Anda di halaman 1dari 21

AL-MU’AWADLAT :

IQALAH, SHARF, SALAM, RIBA, IJARAH, DAN QARD


Diajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah Ekonomi Islam

Disusun oleh :
Ana Fauziya Diyana
19086050004

PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON


CIREBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk Tugas Mata
Kuliah Fiqh Muamalah Ekonomi Islam dengan tepat waktu. Shalawat serta salam
tak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Dalam penyusunan makalah, tak lupa penulis
ucapkan terimakasih kepada dosen Profesor Dr.H.Kosim, M.Ag. yang telah
memberikan masukan atas penyelesaian makalah ini.
Makalah ini belum sempurna, oleh karena nya kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan makalah. Makalah ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi studi Ekonomi Islam dan memberikan
kontribusi pemikiran kepada pembaca.

Tasikmalaya, 24 September 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................................5
1.1 Pendahuluan.......................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan Masalah..................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Iqalah..................................................................................................................6
2.1.1 Dasar Hukum Iqalah...................................................................................6
2.2 Sharf...................................................................................................................7
2.2.1 Dasar Hukum Sharf.....................................................................................8
2.3 Salam..................................................................................................................9
2.3.1 Dasar Hukum Salam..................................................................................11
2.3.2 Rukun dan Syarat Salam...........................................................................11
2.4 Riba..................................................................................................................12
2.4.1 Dasar Hukum Riba....................................................................................12
2.4.2 Jenis-jenis Riba.........................................................................................14
2.5 Ijarah................................................................................................................16
2.5.1 Dasar Hukum Ijarah..................................................................................16
2.5.2 Rukun dan Syarat Ijarah............................................................................17
2.6 Qard.................................................................................................................18
2.6.1 Dasar Hukum Qardh.................................................................................18
2.6.2 Rukun dan Syarat Qardh...........................................................................18
BAB III............................................................................................................................20
SIMPULAN.....................................................................................................................20
3.1 Simpulan...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Mu’awadhah adalah akad yang dilakukan karena adanya motif bisnis seperti
jual beli, sewa atau lainnya sehingga cara yang ditempuh dapat berupa pertukaran
harta dengan uang atau uang dengan jasa (sewa benda atau upah untuk tenaga).
Atau Akad muawadhah yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar timbal balik,
seperti jual beli, sewa-menyewa, shulh, terhadap harta dengan harta.

Adapun dalam makalah ini akan membahas mengenai Iqalah, Sharf, Riba,
Ijarah, dan Qardh

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan diperhatikan dalam makalah ini ialah sebagai
berikut:

1. Apa itu Iqalah dan apa dasar hukumnya?


2. Apa itu Sharf dan apa dasar hukumnya?
3. Apa itu Riba dan apa dasar hukumnya?
4. Apa itu Ijarah dan apa dasar hukumnya?
5. Apa itu Qardh dan apa dasar hukumnya?

1.3 Tujuan Masalah


Dengan ditulisnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan
terkait dasar hukum dari:

1. Iqalah
2. Sharf
3. Riba
4. Ijarah
5. Qardh
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Iqalah

Iqalah secara bahasa diartikan menghilangkan (Misbah al-Munir, al-


Faiyumi, 2/521). Sementara pengertian Iqalah secara istilah didefinisikan dengan,
membatalkan akad, dengan tidak memberlakukan hukum dan konsekuensinya
dengan kerelaan kedua belah pihak. Iqalah di luar hak khiyar, karena itu, penjual
tidak berkewajiban untuk menerimanya. Hanya saja, dianjurkan untuk
menerimanya, sebagai bentuk berbuat baik kepada sesama. (

2.1.1 Dasar Hukum Iqalah

1. Al-Quran

‫ْن ا ٰ ِٓلى اَ َج ٍل م َُّس ًّمى‬


ٍ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ا َِذا َتدَ ا َي ْن ُت ْم ِبدَ ي‬
 ُ‫اك ُتب ُْو ۗه‬
ْ ‫َف‬
Artinya: ” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”
(QS. Al-Baqarah : 282).

