Anda di halaman 1dari 17

SALAM (PESANAN)

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih


Muamalah”

Dosen pengampu: Yudi Arianto, S. Sy., M. HI.

Oleh:

Nur fatin (2231008)

INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

FAKULTAS SYARIAH

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

2023

1
Kata Pengantar

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan kami limpahan
rahmat dan hidayah-nya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat
pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum
Islam dan agar pembaca dapat mengetahui serta memahami hasil diskusi
kami mengenai “ Jual Beli Salam“. Terima kasih kami sampaikan kepada
dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah, Bapak Yudi Arianto, S. Sy., M.
HI. dan semua pihak yang telah membantu kami dalam penulisan
makalah ini .kami sadari tidak ada yang sempurna, termasuk dalam
penulisan makalah ini . Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat dibutuhkan untuk membangun penulisan makalah ini lebih baik
lagi.

Tuban, 02 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................4
A. Pengertian jual beli salam.................................................................4
B. Landasan Hukum jual beli salam....................................................6
C. Syarat dan Rukun jual beli salam....................................................8
D. Fatwa DSN MUI tentang jual beli salam........................................10
E. Praktek salam dalam perbankan Syari’ah......................................10
F. Kesimpulan.........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................13

ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jual beli adalah salah satu cara perpindahan kepemilikan yang
dihalalkan oleh al-Qur’an. Ia telah ada sebelum al-Qur’an diturunkan.
al- Qur’an mengatur tijarah (bisnis) yang didalamnya termasuk jual
beli, agar pelaksanaannya dilakukan atas dasar saling rela.1
Nabi Muhammad menyebut jual beli mabrur sebagai salah satu
usaha yang baik. Khalifah Umar bin Khatab, sebagaimana dikutip
oleh Sayyid Sabiq pernah mengingatkan kepada para pedagang agar
mengetahui tata cara jual beli yang benar, agar tidak terjerumus pada
praktik riba. Riba dalam jual beli adalah rambu-rambu yang sering
diingatkan oleh Nabi. Dalam beberapa hadits, Nabi menyebutkan ada
barang-barang yang hanya boleh ditukar (dijual belikan) atas dasar
kesamaan timbangan atau takaran dan kontan. Jika tidak demikian
maka praktik pertukaran tersebut mengandung riba. Nabi menyebut
beberapa nama jual beli yang dilarang karena riba, menipu atau tidak
jelas akibat transaksinya (gharar). Hal ini menunjukkan bahwa riba
dan perbuatan terlarang lainnya bisa terjadi pada praktik jual beli,
meskipun al-Qur‟an menempatkan keduanya pada dua kutub yang
berlawanan dengan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari jual beli salam?
2. Apa yang menjadi landasan hukum jual beli salam?
3. Apa saja syarat dan rukun jual beli salam?
4. Bagaimana Fatwa DSN MUI tentang jual beli salam?
5. Bagaimana praktek salam dalam perbankan syari’ah?
C. Tujuan Makalah

1
Nur Fathoni, ‘Konsep Jual Beli Dalam Fatwa Dsn-Mui’, Economica: Jurnal Ekonomi Islam,
4.1 (2013), 51–82 <https://doi.org/10.21580/economica.2013.4.1.773>.

1
1. Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui pengertian dari jual
beli salam.
2. Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui landasan hukum jual
beli salam.
3. Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui syarat dan rukun jual
beli salam.
4. Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui fatwa DSN MUI
tentang jual beli salam.
5. Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui bagaimana praktek
jual beli salam dalam perbankan syari’ah.

PEMBAHASAN

2
A. Pengertian Jual beli Salam (Titipan)
Dalam istilah fiqh jual beli menggunakan kata bai’. Kata bai’
dengan kata yang digunakan oleh al-Qur‟an dan Hadits. Jual beli
dalam arti bahasa memberikan sesuatu sebagai bandingan/
pertukaran secara mutlak baik berupa harta atau tidak. Kata bai’
dan syira’ adalah dua kata yang mempunyai arti berlawanan,
namun sering dipertukarkan maknanya dalam al-Qur’an dan
Hadits. Menurut makna istilah, jual beli didefinisikan berfariasi
penekanannya. Jual beli menurut Taqiyuddin adalah pertukaran
harta dengan harta untuk tujuan pemanfaatan menggunakan cara
ijab Kabul sesuai dengan tuntunan yang diperkenankan syara.2
Akad salam atau pesanan sangat berkaitan dengan akad jual
beli. Menurut imam Alaudin Al Kasani “salam itu adalah jual beli”.3
Salam dan salaf mempunyai definisi yang sama. Dalam kamus
Mu’jam Al-Wasith “As-salam” artinya sama dengan “ ‫“ َبْيُع الَّس َلَم‬yang
mempunyai arti jual beli salam. Pengertian salaf atau istalafa sama
dengan iqtaradha artinya “berhutang”.
Istilah pengertian salam dikemukakan oleh:
1. Kamaluddin bin Al-Hammam dari madzhab Hanafi sebagai
berikut:

