Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kelompok IV

RIBA
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqih Muamalat
Dosen Pengampu : Ramadhani Alfin Habibie, M.H

Disusun Oleh
Ahmad Irfansyah Rosyadi
NIM.2312140006
Askhabul Golam
NIM.2312140026

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM TATA NEGARA SEMESTER 2
TAHUN 2024 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah Swt.
Karena dengan Rahmat dan Ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “RIBA” Tidak lupa Shalawat serta salam, kami sampaikan kepada
baginda Besar Nabi Muhammmad Saw., beserta keluarga, sahabat dan para
pengikut beliau hingga akhir zaman.
Kami selaku tim penulis dalam pembuatan makalah ini, menyadari betul
bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam nya. Oleh karena itu,
kami memohon dengan ikhlas kepada pembaca makalah ini untuk berkenan
memberikan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah yang
lebih baik.
Akhir kata, kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak
terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Fiqih Muamalat yakni, Bapak
Ramadhani Alfin Habibie, M.H. serta kepada segenap teman-teman yang turut
serta memberikan dukungan dan semangat kepada kami. Dan kami harapkan
semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Palangka Raya, 26 Februari 2024

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................1
D. Metode Penulisan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Pengertian Riba..........................................................................................3
B. Dasar Hukum Keharaman Riba.................................................................4
C. Macam-macam Riba dan Contoh-contoh Riba..........................................6
D. Hal-hal yang Menimbulkan Riba...............................................................9
BAB III PENUTUP............................................................................................11
KESIMPULAN....................................................................................................11
SARAN................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riba merupakan bagian dari transaksi yang dilarang di dalam ajaran
Islam. Dalam kajian fiqih muamalah maliyah, kajian tentang riba merupakan
salah satu topik yang paling penting dan substansial untuk dibahas.
Pembahasan riba menjadi bagian yang urgen karena riba dapat menjadi salah
satu alat identifikasi dari boleh atau tidak-nya suatu transaksi yang dilakukan
dalam bisnis dan keuangan Islam. Artinya, apabila ada transaksi yang
didalamnya ditemukan adanya unsur riba, maka transaksi tersebut terlarang
(haram) dalam perspektif hukum Islam.
Dengan demikian, fokus tulisan ini adalah menjelaskan mengenai definisi
riba, dasar hukum keharaman riba, macam-macam riba beserta contohnya,
dan hal-hal yang menimbulkan riba.

B. Rumusan Masalah
Adapun hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud riba?
2. Apa dasar hukum keharaman riba?
3. Apa saja macam-macam riba beserta contoh-contoh riba?
4. Apa saja hal-hal yang menimbulkan riba?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan keinginan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari riba.
2. Untuk mengetahui dasar hukum keharaman riba.
3. Untuk mengetahui macam-macam riba beserta contoh-contoh riba.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang menimbulkan riba.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode
LibraryResearch dan InternetSearching yang berhubungan dengan tema
makalah yang kami buat sebagai bahan referensi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba

Menurut etimologi, riba berarti ‫( الزيادة‬tambahan) seperti arti kata riba


pada ayat:1

‫َفِإ َذا َأْنَزْلَنا َعَلْيَه ا اْلَم اَء اْه َتَّزْت َوَرَبْت‬...

Artinya :

“Kemudian apabila Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah…”

Asal makna “riba” menurut bahasa Arab ialah lebih (bertambah)


adapun yang dimaksud di sini menurut istilah syara’ adalah akad yang
terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya
menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya.2

Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah


akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau
tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Syaikh
Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah
penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki
harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena
pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah
ditentukan.3

Selanjutnya al-Sulthan mengemukakan dua pendapat ulama yang


berkaitan dengan definisi riba secara istilah:

1
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001)., 259.
2
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam) (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2013)., 290.
3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002).,58.
2
1. Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menjelaskan riba dalam pengertian
penambahan (penukaran) harta yang khusus, harta yang diukur
dengan timbangan dan takaran, baik kenaikannya terjadi pada yang
diukur atau ditimbang pada harta yang sama, atau pertukaran harta
yang sejenis karena tertunda pembayaran.
2. Menurut al-Syarbini, riba menggelembungkan harta yang
dipertukarkan dan menangguhkan pembayaran untuk harta sejenis
yang dipertukarkan.4