2. Hadits

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda, “Siapa yang menerima pengembalian barang dari seorang
muslim, maka Allah akan mengampuni kesalahannnya di hari kiamat.”  (HR.
Ahmad 7431, Ibnu Hibban 5030 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

3. Ijma/Ulama

Ulama berbeda pendapat dalam memahami iqalah


(pengusahamuslim.com)
Pertama, iqalah adalah pembatalan akad dan bukan akad yang baru. Ini
merupakan pendapat Syafiiyah, Hambali, dan Muhammad bin Hasan. Mereka
beralasan bahwa iqalah secara makna bahasa artinya menghilangkan. Dan makna
istilah tidak jauh beda dengan makna bahasa. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyebutnya iqalah, bukan ba’i (jual beli).

Diantara alasan lainnya, ulama sepakat bolehnya melakukan iqalah untuk


akad salam. Sementara terdapat larangan menjual barang sebelum diterima. Jika
Iqalah dipahami sebagai jual beli, berarti iqalah dalam akad salam adalah menjual
barang sebelum diterima.

Kedua, iqalah adalah transaksi jual beli baru. Ini merupakan pendapat
Abu Yusuf, Imam Malik, dan Dzahiriyah. Mereka beralasan, bahwa hakekat jual
beli adalah tukar menukar. Ada yang kita serahkan dan ada yang kita terima (at-
Tabadul). Dan ini ada pada iqalah. Karena transaksi itu dikembalikan kepada
hakekatnya dan bukan ucapannya, sehingga iqalah bisa disebut jual beli.

Sanggahan yang disampaikan jumhur bahwa iqalah bukan at-Tabadul,


tapi Ruju’ ‘an al-Mubadalah (membatalkan serah-terima). Sehingga tidak bisa
dipahami jual beli.

2.2 Sharf
Al-Sharf merupakah istilah bahasa arab dari transaksi jual beli valuta asing
atau dalam istilah bahasa inggris ialah money changer. Taqiyudin an-Nabhani
mendifinisikan kata ini sebagai pemerolehan harta dengan harta lain, dalam
bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas
yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak satu dengan perka yang lain
(atau berbeda sejenisnya) semisal emas dan perak, dengan menyamakan atau
melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain. (Subhan, 2008)

Adapun aktivitas-aktivitas yang dapat dikategorikan dalam transaksi jual


beli mata uang menurut Taqiyuddin an-Nabhani meliputi:

1. Pembelian matauang dengan mata uang yang serupa seperti pertukaran


uang kertas dinar baru dnean kertas dinar lama
2. Pertukaran mata uang asing seperti dolar dengan rupiah
3. Pembelian barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang
tersebut dengan mata uang asing seperti membeli pesawat dengan dolar
4. Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dengan dolar Australia
5. Penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang)
dengan mata uang tertentu
6. Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.

2.2.1 Dasar Hukum Sharf

1. Al-Quran

٢٧٥ – ... ‫ َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْال َبي َْع َو َحرَّ َم الرِّ ٰب ۗوا‬...
Artinya: ” ...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...” (QS. Al-Baqarah : 282).

2. Hadits

Artinya: Dari Ubaidah bin Shamit r.a. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, “Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak,
gandum ditukar dengan gandum, dan sya’ir (gandum kasar) ditukar
dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam,
haruslah sama ukuran dan takarannya serta tunai. Apabila jenisnya berbeda,
ukurannya juga boleh berbeda dengan syarat tunai.” (HR. Muslim).