‫َاَّن َمْع َن اُه الَّش ْر ِع ْي َبْيُع َاِج ٍل ِبعَاِج ِل‬


“Sesungguhnya pengertian salam menurut syara’adalah jual beli tempo
dengan tunai”
2. Syafi’iyah dan Hanabiyah memberi definisi sebagai berikut:
‫ُه َو َع ْق ٌد َع لَى َمْو ُصْو ِف ِبِد َم ٍة ُم َؤ َّج ٍل ِبَث َم ٍن َم ْق ُبْو ٍض ِبَمْج ِلِس َع ْق ِد‬
“Salam adalah suatu akad atas barang yang disebutkan sifatnya dalam
perjanjian dengan penyerahan tempo dengan harga yang diserahkan di
majelis akad”
2
Fathoni.
3
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, level 5(Jakarta: Sinar Grafika Offset), Hlm, 241

3
3. Malikiyah definisi salam sebagai berikut:

‫ِبَاَّن ُه َبْيٌع ُيَت َق َّد ُم ِفْي ِه َر ْأُس المَاِل َو ُيَت اَّخ ُر الُم ْث َم ُن َِالَج ٍل‬
“salam adalah jual beli dimana modal (harga) dibayar dimuka, sedangkan
barang diserahkan dibelakang”
Dapat disimpulkan dari definisi diatas intisari bahwa salam
merupakan salah satu bentuk jual beli dimana uang, harga barang
barang dibayarkan secara tunai, sedangkan barang yang akan
dibeli belum ada, hanya sifat- sifat , jenis dan ukurannya sudah
disebutkan pada waktu perjanjian tersebut.4
B. Landasan Hukum
Jual beli dengan akad salam diperbolehkan, meskipun
objeknya tidak ada dimajelis akad, sebagai pengecualian dari
persyaratan jual beli yang berkaitan dengan objeknya. Yang
menjadi dasar hukum diperbolehkan salam sebagai berikut:
a. Qs. Al- Baqarah ayat 282:
‫ٰٓي َاُّيَه ا اَّلِذ ْي َن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َت َداَي ْنُت َد ْي ِآٰلى َاَج ٍل ُّمَس ًّم ى َفاْك ُتُبْو ُۗه‬
‫ْم ِب ٍن‬
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya”
b. Hadits Nabi Saw riwayat Ibnu Abbas:

. ‫َم ْن َأْس َلَف ِفي َش ْي ٍء َفِفْي َك ْيٍل َم ْع ُلوٍم َوَو ْز ٍن َم ْع ُلوٍم ِإَلى َأَج ٍل َم ْع ُلوٍم‬
"Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan
takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang
diketahui" (HR. Bukhari, Shahih al-Bukhari [Beirut: Dar al-Fikr,
1955], jilid 2, h. 36)

Dari Qs. Al Baqarah (2) ayat 282 dapat dipahami bahwa


transaksi dengan cara berutang itu diperbolehkan. Dalam
menafsirkan ayat ini Muhammad Ali As-Says mengatakan”
Menurut kebanyakan ahli tafsir, jual beli itu ada empat macam : (1) jual
4
Ibid, hlm 242-243

4
beli barang dengan barang, (2) jual beli utang dengan utang, jual beli ini
batal dan dilarang,(3)jual beli barang dengan utang(4) jual beli utang
dengan barang, dan ini yang disebut salam. Kedua jenis jual beli yang
terakhir ini temasuk kedalam ayat ini”.