B. Dasar Hukum Keharaman Riba


Riba secara tegas dilarang Islam mengacu pada riba yang
dipraktekkan oleh masyarakat Jahiliyah pra-Islam atau biasa disebut riba
Jahiliyah. Al-Tabari dalam Jami’ al-Bayan mengikuti riwayat Qasadah.
Seorang mufasir Tabi’in meriwayatkan: “Dari Qatadah (diriwayatkan)
riba Jahiliyah itu berbentuk seseorang yang melakukan jual beli dengan
pembayaran di belakang. Maka apabila pembayaran telah jatuh tempo,
sementara pembeli tidak dapat melunasinya, maka penjual pembeli
memberi tambahan kepada penjual dan penjual memberi penangguhan
kepada pembeli”. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa riba terjadi
pada transaksi jual beli kreditur (utang-piutang barang) yang ketika jatuh
tempo pembayaran ternyata pembeli tidak dapat melunasinya, maka
penjual kemudian memberikan tambahan pembayaran.
Pendapat di atas mengindikasikan bahwa riba jahiliyah yang dilarang
tersebut disebabkan karena adanya tambahan pembayaran atas pinjaman
yang tidak dapat dilunasi pada waktu jatuh temponya.5
Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 278-279 :

٢٧٨ ‫َم ا َبِق َى ِم َن ٱلِّرَبٰٓو ۟ا ِإن ُك نُتم ُّم ْؤ ِمِنَني‬ ‫ٰٓـَأُّي ا ٱَّلِذ ي ا ۟او ٱَّت ۟او ٱلَّل َذ و۟ا‬
‫َي َه َن َء َم ُن ُق َه َو ُر‬

4
Muhammad Arif Barus & Alfarizi Ramadhan, “Ribah Dalam Fiqih Muamalah,” Jurnal
Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen Vol.3 No.2 (2023)., 3781.
5
Saiful Jazil, Fiqih Muamalah (Surabaya: UIN SA Press, 2014)., 49-50.
3
‫َفِإن ْمَّل َتْف َعُلو۟ا َفْأَذُنو۟ا َحِبْرٍۢب ِّم َن ٱلَّلِه َوَرُس وِلِهۦۖ َو ِإن ُتْبُتْم َفَلُك ْم ُرُءوُس َأْم َٰو ِلُك ْم اَل َتْظِلُم وَن َواَل‬

٢٧٩ ‫ُتْظَلُم وَن‬


Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa-sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman(278), Maka jika kamu tidak mengerjakan (Meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertobat (Dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya,” (Al-Baqarah: 278-279).
Ayat di atas diturunkan menjelang wafatnya Rasulullah Saw. Dan
sekaligus sebagai ayat pamungkas yang diturunkan terkait riba.
Berdasarkan penjelasan ayat ini, dengan jelas, tegas, dan mutlak Allah
mengharamkan riba dengan segala bentuknya, baik sedikit maupun
banyak.
Firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 130 :

‫َيٰٓـَأُّيَه ا ٱَّلِذ يَن َءاَم ُنو۟ا اَل َتْأُك ُل ۟او ٱلِّرَبٰٓو ۟ا َأْض َعٰـًۭف ا ُّم َض ٰـَعَف ًۭة ۖ َوٱَّتُق و۟ا ٱلَّلَه َلَعَّلُك ْم ُتْف ِلُح وَن‬

١٣٠
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.”(QS. Ali Imran : 130).
Riba diharamkan dengan dikaitkan atas suatu tambahan yang berlipat
ganda. Menurut ahli tafsir, praktik riba pada saat itu (jahiliyyah) dengan
cara mengambil tambahan yang begitu tinggi (berlipat ganda). Dalam ayat
ini terdapat informasi larangan umat Islam untuk mengkonsumsi atau
menjalankan riba berupa tambahan atas utang yang bersifat berlipat-
lipat(berlipat ganda). Pada tahap ini, riba telah diharamkan bagi umat

4
Islam, tetapi terbatas pada riba utang-piutang (riba jahilliyah) yang
berlipat ganda.6
Firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 39:

‫َوَم ٓا ٰاَتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْرُبَو۠ا ِف َاْم َواِل الَّناِس َفاَل َيْرُبْوا ِعْنَد الّٰل ِۚه َوَم ٓا ٰاَتْيُتْم ِّم ْن َزٰك وٍة ُتِرْيُد ْو َن‬