3. Ijma/Ulama

Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan
sebagai berikut:

a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)


b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya
harus sama dan secara tunai (attaqabudh).
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing dan hukumnya menurut kesepakatan


ulama (MUI):

a. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing


(valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua
hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari
dan merupakan transaksi internasional.
b. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas
yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk
waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.
Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga
yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di
kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum
tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam
bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari
(lil hajah).
c. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara
penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram,
karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas
sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal
akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir
(spekulasi).

2.3 Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum
ada. Barang ini diserahkan secara tangguh sedangkan pembayarannya dilakukan
secara tunai. Adapun pada praktik salam ini ada yang disebut dengan salam
pararel dimana salam ini melaksanakan dua transaksi salam antara bank dan
nasabah dan antara bank dan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara
simultan.(Antonio, 2001)

Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum
ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran
dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai
penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini
kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara
pasti.

Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank,


maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau nasabah itu sendiri
secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah
harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya
secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Adapun
dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga
jual dan jangka waktu pembayaran.

Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak
dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam
pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditas pertanian oleh
bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan. Ketentuan
umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut:

1. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti


jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Misalnya, jual beli 100 kg
mangga harum manis kualitas A dengan harga Rp. 5000/kg, akan
diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
2. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad,
maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab denagn cara antara lain
mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang
sesuai pesanan.
3. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya
sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk
melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti
BULOG, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme ini disebut paralel
salam.

2.3.1 Dasar Hukum Salam

1. Al-Quran

‫ْن ا ٰ ِٓلى اَ َج ٍل م َُّس ًّمى‬


ٍ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ا َِذا َتدَ ا َي ْن ُت ْم ِبدَ ي‬
 ُ‫اك ُتب ُْو ۗه‬
ْ ‫َف‬
Artinya: ” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”
(QS. Al-Baqarah : 282).

2. Hadits

Artinya: Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. datang ke


Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk
jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata, „Barangsiapa yang
melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.“

2.3.2 Rukun dan Syarat Salam

Salam memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi yaitu:


1. Orang yang berakad (muslam atau pembeli dan muslam ilaih atau penjual).
Adapun syarat orang yang berakad harus baligh dan berakal.
2. Objek akad dalam jual beli salam (ra’sul mal atau modal/uang dan muslam
fiihi atau barang), yaitu barang yang dipesan harus jelas ciri-cirinya,
harganya dan jelas waktu penyerahannya ketika akad berlangsung. Jadi
pembayaran dilakukan pada waktu akad, karena jual beli ini berttujuan
untuk membantu pedagang yang tidak punya modal.
3. Sighat atau ijab dan qabul (serah terima). Pada ijab dan qabul haruslah
dengan pernyataan yang jelas dan dipahami kedua belah pihak. Tidak
mengandung makna ganda.
Ada beberapa perbedaan antara jual beli salam dengan jual beli biasa, hal
ini dijelaskan Fathi ad-Durani sebagaimana yang dikutip oleh Nasrun Haroen
yaitu:
1. Harga barang dalam jual beli salam tidak boleh dirubah dan harus
diserahkan seluruhnya pada waktu akad berlangsung. Berbeda dengan jual
beli biasa, pembeli boleh saja membayar barang yang dia beli dengan cara
utang kepada penjual.
2. Harga yang diserahkan berbentuk uang tunai, bukan berbentuk cek
mundur. Jika berbentuk cek mundur maka jual belinya batal, karena tidak
tercapai tujuan jual beli salam yaitu untuk membantu produsen.
3. Menurut Hanafiyah, harga beli boleh dijamin oleh seseorang yang hadir
sewaktu akad dan penjamin ini bertanggung jawab membayar ketika itu
juga. Akan tetapi menurut Zufar ibn Huzail pakar fiqh Hanafi, harga itu
tidak boleh dijamin oleh seseorang, karena adanya jaminan akan menunda
pembayaran yang harus dibayarkan tunai ketika akad.

2.4 Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah yang berarti tambahan. Adapun
pengetian secara linguiatik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Secara istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
batil.

