) Ayat-ayat mubahalah (keadaan saling mendoakan supaya di laknat
Allah) ketika silang pendapat.
i) Penurunan berbagai informasi yang telah lama dinanti-nanti.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun yang dapat kita simpulkan, Dari segi bahasa, kata
I’jaz,masdar dari kata kerja a’jaza, yu’jizu, i’jaz, yang berarti melemahkan
atau memperlemah. Secara normatif, I’jaz adalah ketidakmampuan
seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari
ketidakberdayaan. Dasar pembahasan I’jaz Al-Qur’an adalah kenyataan
bahwa persoalan ini merupakan salah satu di antara cabang-cabang pokok
bahasan Ulumul Qur’an (Ilmu Tafsir). Urgensi dari I’jaz Al-Qur’an sendiri
ialah tataran teologis dan tataran akademis.
Ada juga macam-macam I’jaz, mukjizat dapat dibagi dalam dua
bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak
kekal dan mukjizat imaterial, logis, yang dapat dibuktikan sepanjang masa.
Dan yang terakhir kemukjizatan al-Qur’an dapat dilihat dari segi gaya
bahasa, susunan kalimat, hukum Illahi yang sempurna, ketelitian
redaksinya, berita hal-hal yang ghaib, dan isyarat-isyarat ilmiah dalam Al-
Qur’an.

9
DAFTAR PUSTAKA
Ajahari, Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu AlQur’an), Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2018.
Umar, Nasaruddin, Prof., Dr., H., Ulumul Qur’an Mengungkap
Makna-Makna Tersembunyi Al-Qur’an, Jakarta Selatan: Al-
Ghazali Center, 2010.
Usman, Dr., Ulumul Qur’an, Yogyakarta: TERAS, 2009.
Djalal, Abdul, Prof., Dr., H., Ulumul Qur’an, Surabaya: CV
Dunia Ilmu, 2013.

10

Anda mungkin juga menyukai