‫۝‬٣٩ ‫َوْجَه الّٰلِه َفُاوٰۤلِٕى َك ُه ُم اْلُم ْض ِعُفْو َن‬


Artinya : “ Dan sesuatu yang riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)”. (QS.
Ar-Rum : 39).
Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa riba yang dikira
memberikan tambahan pada harta manusia, ternyata di hadapan Allah Swt.
Tidaklah demikian. Justru orang-orang yang mengeluarkan zakat secara
ikhlas mengharap ridha Allah-lah yang akan menerima pahala yang
berlipat ganda.7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ِد ْرَه ُم ِرًبا َيْأُك ُلُه الَّرُج ُل َوُه َو َيْع َلُم َأَش ُّد ِم ْن ِس َّتِة َو َثَالِثَنْي َزْنَيًة‬
Artinya : “Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang, sedangkan
orang tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih besar
daripada dosa enam puluh kali zina”. (Riwayat Ahmad).
C. Macam-macam Riba beserta Contoh-contoh Riba
Menurut jumhur ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba
fadhl dan riba nasi’ah.
1. Riba Fadhl

6
Elif Pardiansyah, “Konsep Riba Dalam Fiqih Muamalah Maliyyah Dan Praktiknya
Dalam Bisnis Kontemporer,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol. 8 No. 2(2022),
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v8i2.4751., 1272-1273.
7
Saiful Jazil, Op. Cit., 52.
5
Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat harta
pada akad jual-beli yang diukur dan sejenis. Dengan kata lain, riba
fadhl adalah jual-beli yang mengandung unsur riba pada barang
sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Jika
melaksanakan akad jual-beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh
dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba. Adapun
menurut ulama Syafi’iyah, riba fadhl adalah jual-beli yang disertai
adanya tambahan salah satu pengganti (penukar) dari yang lainnya.
Dengan kata lain, tambahan berasal dari penukar paling akhir. Riba ini
terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual satu kilogram
kentang dengan satu setengah kilogram kentang.8
Riba fadhl ialah berlebih salah satu dari dua pertukaran yang
diperjualbelikan, bila yang diperjualbelikan sejenis, berlebih
timbangannya pada barang-barang yang ditimbang, berlebih
takarannya pada barang-barang yang ditakar dan berlebihan
ukurannya pada barang-barang yang diukur.9
Jadi, riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam masalah barter atau
tukar menukar benda. Namun bukan dua jenis benda yang berbeda,
melainkan satu jenis barang namun dengan kadar atau ukuran yang
berbeda, dan tidak semua jenis barang. Barang jenis tertentu itu
kemudian sering disebut dengan “barang ribawi”.

‫م قال التبعوا الذهب اال مثل وال تشفوا‬.‫عن ايب سعيد اخلدرى رضى اهلل عنه ان رسول اهلل ص‬

‫ وال تشفوا بعضها على بعض وال تبيعوا منها‬,‫بعضها على بعض وال تبعوا الورق با لورق اال مثال مبثل‬

‫متفق عليه) ) غائبا بناخر‬

Artinya : “Dari abi Said al-khudari r.a (katanya) : sesungguhnya


Rasulullah bersabda: janganlah kamu menjual dengan emas kecuali yang

8
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001)., 62.
9
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam) (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2013)., 61-62.
6
sama nilainya, dan janganlah kamu menjual uang dengan uang kecuali
yang sama nilainya, dan janganlah kamu menambah sebagian atas
sebagiannya, dan janganlah kamu menjual yang tidak kelihatan diantara
dengan yang nampak (muttafaq Alaih).
Hadist tersebut menjadi dalil yang menunjukan pengharaman jual
emas dengan emas, dan perak dengan perak yang lebih kurang (yang
tidak sama nilainya) baik yang satu ada di tempat jual beli dan yang
lain tidak ada di tempat penjualan berdasarkan sabdanya “kecuali
sama nilainya”. Sesungguhnya dikecualikan dari dalam hal-hal yang
paling umum, seakan-akan beliau bersabda : jangalah kamu jual-
belikan emas dan perak itu dalam keadaaan yang bagaimanapun,
kecuali dalam keadaan yang sama nilainya ataupun harganya emas
dan perak itu sendiri.10
Contoh riba fadhl adalah tukar-menukar emas dengan emas, perak
dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.11
2. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah adalah melebihkan pembayaran barang yang
dipertukarkan, diperjualbelikan atau diutangkan, karena diakhirkan
waktu pembayarannya baik sejenis maupun tidak, riba ini yang
masyhur di kalangan kaum jahiliyah menurut Ibnu Hajra al-Makki,
bila seseorang dari mereka meminjamkan harta kepada orang lain
hingga waktu yang telah ditentukan, dengan syarat bahwa ia harus
menerima dari peminjam pembayaran lain menurut kadar yang
ditentukan tiap-tiap bulan, sedangkan harta yang dipinjamkan semula
jumlahnya tetap dan tidak bisa dikurangi.12
Kata Ibnu Qaiyim dalam kitab ‘ilamil-Muaqai’in, ”Riba nasi’ah
ialah yang dilakukan oleh kaum Jahili di masa jahiliyah. Mereka
menta’khirkan utang dari waktu yang semestinya dengan menambah
10
As-Shanani, Subulussalam [Terjemahan Abu Bakar Muhammad] (Surabaya: Al-Ikhlas,
1995)., 126-128.
11
Hayatul Millah, “Takhrij Hadis Tentang Riba,” Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam Vol
2 No 2 (2016), https://doi.org/https://doi.org/10.55210/assyariah.v2i2.243., 8.
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002)., 62-63.
7
bayaran; apabila terlambat lagi, ditambah pula terus-menerus, tiap-tiap
kelambatan wajib ditambah lagi, sampai utang yang asalnya seratus
rupiah akhirnya menjadi beribu-ribu.13
Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah memberikan
kelebihan terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan
kelebihan pada benda dibanding utang pada benda yang ditakar atau
ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan yang ditakar dan
ditimbang yang sama jenisnya. Maksudnya, menjual barang dengan
sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak, dengan pembayaran
diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu
setengah kilogram gandum, yang dibayarkan setelah dua bulan.
Contoh jual-beli yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah
semangka dengan dua buah semangka yang akan dibayar setelah