2.4.1 Dasar Hukum Riba

1. Al-Quran

Larangan riba terdapat dalam Al-Quran dalam empat tahap, tahap-tahap


tersebut ialah:

Tahap pertama, ayat ini menolak angapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu
perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.
‫ٓا‬..‫دَ هّٰللا ِ َۚو َم‬..‫وا عِ ْن‬.ْ .‫اس َفاَل َيرْ ُب‬
ِ ‫ال ال َّن‬ َ َ‫َو َمٓا ٰا َت ْي ُت ْم مِّنْ رِّ بًا لِّ َيرْ ب َُو ۠ا ف ِْٓي ا‬
.ِ ‫مْو‬
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
٣٩ - ‫ك ُه ُم ْالمُضْ ِعفُ ْو َن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ٰا َت ْي ُت ْم مِّنْ َز ٰكو ٍة ُت ِر ْي ُد ْو َن َوجْ َه ِ َفا‬
Artinya:“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan apa yang kau berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)”. (QS. Ar-Rum : 39)

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT
mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang
memakan riba.

َ ‫ت َل ُه ْم َو ِب‬
‫ ِّد ِه ْم‬..‫ص‬ ْ َّ‫ت ا ُ ِحل‬ ُ ‫َف ِب‬
ٍ ‫ا َع َلي ِْه ْم َطي ِّٰب‬..‫ َحرَّ مْ َن‬.‫ا ُد ْوا‬..‫ظ ْل ٍم م َِّن الَّ ِذي َْن َه‬
‫ ُه‬.‫وا َع ْن‬.ْ .‫د ُن ُه‬.ْ .‫ َو َق‬.‫ وا‬.‫ ِذ ِه ُم الرِّ ٰب‬.‫ وَّ اَ ْخ‬- ١٦٠ – ‫رً ۙا‬..‫ ِبي ِْل هّٰللا ِ َك ِث ْي‬. ‫َعنْ َس‬
َ .‫اس ِب ْالبَاطِ ِل َۗواَعْ َت ْد َنا ل ِْل ٰكف ِِري َْن ِم ْن ُه ْم َع‬
- ‫ا‬..‫ذابًا اَلِ ْي ًم‬. َ َ‫َواَ ْكل ِِه ْم ا‬
ِ ‫ل ال َّن‬.َ ‫مْوا‬
١٦١
Artinya: “Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi
mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena
mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah, dan karena mereka
menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan
untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih.”(QS. An-Nisa: 160-
161)

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan


yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga
dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan
pada masa tersebut.
‫ُّض َع َف ًة ۖوَّ ا َّتقُوا هّٰللا َ َل َعلَّ ُك ْم‬
ٰ ‫ اَضْ َعا ًفا م‬.‫ْن ٰا َم ُن ْوا اَل َتْأ ُكلُوا الرِّ ٰب ٓوا‬.َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي‬
١٣٠ - ‫ُت ْفلِح ُْو ۚ َن‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.”(QS. Ali Imran: 130)

Tahap terakhir,Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun


jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang
diturunkan menyangkut riba.

‫ ٓوا ِانْ ُك ْن ُت ْم‬..‫ا َبق َِي م َِن الرِّ ٰب‬..‫ َم‬.‫وا هّٰللا َ َو َذر ُْوا‬..ُ‫وا ا َّتق‬..‫ا الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن‬..‫ٰ ٓيا َ ُّي َه‬
‫ ْول ۚ ِٖه‬.‫ب م َِّن هّٰللا ِ َو َر ُس‬
ٍ ْ‫ ر‬.‫ ْأ َذ ُن ْوا ِب َح‬.‫ َف‬.‫وا‬.ْ .ُ‫ ِانْ لَّ ْم َت ْف َعل‬.‫ َف‬-٢٧٨ – ‫مُّْؤ ِم ِني َْن‬
٢٧٩ - ‫مْوالِ ُك ۚ ْم اَل َت ْظلِم ُْو َن َواَل ُت ْظ َلم ُْو َن‬
َ َ‫َو ِانْ ُت ْب ُت ْم َف َل ُك ْم ُرء ُْوسُ ا‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang
beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang
dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak
atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak
dizalimi (dirugikan). (QS. Al-Baqarah: 278-279)