Ibnu Abbas dalam atsar yang diriwayatkan oleh Imam Asy-


Syafi’I, Thabrani, Al Hakim dan Baihaqi, dan dikutip oleh Wahbah
Zuhaili mengatakan yang artinya:

“Saya bersaksi (menyakini) bahwa sesunguhnya salaf (salam) yang


ditanggungkan (dijanjikan) untuk masa tertentu , sesungguhnya telah
dihalalkan oleh Allah didalam kitab- Nya dan diizinkan untuk dilakukan
kemudian beliau membaca ayat ini”.

Dapat disimpulkan dari Riwayat Ibnu Abbas


memperbolehkan dilakukan salam atau salaf. Yang semula
dilakukan oleh penduduk Madinah. Menurut Ibnu Mundzir ,
sebagaimana dikutip oleh Wahab Zuhaili, para ulama telah
sepakat tentang diperbolehkannya salam. Meskipun salam
merupakan jual beli yang belum ada barangnya namun,
dikecualikan dari persyaratan berlaku karena dibutuhkan dan
memberikan kemudahan dan mewujudkan kebaikan bagi manusia,
disamping juga bebas dari riba dan seluruh larangan Allah.5

c. Ijma’

Kesepakatan ulama’ (ijma’) akan bolehnya jual beli salam


dikutip dari pernyataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa
semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan,
karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan
urusan manusia. Pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun
perniagaan terkadang membutuhkan modal untuk mengelola
5
Ibid, hlm 244

5
usaha mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam
diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka.
Ketentuan ijma’ ini secara jelas memberikan legalisasi praktik
pembiayaan/jual beli salam.6

d. Kebolehan akad jual beli salam (pemesanan) ini juga sesuai dengan
analogi akal dan kemaslahatan manusia. Syaikh Shâlih bin Abdillâh
al-Fauzân– hafizhahullâhu menjelaskan, “Analogi akal dan hikmah
mengisyaratkan jual beli ini boleh. Karena kebutuhan dan
kemaslahatan manusia bisa sempurna dengan jual beli salam.
Orang yang membutuhkan uang akan terpenuhi kebutuhannya
dengan pembayaran tunai sementara pembeli beruntung karena
bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah dari
umumnya. Jadi, manfaatnya kembali ke kedua pihak.7

C. Rukun dan Syarat Jual Beli Salam


Menurut Hanafiah rukun salam adalah ijab dan qabul.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama’ rukun salam sama halnya
dengan jual beli.
1. ‘Aqid, yaitu pembeli atau al- muslim atau rabbussalam, dan penjual
atau al – muslam ilaih.
2. Ma’qud ‘alaih, yaitu muslam fih (barang yang dipesan), dan harga
atau modal salam (ra’s al -mal as -salam).
3. Sighat yaitu ijab dan qabul.

Menurut Hanafiah, Malikiyah dan Hambali ijab menggunakan lafal


salama, salafa dan bai’. Seperti yang diucapkan rabbusalam:” “ saya pesan
kepadamu barang ini. Lalu jawab orang yang di minta pesanan (musslam
6
Saprida Saprida, ‘Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli’, Mizan: Journal of Islamic Law,
4.1 (2018), 121–30 <https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177>.
7
Dewi Tradea Basriwi, ‘1 Koperasi Syariah, Apa Itu Jual Beli Salam . On-Line:
Https://Koperasisyariah212.Co.Id/Apa-Itu-Jual- Beli-Salam/ Diakses Tanggal 04
November 2023 2 Ibid’, Program Studi Magister Ekonomi Syariah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung 2018 M/1439 H, 2018.

6
ilaih), “ ” saya terima pesanan itu”. Beda pendapat lagi menurut Imam
Zufar dan Syafi’iyah, salam tidak sah kecuali menggunakan lafad salam
dan salaf. Untuk lafad bai’ dikalangan Syafi’iyah ada 2 pendapat,
sebagian mengatakan salam tidak sah karena bukan merupakan jual
beli dan sebagian mengatakan salam sah karena merupakan bagian
dari jual beli.8

Adapun syarat salam sebagai berikut:

1. Uangnya hendaklah dibayar di tempat akad. Berarti pembayaran


dilakukan terlebih dahulu.
2. Barangnya menjadi hutang bagi si penjual.
3. Barangnya dapat diberikan sesuai waktu yang dijanjikan. Apabila
sudah jatuh waktu sesuai kesepakatan barang telah siap. Oleh
sebab itu memesan buah-buahan yang waktunya ditentukan bukan
pada musimnya tidak sah.
4. Barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, baik takaran,
timbangan, ukuran ataupun bilangannya, menurut kebiasaan cara
menjual barang semacam itu.
5. Diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya. Dengan sifat itu
berarti harga dan kemauan orang pada barang tersebut dapat
berbeda. Sifat-sifat ini hendaknya jelas sehingga tidak ada
keraguan yang akan mengakibatkan perselisihan antara kedua
belah pihak (si penjual dan si pembeli). Begitu juga macamnya,
harus juga disebutkan.
6. Disebutkan tempat menerimanya, kalau tempat akad tidak layak
buat menerima barang tersebut. Akad salam harus terus, berarti
tidak ada khiyar syarat.9

8
Ibid, hlm 245
9
Saprida

7
Dengan demikian Ulama sepakat diperbolehkan salam dalam
barang-barang yang ditakar (makilat), ditimbang (mauzunat), diukur
dengan meteran (madzru’at), dan dihitung (ma’dudat).

D. Fatwa DSN MUI Tentang Jual Beli Salam


Fatwa tentang jual beli salam dicantumkan pada fatwa
nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000. Dalam ketetapan fatwa tersebut
ditetapkan perihal ketentuan tentang pembayaran, ketentuan
tentang barang, tentang salam paralel, penyerahan barang sebelum
atau pada waktunya, pembatalan kontrak, dan perselisihan.10

Pertama, ketentuan tentang pembayaran :

a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik


berupa uang, barang atau manfaat.
b. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

Kedua, ketentuan tentang barang:

a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.


b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c. Penyerahannya dilakukan kemudian.
d. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
e. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
f. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.

10
Mohammad Jauharul Arifin, ‘Keabsahan Akad Transaksi Jual Beli Dengan Sistem
Dropshipping Dalam Perspektif Ekonomi Islam’, Lisyabab : Jurnal Studi Islam Dan Sosial,
1.2 (2020), 279–90 <https://doi.org/10.58326/jurnallisyabab.v1i2.34>.

8
Ketiga, Ketentuan tentang salam paralel. Dibolehkan melakukan
salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan tidak
berkaitan dengan akad pertama.

Keempat, penyerahan barang sebelum atau pada waktunya:

a. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya


dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
b. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
c. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang
lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak
boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
d. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu
yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang,
sesuai dengan kesepakatan, ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
e. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli
tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan.
Pertama, membatalkan kontrak dan meminta kembali uang.
Kedua, menunggu sampai barang tersedia.

Kelima, pembatalan kontrak. Pada dasarnya pembatalan


salam boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah
pihak.

Keenam, perselisihan. Jika terjadi perselisihan diantara


kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan melalui
badan arbitrase syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan.11

11
Fathoni.

9
E. Praktek Jual Beli Dalam Perbankan Syari’ah

Dalam tataran praktek di dunia perbankan syariah, salam


merupakan suatu akad jual beli seperti murabahah. Perbedaan
hanya terletak pada pembayaran serta penyerahan objek yang
diperjual belikan. Dalam akad salam, pembeli wajib menyerahkan
uang/modal di awal atas objek yang dibelinya, lalu barang
diserahterimakan dalam kurun waktu tertentu. Salam dapat
diaplikasikan sebagai bagian dari pembiayaan yang dapat
diberikan oleh bank kepada nasabah debitur yang membutuhkan
modal guna menjalankan usahanya, sedangkan bank dapat
memperoleh hasil dari usaha nasabah lalu menjualnya kepada
yang berkepentingan. Ini lebih dikenal dengan salam pararel.
Aplikasi akad salam dalam bank, bank bertindak sebagai pembeli,
sementara nasabah sebagai penjual. Ketika barang telah diserahkan
kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai maupun
cicilan. Harga beli bank adalah harga pokok ditambah keuntungan.
Pembiayaan ini pada umumnya dilakukan dalam pembiayaan
barang yang belum ada, seperti pembelian komoditas pertanian.
Sekilas pembiayaan ini mirip dengan ijon, namun dalam transaksi
ini baik kualitas, kuantitas, harga, waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara jelas dan pasti. Bay’ al salam biasanya
dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu
yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank
adalah barang seperti padi, jagung, dan cabai dan bank tidak
berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai
simpanan atau inventory, maka dilakukan akad bay’ al salam kedua,

10
misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, dan grosir. Inilah
yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam pararel.12