sebulan.14

Contoh riba nasi’ah misalnya seseorang membeli cincin seberat


10 gram. Oleh penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan
dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun
lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya.
Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.15
D. Hal-hal yang Menimbulkan Riba
Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba
menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dua macam mata
uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan
seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah dan yang lainnya, maka
disyaratkan :
1. Sama nilainya (tamasul).

13
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam) (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2013)., 293.
14
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001)., 262-263.
15
Hayatul Millah, “Takhrij Hadis Tentang Riba,” Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam Vol
2 No 2 (2016), https://doi.org/https://doi.org/10.55210/assyariah.v2i2.243., 9.
8
2. Sama ukurannya menurut syara’, baik timbangannya, takarannya
maupun ukurannya
3. Sama-sama tunai (taqabuth) di majelis akad.16

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Asal makna “riba” menurut bahasa Arab ‫ الزي===ادة‬ialah lebih
(bertambah) adapun yang dimaksud di sini menurut istilah syara’ adalah
akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama
atau tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya.
Riba secara tegas dilarang Islam mengacu pada riba yang
dipraktekkan oleh masyarakat Jahiliyah pra-Islam atau biasa disebut riba
Jahiliyah. Riba diharamkan dengan dikaitkan atas suatu tambahan yang
berlipat ganda. Menurut ahli tafsir, praktik riba pada saat itu (jahiliyyah)
dengan cara mengambil tambahan yang begitu tinggi (berlipat ganda).
Menurut jumhur ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu
riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba fadhl adalah riba yang terjadi dalam
masalah barter atau tukar menukar benda. Namun bukan dua jenis benda
yang berbeda, melainkan satu jenis barang namun dengan kadar atau
ukuran yang berbeda, dan tidak semua jenis barang. Sedangkan, riba
nasi’ah adalah melebihkan pembayaran barang yang dipertukarkan,
diperjualbelikan atau diutangkan, karena diakhirkan waktu
pembayarannya baik sejenis maupun tidak.
seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba
menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dua macam mata
uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan
seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah dan yang lainnya, maka
disyaratkan dalam 3 hal, yaitu sama nilainya, sama ukurannya, dan sam-
sama tunai.
Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan karya ilmiah makalah
ini jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
lebih detail dalam menjelaskan makalah ini dengan sumber- sumber yang
lebih rinci dan pada isi pembahasan dapat di pertanggungjawabkan. Oleh
16
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002)., 63.
9
karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan
saran pembangun nya terhadap pembuatan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arif Barus, Muhammad, & Alfarizi Ramadhan. “Ribah Dalam Fiqih Muamalah.”
Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen Vol.3 No.2 (2023).
As-Shanani. Subulussalam [Terjemahan Abu Bakar Muhammad]. Surabaya: Al-
Ikhlas, 1995.
Jazil, Saiful. Fiqih Muamalah. Surabaya: UIN SA Press, 2014.
Millah, Hayatul. “Takhrij Hadis Tentang Riba.” Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum
Islam Vol 2 No 2 (2016).
https://doi.org/https://doi.org/10.55210/assyariah.v2i2.243.
Pardiansyah, Elif. “Konsep Riba Dalam Fiqih Muamalah Maliyyah Dan
Praktiknya Dalam Bisnis Kontemporer.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam Vol.
8 No. (2022). https://doi.org/http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v8i2.4751.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2013.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Syafe’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.

11

Anda mungkin juga menyukai