2. Hadits

Artinya: Dari Abdullah r.a. Rasulullah bersabda: “telah menceritakan


kepada kami Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari ayahnya, ia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang makan riba, orang
yang memberi makan riba, saksinya dan penulisnya.”(HR. Abu Dawud)

2.4.2 Jenis-jenis Riba

Menurut para ulama fiqih, riba dapat dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu:
1. Riba Dain (Riba dalam Hutang Piutang)

Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang
terjadi pada jaman jahiliyah. Riba ini ada dua bentuk:
a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar
hutangnya atau tambah nominalnya dengan mundurnya tempo).
b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad
2. Riba Fadhl

Definisinya adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara


yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan
timbangan/ukuran) padanya. Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim
dengan riba khafi (samar), sebab riba ini merupakan pintu menuju riba
nasi`ah. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Yang rajih
tanpa keraguan lagi adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah
haram dengan dalil yang sangat banyak.

3. Riba Nasi`ah (Tempo)

Riba nasi’ah yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara
syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Riba ini diistilahkan oleh
Ibnul Qayyim dengan riba jali (jelas) dan para ulama sepakat tentang
keharaman riba jenis ini dengan dasar hadits Usamah bin Zaid di atas.
Banyak ulama yang membawakan adanya kesepakatan akan haramnya riba
jenis ini. Riba fadhl dan riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan
riba bai’ (riba jual beli).

Ada beberapa kaidah tentang dua jenis riba di atas, yaitu:

1. Perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul, maka tidak boleh
ada unsur tafadhul padanya, sebab bisa terjatuh pada riba fadhl. Misal:
Tidak boleh menjual 1 dinar dengan 2 dinar, atau 1 kg kurma dengan 1,5
kg kurma.
2. Perkara yang diwajibkan adanya tamatsul maka diharamkan adanya
nasi`ah (tempo), sebab bisa terjatuh pada riba nasi`ah dan fadhl, bila
barangnya satu jenis. Misal: Tidak boleh menjual emas dengan emas
secara tafadhul, demikian pula tidak boleh ada unsur nasi`ah.
3. Bila barangnya dari jenis yang berbeda maka disyaratkan taqabudh
(serah terima di tempat) saja, yakni boleh tafadhul namun tidak boleh
nasi`ah. Misalnya, menjual emas dengan perak, atau kurma dengan
garam. Transaksi ini boleh tafadhul namun tidak boleh nasi`ah.

Untuk lebih mudahnya memahami kaidah di atas, ringkasnya:


a. Beli emas dengan emas secara tafadhul berarti terjadi riba fadhl.
b. Beli emas dengan emas secara tamatsul namun dengan nasi`ah (tempo),
maka terjadi riba nasi`ah.
c. Beli emas dengan emas secara tafadhul dan nasi`ah, maka terjadi kedua
jenis riba yaitu fadhl dan nasi`ah.
Hal ini berlaku pada barang yang sejenis. Adapun yang berbeda jenis
hanya terjadi riba nasi`ah saja, sebab tidak disyaratkan tamatsul namun
hanya disyaratkan taqabudh.

2.5 Ijarah
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
itu sendiri. selain ijarah ada juga yang disebut dengan Ijarah Mutahia Bit Tamlik
yang merupakan sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih
tepatnyaakad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si
penyewa.