Dalam pelaksanaan transaksional Salam paralel adalah


suatu transaksi dimana Bank melakukan dua akad salam dalam
waktu yang sama. Dalam akad salam pertama, Bank (selaku
muslim) melakukan pembelian suatu barang kepada pihak
penyedia barang (muslam ilaihi) dengan pembayaran di muka dan
pada akad salam kedua, Bank (selaku muslam ilaihi) menjual lagi
kepada pihak lain (muslim) dengan jangka waktu penyerahan yang
disepakati bersama. Pelaksanaan kewajiban Bank selaku muslam
ilaih (penjual) dalam akad salam kedua tidak tegantung pada akad
salam yang pertama.

Contoh: Contoh: Jika A telah membeli 100 ton beras dari B


dengan akad salam yang akan diserahkan pada tanggal 1 Juli. A
dapat menjual 100 ton beras tersebut kepada C dengan akad salam
paralel dengan penyerahan pada tanggal 1 Juli juga. Penyerahan
beras kepada C tidak boleh tergantung pada penerimaan barang
dari B. Jika B tidak mengirim beras pada tanggal 1 Juli, A harus
tetap memenuhi untuk mengirim beras 100 ton ke C pada tanggal 1
Juli. A dapat menempuh jalan apa saja atas kelalaian B, tetapi A
tetap tidak dapat menghindar dari kewajibannya untuk mengirim
beras kepada C sesuai perjanjian. Demikian juga B mengirim
barang yang rusak yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah
disepakati, A tetap wajib mengirim barang kepada C sesuai
spesifikasi yang telah disepakati bersama.

Irawan; Hermansyah; Abd. Kholik Khoerulloh and Ekonomi, ‘KONSEP BA’I SALAM
12

DAN IMPLEMENTASIYA DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN


NASIONAL’, Ekonomi Islam, Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2008, 282.

11
F. Kesimpulan
Jual beli salam merupakan salah satu bentuk jual beli dimana
uang, harga barang barang dibayarkan secara tunai, sedangkan
barang yang akan dibeli belum ada, hanya sifat- sifat , jenis dan
ukurannya sudah disebutkan pada waktu perjanjian tersebut.
Landasan hukum salam adalah Qs. Al Baqarah 282, hadits
dan ijma’ yang menjelaskan bahwa transaksi dengan cara berutang
itu diperbolehkan.
Akad salam menjadi salah satu tindakan penyegahan
terhadap perilaku riba sebab pelaksanaan akad salam tidak
menyebabkan adanya manfaat dari suatu hutang. Dalam akad
salam yang telah ditentukan seluruh syarat dan rukunnya penjual
dan pembeli sama-sama diuntungkan tanpa adanya gharar dan
keharusan membayar bunga. Sebab apabila target tidak terpenuhi
maka akad nya akan batal.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Mohammad Jauharul, ‘Keabsahan Akad Transaksi Jual Beli


Dengan Sistem Dropshipping Dalam Perspektif Ekonomi Islam’,
Lisyabab : Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 1 (2020), 279–90
<https://doi.org/10.58326/jurnallisyabab.v1i2.34>

Basriwi, Dewi Tradea, ‘1 Koperasi Syariah, Apa Itu Jual Beli Salam . On-
Line: Https://Koperasisyariah212.Co.Id/Apa-Itu-Jual- Beli-Salam/
Diakses Tanggal 28 Oktober 2018 2 Ibid’, Program Studi Magister
Ekonomi Syariah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung 2018 M/1439 H, 2018

Fathoni, Nur, ‘Konsep Jual Beli Dalam Fatwa Dsn-Mui’, Economica: Jurnal
Ekonomi Islam, 4 (2013), 51–82
<https://doi.org/10.21580/economica.2013.4.1.773>

Khoerulloh, Irawan; Hermansyah; Abd. Kholik, and Ekonomi, ‘KONSEP


BA’I SALAM DAN IMPLEMENTASIYA DALAM MEWUJUDKAN

13
KETAHANAN PANGAN NASIONAL’, Ekonomi Islam, Pascasarjana
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2008, 282

Saprida, Saprida, ‘Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli’, Mizan: Journal
of Islamic Law, 4 (2018), 121–30
<https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177>

Wardi Muslich, Ahmad, 2019, Fiqh Muamalah. Jakarta: Sinar Grafika Offset

14

Anda mungkin juga menyukai