2.5.1 Dasar Hukum Ijarah

1. Al-Quran

‫لَّمْ ُت ْم‬..‫اح َع َل ْي ُك ْم ا َِذا َس‬


َ ‫و ِانْ اَ َر ْد ُّت ْم اَنْ َتسْ َترْ ضِ ع ُْٓوا اَ ْواَل دَ ُك ْم َفاَل ُج َن‬... َ
‫ ْي ٌر‬.‫ص‬ ِ ‫ اَنَّ هّٰللا َ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن َب‬.‫فِ َوا َّتقُوا هّٰللا َ َواعْ َلم ُْٓوا‬
ۗ ‫مَّٓا ٰا َت ْي ُت ْم ِب ْال َمعْ ر ُْو‬
٢٣٣ -
Artinya: ” ...dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 282).

2. Hadits

Artinya: “Dari Aisyah R.A, ia menuturkan Nabi SAW dan Abu Bakar
menyewa seorang laki-laki yang pintar sebagai penunjuk jalan dari dari bani Ad-
Dil, kemudian dari Bani Abdi bin Adi. Dia pernah terjerumus dalam sumpah
perjanjian dengan keluarga al-Ash bin Wail dan dia memeluk agama orang-
orang kafir Quraisy. Dia pun memberi jaminan keamanan kepada keduanya,
maka keduanya menyerahkan hewan tunggangan miliknya, seraya menjanjikan
bertemu di gua Tsur sesudah tiga malam/hari . Ia pun mendatangi keduanya
dengan membawa hewan tunggangan mereka pada hari di malam ketiga,
kemudian keduanya berangkat berangkat. Ikut bersama keduanya Amir bin
Fuhairah dan penunjuk jalan dari bani Dil, dia membawa mereka menempuh
bagian bawah Mekkah, yakni jalur pantai”(H.R. Bukhari).

3. Ijma

Umat Islam pada masa sahabat telah ber ijma’ bahwa ijarah
diperbolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.

2.5.2 Rukun dan Syarat Ijarah

Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada 3, yaitu:


1. Aqid (orang yang akad).
Orang yang berakad harus baligh, berakal dan tidak terpaksa atau didasari
kerelaan dari dua pihak yang melakukan akad ijarah tersebut,
2. Ma'qud 'alaihi (Ujrah dan Manfaatnya).
Ujrah di dalam akad ijarah harus diketahui, baik dengan langsung dilihat
ataupun disebutkan kriterianya secara lengkap semisal ‘seratus ribu
rupiah.’

3. Shigat akad
Shigat (kalimat yang digunakan transaksi) seperti perkataan pihak yang
menyewakan “Saya menyewakan mobil ini padamu selama sebulan
dengan biaya/upah satu juta rupiah.” Dan pihak penyewa menjawab
“Saya terima. Sebagaimana transaksi -transaksi yang lain, di dalam ijarah
juga disyaratkan shigat dari pihak penyewa dan pihak yang menyewakan
dengan bentuk kata-kata yang menunjukan terhadap transaksi ijarah
yang dilakukan sebagaimana contoh di atas

2.6 Qard
Qardh secara bahasa bermakna al-qath’u yang artinya memotong. Qardh
adalah bentuk masdar dari kata memutus. Al-qardh merupakan pemberian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjam tanpa mengharapkan imbalan.

2.6.1 Dasar Hukum Qardh

1. Al-Quran

ْ َ‫ه ا‬.ٓ ٗ .‫ُض ِع َف ٗه َل‬


‫ َعا ًفا‬. ‫ض‬ ً ْ‫َمنْ َذا الَّ ِذيْ ُي ْق ِرضُ هّٰللا َ َقر‬
ٰ ‫ضا َح َس ًنا َفي‬
٢٤٥ - ‫ُۣط َو ِا َل ْي ِه ُترْ َجع ُْو َن‬ُ ۖ ‫َك ِثي َْر ًة َۗوهّٰللا ُ َي ْق ِبضُ َو َيبْص‬
Artinya: ” Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik
maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah :
245).

2. Hadits

Artinya: “Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “tidak ada
seorang muslim yang meminjamkan kepada seorang muslim qaradh dua kali,
kecuali yang satunya adalah senilai sedekah.” (HR. Ibn Majah dan Ibn Hibban)

3. Ijma

Para ulama menyatakan bahwa qardh diperbolehkan. Qardh bersifat


mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagi
muqtaridh (orang yang berutang) kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia
yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.

2.6.2 Rukun dan Syarat Qardh

Rukun qardh ada tiga yaitu adalah:


1. Akid (Muqridh dan Muqtaridh). Dalam hal ini disyaratkan:
(a) Muqridh harus seorang Ahliyat at-Tabarru’, maksudnya orang
yang mempunyai kecakapan dalam menggunakan hartanya
secara mutlak menurut pandangan syariat
(b) Tidak adanya paksaan seorang muqridh dalam memberikan
bantuan hutang harus didasarkan atas keinginannya sendiri dan
tidak ada paksaan dari pihak lain.
(c) Muqtaridh atau orang yang berhutang haruslah orang yang
Ahliyah mu’amalah, artinya orang tersebut harus baligh,
berakal waras, dan tidak mahjur (bukan orang yang oleh syariat
tidak diperkenankan mengatur sendiri hartanya karena faktor-
faktor tertentu)
2. Qardh (barang yang dipinjamkan)
a. Barang yang dihutang harus sesuatu yang bisa diakad salam.
Segala sesuatu yang bisa diakad salam, juga sah dihutangkan,
begitu juga sebaliknya.
b. Qardh atau barang yang dipinjamkan harus barang yang
memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada kemungkinan
pemanfaatan karena qardh adalah akad terhadap harta.
3. Ijab qabul.
Ungkapan serah terima harus jelas dan bisa dimengerti oleh kedua
belah pihak, sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman di kemudian
hari.. Akad qardh tidak dapat terlaksana kecuali dengan ijab dan qabul
seperti halnya dalam jual beli.
BAB III
SIMPULAN

3.1 Simpulan
Iqalah adalah membatalkan akad, dengan tidak memberlakukan hukum
dan konsekuensinya dengan kerelaan kedua belah pihak. Diantara alasan lainnya,
ulama sepakat bolehnya melakukan iqalah untuk akad salam. Sementara terdapat
larangan menjual barang sebelum diterima. Jika Iqalah dipahami sebagai jual beli,
berarti iqalah dalam akad salam adalah menjual barang sebelum diterima.

Al-Sharf merupakah istilah bahasa arab dari transaksi jual beli valuta asing
atau dalam istilah bahasa inggris ialah money changer. Adapun menurut MUI,
bentuk-bentuk sharf dihukumi macam-macam yaitu untuk transaksi spot boleh,
transaksi forward, swap, dan option haram.

Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum
ada. Barang ini diserahkan secara tangguh sedangkan pembayarannya dilakukan
secara tunai.

Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
itu sendiri.

Qardh secara bahasa bermakna al-qath’u yang artinya memotong. Qardh


adalah bentuk masdar dari kata memutus. Al-qardh merupakan pemberian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjam tanpa mengharapkan imbalan.
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. 2001.

Dewan Syariah Nasional MUI. FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor:


28/DSN-MUI/III/2002 Tentang JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
2002, http://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/28-
Jual_Beli_Mata_Uang.pdf.

Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia. “Mengenal Iqalah – Belajar Fikih


Muamalah.” PengusahaMuslim.Com, https://pengusahamuslim.com/5937-
mengenal-iqalah-belajar-fikih-muamalah.html.

Subhan, Muhammad. “Transaksi Valuta Asing (Al-Sharf) Dalam Perspektif


Islam.” IQTISHODUNA, vol. 3, no. 2, 2008, http://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/257.

Sudiarti, Sri. Fiqh Muamalah Kontemporer. Edited by Isnaini Harahap, FEBI


UIN-SU Press, 2018.

Anda mungkin juga menyukai